Fajar Suharjo
NIM.P1337420216029
III A
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
A. DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok paru yang berlangsung lamma dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. (sylvia,
2000 : 132)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh
adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi
pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenunya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal
dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya ( Hariman, 2010)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran nafas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari keduanya
( perhimpunan dokter paru indonesia , 2003 ).
B. Klasifikasi:
1. Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
2. Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2002).
3. Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
C. ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan
polusi.
1. Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok
berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernafasan. Rokok juga dapat
menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton & Douglas merokok
menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar
dan surfaktan.
2. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita
bronchitiskronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah.
Serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis cronik
diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat
pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon.
D. Faktor penyebab dan faktor resiko menurut Neil F Gordan
(2002) yaitu :
1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin
tinggi
2. Merokok
3. Jenis kelamin pria lebih beresiko diibanding wanita
4. Berkurangnya fungsi paru paru
5. terhadap polusi seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi saluran
E. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
G. ANATOMI FISIOLOGI
a. Hidung
Terdiri ats bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol
dan wajah yang disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung
internal adalah rongga berlorong. Hidung berfungsi sebagai
penyaring kotoran dan melembabkan udara yang dihirup ke paru
paru.
b. Faring
Udara dari rongga hidung msauk ke faring. Faring merupakan
percbbangan 2 saluran, yaitu percabangan saluran pernafasan
(nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring)
pada bagian belakang.
c. Laring
Tempatya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi
jalan nafas terhadap masuknya makaknan dan cairan.
d. Trakea
Tenggorokan berupa pipa panjangnya sekitar 10-12 cm dengan
diameter 2,5 cm, teletak sebagian di leher dan sebagian di dada.
Dinding tenggotokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang
rawan dan pada bagiann dalam rongga bersilia. Silia slia ini
berfungsi menyaring benda benda asing yang msuk ke dlam saluran
pernafasan.
e. Bronkus
Percabangan dari trakea terbagi menjadi kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini disebut carina. Bronkus kanan lebih pendek lebar
dan lebih dekat dengan trakea.
H. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang
lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat berkurang sehingga
sulit bernafas.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak
dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang
mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungs fungsi paru sebagai ventilasi,
difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory
flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.
Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
5. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
3. Latihan dengan olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula
A. Pengkajian
1.Identitas penderita (mencakup: nama, jenis kelamin, umur, suku, agama,
pekerjaan, alamat, pendidikan, status perkawinan)
2.Status perawatan (ruang rawat, nomor rekam medik, tanggal dan jam masuk,
tanggal dan jam pengambilan data, diagnosa masuk, cara masuk, pindahan dari
rumah sakit atau ruangan mana, serta tim atau perawat yang bertanggung jawab)
3.Keadaan umum pasien
4.Kebutuhan dasar
a. Rasa nyaman nyeri
b. Nutrisi : kebutuhan nutrisi pada pasien asma dapat terganggu akibat
adanya gangguan berupa sputum, mual atau muntah.
c. Kebersihan perorangan : kebersihan pada asien asma dapat terganggu
utamnya pada pasien dengan kelemahan
d. Cairan : masalah kebutuhan cairan dapat terjadi akibat kurangnya
minum
e. Aktivitas dan latihan : aktivitas dan latihan dapat terganggu akibat
kelemahan otot yang tidak mempunyai sumber energi yang cukup akibat
dari kurangnya oksigen dan nutrien yang masuk ke tubuh
f. Eliminasi : eliminasi dapat terganggu terutama pada pasien dengan
kelemahan dan juga pada kondisi kekurangan cairan dan nutrisi
g. Oksigenasi : akibat dari proses asma, jalan nafas menyempit
sehinngga proses pemenuhan oksigen akan terganggu
h. Tidur dan istirahat : akibat sesak, saraf simpatis akan terangsan dan
RAS akan teraktivasi sehingga respons tidur akan hilang/menurun
i. Pencegahan terhadap bahaya : pada pasien asma umumnya tidak
mengalami masalah
j. Neurosensoris
k. Keamanan
l. Seksualitas
m. Keseimbangan dan peningkatan hubungan resiko serta interaksi sosial
o. Genogram
p. Data pemeriksaan penunjang
B. Diagnosa keperawatan
c. Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
- Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
- Instruksikan tindakan relaksasi
- Hindari mengganggu bila mungkin, misal: membangunkan
untuk obat atau terapi.
- Penatalaksanaan pemberian sedatif sesuai indikasi
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang
pendekatan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, dan Planning). Evaluasi dilakukan pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan yaitu secara subyektif dengan mengajukan
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius