Mandiri Terstruktur 1
Mandiri Terstruktur 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2015
SKENARIO 1
Seorang anak laki-laki, berusia 11 tahun diantar orang tuanya ke poliklinik dengan
keluhan demam sejak 2 bulan yang lalu, demam tidak terlalu tinggi, keluhan
disertai dengan lemah badan, nyeri-nyeri tulang, pucat, napsu makan sangat
berkurang, sehingga berat badan anak turun sampai 3 kg. Dalam 3 minggu ini
keluhan bertambah parah, selain keluhan diatas penderita juga mengalami
perdarahan di gusi hampir setiap hari, benjolan di leher, dan ketiak yang makin
membesar dan bertambah banyak. Pada pemeriksaan fisik tampak palmar pucat,
hipertropi ginggiva dan perdarahan gusi, general limfadenopati,
hepatosplenomegali. Pemerksaan lboratorium didapatkan: Hb. 7 g/dl, leukosit.
150.000/mmk, trombosit. 70.000/mmk. Hitung jenis: 2/1/1/20/76/0, Morfologi
darah tepi: Eritrosit: jumlah kurang, mikrositik normokromik, normoblas (+),
Leukosit: jumlah lebih, segmen jarang, limfosit jarang, limfoblast (+), Trombosit:
jumlah kurang, giant trombosit (+).
Tugas:
1. Buatlah overview case berdasarkan skenario diatas!
2. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit dan kemungkinan komplikasi diatas
dikaitkan dengan ilmu kedokteran dasar?
3. Bagaimana penegakkan diagnosis dan klasifikasinya?
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus diatas sesuai dengan kompetensi dokter primer?
5. Bagaimana prognosis, pencegahan dan edukasi terkait kasus diatas?
6. Bagaimana penatalaksanaan kasus ?
Skenario2:
Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke poliklinik umum RS Dustira dengan
keluhan utama lemah badan. Keluhan dirasakan sejak sekitar 1 – 2 bulan lalu dan
semakin hari semakin dirasakan lemah. Keluhan disertai demam, banyak
berkeringat, penurunan berat badan, cepat kenyang dan perut terasa penuh.
Pemeriksaan Fisik:
KU: CM, T: 130/80mmHg, N: 105x/menit, Respirasi 30x/menit S; 37,8
Kepala: konjunctiva anemis +/+, sklera ikterik -/- gusi: hipertrofi (-) KGB: tdk
teraba membesar
Cor: BJ I-II murni reguler, Pulmo: VBS +/+, Rh-/- wh:-/-
Abdomen: hepar tidak teraba, Lien: Schuffner 4 ektremitas: purpura (+)
Pemeriksaan lab:
Hb: 8gr/dl Leukosit: 100.000/mm3 Trombosit: 100.000/mm3 LED:
30/40 mm/jam
Tugas:
1. Apa kemungkinan diagnosis banding pada keluhan di atas?
2. Pemeriksaan penunjang apa yang Anda usulkan? Bagaimana hasil yang diharapkan?
3. Bagaimanakah pendekatan diagnosis kasus di atas?
4. Buatlah overview case berdasarkan skenario di atas!
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit dan kemungkinan komplikasi yang dapat
terjadi dikaitkan dengan ilmu kedokteran dasar?
6. Bagaimana penatalaksanaan kasus di atas sesuai dengan kompetensi dokter primer?
7. Bagaimana prognosis kasus di atas?
Skenario 1
Case Overview
Data keterangan
pemeriksaan fisik :
tampak palmar pucat
hipertropi ginggiva
perdarahan gusi, Tanda klinis
general limfadenopati Leukemia
hepatosplenomegali
Definisi
Leukemi limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-sel precursor
limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya
merupkan leukemia sel T. Leukemi ini merupakan bentuk leukemia yang paling
banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa.
Klasifikasi
1. Klasifikasi Imunologi
o Precursor B-acute lymphoblastic leukemia 70%: common ALL(50%), null
ALL, pre-B ALL
o T-ALL (25%)
o B-ALL(5%)
Definisi subtype imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya
berbagai antigen permukaan sel. Subtype imunologi yang paling sering
ditemukan adalah common ALL. Null cell ALL berasal dari sel yang sangat
primitive dan lebih banyak pada dewasa. B-ALL merupakan penyakit yang
jarang, dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai limfoma agresif.
Gambaran Klinis
Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, esak, nyeri dada
Anoreksia
Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)
Demam, banyak berkeringat(gejala hipermetabolisme)
Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis atau sepsis. Penyebab yang
paling sering adalah stafilokokus, streptokokus dan bakteri gram negatif usus, serta
berbagai spesies jamur.
Perdarahan kulit (ptechie, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria,
perdarahan saluran cerna, perdarahan otak)
Hepatomegaly
Splenomegaly
Limfadenopati
Massa di mediastinum (sering pada LLA selT)
Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intracranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak terutama sarah
VI dan VII, kelainan neurologic fiokal.
Keterlibatan organ lain: testis, retina,kulit, pleura, pericardium dan tonsil.
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari
sistem kekebalan tubuh. Leukosit dibedakan menjadi
a. Granular
b. agranular
Seri granula umumnya diproduksi di sumsum tulang. Perkembangannya dimulai dari
mieloblas, promielosit, mielosit, metamielosit,batang dan segmen. Bail basofil,eusinofil,dan
netrofil. Sedangkan seri agranular ada 2 macam sel leukosit yakni monosit dan limfosit. Seri
ini umumnya di produksi jaringan limfoid.
Gambar hematopoiesis
1. sistem granulopoesis
a. mieloblast
ukuran 15-25 𝜇m,bentuk oval kadang kadang bulat, warna sitoplasma biru
tanpa halo perinuklear jelas atau dengan halo perinuklear melebar,
sitoplasma non granular atau sedikit granula azurofilik, dengan bentuk inti
biasanya oval kadang kadang tidak teratur jarang bulat, tipe kromatin halus
dan nukleus tampak dengan ukuran sedang atau besar 1-4 buah, lebih
terang dari kromatin. Tidak ditemukan di darah tepi, di sumsum tulang
hanya 5%.
b. Promielosit
Ukuran sel 15-30 𝜇m, bentu sel oval atay bulat dengan warna sitoplasma
biru muda dengan halo yang jelas, terdapat granula yang pekat,azurofilik
dan banyak. Bentuk inti oval dngan tipe kromatin awal kondensas.
Nukleus tampak ukuran sedang atau besar, lebih terang dari kromatin,1-2
tapi kadang tak terlhat. Tidak ditemukan didarah tepi, di sumsum tulang
keberadaannya < 5%.
c. Mielosit netrofil
Ukuran 15-25 𝜇m dengan bentuk sel oval kadang kadang bulat. Warna
sitoplasma biru tanpa halo perinuklear jelas atau dengan halo peribuklear
melebar, dalam sitoplasma bisa nongranular atau ditemukan sedikit
granula azurofilik. Bentuk inti biasanya oval, kadang kadang tidak teratur
jarang bulat dengan kroatn halus. Biasanya nukleus tidaka terlihat.
Keberadaan di darah tepi tidak ada, di sumsum tulang <5%
d. Metamielosit netrofil
Ukuran sel 14-20 𝜇m bentuk sel oval atau bulat dengan warna sitoplasma
pink. Bentuk inti elongated,semisircular dan tipe kromatin padat. Nukleus
biasnaya tidak terlihat. Keberadaan di darah tepi todak ada du sumsum
tulang 10-25%
e. Batang netrofil
Ukuran 14-20 𝜇m bentuk sel bulay atau oal dengan warna sitoplasma pink
bentuk inti semisircular tiper kromatin padat kebradaan di darah tepi <5%
di sumsum tulang 5-20%
f. Segmen netrofil
Ukuran 14-20 𝜇m bentuk sel oval atau bulat warna sitoplasma pink,
granula nya sedikit azurofilik d=dan netrofilik bentuk inti berlobus 2-5
buah tipe kromatin padat tidak ditemukan nukleus. Keberadaan di darah
tepi 40-75 % sumsum tulang 5-20%
g. Mielosit eusinofil
Ukuran sel 15-25 𝜇m bentuk oval atau bulat warna sitoplasma biru muda
yang di selubungu granul abundan eusinofilik dan biru gelap bentuk inti
oval atau bentuk ginjal, tipe kromatin sebagian padat nuklouluss tidak
terlihat, di darah tepi tidak ditemukanb dan d sumsum tulang <2%
h. Metamielosit eusinofil
Ukuran sel 15-25 𝜇m bentuk sel oval atau bulat warna sitoplasma biru
muda yang diselubungi granul. Bentuk inti oval atau bentuk ginjal, tipe
kromatin sebagian padat nukleus tidak terlihat, di darah tepi tidak
ditemukanb dan d sumsum tulang <2%
i. Segmen eusinofil
Ukuran 15-25 𝜇m bentuk sel bulat atau oval denga warna sitoplasma pale
dan diselubungi granul yang abundant eusonofilik(orange-red) bentuk
intberlobus semisircular dengan tipe kromatin padat . nukleolus tidak
terlihat. Keberadaan di darah tepi 2-4% dan di sumsum tukang <2%
j. Basofil di sumsum tulang
Ukuran sel 12-18 𝜇m bentuknya bulat atau oval warna sitoplasma pink
cerah kebanyakan di selubungi granula dan nukleus. Granula yang dimiliki
sangat gelap, kebiruan dengan ukuran yang bervariasi , kromatin padat
nukleolus tidak terlihat. Keberadaan didarah tepi <1 % dan di sumsum
tulang <1 %
k. Basofil di darah perifer
Ukuran sel 12-18 𝜇m bentuk sel bulat atau oval warna sitoplsama pink
cerah kebanyakan di selubungi granula dan nukleus. Bentuk inti oval pada
yang imatur dan lobular pada yang matur. Tipe kromatin padat nukleolus
tidak terlihat. Keberadaan didarah tepi <1 % dan di sumsum tulang <1 %
2. Sistem limfopoesis
a. Limfoblast
Ukuran 10-20 𝜇m bentuk bulat kadang kadang oval warna sitoplasma
biru biasnya gelap dan tidak diselnungi granula tipe kromatin homogen
dengan bentukinti bukat. Nukleoulus terlihat ukuran kecil atau sedang
dan lebi terang daripada kromatin berjumlah 1-2 buah. Keberadaan
didarah tepi tidak ada, susmsum tulang <1%.
b. Limfosit
Ukuran 10-15 𝜇m bentuk sel bulat kadang kadang ival dengan
sitoplasma biru dan tidak disertai granula. Bentuk inti bulat atau agak
oval tipe kromoatinhomogen,padat distribusi di sel darah tepi 25-4-%
dan di sumsum tulang 5-20%
3. Sistem monopoeisis
a. Monoblast
Ukuran 15-25 𝜇m bentuk sel oval kadang bulat dengan sitoplasma biru
tanpa granul bentuk inti bulat,oval kadang tidak teratur tipe kromain halus
atau berkelimpok, nukleolus sedang atau besar dengan warna lebih terang
dari kromatin dan berjumlah 1-3. Tidak ditemukan didarah tepi namun
disumsum tulang dustribusinya <1%.
b. Promonosit
Ukuran15-25 𝜇m dengan bentuk inti bulat atau kadang oval sitoplasma
biru,kelabu tanpa granul. Bentuk inti bisa tidak teratur dengan tipe
kromatin kasar atau berkelompok. Didarah tepi tidak ditemukam, di
sumsum tulang <1%
c. Monosit
Ukuran 15-25 𝜇m bentuk bulat,oval,tidak teratur warna sitoplasma biru
abu abu tanpa granul dan bentuk inti biasanya tidak teratur dengan tipe
kromatin kasar dan berkelompok. Distribusi di darah tepi 4-8% dan di
sumsum tulang <2%.
B. Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (complete blood count) dan apus darah tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat diagnosis.
Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat
melebihi 200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi
sel blas pada hitung jenis leukosit bervariasi daro 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga
pasien mempunyai hitung trombosit < dari 25.000/mm3.
2. Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang
Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga
semua pasien LLA harus menjalani proseduur ini. Specimen yang didapat harus
diperiksa untuk analisis histologi, sitogenik dan immunophenotyping. Apus sumsum
tulang tampak hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel
berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel
leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint
dari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitology.
3. Sitokimia
Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-
kadang tidak dapat membedakan LLA dari leukemi mieloblastik akut. Pada LLA,
pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negative.
4. Imunofenotip (dengan sitometri arus/Flow cytometri)
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Pada sekitar 15-54%
LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen myeloid. Antigen myeloid yang biasa
dideteksi adalah CD13,CD15 dan CD33.
5. Sitogenik
Analisis sitogenik sangan berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan
dengan subtype LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostic.
6. Biologi molecular
Teknik molecular dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin gagal, dan untuk
mendeteksi t(12;12) yang tidak terdeteksi dengan sitogenik standar.
Epidemiologi
Insidensi LLA adalah 1/60.00 orang pertahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari
15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria
daripada perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko empat kali lebih
besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA
mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.
C. Penatalaksanaan
2. Terapi suportif
Terapi ini bertujuan untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena
proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi.
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan terapi
spesifik karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif
harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalu tidak maka penderita
dapat meninggal karena efek samping obat, suatu kematian iatrogenic. Terapi
suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif
yang diberikan adalah;
1. Terapi untuk mengatasi anemia
Transfusi PRC untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon
transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.
2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas:
a. Antibiotika adekuat
b. Transfusi konsentrat granulosit
c. Perawatan khusus (isolasi)
d. Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
3. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:
a. Transfuse konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10 x
106/ml, idealnya diatas 20 x 106/ml
b. Pada M3 diberikan Heparin untuk mengatasi DIC
4. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu:
a. Pengelolaan leukostasis : dilakukan dengan hidrasi intravenous dan
leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit
b. Pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan
alopurinol dan alkalinisasi urin.
Hasil pengobatan tergantung pada berikut ini:
1.Tipe leukemia : pada umumnya ALL mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan
dengan AML
2.Karakteristik faktor prognostik dari penderita
3.Jenis regimen obat yang diberikan
Prognosis
Quo ad vitam: dubia
Quo ad functionam: dubia
BHP
• Beneficience : Golden rule principle
Dokter mampu mendiagnosis leukemia limfoblastik akut melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan penunjang.
• Nonmaleficience : mencegah komplikasi
Dokter harus mempu menangani kasus ini dengan penatalaksanan yang sesuai dan
tepat agar dapat menekan tibulnya komplikasi yang lebih membahayakan nyawa
pasien
• Autonomy (Informed consent)
Dokter memberikan penjelasan mengenai keadaan pasien serta memberikan informed
consent terhadap tindakan yang akan dilakukan
• Justice : Edukasi
Dokter harus memperhatikan social ekonomi dan budaya dari pasien atau keluarga
pasien yang mempengaruhi keputusan pasien terhadap tindakan medis yang akan
dilakukan oleh dokter.
Skenario 2
Data Keterangan
Laki-laki 65 tahun Epidemiologi dari LGK
KU: lemah badan Gejala kelainan hematologi
Keluhan sejak 1-2 bulan lalu dan Progresifitas
semakin hari semakin dirasakan
lemah
KP:
Demam
Banyak berkeringat Kegananasan,infeksi (TB)
Penurunan BB
Cepat kenyang dan perut terasa Splenomegali pembesaran lien
penuh menekan gaser sehingga cepat kenyang
Pemeriksaan fisik :
KU: compos mentis Dbn
TD: 130/80 mmHg Prehipertensi (peningkatan sistol)
Klasifikasi leukemia
Lekemia dibagi berdasarkan kecepatan evolusi penyakit menjadi :
Akut atau kronik.
Masing masing dibagi lagi kedalam
mieloid atau lymfoid, sesuai denga tipe sel yang terkena
akut kronik
Splenomegali 95
Lemah badan 80
Hepatomegali 50
Keringat malam 45
Cepat kenyang 40
Perdarahan/purpura 53
Demam 10
Etiologi
LGK merupakan leukemia pertamakali diketahui patogenesisnya. Penyakit ini disebabkan oleh
adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 dengan lengan panjang kromosom
22. Gabungan antara gen ABL yang terdapat pada lengan panjangkromosom 9 dengan BCR yang
terdapat pada lengan panjang kromosom 22 (BCR-ABL) diduga kuat sebagai penyebab utama
terjadinya kelainan proliferasi pada penyakit ini.
Pada kebanyakan pasien LGK, patahan pada gen BCR ditemukan di daerah 5,8-kb atau di
daerah e13-e14 pada ekson 2 yang dikenal sebagai major break cluster region (M-bcr), kemudin gen
BCR-ABL nya akan mensintesis protein dengan berat molekul 210 Kd, selanjutnya ditulis p210 BCR-
ABL
. Patahan lainnya ditemukan di daerah 54,4-kb atau e1 yang dikenal sebagai minor bcr (m-bcr)
yang gen BCR-ABL nya akan mensintesa p190 (Melo, 1996). Sagilo dkk pada tahun 1990
menemukan satu lagi variasi patahan ini pada 3’ gen BCR antara e19-e20 yang selanjutnya akan
berbentuk p230. Daerah patahan ini kemudian dikenal sebagai micro bcr (µ-bcr) (Melo, 1996). Melo
(1997) menemukan bahwa 3 variasi letak patahan pada gen BCR yaitu mayor (M-bcr), minor (m-bcr)
dan mikro (µ-bcr) ternyata berhubungan dengan gambaran klinik penyakitnya. Pasien LGK yang
patahan pada gen BCRnya di M-bcr berhubungan dengan trombositopenia, patahan di m-bcr
berhubungan dengan monositosis yang prominen, sedang patahan di µ-bcr berhubungan dengan
netrofilia dan/atau tromobositosis.
p210BCR-ABL mempunyai potensi leukemogenesis dengan cara sebagai berikut : gen BCR
beerfungsi sebagai heterodimer dari gen ABL yang mempunyai aktivitas tirosin kinase, sehingga fusi
kedua gen ii mempunyai kemampuan untuk oto-fosfolirasi yang akan mengaktivasi beberapa protein
di dalam sitoplasma sel melalui domain SRC-homologi 1 (SH1), sehingga terjadi deregulasi dari
proliferasi sel-sel, berkurangnya sidat aderen sel-sel terhdap stroma sumsum tulang, dan berkurangnya
respons apoptosis.
Selanjutnya fusi gen BCR-ABL akan berinteraksi dengan berbagai protein di dalam
sitoplasma sehingga terjadilah tranduksi sinyal yang bersifat onkogenik. Sinyal ini akan menyebabkan
aktivasi dan juga represi dari proses transkripsi pada RNA, sehingga terjadi kekacauan pada proses
proliferasi sel dan juga proses apoptosis.
Epidemiologi
Kejadian leukemi mielositik kronik mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa,
kedua terbanyak setelah leukemi limfositik kronik. Pada umumnya menyerang usia 40-50 tahun,
walaupun dapat menyerang atau dapat ditemukan di usia muda danbiasanya lebih progresif. Dijepang
kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan hirosima, demikian juga di rusia
setelah reactor atom chernobil meledak. Insidensinya mencapai 1,5/100.000 penduduk pertahun.
Lebih sering terjadi pada laki-laki disbanding pada perempuan.
Pemeriksaan penunjang
Hematologi rutin
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun, leukosit antara
20.000-60.000/mm3. Presentasi eosinofil dan atau basophil meningkat. Trombosit
biasanya meningkat antara 500-600.000/mm3. Walaupun sangat jarang tetapi pada
kasus dapat normal atau trombositopenia.
Apus darah tepi
Eritrosit sebagian besar normokrom normositer, sering ditemukan adanya polikromasi
eritrobls asidofil atau polikromatofil. Tampak seluruh tingkatan diferensiasi dan
maturasi sel granulosit, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkta, demikian
juga presentasi eosinophil dan atau basophil.
Apus sumsum tulang
Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia, sehingga
rasio myeloid eritroid meningkat. Megakariosit juga tampak lebih banyak. Dengan
pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang mengalami fibrosis.
Karyotipik
Dulu dikerjakan dengan teknik pemitaan (G-Banding technique), saat ini teknik ini
sudah mulai ditinggalkan dan peranannya digantikn oleh metode FISH (fluorescen
Insitu Hybridization) yang lebih akurat. Beberapa aberasi kromosom yang sering
ditemukan pada LGK, antara lain: +8,+9,+19,+21,i(17).
Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi, remisi
sitogenetik, maupun remisi biomolekular. Untuk mencapai remisi hematologis digunakan
obat-obat yang bersifat mielosupresif. Begitu tercapai remisi hematologis, dilanjutkan dengan
terapi interferon dan atau cangkok sumsum tulang. Indikasi cangkok sumsum tulang:
1. Usia tidak lebih dari 60 tahun
2. Ada donor yang cocok
3. Termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Sokal.
Busulfan (Myleran)
- Termasuk golongan alkil yang sangat kuat.
- Dosis 4-8mg/hari per oral, dapat dinaikkan sampai 12mg/hari. Harus dihentikan
bila lekosit antara 10-20.000/mm3, dan baru dimulai kembali setelah leukosit
>50.000/mm3
- Tidak boleh diberikan pada wanita hamil
- Interaksi obat : asetaminofe, siklofosfamid, dan intrakonazol akan meningkatkan
efek busulfan, sedangkan fenitonin akan menurunkan efeknya.
- Bila lekosit sangat tinggi, sebaiknya pemberian busulfan disertai denga alopurinol
dan hidrasi yang baik.
- Dapat menyebabkan fibrosis paru dan supresi sumsum tulang yang
berkepanjangan.
Prognosis
• Quo ad vitam : dubia ad malam
• Quo ad functionam : dubia ad malam
BHP
• Beneficience : Golden rule principle
Dokter mampu mendiagnosis pasien leukemia granulositik kronik melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan penunjang.
• Nonmaleficience : mencegah komplikasi
Dokter harus mempu menangani kasus ini dengan penatalaksanan yang sesuai dan tepat agar
dapat menekan tibulnya komplikasi yang lebih membahayakan nyawa pasien
• Autonomy (Informed consent)
Dokter memberikan penjelasan mengenai keadaan pasien serta memberikan informed consent
terhadap tindakan yang akan dilakukan
• Justice : Edukasi
Dokter harus memperhatikan social ekonomi dan budaya dari pasien atau keluarga pasien
yang mempengaruhi keputusan pasien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan oleh
dokter.