Anda di halaman 1dari 11

Terapi Nasal Aliran-Tinggi Sebagai Bantuan Respirasi

Primer untuk Bayi Preterm Tanpa Perlunya Bantuan


dengan Tekanan Jalan Napas Positif Berkelanjutan

Sanja Zivanovic, Alexandra Scrivens, Raffaella Panza, Peter Reynolds, Nicola Laforgia,
Kevin N. Ives, Charles C. Roehr

Abstrak

Tujuan: Untuk mengevaluasi efektivitas terapi nasal aliran tinggi (nHFT) sebagai
bantuan respirasi primer untuk bayi-bayi preterm dengan sindrom distress
pernapasan (RDS) pada dua unit neonatal tersier. Metode: Sebuah analisis hasil
retrospektif dari strategi bantuan respirasi awal yang dolakukan di dua unit
neonatal tersier di UK: Rumah Sakit John Radcliffe (JRH), Rumah Sakit Oxford
dan St Peter (SPH), Chertsey. Bayi-bayi yang lahir dengan usia gestasi (GA)
antara 28+0 dan 36+6 minggu antara May 2013 dan Juni 2015 diikutsertakan dalam
penelitian. Hasil: Total 381 bayi, 191 dari JRH dan 190 dari SPH, dianalisis.
Bayi-bayi tersebut distabilkan di ruang bersalin menggunakan sungkup tekanan
jalan napas positif berkelanjutan kemudian nHFT. Intubasi endotrakeal dilakukan
berdasarkan protokol lokal, berdasarkan keparahan RDS. Terdapat perbedaan
yang signifikan untuk jumlah tindakan intubasi berdasarkan GA (26% JRH vs.
16.9% SPH, p<0.001 untuk bayi dengan GA <32 minggu dan 8.2 JRH vs. 6.5%
SPH, p<0.001 untuk bayi dengan GA >32 minggu); namun, sebagian besar bayi
berhasil di transisikan ke nHFT. Jumlah tindakan intubasi dalam 72 jam pertama
dibandingkan antar kedua sentra (14.7% JRH vs. 11.1% SPH, p=0.29). Tidak ada
perbedaan morbiditas neonatal, meliputi kebocoran udara, durasi suplementasi
oksigen, displasia bronkopulmoner, sepsis, retinopati prematuritas, pendarahan
intraventrikular, enterokolitis nekrotikans, atau median waktu menyapih.
Kesimpulan: Penggunaan nHFT untuk bantuan respirasi primer, tanpa
menggunakan tekanan jalan napas positif berkelanjutan sebagai terapi
“penyelamatan”, menghasilkan jumlah tindakan intubasi yang lebih rendah
dibandingkan data yang dipublikasi dari penelitian-penelitian acak terkontrol.

Pendahuluan

Displasia bronkopulmoner (BPD), komplikasi respirasi utama pada


prematuritas, berhubungan dengan ventilasi mekanik (MV) [1]. Bayi-bayi dengan
BPD mengalami morbiditas respirasi dan gangguan neurokognitif yang signifikan
pada masa kanak-kanak [2, 3]. Ventilasi non-invasif (NIV) dan penggunaan
tekanan akhir-ekspirasi positif diketahui mengurangi kerusakan dan inflamasi sel
paru, menstimulasi metabolisme surfaktan, hingga dianggap sebagai bagian
penting dalam strategi ventilasi paru-protektif dari lahir [4, 5]. Tekanan akhir-
ekspirasi positif dapat diaplikasikan sebagai tekanan jalan napas positif
berkelanjutan nasal (nCPAP), terapi nasal aliran-tinggi (nHFT), atau ventilasi
tekanan positif non-invasif [6].

Bukti dari penelitian-penelitian klinis telah menunjukkan bahwa terdapat


keuntungan dari pemberian NIV dini dengan nCPAP dibandingkan intubasi dan
MV, menunjukkan adanya reduksi durasi bantuan ventilasi dan kecenderungan
perbaikan angka harapan hidup tanpa BPD [7]. nCPAP telah menjadi baku emas
untuk NIV pada bayi preterm dalam 10 tahun terakhir. Penelitian-penelitian acak
terkontrol (RCT) yang membandingkan MV dengan nCPAP untuk penanganan
sindrom distress pernapasan (RDS) saat lahir pada bayi yang sangat preterm
menunjukkan bahwa pada lebih dari separuh bayi-bayi tersebut, intubasi dan MV
dapat dihindari dengan menggunakan nCPAP [8, 9].

Sayangnya, sistem pemberian nCPAP berhubngan dengan risiko trauma


nasal yang signifikan [10, 11]. Imbulana et al. [11] menilai insidensi dan faktor
risiko cedera nasal pada bayi preterm. Dalam tinjauan sistematik mereka yang
melibatkan 45 penelitian, dilaporkan insidensi cedera nasal pada bayi preterm
yang memperoleh nCPAP berkisar dari 20 hingga 100%. Faktor risiko utama erosi
nasal adalah usia gestasi (GA) yang rendah (<30 minggu) atau berat badan lahir
<1500 gr. Analisis gabungan dari 7 RCT menemukan bahwa nHFT berhubungan
dengan berkurangnya kejadian cedera nasal dibandingkan dengan nCPAP (RR
0.46, 95% CI 0.37-0.58; NT 7, 95% CI 6-10).

Mekanisme kerja nHFT yang dianjurkan adalah bilasan CO2 nasofaring


efektif, reduksi resistensi inspirasi pada saluran napas bagian atas, dan reduksi
kerja napas, dibandingkan dengan efek nCPAP [12-14]. nHFT tampak dapat
ditoleransi lebih baik [15, 16]. Akibatnya, penggunaan nHFT meningkat secara
signifikan: sekitar 77% dari unit yang di survey di UK melaporkan penggunaan
nHFT pada 2013 [17]. Tambahan, juga tampak kemungkinan dilakukannya
stabilisasi bayi-bayi preterm di ruang bersalin menggunakan nHFT.

Wilkinson et al. [19] menyimpulkan bukti mengenai penggunaan nHFT


neonatal dalam tinjauan Cochrane terbaru. Terdapat angka kegagalan post
ekstubasi dengan nHFT dan nCPAP yang serupa, dengan kecenderungan efek
samping pulmoner dan non-pulmoner yang lebih sedikit pada kelompok nHFT.
Sebagai tambahan, terdapat reduksi insidensi pneumotoraks dengan nHFT (RR
0.35, 95% CI 0.11-1.06), sedangkan durasi suplementasi oksigen dan lama
perawatan di rumah sakit hampir sama [19]. Namun, bukti untuk bayi yang lahir
dengan GA <27 minggu masih sangat terbatas [20, 21].

Baru-baru ini, hasil dari RCT multinasional, multisentra oleh Roberts et al.
[22] menyelidiki penggunaan nHFT sebagai bantuan respirasi primer setelah
stabilisasi awal menunjukkan bahwa nHFT tampak lebih inferior dibandingkan
nCPAP dalam mencegah intubasi primer pada bayi-bayi preterm. Berdasarkan
protokol penelitian, bayi yang mengalami perburukan dengan nHFT harus
“diselamatkan” menggunakan nCPAP untuk mencegah intubasi, menunjukkan
bahwa nCPAP merupakan bentuk NIV yang lebih efektif. Sebaliknya, sebuah
penelitian serupa oleh Lavizzari et al. [23] menemukan bahwa pada kelompok
bayi yang serupa, nHFT sama efektifnya dengan nCPAP atau nCPAP bilevel
dalam menjaga bayi preterm dari ventilasi mekanik.

Oleh karena itu, kelompok peneliti kami, bekerja di sentra dimana nHFT
telah digunakan selama lebih dari 12 tahun, meneliti pengalaman kami dalam
membantu bayi preterm dengan nHFT kemudian dibandingkan dengan literatur
lain.

Pasien dan Metode

Untuk mengevaluasi efektivitas nHFT sebagai bantuan respirasi primer


untuk bayi-bayi preterm dengan RDS, sebuah penelitian observasi retrospektif
yang dilakukan di dua unit neonatal tersier di UK: Rumah Sakit John Radcliffe
(JRH), Rumah Sakit Oxford dan St Peter (SPH), Chertset. Bayi-bayi yang lahir
antara Mei 2013 dan Juni 2015 diikutsertakan jika memenuhi kriteria inklusi: lahir
dengan GA 28+0 hingga 36+6 minggu, berusia <24 jam pada saat dimulai nHFT,
dan belum pernah dilakukan ventilasi endotrakeal sebelumnya. Bayi
dieksklusikan jika memiliki anomali kongenital mayor, diintubasi saat lahir, dan
pernah mendapatkan tindakan NIV lainnya.

Klinisi pada kedua sentra tersebut menemukan bahwa nCPAP tidak dapat
ditoleransi dengan bayi oleh bayi-bayi dengan GA >28 minggu dibandingkan
dengan nHFT. Dengan tujuan untuk konsistensi manajemen klinis kami, kami
tetap menyetujui penggunaan nHFT yang telah berlangsung selama lebih dari satu
dekade pada kedua sentra tersebut. Detail penggunaan nHFT terkait nCPAP telah
dipublikasikan baru-baru ini [16]. Kedua sentra terkadang menggunakan nCAP
pada bayi-bayi <28 minggu (sesuai anjuran klinisinya), sehingga kelompok GA
ini tidak diikutsertakan.

Data dikumpulkan dari catatan medis dan platform BadgerNet (Clevermed,


Edinburgh, UK). Demografis maternal dan neonatal juga dicatta. Semua set data
dalam bentuk anonim. Persetujuan medis tidak dianggap perlu karena ini
merupakan evaluasi dari praktik yang sedang berlangsung.

Berdasarkan kebijakan lokal, bayi yang bernapas spontan saat lahir


ditangani dengan sungkup CPAP atau ventilasi tekanan positif non-invasif, yang
diberikan melalui alat T-piece (Neopuff; Fisher & Paykel, Auckland, New
Zealand). Kedua sentra menggunakan nHFT (Vapotherm Precision Flow, Exeter,
NH, USA) sebagai bantuan respirasi primer setelah lahir.

Praktik resusitasi saat lahir pada kedua sentra tersebut sesuai dengan
pedoman Dewan Resusitasi Eropa [24]. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) awal yang
digunakan adalah 0.21 dan ditingkatkan berdasarkan batas saturasi yang
direkomendasikan sesuai usia, dengan tekanan inflasi awal 20 cm H2O (hingga
lebih dari 30 cm H2O) dan tekanan ekspirasi akhir positif 5 cm H2O.

Setelah admisi ke unit perawatan bayi khusus, neonatus diberikan nHFT


dengan jumlah aliran awal 6-7 L/menit dan FiO2 yang menargetkan saturasi
oksigen perifer (SpO2) 88-93% (batas SpO2). Jumlah aliran dan FiO2 kemudian
disesuaikan berdasarkan analisis gas darah dan kondisi klinis.

Surfaktan target (200 mg/kg alfa Porfaktan; Chiesi Farmaceutici, Parma


Itali) dipertimbangkan untuk neonatus dengan tanda klinis RDS (baik kebutuhan
FiO2 >0.4 atau >0.3 hingga mencapai target SpO2 dan/atau perubahan X-ray
thoraks yang signifikan). Pemberian surfaktan yang tidak terlalu invasif (LISA)
hanya tersedia di SPH. Pada JRH, digunakan metode INSURE untuk pemberian
surfaktan. Namun, metode ini seringkali diikuti dengan periode MV sehingga
sering tercatat sebagai intubasi. Sitrat kafein intravena (loading dose 20 mg/kg
dan dosis maintenance 10 mg/kg/hari) rutin diberikan untuk pencegahan dan
penanganan apnea prematuritas pada seluruh neonatus yang berusia <32 minggu
selama 4 hari setelah lahir di SPH dan JRH (waktu target) dan dihentikan pada
GA terkoreksi minggu ke 34 pada keadaan tidak adanya apnea pada kedua sentra
tersebut.

Hasil primer adalah jumlah tindakan intubasi dalam 72 jam setelah dimulai
nHFT. Tercatat alasan dilakukannya intubasi adalah meningkatnya FiO2 (>0.4),
pH ≤7.2 dan/atau tekanan parsial CO2 >60 mmHg, episode apnea rekuren,
perlunya intubasi dan MV segera, atau keputusan klinisi.

Hasil sekunder adalah perlunya MV kapanpun, intubasi dalam 72 jam pada


subkelompok GA yang telah disebutkan (GA dibawah dan diatas 32 minggu),
total hari bantuan napas, hari terakhir diperolehnya oksigen suplemental (tercatat
sebagai hari kehidupan dan usia postmenstrual pada saat penghentian
suplementasi oksigen akhir), dipulangkan dengan oksigen, pengobatan dengan
kortikosteroid intravena postnatal, usia penyapihan penuh (ditetapkan sebagai hari
kehidupan dimana tidak lagi diberikan cairan intravena atau makanan
nasogastrik/orogastrik), ada tidaknya pemberian makanan nasogastrik saat
dipulangkan, dan berat badan saat dipulangkan.

Data mengenai morbiditas neonatal signifikan meliputi BPD (kebutuhan


oksigen suplemental dan/atau adanya bantuan respirasi pada hari ke 28 dan usia
36 minggu postmenstrual), kebocoran udara (pneumothoraks/
pneumomediastinum/ emfisema interstitial pulmoner), sepsis (ditetapkan sebagai
kultur darah positif dan pengobatan antibiotik intravena sedikitnya 48 jam,
meningitis, paten duktus arteriosus yang ditangani dengan medikasi dan/atau
pembedahan, enterokolitis nekrotikans stage Bell ≥2, pendarahan intraventrikular
(grade III-IV), leukomalasia periventrikular kistik atau dilatasi ventrikular
posthemoragik, retinopati prematuritas yang memerlukan pengobatan laser, dan
kematian.

Analisis Statistik

Ukuran sampel ditetapkan dengan jangka waktu dan jumlah kelahiran dalam
2 tahun, sesuai dengan jangka waktu perekrutan dua RCT yang lebih besar (dari
Mei 2013 hingga Juni 2015) [15]. Data bayi-bayi dari kedua sentra, JRH dan SPH,
dibandingkan sebagai dua kelompok independen. Kami bertujuan menilai apakah
jumlah tindakan intubasi dan efek samping sebanding antar kedua sentra tersebut.

Semua variabel di uji untuk distribusi normal dengan uji Kolmogorov-


Smirnov. Perbandingan rata-rata tersebut dilakukan dengan uji t Studen untuk
variabel yang terdistribusi secara normal dan tes Mann-Whitney U untuk variabel
non-Gassia. Uji x2 digunakan variabel kategorik. Analisis dilakukan
menggunakan SPSS versi 22 (Software SPSS GmbH; IBM, Armonk, NY, USA).
Hasil

Antara Mei 2013 dan Juni 2015, terdapat 688 bayi yang diadmisi ke unit
perawatan intensif neonatal JRH; 497 dieksklusikan dari analisis (57 memerlukan
intubasi segera saat lahir, 17 dilahirkan dengan anomali kongenital, 36 dilahirkan
di sentra lain, 4 berusia lebih dari 24 jam ketika diberikan nHFT, dan 383 tidak
memerlukan bantuan napas atau suplementasi oksigen selama perawatan). Di
SPH, 599 bayi diadmisi selama periode penelitian; 409 dieksklusi dari analisis (48
memerlukan intubasi segera saat lahir, 3 dengan anomali kongenital, 25 dilahirkan
di sentra lain, 2 rekam medis hilang, dan 329 tidak memerlukan bantuan napas
selama perawatan. Total 381 bayi, 191 dari JRH dan 190 dari SPH, dianalisis
(Gambar 1).

Tidak ada perbedaan antara bayi-bayi dari JRH atau SPH mengenai
penggunaan steroid antenatal, sectio caesaria, ruptur membran prematur, jenis
kelamin laki-laki, dan kelahiran ganda (Tabel 1). Rata-rata berat badan lahir dan
GA rata-rata berbeda antara JRH dan SPH (2.019 vs. 1.770 gr, p<0.001, dan 32.9
vs 32.3 minggu, p=0.01), namun tidak untuk proporsi bayi yang lahir dengan GA
<32 minggu (36.1 vs. 43.7%, p=0.13) (Tabel 1).

Jumlah tindakan intubasi sebanding diantara kedua sentra tersebut untuk


seluruh kelompok GA (14.7% JRH vs. 11.1% SPH, p=0.29) (Tabel 2). Terdapat
perbedaan GA yang signifikan (26% JRH vs. 16.9 SPH, p<0.001 untuk bayi-bayi
GA <32 minggu, dan 8.2% JRH vs. 6.5% SPH, p<0.001 untuk bayi-bayi GA >32
minggu) (Tabel 2). Sebelas bayi di SPH dan 0 pada JRH diberikan surfaktan via
LISA. Alasan dilakukannya intubasi dan ventilasi hanya tercatat jelas pada sedikit
bayi (Tabel 3).

Tidak ada perbedaan untuk mortalitas, BPD, durasi suplementasi oksigen,


proporsi bayi yang dipulangkan dengan oksigen, atau median usia penyapihan
penuh antar sentra (Tabel 4). Tidak ada perbedaan kejadian efek samping yang
merugikan (kebocoran udara, paten duktus arteriosus, sepsis, retinopati
prematuritas, pendarahan intraventrikular, dan enterokolitis nekrotikans) (Tabel
5).,

Diskusi

Penelitian retrospektif kami menunjukkan bahwa penggunaan nHFT sebagai


bantuan respirasi primer pada bayi yang lahir dengan GA >28 minggu, tanpa
menggunakan nCPAP sebagai tatalaksana “penyelamatan”, menghasilkan angka
tindakan intubasi yang lebih sedikit atau setara dibandingkan data yang sudah
dipublikasi. Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk hasil pulmoner maupun
ekstrapulmoner antar kedua sentra kami dan dua RCT yang disebutkan
sebelumnya [22, 23]. Jumlah tindakan intubasi lebih rendah pada SPH, bahkan
meskipun bayi-bayi di sentra ini memiliki berat badan lahir yang lebih rendah,
lebih prematur, dan mendapatkan kafein dalam jumlah yang lebih kecil dalam 24
jam pertama dibandingkan dengan JRH.

Temuan kami sesuai dengan hasil penelitian Lavizzari et al. [23] yang
mengacak 316 bayi prematur (GA 29+0 hingga 36+6 minggu) untuk memperoleh
nHFT 4-6 L/menit atau nCPAP/nCPAP bilevel 4-6 cm H2O. Tidak ada perbedaan
yang signifikan untuk jumlah tindakan intubasi atau hasil sekunder lainnya.
Peneliti menyimpulkan bahwa nHFT tampak memiliki efikasi dan keamanan yang
sama dengan nCPAP ketika digunakan sebagai penatalaksanaan primer untuk
RDS ringan hingga sedang.

Sebaliknya, temuan kami berbeda dari yang dilaporkan oleh Roberts et al.
[22], yang menemukan bahwa nHFT lebih inferior dibandingkan nCPAP karena
lebih banyak bayi pada kelompok nHFT (71 dari 278 bayi [25.5%]) mengalami
kriteria kegagalan pengobatan dibandingkan dengan kelompok nCPAP (38 dari
286 bayi [13.3%]) dan oleh karena itu, sesuai protokol, dianggap sebagai
“penyelamatan” dengan nCPAP untuk mencegah intubasi (p<0.001) [18]. Jumlah
intubasi dalam 72 jam tidak berbeda secara signifikan antara kelompok nHFT dan
nCPAP (15.5 dan 11.5%, p=0.17), namun penelitian menunjukkan bahwa bayi-
bayi yang dibantu dengan nHFT lebih sedikit di intubasi dibandingkan dengan
yang dibantu dengan nCPAP. Dalam penelitian kami, jumlah tindakan intubasi
sebanding dengan yang ditemukan oleh Roberts et al. [22] (JRH 14.7% vs. SPH
11.1%, p=0.29), tanpa penggunaan nCPAP.

Kami mempercayai bahwa penting untuk menekankan bahwa penelitian


Roberts et al. melibatkan sentra dengan pengalaman nHFT yang sedikit atau tidak
ada. Perbedaan kebiasaan dengan sistem, bersamaan dengan kriteria kegagalan
nHFT yang diizinkan dalam penelitian mereka, bisa jadi berkontribusi terhadap
nHFT yang dianggap lebih inferior dibandingkan nCPAP sebagai mode primer
bantuan respirasi.

Pada SPH, prosedur LISA lebih lanjut dapat menurunkan angka tindakan
intubasi pada bayi-bayi dengan nHFT. Reduksi tindakan intubasi dengan
penggunaan LISA sebelumnya ditemukan pada bayi-bayi dengan GA <32 minggu
[25]. Metaanalisis terbaru yang membandingkan LISA dengan metode pemberian
surfaktan standar menemukan bahwa bayi-bayi yang ditangani dengan LISA lebih
sedikit memerlukan MV, kematian atau BPD pada usia 36 minggu [25, 26].

Namun yang mengkhawatirkan, NIV dalam bentuk nCPAP bisa jadi bukan
merupakan jawaban untuk cedera jangka panjang. Dalam sebuah kohort besar
yang mengikuti bayi-bayi yang lahir antara 1992 dan 2005 dengan rata-rata GA
25 minggu, Doyle et al. [27, 28] menemukan bahwa meskipun terdapat
peningkatan penggunaan ventilasi non invasif yang signifikan setelah lahir, tidak
ada perbedaan dependen oksigen pada usia 36 minggu dan tidak ada perbaikan
fungsi paru yang signifikan pada masa kanak-kanak usia 8 tahun. Namun, nHFT
semakin banyak digunakan di region tersebut, dan hubungan dari perubahan
tersebut dengan fungsi paru jangka-panjang masih belum dapat ditetapkan. Paket
perawatan respirasi terbaru untuk bayi preterm, membandingkan 2005 dan
sebelumnya, terdiri dari banyak elemen yang berbeda. Khususnya, terdapat
banyak keuntungan nHFT yang telah ditemukan, dan hubungan nHFT dengan
fungsi paru jangka panjang masih perlu ditetapkan.

Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Akibat pengumpulan data


retrospektif kami tidak mampu untuk mengeksplor indukasi intubasi pada subgrup
bayi yang diintubasi. Kami juga tidak mampu membandingkan penggunaan mode
nHFT dengan NIV. Karena penelitian telah menjelaskan hasil pada kedua sentra
yang menggunakan nHFT tanpa penggunaan nCPAP pada kelompok GA selama
lebih dari satu dekade, kami tidak mampu mengeksklusi bias terkait staf medis
dan perawatan mengenai mode NIV ini. Penggunaan nHFT eksklusif membuat
pusat fasif mengenai penggunaannya, sehingga sulit untuk mengulangi hasil
tersebut pada sentra yang berbeda dengan riwayat penggunaan nCPAP yang lama.

Kesimpulannya, penelitian observasional pada dua sentra kami


mengilustrasikan bahwa bayi-bayi preterm dengan GA >28 minggu, ketika
ditangani pada sentra yang terbiasa menggunakan nHFT, dapat didukung
sepenuhnya dengan menggunakan nHFT, tanpa menggunakan nCPAP sebagai
terapi “penyelamatan”.

Anda mungkin juga menyukai