Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep dasar
A. Anatomi dan fisiologi
1) Kulit Kepala

Gambar 1.1 lapisan kepala (wikipedia, 2015)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu;


skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung,
aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau
jaringan penunjang longgar dan pericranium Tulang tengkorak
terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu: frontal,
parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum .

2) Meningen

Gambar 2 lapisan meningen (wikipedia, 2015)

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan


terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat
erat pada permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat
pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang
potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah
atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan
permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur
dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri
ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak
pada fosa temporalis (fosa media).
b. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah
dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput
ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid
yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub
arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia
mater adarah membrana vaskular yang dengan erat
membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk
kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater
3) Otak

Gambar 3 anatomi otak (wikipedia, 2015)

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada


orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu;
Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon,
mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang)
terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi
bicara.Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan
orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

4) Cairan Serebrospinal (CSS)


Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus
khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS
mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid
yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam
CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.
Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

5) Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi
ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii
media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

6) Vaskularisasi otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan
inferior otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak tidak
mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan
tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara
ke dalam sinus venosus cranialis.

7) Tekanan intra kranial


Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah
intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam
keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama
dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10
mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan
menyebabkan atau memperberat iskemia.Prognosis yang buruk
terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama
bila menetap. Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti
gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam
keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang
dinamika TIK.Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial
harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-
Kellie.Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar
800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen
dan glukosa yang cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam
otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak
per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada
usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak
cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan
meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang
tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau
minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO
(MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan
untuk meningkatkan ADO.

B. Pengertian
Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari : fraktur
tengkorak, komusio (gegar) serebri, kontusio (memar)/laserasi dan
perdarahan serebral (subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral,
batang otak). (Doenges, 2012: 270)
Cedera kepala mengacu pada trauma kepala. Hal ini mungkin atau
mungkin tidak termasuk trauma pada otak. Namun, istilah cedera otak
dan cedera kepala sering digunakan secara bergantian dalam literatur
kedokteran. (Wikipedia, 2013)
Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai segala perubahan
dalam fungsi mental atau fisik yang berkaitan dengan pukulan ke
kepala. (Medscape, 2014)
Gambar 1. Fraktur tengkorak pada trauma kepala (wikipedia, 2016)

C. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme,
keparahan, dan morfologi cedera (Mansjoer, 2010: 3)
1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
a) Trauma Tumpul
Contohnya : Trauma akibat kecepatan tinggi (tabrakan mobil)
dan kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
b) Trauma Tembus
Contohnya : luka tembus peluru, dan cedera tembus lainnya
2. Keparahan Cedera : berdasarkan skala koma Glasgow (GCS)
a) Ringan : GCS 14-15
b) Sedang : GCS 9-13
c) Berat : GCS 3-8
3. Morfologi cidera
a) Fraktur Tengkorak
1) Kranium : linear/stelatum; depresi/nondepresi;
terbuka/tertutup.
2) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal;
dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII
b) Lesi Intrakranial
1) Fokal : epidural, subdural, intraserebral
2) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera
aksonal difus
Menurut Doenges (2012: 270) klasifikasi cedera kepala dibagi
menjadi 2 yaitu:
1. Trauma otak primer terjadi karena benturan langsung atau tak
langsung (akselerasi/deselerasi otak).
2. Trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui
akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea
atau hipotensi sistemik.

D. Etiologi
Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani
(2011), yaitu :
1. Kecelakaan kenderaan bermotor atau sepeda dan mobil.
2. Jatuh.
3. Kecelakaan saat olahraga.
4. Cedera akibat kekerasan.
Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2014), etiologi dari
trauma kepala terdiri dari :
1. Benda tajam.
2. Benda tumpul.
3. Peluru.
4. Kecelakaan lalu lintas
E. Tanda dan gejala

Gambar 2. Tanda dan Gejala Cedera Kepala (wikipedia, 2016)

Menurut Doengoes (2012: 270-272) tanda dan gejala dari cedera


kepala yaitu:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang
ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda: Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan
involunter. Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang
gerak, hipotonia.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti
endokarditis, beberapa penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda: Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi
berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
pusat vasomotor). Takikardi, disritmia (pada fase akut).
3. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda: Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
kering.
4. Higiene
Tanda: Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
(pada periode akut).
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama
dan biasanya berat), parestesia, terasa kaku pada semua pernafasan
yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial),
gangguan dalam penglihatan seperti diplopia (fase awal dari
beberapa infeksi).
Tanda: Status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai
kebingungan yang berat sehingga menjadi koma, delusi dan
halusinasi/psikosis organik (ensefalitis).
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal)
mungkin akan diperburuk oleh ketegangan leher/punggung kaku,
nyeri pada gerakan okular, fotosensitivitas, sakit tenggorok nyeri.
Tanda: Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah, menangis/
mengaduh/ mengeluh.
7. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda: Peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah.

F. Komplikasi
Komplikasi cedera kepala berat menurut Mansjoer (2010:7)
sebagai berikut:
1. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6 pasien dengan cedera kepala
tertutup.
2. Fistel karotis kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos,
kemosis dan bruit orbital, dapat timbul segera atau beberapa hari
setelah cedera.
3. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada
tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon
antideuretik.
4. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama),
dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang
segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini
menunjukan resiko meningkat untuk kejang lanjut dan pasien ini
harus dipertahankan dengan antikonvulsan.

G. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif
tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba
tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah
secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera
robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada
area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume
darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial,
dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala
“fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada
upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal
diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan
terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel
pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena
kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada
hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Benturan Benda tajam, Benda
tumpul, Peluru, Kecelakaan lalu
lintas

Trauma kepala

Extra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak


Nyeri akut jaringan
kulit, otot, vesikuler

Perubahan autoregulasi
Perdarahan hematom Gg. Suplai darah

Perubahan perfusi jaringan


Perub sirkulasi CSS Iskemia Kejang Aliran darah ke otak
Gg. Fungsi Penurunan
Hipoksia otak kesadaran - Obstruksi jalan napas
Peningkatan TIK Oksigen
- Dipsnea
- Mual muntah Gg. Aliran darah ke otak - Henti napas
Girus medialis - Pupil edema - Perubahan pola Gg. Metabolisme
lobus temporalis - Pandangan kabur napas
tergeser Deuresis
Resiko aspirasi Asam laktat
Resiko kekurangan volume cairan Ketidak effektipan jalan
C B
D nafas
A
D C B A

Suplai GI Edema otak


Hermiasi unkus Gangguan neurologis lokal

Mansepalon Peningkatan HCL gaster


Defisit neurologis
tertekan
Gg. Perfusi
jaringan serebral
Perdarahan gaster
Kompresi medula
Gangguan persepsi
oblongata
sensori
Hematemesis melena
Hermiasi serebri
Gg. Kesadaran Imobilisasi
Resiko syok Price & wilson 2016
hipovolemik
Resiko gangguan Smeltzer 2010
integritas kulit
Masjoer 2011
H. Penatalaksanaan
Pasien harus diberikan 100% oksigen, dan monitoring jantung
serta 2 IV line harus diberikan bagi pasien dengan TBI (trauma brain
injury) berat, intubasi endotracheal (melalui intubasi cepat) untuk
mengamankan jalan napas dan mencegah hipoksemia. Jika
dilaksanakan dengan tepat, intubasi cepat akan mencegah peningkatan
TIK dan mengurangi terjadinya komplikasi. Saat melakukan intubasi
cepat, sangat penting untuk mengimobilisasi tulang leher dengan
adekuat dan menggunakan sedasi kuat atau agen induksi.
Karena hipotensi dapat mengakibatkan menurunnya perfusi
serebral, sangatlah penting untuk dilakukan pengontrolan tekanan
darah. Pemberian resusitasi cairan dengan cairan kristaloid. CT scan
juga dilakukan dengan berkonsultasi dengan bagian medis neurologi
untuk menentukan dilakukannya suatu operasi. Semua pasien dengan
indikasi trauma intrakranial, posisi tempat tidur harus ditinggikan
sebesar 30°.(Jhon: 2014;778)
Penatalaksanaan cedera kepala menurut Plantz (2018;526)
Jika pasien dengan GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi.
Dengan diberikan tekanan PCO2 sebanyak 25-30 mmHg dapat
mengakibatkan vasokontriksi cerebral dan membantu menurunkan
TIK. Namun bila hiperventilasi ini diberikan secara berlebihan dapat
mengakibatkan penurunan perfusi cerebral
Penanganan kejang : kejang biasanya diberikan phenytoin dengan
atau tanpa benzoidiazepines
Penanganan luka pada kulit kepala: berikan irigasi yang berlebih,
penekanan harus diberikan untuk mengontrol perdarahan dan luka
ditutup dengan jaritan.
II. Konsep keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan
pertama dengan pasien yang meliputi ABC (Airway, Breathing,
Circulation)
Pengkajian Data Masalah

Objektif Subjektif

Airway Terdapat sumbatan atau Pasien Bersihan jalan nafas


penumpukan secret mengatkan tidak efektif
tidak bisa
Adanya suara nafas tambahan : mengeluarkan
terdengar adanya suara snoring (+) sekretnya
Breathing Perubahan frekuensi nafas Pasien Pola nafas tidak efektif
(Takipnea) mengatakan
merasa sesak
Irama nafas abnormal (cepat dan atau sulit
dangkal) bernafas
Nafas spontan tetapi tidak adekuat
Circulation Perubahan tekanan darah Risiko kekurangan
Perubahan frekuensi jantung volume cairan

(takikardia)
Akral dingin
Hidung dan mulut mengeluarkan
darah atau perdarahan masif
Anemis (+)
Disability Mata : pupil anisokor Pasien Perfusi jaringan
Reaksi cahaya menurun mengatakan (serebral) tidak
merasa
Penurunan GCS lemas/lemah, efektif
Peningkatan TIK mual dan terasa Nyeri akut
nyeri pada
Kerusakan system saraf pusat atau Mual
kepala
neuromuskular Gangguan mobilitas
fisik
Gangguan
komunikasi verbal
Gangguan persepsi
sensori
Risiko cedera

Eksposure Kepala terdapat lesi Risiko Infeksi

2. Pengkajian dasar
a. Identitas pasien
1) Tanggal/ Jam 7) Status Perkawinan
2) Nama 8) Sumber Informasi
3) No RM 9) Agama
4) Diagnosa Medik 10) Pendidikan
5) Usia 11) Alamat
6) Jenis Kelamin 12) Suku
b. Riwayat sakit dan kesehatan
1) Keluhan utama MRS
2) Keluhan utama saat pengkajian
3) Riwayat penyakit saat ini
4) Riwayat alergi
5) Riwayat pengobatan
6) Riwayat penyakit sebelumnya
7) Riwayat penyakit keluarga

3. Pengkajian Berdasarkan Persistem


Pengkajian Data Masalah

Objektif Subjektif

Breathing Adanya Suara nafas tambahan Bersihan jalan nafas


: terdengar adanya suara tidak efektif
snoring (+) Pola nafas tidak
Perubahan frekuensi nafas efektif
Irama nafas abnormal (cepat
dan dangkal).
Nafas spontan tetapi tidak
adekuat
Blood Perubahan tekanan darah Perfusi jaringan
Perubahan kedalaman dan (seberal) tidak
irama nadi efektif
Perubahan frekuensi jantung Risiko kekurangan
(takikardia) volume cairan
Akral dingin Pk Shok hipovolemi
Hidung dan mulut
mengeluarkan darah atau
perdarahan masif
Anemis (+)
Brain Kepala terdapat lesi Perfusi jaringan
CT Scan Kepala : cedera otak (serebral) tidak
berat efektif
Penurunan GCS Nyeri akut
Peningkatan TIK Mual
Kerusakan system saraf pusat Gangguan mobilitas
atau neuromuskular fisik
Gangguan
komunikasi verbal
Gangguan persepsi
sensori
Risiko infeksi
Risiko cedera
Bladder -

Bowel -

Bone -

B. Diagnosa keperawatan utama

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan pembentukan


lendir/sekret
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular karena penurunan aliran darah otak dan penekanan
pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons
3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan transportasi oksigen melewati membran kapiler atau
alveolar karena peningkatan TIK
4. Risiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dengan
kehilangan volume cairan tubuh secara aktif
5. PK: Shock hipovolemi
6. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
7. Mual berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat/ trauma kepala
8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
9. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
fungsi motoris otot-otot bicara
10. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan
interpretasi sekunder tehadap cedera serebrovaskular
11. Risiko infeksi brehubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma
12. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral
sekunder akibat hipoksia
C. Intervensi dan rasional

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO. TUJUAN &
KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1 Bersihan jalan Setelah diberikan asuhan Mandiri : Mandiri :
nafas tidak efektif keperawatan selama 3 X 15
1. Kaji kepatenan jalan nafas 1. Obstruksi dapat disebabkan oleh
berhubungan menit diharapkan pasien
dengan dapat mempertahankan akumulasi sekret, perlengketan mukosa,
pembentukan kepatenan jalan nafas perdarahan, spasme bronkus, dan/atau
lendir/sekret dengan kriteria hasil :
masalah dengan posisi trakeostomi/selang
Tidak terdapat suara
endotrakeal
nafas tambahan (rales,
ronchi, wheezing, 2. Evaluasi gerakan dada dan auskultasi untuk 2. Gerakan dada simetris dengan bunyi nafas
crakels, snoring) bunyi nafas bilateral melalui area paru menunjukkan letak
Frekuensi nafas dalam selang tepat/ tak menutup jalan nafas.
batas normal (RR 16- Obstruksi jalan nafas bawah (mis.
24x/menit) Pneumonia/atelektasis) menghasilkan
Irama nafas regular perubahan pada bunyi nafas seperti ronchi,
Tidak terdapat produksi mengi
sekret/sputum 3. Selang endotrakeal dapat masuk ke
3. Awasi letak selang endotrakeal
bronkus kanan, sehingga menghambat
Ekspansi dada simetris, aliran udara ke paru kiri dan pasien
tidak terdapat berisiko untuk pneumothorak tegangan
penggunaan otot bantu
pernafasan, tidak ada 4. Pasien intubasi biasanya mengalami reflek
4. Catat peningkatan dispnea, sekret terlihat
retraksi dada batuk tak efektif atau pasien dapat
pada selang endotrakeal/trakeostomi, suara
Tidak ada dispnea, mengalami gangguan neuromuskuler atau
nafas tambahan (rales, ronchi, wheezing,
orthopnea neurosensori
crakels, snoring)

5. Hisap sekret sesuai kebutuhan, batasi 5. Penghisapan tidak harus rutin, dan

penghisapan 15 detik atau kurang lamanya harus dibatasi untuk menurunkan


bahaya hipoksia.

6. Ubah posisi/berikan cairan dalam 6. Meningkatkan drainase sekret dan


kemampuan individu ventilasi pada semua segmen paru,
menurunkan risiko atelektasis

7. Ubah posisi/berikan cairan dalam


7. Meningkatkan ventilasi pada semua
kemampuan individu
segmen paru dan alat drainase sekret

Kolaborasi :
Kolaborasi :
8. Berikan bronkodilator IV dan aerosol sesuai 8. Meningkatkan ventilasi dan membuang
indikasi sekret dengan relaksasi otot halus/spasme
bronkus
2 Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan Mandiri : Mandiri :
efektif keperawatan selama 3 X 15
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman 1. Intubasi, ventilasi mekanik lama,
berhubungan menit diharapkan pola
dengan disfungsi nafas pasien efektif dengan pernapasan ketidakmampuan umum, malnutrisi, usia,
neuromuscular kriteria hasil : dan prosedur invansif adalah factor dimana
karena penurunan
Tidak terdapat suara pasien potensial mengalami infeksi dan
aliran darah otak
dan penekanan nafas tambahan (rales, lama sembuh
pusat pernafasan di ronchi, wheezing,
medulla oblongata
dan pons crakels, snoring) 2. Untuk mengidentifikasi adanya masalah
2. Auskultasi suara napas dan adanya suara-
Frekuensi nafas dalam paru atau obstruksi jalan napas yang
suara tambahan yang tidak normal
batas normal (RR 16- membahayakan oksigenasi serebral
24x/menit)
Irama nafas regular
3. Kemampuan memobilisasi atau
Refleks gag dan reflex 3. Kaji reflex yang penting untuk bernapas
membersihkan sekresi penting untuk
menelan (+) “gag” reflek dan reflex menelan
pemeliharaan jalan napas.

4. Pertahankan ketinggian bagian kepala


4. Untuk memudahkan ekspansi
tempat tidur
paru/ventilasi paru dan dapat menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh dan
menyumbat saluran pernapasan serta
menghindari risiko peningkatan TIK

5. Dapat meningkatkan gangguan/ komplikasi


5. Pantau penggunaan dari obat-obatan
pernapasan
depresan pernapasan, seperti sedative
3 Perfusi jaringan Setelah diberikan asuhan Mandiri : Mandiri :
jaringan serebral keperawatan selama 3 X 15
1. Kaji tanda-tanda vital : 1. Pengkajian tanda – tanda vital
tidak efektif menit diharapkan perfusi
berhubungan jaringan serebral efektif Pantau tekanan darah, catat adanya mengindikasikan :
dengan kerusakan dengan kriteria hasil : hipertensi sistolik dan tekanan nadi Peningkatan tekanan darah sistemik
transportasi
Reaksi pupil positif, yang diikuti oleh penurunan tekanan
oksigen melewati
membran kapiler isokor darah diastolik (nadi yang membesar)
atau alveolar GCS 9 - 13 merupakan tanda terjadinya
karena peningkatan
TIK TTV normal (TD 120 - peningkatan TIK
Frekuensi jantung, catat adanya
90/ 90 - 70 mmHg; Nadi Perubahan pada ritme (paling sering
bradikardia, takikardia, atau bentuk
80 - 100x/menit bradikardia) dan disritmia dapat timbul
disritmia lainnya
regular) yang mencerminkan adanya
BGA dalam batas depresi/trauma batang otak pada pasien
normal (pH 7,35 – 7,40; yang tidak mempunyai kelainan
jantung sebelumnya
PaCO2 35-45mmHg; 2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS 2. Mengkaji adanya kecenderungan pada
PaO2 95 - 100mmHg) tingkat kesadaran dan potensial
Saturasi O2 : 95 - 100% peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan, dan
perkembangan kerusakan SSP.
3. Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial III
3. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran,
(okulomotor) dan berguna untuk
ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan,
menentukan apakah batang otak masih
dan reaksinya terhadap cahaya
baik. Ukuran/kesamaan ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan simpatis
dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
mencerminkan fungsi yang terkombinasi
dari saraf kranial optikus dan okulomotor.
4. Pertahakan kepala/leher pada posisi tengah 4. Kepala yang miring pada salah satu sisi
atau pada posisi netral, hindari pemakaian menekan vena jugularis menghambat aliran
bantal besar pada kepala darah vena, yang selanjutnya akan
meningkatkan TIK

5. Tinggikan kepala pasien 15-450 sesuai 5. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
indikasi/yang dapat ditolerir sehingga akan mengurangi kongesti dan
edema atau risiko terjadinya peningkatan
TIK
6. Monitor BGA dan/atau saturasi O2 6. Menentukan kecukupan pernapasan
(kemunculan dari hipoksia/asidosis) dan
mengindikasikan kebutuhan akan terapi;
adekuatnya oksigen sangat penting dalam
mempertahankan metabolisme otak
Kolaborasi :
Kolaborasi :
7. Berikan obat sesuai indikasi :
7. Memberikan obat sesuai indikasi :
Diuretik, mis. manitol, furosemid
Diuretik dapat digunakan pada fase akut
untuk menurunkan TIK
Steroid, mis. deksametason, metil Menurunkan inflamasi
prednisolon,
Antikonvulsan, mis. fenitoin
Obat pilihan untuk mengatasi dan
mencegah terjadinya aktivitas kejang
Dapat diindikasikan untuk
Analgesik menghilangkan nyeri dan dapat
berakibat negatif pada TIK tetapi harus
digunakan dengan hati-hati untuk
mencegah gangguan pernapasan
Dapat digunakan untuk mengendalikan
kegelisahan, agitasi
Sedatif Menurunkan atau mengendalikan
demam dan meningkatakan

Antipiretik metabolisme serebral atau peningkatan


kebutuhan terhadap oksigen
8. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
8. Kolaborasi pemberian oksigen
meningkatkan vasodilatasi dan volume
darah serebral yang meningkatkan TIK
4 Risiko ekurangan Setelah diberikan asuhan Mandiri : Mandiri :
volume cairan keperawatan selama 3 X 6
1. Kaji tanda-tanda vital (terutama tekanan 1. Perubahan dapat menunjukkan efek
berhubungan jam diharapkan volume
dengan dengan cairan adekuat dengan darah dan frekuensi jantung/nadi) hipovolemia (perdarahan/dehidrasi).
kehilangan volume kriteria hasil : Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi
cairan tubuh secara
TTV normal (TD 120- dari peningkatan kehilangan cairan
aktif
90/90-70 mmHg, Nadi mengakibatkan hipotensi dan takikardia
80-100x/menit)
GCS 8-13 2. Gejala-gejala tersebut menunjukkkan
2. Observasi demam, perubahan tingkat
Hematokrit : 42-50% dehidrasi/hemokonsentrasi dan tanda –
kesadaran , turgor kulit buruk, kulit dan
Hb : 13-18 gr/dl tanda anemis
membran mukosa kering, akral dingin,
Tidak terjadi tanda-
konjungtiva pucat
tanda anemis
Turgor kulit 3. Monitor dan pertahankan intake dan output 3. Pamasukan pasien dapat menurun selama
normal/baik (elastis) cairan periode krisis. Dehidrasi dapat
Akral hangat menurunkan haluaran urin
Kolaborasi: Kolaborasi :
4. Berikan cairan IV sesuai indikasi 4. Mempertahankan keseimbangan
cairan/elektrolit pada tak adanya
pemasukan melalui oral. Cairan harus
diberikan segera (khususnya pada
keterlibatan SSP) untuk menurunkan
hemokonsentrasi dan mencegah infark

5. Berikan tranfusi darah sesuai indikasi


5. Memperbaiki/menornalkan kapasitas
pembawa oksigen untuk memperbaiki
anemia, dan berguna untuk mengatasi
perdarahan. Penggantian cairan/darah
tergantung pada derajat hipovolemia dan
lamanya perdarahan (akut atau kronis)

6. Monitor hasil laboratorium (pemeriksaan 6. Peningkatan menunjukkan

hematokrit, Hb, elektrolit serum, dan urine) hemokonsentrasi. Kehilangan


kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan urine dapat
mengakibatkan penrunan elektrolit
serum.
5 Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan Mandiri : Mandiri :
berhubungan keperawatan selama 3 X 24
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, 1. Untuk menghindari terjadinya infeksi
dengan port entry jam diharapkan tidak
kuman (destruksi terjadi infeksi dengan pertahankan tehnik cuci tangan yang baik nosokomial dari petugas kesehatan
jaringan di daerah kriteria hasil : kepada pasien
frontal dan
TTV normal (Tax 36,50 2. Observasi daerah kulit yang mengalami 2. Deteksi dini perkembangan infeksi
peningkatan
paparan – 37,2 C)
0
kerusakan, catat karakteristik dari drainase memungkinkan untuk melakukan
lingkungan) Hasil pemeriksaan dan adanya inflamasi tindakan dengan segera dan pencegahan
laboratorium normal terhadap komplikasi selanjutnya.
(Leukosit 5.000 – 3. Kaji tanda-tanda vital, terutama suhu 3. Mengkaji keadaan umum pasien;
10.000/ µl) peningkatan suhu merupakan salah satu
Tidak terjadi tanda – indikator terjadinya infeksi
tanda infeksi pada lesi/ 4. Batasi pengunjung yang dapat menularkan 4. Menurunkan pemajanan terhadap
luka (color, dolor, infeksi pembawa kuman penyebab infeksi
rubor, dan tumor) 5. Lakukan perawatan luka pada lesi 5. Menghindari terjadinya infeksi yang
Tidak terdapat produksi lebih luas
sekret/sputum
Mulut pasien tampak 6. Lakukan oral hygiene 6. Menurunkan kemungkinan terjadinya
bersih pertumbuhan bakteri pada mulut akibat
penggunaan ETT

Kolaborasi Kolaborasi

7. Berikan antibiotik sesuai indikasi 7. Terapi profilaktik dapat digunakan pada


psien yang mengalami trauma
(perlukaan), kebocoran CSS, atau setelah
dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risioko terjadinya infeksi
nosokomial
8. Ambil bahan pemeriksaan laboratorium 8. Peningkatan/ penurunan nilai leukosit
sesuai indikasi (khususnya leukosit) mastikan adanya infeksi dan
mengidentifikasi organism penyebab dan
untuk menentukan obat pilihan yang
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, J.E. 2014. BTLS: Basic Trauma Life Support for EMT-B and the First
Responden, 4th Ed. New Jersey: Pearson Education

Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 2016. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Guyton. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Nanda. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika

Price. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC

Wikipedia, the Free Encyclopedia. 2059. Brain Injury. (Online).


(http://en.Wikipedia.org/wiki/braininjury, Diakses tanggal 3 maret 2019).

Anda mungkin juga menyukai