PENDAHULUAN
Agama adalah refleksi atas wujud rohaniah yang ada pada diri manusia,
dipandang mampu menjadi pedoman yang memberikan ketenangan hidup. Oleh
karena itu, menurut Zakiah Daradjat, agama mempunyai peran penting dalam
pengendalian seseorang.1
1
Zakiah Daradjat. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Hal.2.
2
Nasution Harun. 1974.Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Bulan Bintang. Hal.10.
1
Begitu juga seperti yang dikatakan Emile Durkheim bahwa, agama
merupakan kontrol terhadap manusia, dengan cara menetapkan aturan-aturan yang
pada akhirnya akan menciptakan keteraturan natural perekatan hubungan sosial.
Pemilihan Umum atau yang biasa kita kenal dengan Pemilu merupakan
suatu wadah yang membuktikan adanya pilihan atas dasar persamaan yang
digunakan untuk mencapai tujuan umum. Menurut Ramlan Surbakti Pemilu
diartikan sebagai Mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan
kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai. Lebih lanjut Ramlan
Surbakti mengatakan bahwa, pemilihan umum berkedudukan sebagai mekanisme
untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum, mekanisme
untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke lembaga-lembaga
perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga integrasi masyarakat tetap
terjaga. Dia juga mengatakan bahwa Pemilu juga merupakan Sarana untuk
memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan
jalan ikut serta dalam proses politik.3
3
Surbakti Ramlan. 1992.Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widya Sarana. Hal.181.
4
Robert A. Dahl. 1985.Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol. Jakarta:
Rajawali Press. Hal .8-10.
2
Pemilu di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955, jumlah
partai politik peserta pemilu sebanyak 26 partai politik. Pada pemilu 1971 jumlah
partai politik peserta pemilu sebanyak 10 partai politik dan Pada pemilu 1977
jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 3 partai politik (Golkar, PPP, dan
PDI). Pada pemilu 1982 sampai dengan 1999 jumlah partai politik peserta pemilu
sebanyak 3 partai politik. Kemudian Pada pemilu 1999 jumlah partai politik
peserta pemilu membludak sebanyak 48 partai politik. Pada pemilu 2004 jumlah
partai politik peserta pemilu sebanyak 24 partai politik. Dan pada pemilu 2009
dengan jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 44 partai politik, termasuk 6
partai lokal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Dan terakhir pada tahun
2014, Peserta Partai Politik menurun menjadi 12 Partai.5
Sistem pemilu yang lebih demokratis terjadi setelah runtuhnya Orde Baru.
Hal ini merupakan salah satu wujud dari gerakan reformasi. Langkah tersebut
dianggap sebagai tindakannyata dari tuntutan reformasi kelembagaan dalam
melakukan praktek konsolidasi demokrasi di Indonesia setelah mengalami masa
Pemerintahan Orde Baru yang cendrung otoriter. Sejak itu, Indonesia memasuki
fase kehidupan politik yang lebih terbuka dan demokratis serta ditandai dengan
pulihnya hak-hak sipil dan politik. Perubahan mendasar yang terjadi dalam
amandemen Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya adalah pemilihan
pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum
legislatif dan eksekutif pada tingkat nasional dan lokal.
5
https://jefrihutagalung.wordpress.com/2014/04/08/sejarah-pemilihan-umum-di-indonesia-hingga-
pemilu-2014-indonesia-election-2014/ diakses: Rabu, 15 Februari 2018, jam: 00.05
3
Melalui proses demokratisasi dan desentralisasi, para orang kuat lokal dan
bos lokal semakin memperoleh kesempatan untuk menjabat kursi sentral di
lembaga pemerintah daerah dibandingkan masa sebelumnya. Peran serta orang
kuat lokal ini dilandasi oleh harapan akan masa depan atas pembagian kue
pembangunan di daerah baru dan lainnya sehingga memotifasi mereka untuk
membela mati-matian para birokrat sokongannya. Menurut Migdal, orang kuat
lokal telah berhasil menempatkan diri mereka, konco-konco dan keluarganya,
dalam posisi yang strategis untuk memastikan bahwa alokasi sumber daya berada
dalam arahan, dan kepentingan mereka.6
6
Zuhro Siti, dkk. 2009.Demokrasi Lokal Peran Aktor Dalam Demokratisasi. Yogyakarta:
Ombak.Hal.10.
4
Pelaksanaan Demokrasi tingkat desa juga tercantum dalam Undang-
Undang. Dalam UU No. 23 Tahun 2014, Desa adalah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus Urusan Pemerintahan,kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.7
7
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Tentang Pemerintahan Daerah.Pasal 1 Ayat 43.
8
https://www.boyyendratamin.com/2011/09/kilasan-perkembangan-otonomi.html diakses: Rabu,
15 Februari 2018, jam: 03.55
5
memberikan kekuatanakan otonomi desadan kemandirian desa dalam menentukan
masa depan desa itu sendiri.
9
Panghulu dalam kata lain berarti Kepala Desa atau seorang yang memimpin dalam suatu Daerah.
Lihat wikipedia/panghulu. Panghulu dalam peraturan Bupati ini bersifat umum, artinya
penggunakan nya memungkinkan masih digunakan dalam daerah lain. Sedangkan Kecamatan
Bandar Masilam menggunakan nama Kepala Desa.
6
pemilih. Dinamika prilaku pemilih sangat kompleks dalam setiap pemilihan
umum.10 Apalagi Indonesia telah menyelenggarakan Pemilu lebih dari lima kali.
hal ini dipengaruhi oleh pergolakan politik dan juga tingkat pendidikan serta
tingkat ekonomi pemilih dalam pemilihan umum. Tingkat pendidikan maupun
ekonomi serta kepercayaan Masyarakat Indonesia terbukti dalam beberapa pemilu
setelah masa reformasi sangat berpengaruh.
10
Imam Hidajat. 2009. Teori-Teori Politik. Malang: Setara Press.Hal.170.
11
Bandar Masilam Dalam Angka 2015.Simalugun: Badan Pusat Statistika Kabupaten
Simalungun.hal.2.
12
Ibid.hal.27.
7
Pada Pilkades serentak di kecamatan Bandar Masilam, terdapat Desa yang
memiliki jumlah penduduk yang seimbang atau 50%-50% antar Agama Islam dan
Kristen yaitu Desa Bandar Gunung . Dalam Pemilihan Umum Kepala Desa
Bandar Gunung Juga terdapat Calon Kepala Desa yang seimbang yaitu 2 pasang
calon beragama islam dan 2 pasang calon beragama kristen. jika dilihat deri segi
Agama. Namun pada hasil Pemilihannya tetap saja bahwa Calon yang beragama
Islam lah yang memenangkan Pemilihan Umum. Padahal jika di lihat dari segi
Geografis bahwa Agama Islam bukan lah agama yang mendominasi pada Desa
tersebut. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari Jumlah Rumah Ibadah dan
Kegiatan sehari hari Warga Desa tersebut. Hasil Perhitungan Suara juga
menunjukkan bahwa Calon Kepala Desa Muslim meraih suara hampir dua kali
lipat dari Calon yang beragama Kristen. Hal ini menimbulkan pertanyaan
sebenarnya apakah agama berperan atau menjadi landasan utama masayarakat di
Kecamatan Bandar Masilam dalam memilih Calon Kepala Desa?
8
Aapakah agama menjadi faktor utama dalam Pemilu kepala desa di Kecamatan
Bandar Masilam.
9
1. Bagaimana Pola Prilaku Pemilih Masyarakat di Kecamatan Bandar
Masilam dalam memilih Calon Kepala Desa pada Pemilihan Umum
Kepala Desa secara serentak di Kecamatan Bandar Masilam.
2. Apakah terdapat pengaruh agama dalam Prilaku Memilih Masyarakat di
Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simaungun Pada Pemilihan
Umum Kepala Desa serentak di Kecamatan Bandar Masilam.
10
2. Secara Kelembagaan, penelitian ini diharapkan dapat menambah Referensi
penelitian sosial tentang Peran Agama Terhadap Prilaku Pemilih Dalam
Pemilihan Umum Kepala Daerah bagi Departemen Ilmu Politik, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Universitas Sumatera Utara.
3. Bagi masyarakat umum, lebih khususnya masyarakat di Kecamatan
Bandar Masilam Kabupaten Simalungun dalam penelitian ini diharapkan
menjadi bahan pengetahuan tentang Pemilihan Umum Kepala Desa di
Kecamatan Bandar Masilam dan Pengaruh Agama yang menjadi Landasan
masyarakat dalam memilih calon kepala desa dan berharap agar
masyarakat juga dapat meningkatkan partisipasi politiknya dalam agenda
agenda Demokrasi.
13
Budiarjo Miriam. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Politk. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal.43.
11
politik. Yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan masyarakat, kegiatan
yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua yaitu fungsi- fungsi pemerintahan yang
dipegang oleh pemerintah dan fungsi- fungsi politik yang dipegang oleh
masyarakat14
14
Surbakti Ramlan. Op cit. Hal.167.
15
Sastroatmodjo Sudijono.1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press. Hal.2- 3.
12
sikap dan orientasi, harapan dan cita-cita, ketakutan dan pengalaman masa lalu)
individu yang membuatkeputusan tersebut.16
16
Surbakti Ramlan, Op cit. Hal.131.
17
Ibid.Hal.15-16.
18
Asep Ridwan. 2000.Memahami Perilaku Pemilih Pada Pemilu 2000, Jurnal Demokrasi dan
HAM. Jakarta: The Habibie Center. Hal.25.
13
politik masyarakat, kesenjangan pemerataan bangunan, kesenjangan
informasi, komunikasi, teknologi mempengaruhi proses sosialisasi
politik.
3. Budaya Politik. Budaya Politik memiliki pengaruh dalam perilaku
politik masyarakat. Berfungsinya budaya politik ditentukan oleh
tingkat keserasian antara kebudayaan bangsa dan struktur politiknya.
Kemajuan budaya Indonesia memepengaruhi budaya budi bangsa.
Berbagai budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada
terciptanya sebuah bentuk perilaku politik dengan memahami budaya
politik masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku
politik.
4. Agama dan Keyakinan. Agama telah memberikan nilai etika dan moral
politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku
politiknya. Keyakinan merupakan acuan yang penuh dengan norma-
norma dan kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku
politik sesuai agama dan keyakinannya proses politik dan partisipasi
warga negara paling tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
pemahaman agama seseorang.
5. Pendidikan dan komunikasi. Hal ini juga mempengaruhi perilaku
politik seseorang. Semakin tinggi pendiidkan masyarakat maka
semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi yang intens
akan mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam kegiatan
politiknya.
6. Lingkungan Sosial Politik. Faktor ini mempengaruhi aktor politik
secara langsung seperti keadaan keluarga, cuaca, ancaman.
Lingkungan sosial politik saling memepengaruhi dan berhubungan
satu dengan yang lain dan bukannya sebagai factor yang berdiri
sendiri.
14
Di negara-negara demokrasi, pada umumnya menganggap bahwa lebih
banyak partisipasi masyarakat, maka lebih baik. Dalam pikiran ini, tingginya
tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah
politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat
partisipasi juga menunjukan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki
keabsahan yang tinggi. Dan sebaliknya, rendahnya partisipasi politik di suatu
Negara dianggap kurang baik karena menunjukkan rendahnya perhatian warga
terhadap masalah politik, selain itu rendahnya partisipasi politik juga
menunjukkan lemahnya legitimasi dari enzim yang sedang berkuasa.
Partisispasi sebagai suatu bentuk kegiatan dibedakan atas dua bagian, yaitu:19
1. Partisipasi aktif, yaitu kegiatan yang berorientasi pada output dan input
politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif adalah, mengajukan usul
mengenai suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan
perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih
pemimpin pemerintah.
2. Partisipasi pasif, yaitu kegiatan hanya berorentasi pada output politik.
Pada masyarakat yang termasuk kedalam jenis partisipasi ini hanya
menuruti segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tanpa mengajukan kritik dan usulan perbaikan.
Kemudian terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini,
yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik
dari apa yang telah mereka cita-citakan. Kelompok tersebut disebut apatis
(golput).
19
Surbakti Ramlan.1997.Partai, Pemilih dan Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal.170.
15
1.6.1.2 Perilaku Pemilih
Perilaku pemilih dan partisipasi politik merupakan dua hal tidak dapat
dipisahkan. Partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu
wujud dari partisipasi politik ialah kegiatan pemilihan yang mencakup
suara,sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan,
mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk
mempengaruhi hasil proses pemilihan.20
20
Samuel P. Hutington dan Joan Nelson. 1990.Partisipasi Politik di Negara Berkemba. Jakarta :
Rineka Cipta. Hal.16.
21
Surbakti Ramlan. Op cit. Hal.172.
22
Jack C. Plano, Robert E. Ringgs dan Helenan S. Robin. 1985.Kamus Analisa Politik. Jakarta:
C.V. Rajawali Press. Hal.280.
23
Kristiadi J.1996.Pemilihan Umum dan Prilaku Pemilih di Indonesia.Jakarta: Prisma 3 hal.76.
16
dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok.
Secara umum teori tentang perilaku memilih dikategorikan kedalam dua kubu
yaitu, “Mazhab Colombia dan Mazhab Michigan.” Mazhab Colombia
menekankan pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku masyarakat dalam
menentukan pilihan di pemilu. Model ini melihat masyarakat sebagai satu
kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah hingga yang
teratas. Dalam kegiatannya Affan Gafar yang merupakan penganut pendekatan ini
mengungkapkan bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar sosial
yang berdasarkan atas pengelompokan sosiologis seperti agama, kelas (status
sosial), pekerjaan, umur, jenis kelamin dianggap mempunyai peranan yang cukup
menentukan dalam membentuk perilaku memilih. Oleh karena itu preferensi
pilihan terhadap suatu partai politik merupakan suatu produk dari karakteristik
sosial individu yang bersangkutan.24Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan
rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang
didapat oleh individu tersebut”.25
A. Pendekatan Sosiologis
24
Affan Gafar. 1996.Politik Indonesia Transisi menuju Demokrasi. Jakarta : Grafindo. hal. 67-68
25
Surbakti Ramlan. 1992. Op. Cit. Hal.187.
26
Adman Nursal. 2004.Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Umum. Hal.55.
17
menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai
pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. 27
B. Pendekatan Psikologis
27
Surbakti Ramlan. Op cit. Hal.145.
28
Damsar. 2010.Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. hal 200
18
indikator kelas sosial, kelompok primer atau sekunder, kelompok agama,
masyarakat dan sebagainya. Apakah variabel tersebut benar-benar memberikan
sumbangan pada perilaku pemilih.
29
Surbakti Ramlan. Op cit. Hal.10.
19
mekanisme pertahanan. Pembentukan sikap tidaklah bersifat begitu saja terjadi,
melainkan proses sosialisasi yang berkembang menjadi ikatan psikologis yang
kuat antara seseorang dengan partai politik atau kandidat tertentu. Kedekatan
inilah yang menentukan seseorang memilih atau tidak. “Makin dekat seseorang
dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat
dalam pemilihan”.30
C. Pendekatan Rasional
30
Muhamad Asfar. 1998.Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Prilaku Pemilih. Jurnal Ilmu
Politik Edisi No. 16. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal.52.
31
Ibid hal.34.
20
karena factor kebetulan atau kebiasaan, dan tidak semata- mata untuk kepetingan
diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan umum, menurut pikiran dan
pertimbangannya yang logis
D. Konfigurasi Pemilih
1. Pemilih Rasional
Ciri khas pemilih jenis ini adalah tidak begitu mementingkan ikatan
ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor seperti “faham,
asal-usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang
dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan”. Hal yang terpenting bagi
jenis pemilih adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai
atau seorang kontestan, daripada faham dan nilai partai dan kontestan. Oleh
karena itu, ketika sebuah partai politik atau calon kontestan ingin menarik
perhatian pemilih dalam matriks ini, mereka harus mengedepankan solusi logis
akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan
luar negeri, pemerataan pendapatan, disintegrasi nasional, dan lain-lain. Pemilih
tipe ini tidak akan segan-segan beralih dari sebuah partai atau seorang kontestan
32
Firmanzah. 2007. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. Hal.134- 138.
21
ke partai politik atau kontestan lain ketika mereka dianggap tidak mampu
menyelesaikan permasalahan nasional.
2. Pemilih Kritis
Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program
kerja yang ditawarkan sebuah partai/kontestan baru kemudian mencoba
memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah
kebijakan. Pemilih jenis ini akan selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai
partai (ideologi) dengan kebijakan yang dibuat. Tiga kemungkinan akan muncul
ketika terdapat perbedaan antara nilai ideologi dengan ‘platform’ partai: (1)
memberikan kritik internal, (2) frustasi, dan (3) membuat partai baru yang
memiliki kemiripan karakteristik ideologi dengan partai lama.
22
bagi pemilih jenis ini. Di satu sisi, mereka merasa bahwa ideologi suatu partai
atau seorang kontestan adalah yang paling sesuai dengan karakter mereka, tapi di
sisi lain mereka merasakan adanyaketidaksesuaian dengan kebijakan yang akan
dilakukan partai. Biasanya pemilih ini akan melihat-lihat dahulu (wait and see)
sebelum munculnya ide kemungkinan yang ketiga, yaitu membentuk partai baru.
Pembuatan partai biasanya harus dipelopori oleh tokoh-tokoh yang tidak puas atas
kebijakan suatu partai. Mereka memiliki kemampuan untuk menggalang massa,
ide, konsep, dan reputasi untuk membuat partai tandingan dengan nilai ideologi
yang biasanya tidak berbeda jauh dengan partai sebelumnya.
3. Pemilih Tradisional
Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi yang sangat tinggi dan tidak
terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu
yang penting dalam pengambulan keputusan. Pemilih tradisional sangat
mengutamakan kedekatan sosial-budayanya, nilai, asal-usul, faham, dan agama
sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Kebijakan semisal ekonomi,
kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, dan pengurangan angka
inflasi dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya pemilih jenis ini lebih
mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah
partaipolitik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis
pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam
memegang nilai serta faham yang dianut.
4. Pemilih Skeptis
Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan
sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan
kebijakansebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah
partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka
memang rendah sekali. Mereka juga kurang memedulikan ‘platform’ dan
kebijakan sebuah partai politik. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara,
23
biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan
bahwa siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa
membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu, mereka
tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau seorang
kontestan.
2. Lingkup gender
33
Agung Wibawanto,dkk.2005. Memenangkan Hati dan Pikiran Rakyat. Yogyakarta : Pembaruan
hal. 24-26.
24
3. Lingkup kelas sosial
Individu yang berasal dari kelas sosial yang berbeda biasanya memiliki perilaku
yang berbeda, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi dan pendidikan.
4. Lingkup geografi
5. Lingkup usia
6. Lingkup demografi
7. Lingkup psikografis
8. Lingkup perilaku
Lingkup perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri sebagai respon
terhadap sesuatu yang terjadi. Perilaku seseorang dapat mempengaruhi perilaku
individu lainnya.
25
1.6.2 Pemilihan Umum
34
Moh. Mahfud, MD. 1999.Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta : Gama Media.
Hal.221-222.
26
akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik
rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta
merumuskan anggaran pendapatan dan belanja dalam membiayai pelaksanaan
fungsi tersebut.
35
Joko J, Prihatmoko. 2008.Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal.18.
27
pemegang kekuasaan negara. Pemilu demikian adalah pemilu yang kehilangan roh
demokrasi.
Untuk mencapai tujuan itu, Pemilu harus dilaksanakan menurut asas- asas
tertentu. Asas-asas mengikat keseluruhan proses Pemilu dan semua pihak yang
terlibat, baik penyelenggara, peserta, pemilih, bahkan pemerintah.
a. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat
dilakukan pemilihan umum.
b. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan
menjamin suatu hasil yang baik.
36
Jimly Asshiddiqie. 2012.Penghantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : Rajagrafindo
Persada.Hal. 417.
37
Sukarna. 1981.Sistem Politik. Bandung : Alumi. Hal.83.
28
c. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus
tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan
dan paksaan.
d. Kemerdekaan Perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya
akan dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara
dilindungi atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang.
e. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu
bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukannya
pilihannya secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
dapat menggangu kemerdekannya untuk memilih.
f. Pendidikan. Dalam masyarakat yang warga negaranya sebagian
besar buta huruf akan sukar untuk dijalankan pemilihan umum
secara bebas karena komunikasi dua arah tidak bisa dijalnkan
secara sempurna.
g. Terdapat partai politik dari satu. Pemilihan umum yang bebas
hanya dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih
dari satu partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang
lebih cocok dengan pendiriannya masing-masing.
h. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan
syarat alat komunikasi antara pemimpin politik dengan rakyat
sehingga pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari
partainya tadi, maka rakyat dapat menilai mana yang paling baik
untuk pilihannya.
i. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas
hanya dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open
management yaitu adanya free social support atau dukungan yang
bebas dari masyarakat terhadap pemerintah dan adanya free social
control atau pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap
aparatur pemerintah dan adanya free social responsibility atau
29
pertanggungjawaban yang bebas dari kebohongan oleh pihak
pemerintah.
j. Terdapat rule of law suatu pemilihan umum yang bebas hanya
dapat dilakukan dalam negara yang menjalankan rule of law yaitu
baik pemerintah maupun rakyat sama-sama tak menjalnkan
undang-undang.Pengertian dan makna asas-asas Pemilu Indonesia
yang sedemikian kompleks, kalau diterjemahkan lebih singkat,
pada hakikatnya dipergunakan untuk memberikan landasan
filosofis bagi seluruh rangkaian proses penyelenggaran Pemilu.
30
federasi.38 Hakikat otonomi daerah adalah desentralisasi atau proses
pendemokratisasian pemerintahandengan keterlibatan langsung masyarakat
melalui pendekatan lembaga perwakilan sebagai personifikasi dalam Undang-
Undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada pasal 1 ayat 5 yakni
“otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan”.
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni
2005. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam pemilu, sehingga
secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
atau disingkat Pilkada. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai
penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di
dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Wali Kota.
38
DR.J.Kaloh.2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rhineka Cipta. Hal.3.
31
Gubernur, Bupati dan Walikota itu sendiri bertujuan untuk memilih pemimpin di
daerah yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat, sehingga mampu
menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan daerah dalam rangka tercapainya
tujuan untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Mengkaji mengenai Pemilihan Kepala Daerah juga tidak bisa lepas dari
Pemilihan Kepala Daerah Tingkat Desa. Pemilihan Umum Kepala Desa juga
menjadi bagian perkembangan Demokratisasi di tingkat Daerah. Melalui Pilkada
Desa kita bisa melihat cerminan-cerminan Pemilihan umum tingkatan di atasnya.
1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dan perangkat Desa;
2) Kepala Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa dari calon yang
memenuhi syarat;
3) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara
terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh Badan
Perwakilan Desa dandisahkan oleh Bupati.39
39
Huda Nikmatul.2015. Hukum Pemerintahan Desa (dalamkonstitusi Indonesia sejak
kemerdekaan hingga era reformasi). Jawa Timur: Setara Prees.Hal .78.
32
Perjalanan reformasi yang ditandai dengan lahirnya UU No.22 Tahun
1999 Tentang Pemerintahan Daerah diselimuti oleh semangat reformasi yang
sangat menggebu-gebu dalam segala aspek kehidupan bernegara, bahkan
berlangsung dengan cepat. Sehingga dalam perjalanan reformasi yang begitu
cepat tersebut bahwa Undang-Undang yang menjadi dasar pelaksanaan otonomi
daerah ini belum mampu sepenuhnya untuk mencapai apa yang diharapkan,
sehingga perlu dilakukan perbaikan sesuai denga jiwa dan semangat berdemokrasi
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya UU No.22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah diganti dengan UU No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Hadirnya UU No.32 Tahun 2004 ini juga terdapat pasal-
pasal yang mengatur tentang Desa. 40
Pada masa Presiden Jokowi Widodo, Peraturan Pilkada Desa diatur dalam
Undang-Undang nomor 6 tentang Desa. Keberadaan undang-undang desa ini
merupakan hal yang sangat penting, setidaknya karena 2 (dua) alasan: Pertama,
melalui undang-undang desa diharapkan terbentuk basis legal pengaturan yang
jelas dan spesifik mengenai desa, karena sejak reformasi pengaturan desa diatur
dalam undang-undang Pemerintahan Daerah. Kedua, melalui undang-undang desa
ini diharapkan ada terobosan baru terwujudnya pembaharuan desa ke arah
demokratisasi, dan menyempurnakan semangat otonomi yang hendak diwujukan
dalam konstitusi41
Selain itu, yang menjadi sangat menarik dan penting untuk adalah
ketentuan tentang pemilihan Kepala Desa, Pasal 31 dijelaskan:42
40
Ibid.Hal.186.
41
thesis.umy.ac.id/datapublik/t46860.pdf. (diakses: Selasa, 13 Februari 2018, jam: 03.15)
42
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016. Tentang Pemerintahan Daerah.Pasal 31
33
(2)Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan
pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagai mana dimaksud pada ayat 1
dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Kepala Desa serentak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1,2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
43
Peraturan Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014.Tentang Pemilihan Umum Kepala Desa. BAB
I-VII
34
yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa
yang terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran
kondisi, situasi ataupun variable tersebut.44
1.7.3.1 Populasi
44
Burhan Bungin. 2009.Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana. Hal.36.
45
Herman Resito. 1992.Pengantar Metodologi Peneliti. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hal.49.
35
atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang
dimiliki oleh subyek atau obyek itu sendiri.46
1.7.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi atau wakil dari populasi. Nana
sudjana dan Ibrahim dalam bukunya yang berjudul “penelitian dan penilaian
pendidikan” mengatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang
dimiliki sifat karakteristik yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi.47
𝑵
n=
𝟏 + 𝑵𝒆𝟐
e = Error tolerance (toleransi terjadinya galat; taraf signifikansi; untuk sosial dan
pendidikan lazimnya 0,05) –> (^2 = pangkat dua)
46
Sugiyono. 2009.Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Hal.80.
47
Syaifuddin Azwar .1998.Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal.79.
48
Consuelo, G. Selvilla. 1993.Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press 1993. Hal.161.
36
Untuk menggunakan rumus tersebut, pertama-tama peneliti menetapkan terlebih
dahulu taraf keyakinan atau confidence level (…%) akan kebenaran hasil
penelitian (berapa persen), atau taraf signifikansi toleransi kesalahan (0,..) terjadi.
Misalnya kita ambil taraf keyakinan 93%, yaitu yakin bahwa 93% hasil penelitian
benar, atau taraf signifikansi 0,07 (hanya akan ada 7% saja kesalahan karena
kebetulan benar terjadi).
Dalam Penelitian ini, peneliti mengambil data Populasi yang akan dijadikan
sample sebagai Berikut:
Dalam penelitian ini masyarakat yang akan diteliti didapat sebanyak 11.354 orang
(menggunakan hak pilih) dan peneliti mengambil taraf keyakinan sebesar 97%
sehingga taraf signifikansinya 0,10.
𝑵
n=
𝟏 + 𝑵𝒆𝟐
𝟏𝟏.𝟑𝟓𝟒
n=
𝟏+𝟏𝟏.𝟑𝟓𝟒 × 𝟎.𝟎𝟕𝟐
n = 200 orang.
49
Sudjana. 2002.Metoda Statistika. Bandung : Tarsito. Hal.173.
37
berdasarkan ciri tertentu dari populasi tersebut untuk keperluan penelitian.
Penggolongan menurut ciri ini disebut stratifikasi. Dengan rumus :
𝒏𝟏 ×𝒏
n=
𝑵
Dimana:
38
1,7 ×200
Budha =
11.354
Islam = 0 Sampel
39
Islam = 9 Sampel Kristen = 2 Sampel
1361,1×200 72,4×200
Islam = Kristen =
11.354 11.354
28,9 ×200
Budha =
11.354
Budha = 1 Sampel
40
441,7 ×200 376,2 ×200
Islam = Kristen =
11.354 11.354
19,9 ×200
Budha =
11.354
Budha = 0 Sampel
41
Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dapat dibuat jumlah sampel untuk
penelitian ini secara rinci, seperti pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1
Agama
No Desa Islam Kristen Budha
1 Panombean Baru 18 1 -
2 Lias Baru 17 4 -
3 Bandar Silou 18 3 -
4 Bandar Masilam 24 1 1
5 Gunung Serawan 9 2 -
6 Bandar Masilam II 21 2 -
7 Bandar Tinggi 33 1 -
8 Bandar Rejo 29 1 -
9 Bandar Gunung 8 7 -
Total 177 22 1
42
dengan besarnya strata50.Dalam penelitian ini sampel terdiri dari 9 strata. Jadi
memungkinkan populasi kecil terpilih menjadi sampel. Kemudian untuk
menentukan sampel yang dipilih, peneliti menggunakan teknik Simple Random
Sampling, yaitu penentuan sampel secara acak. Simple Random Sampling dapat
dipenuhi jika populasi dari suatu penelitian homogen dan tidak terlalu banyak
jumlahnya.51
50
Hadari Nawawi.1995.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Hal.159.
51
Bambang Prasetyo.2013.Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi nya.Jakarta: Raja
Grafindo Persada. hal.123.
52
Burhan Bungin.2009.Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.Hal.123.
43
Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil
pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dengan menggunakan Alat pengukur yang sama.53 Uji
reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dirancang dalam
bentuk kuesioner dapat diandalkan. Suatu alat ukur dapat diandalkan jika alat ukur
berbeda jauh). Untuk melihat andal tidak nya alat ukur digunakan pendekatan
besar dari 0.60 maka secara keseluruhan peryataan tersebut dapat dinyatakan
Andal (reliabel) .
Cronbach (α) yang dibantu dengan aplikasi SPSS 16 dan dikutip dari Ety
sebagai berikut:54
𝑁 𝑆 2 (1−Σ𝑆𝑖 )
R=α=R= ( )
𝑁−1 𝑆2
Dimana:
α = Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
53
Sugiyono. Op.Cit. hal.354.
54
Rochaety Ety. 2007.Metode Penelitian Bisnsi, dengan Aplikasi SPSS.Jakarta: Mitra Wacana
Media. hal. 54.
44
Si = Varians masing-masing item
Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik
korelasi Product Moment atau Korelasi Person yang akan dibantu dengan Aplikasi
𝑵. ∑ 𝑿. 𝒀 − (∑𝑿)(∑𝒀)
𝒓𝒙𝒚 =
[𝑵. ∑𝑿𝟐 − (∑ 𝑿)𝟐 ][𝑵. ∑𝒀𝟐 − (∑𝒀)𝟐 ]
55
Hasan Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Hal. 103.
45
Sedangkan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitan, yaitu mengetahui
hubungan positif paling besar ditetapkan sebagai faktor yang paling dominan.
Korelasi:56
Tabel 1.2
Besaran Nilai Koefisien Korelasi
56
Ibid. hal.99.
46
1.7.6.3 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebuah
model regresi yaitu variabel dependen, variabel independen atau keduanya
mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah
distribusi data normal atau mendekati normal.
Untuk mendeteksi normalitas dapat melihat grafik normal P-P Plot of Regression
Standardized Residual. Deteksi dengan melihat penyebaran data pada sumbu
diagonal dari grafik. Pada penelitian ini digunakan uji satu sampel Kolmogorov-
Smirnov untuk menguji normalitas model regresi.57
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.
Y = α + bX
57
Ghozali Imam.2005.Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS.Semarang: Badan Penerbit
UNDIP.hal.10
58
Sugiyono. Op cit. Hal.270.
47
Keterangan:
independen. Bila b (÷) maka naik, dan bila ( - ) maka terjadi penurunan.
A. Uji t
Sebelum koefisien korelasi digunakan untuk membuat kesimpulan,
terlebih dahulu diuji keberartian korelasi, untuk itu digunakan statistik
uji t dengan rumus:
𝑛−2
𝑡=𝑟√
1 − 𝑟2
59
Ibid. hal 230
48
Keterangan :
r = korelasit
t = nilai koefisien korelasi dengan derajat bebas (dk) n-2 n
n = jumlah sampel
60
Prasetyo Bambang.2005.Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan Aplikasi.Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Hal.171.
49
Kabupaten Simalungun Tahun 2016) yang diberikan akan diberikan skor nilai
yang berbeda-beda.
a. Sangat Setuju : 4
b. Setuju : 3
c. Tidak Setuju : 2
d. Sangat Tidak Setuju : 1
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, masalah penelitian, kerangka teori, dan
metodologi penelitian.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya
dan saran penulis terhadap permasalahan yang dibahas.
50
DAFTAR PUSTAKA
Buku
51
Mada University Press
Imam Hidajat. 2009. Teori-Teori Politik. Malang: Setara Press. hal 170
Muh.Nur Sidik, Jurnal Ilmiah Hukum Legality, Vol 13 Nomor 2, Fakultas Hukum
UMM
52
Prasetyo Bambang.2005.Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan
Aplikasi.Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
53
Undang-Undang
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014, Tentang Pemilihan
Kepala Desa,
Internet:
https://jefrihutagalung.wordpress.com/2014/04/08/sejarah-pemilihan-umum-di-indonesia-
hingga-pemilu-2014-indonesia-election-2014/
thesis.umy.ac.id/datapublik/t46860.pdf.
https://www.boyyendratamin.com/2011/09/kilasan-perkembangan-otonomi.html
54