Anda di halaman 1dari 21

Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH KONFLIK


SOSIAL AKIBAT PEMBANGUNAN WADUK
JATIGEDE82
Studi pada Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap Penanganan Dampak
Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk Jatigede

Elmina Arofah
Nasrullah Nazsir
Pipin Hanapiah

e-mail: elmina.arofah@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana


proses penyelesaian konflik sosial yang dilakukan oleh SAMSAT Penanganan
Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk Jatigede dalam menyelesaikan
konflik sosial yang terjadi antara Pemerintah dan Orang Terkena Dampak (OTD)
Pembangunan Waduk Jatigede akibat adanya pembangunan Waduk Jatigede.
Permasalahan utama yang menjadi pemicu konflik sosial ini adalah masalah ganti
rugi pembebasan lahan, relokasi penduduk, dan relokasi situs budaya. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil
penelitian menunjukan bahwa SAMSAT menyelesaikan konflik sosial dengan
menggunakan strategi pemecahan masalah. SAMSAT melakukan upaya penciptaan
kerjasama, penciptaan keseimbangan kekuatan, dan upaya penciptaan Perceived
Common Ground (PCG) di antara Pemerintah dan OTD pembangunan Waduk
Jatigede dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi.

Kata-kunci: Konflik Sosial, Strategi Pemecahan Masalah, Penyelesaian Konflik


Sosial.

82 Judul dan topik Skripsi atas nama Elmina Arofah pada Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 301


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

ABSTRACT

This research was done to provide an overview of the social conflict resolution
process conducted by “SAMSAT Penanganan Dampak Sosial dan Lingkungan
Pembangunan Waduk Jatigede” in resolving social conflicts between Government
and people affected by Waduk Jatigede development which caused by the presence
of development of Waduk Jatigede. The source of the problems that trigger social
conflict, are the issue of land acquisition compensation, relocation of residents, and
relocation of cultural sites. The research used descriptive method with qualitative
approach. The result indicates that SAMSAT resolve social conflicts by using the
problem-solving strategy. SAMSAT doing the effort to create cooperation, a balance
of power, and perceived common ground between Government and people affected
by Waduk Jatigede development in resolving social conflict.

Keywords: Social Conflict, Problem-Solving Strategy, Social Conflict Resolution.

Pendahuluan Jatigede, yaitu tahapan pengairan.


Namun tahap akhir dari pembangunan
Kabupaten Sumedang Provinsi waduk ini justru terhambat, sebab
Jawa Barat merupakan salah satu muncul konflik antara Orang Terkena
kabupaten yang sedang mengalami Dampak (OTD) pembangunan Waduk
proyek pembangunan infrastruktur. Jatigede dengan Pemerintah Pusat,
Kabupaten Sumedang menjadi tempat konflik tersebut muncul akibat adanya
pembangunan Waduk Jatigede yang dampak sosial dari pembangunan
sudah berlangsung sangat lama kurang Waduk Jatigede.
lebih 51 tahun. Proyek ini dimulai Pembangunan Waduk Jatigede
pada tahun 1963 dan hingga saat ini direncanakan memiliki fungsi untuk
mengairi areal irigasi seluas 90.000
belum dapat difungsikan83. Selama hektar; menyediakan air bersih bagi
kurun waktu 51 tahun itu, tahap demi Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indra­
tahap pembangunan proyek seperti mayu, dan kawasan di sekitarnya
pembebasan lahan, pembuatan desain dengan kapasitas 3.500 liter/detik;
konstruksi dan pembangunan fisik serta menyuplai air untuk PLTA yang
mampu menghasilkan listrik sebesar
bendungan telah dilaksanakan. Tahun 690 GWH/tahun dengan kapasitas
2013 direncanakan menjadi tahap terpasang 110 MW.84 Sedangkan,
terakhir dari pembangunan Waduk untuk Kabupaten Sumedang sen­

83 Hasil wawancara dengan Penasihat SAMSAT Lapangan Jatigede tanggal 10 April 2014 di
Kantor Sekretariat SAMSAT Penanganan Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan
Waduk Jatigede.
84 http://www.tempo.co/read /news/2012/04/05/058394945/

302 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

diri mendapat keuntungan saat mengenai keinginan masing-masing


pembangunan Waduk Jatigede selesai pihak dalam pembangunan Waduk
sebagai objek wisata. Jatigede. Pemerintah Pusat mengingin­
Lokasi proyek pembangunan kan pembangunan Waduk Jatigede
Waduk Jatigede didirikan di atas lahan dapat segera diselesaikan dan diairi
seluas 4.973 hektar, yang meliputi 5 sedangkan OTD Waduk Jatigede justru
kecamatan, yaitu: Kecamatan Cisitu, sebaliknya, mereka tidak mau pem­
meliputi Desa Cisitu, Desa Cigintung, bangunan Waduk Jatigede dilanjutkan
Desa Pajagan, dan Desa Situmekar; sebelum masalah-masalah sosial dan
Kecamatan Darmaraja, meliputi Desa lingkungan yang terjadi dapat dise­
Cikeusi, Desa Tarunajaya, Desa lesaikan.
Cipaku, Desa Pakualam, Desa Karang­
Masalah sosial yang menjadi
pakuan, Desa Jatibungur, Desa
sumber utama munculnya konflik
Neglasari, Desa Sukamenak, Desa
sosial pembangunan Waduk Jatigede
Leuwihideung, Desa Darmaraja, Desa
adalah masalah relokasi penduduk,
Sukaratu, dan Desa Cibogo;
relokasi situs budaya, dan masalah
Kecamatan Wado, meliputi Desa
ganti rugi lahan dan bangunan86.
Padajaya, Desa Cisurat, dan Desa
Wado; Kecamatan Jatigede, meliputi Lamanya waktu pembangunan
Desa Cijeungjing, Desa Jemah, Desa Waduk Jatigede juga diduga menjadi
Sukakersa, Desa Mekarasih, dan Desa penyebab lain munculnya konflik.
Ciranggem; serta Kecamatan Selama 51 tahun proses pembangunan
Jatinunggal, meliputi Desa Sirnasari Waduk Jatigede, setidaknya sudah ada
dan Desa Pawenang85. tiga dasar hukum yang menjadi acuan
dalam penyelesaian konflik sosial
Dalam pelaksanaannya, pem­
pembanguan Waduk Jatigede terutama
bangunan Waduk Jatigede memicu
bagi penyelesaian masalah ganti rugi
munculnya konflik antara Orang
pembebasan tanah dan relokasi
Terkena Dampak (OTD) pembangunan
penduduk. Ketiga dasar hukum
Waduk Jatigede dan Pemerintah Pusat.
tersebut adalah:
Konflik ini muncul karena adanya
masalah sosial yang mengakibatkan 1. Tahun 1982-1986 (Peraturan
perbedaan kepentingan antara OTD Menteri Dalam Negeri No. 15
Tahun 1975 tentang Ketentuan-
Waduk Jatigede dan Pemerintah Pusat

85 Hasil wawancara dengan Penasihat SAMSAT Lapangan Jatigede tanggal 10 April 2014 di
Kantor Sekretariat SAMSAT Penanganan Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan
Waduk Jatigede.
86 Hasil wawancara dengan Penasihat SAMSAT Lapangan Jatigede tanggal 10 April 2014 di
Kantor Sekretariat SAMSAT Penanganan Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan
Waduk Jatigede.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 303


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Ketentuan Mengenai Tata Cara pemerintah memiliki kewajiban untuk


Pembebasan Tanah). menyediakan tempat penampungan
2. Tahun 1994-1997 (Keputusan pemukiman baru, sedangkan hal
Presiden No. 55 Tahun 1993 tersebut tidak tercantum dalam dasar
tentang Pengadaan Tanah bagi hukum yang lainnya.
Pelaksanaan Pembangunan untuk
Proyek pembangunan Waduk
Kepentingan Umum).
Jatigede merupakan proyek Pemerintah
3. Tahun 2005-sekarang (Peraturan
Pusat, segala sesuatunya mulai dari
Presiden No. 36 Tahun 2005
tahap perencanaan sampai penanganan
tentang Pengadaan Tanah bagi
konflik yang muncul akibat pem­
Pelaksanaan Pembangunan untuk
bangunan proyek menjadi tanggung­
Kepentingan Umum)87.
jawab Pemerintah Pusat, sebab dalam
Selain ketiga dasar hukum di atas, proyek pembangunan pusat, Peme­
saat ini sudah keluar peraturan baru rintah Pusatlah yang menjadi motor
mengenai pembebasan tanah, yakni utamanya. Namun, yang terjadi malah
Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 sebaliknya, Pemerintah Pusat cende­
tentang Pengadaan Tanah bagi rung mengabaikan konflik yang mun­
Pembangunan untuk Kepentingan cul dan tidak tanggap dalam menye­
Umum dan Peraturan Presiden No. 71 lesaikannya.
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Lambatnya penanganan yang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
dilakukan oleh Pemerintah Pusat
untuk Kepentingan Umum. Sehingga
dalam menyelesaikan konflik pem­
sampai dengan saat ini sudah ada lima
bangunan Waduk Jatigede ini, kemu­
dasar hukum.
dian memunculkan tuntutan dari
Banyaknya pergantian dasar masya­­rakat terhadap keseriusan peme­
hukum dalam upaya penyelesaian rintah dalam menyelesaikan konflik
masalah pembangunan Waduk yang terjadi. Maka, kemudian Peme­
Jatigede ini menimbulkan perbedaan rintah Provinsi Jawa Barat membentuk
dalam proses penyelesaian konflik Satuan Administrasi Manunggal Satu
sosial pembangunan Waduk Jatigede, Atap (SAMSAT) Penanganan Dampak
terutama antara Peraturan Menteri Sosial dan Lingkungan Pembangunan
Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 Waduk Jatigede sebagai bentuk
dengan dasar hukum yang lain. Dalam keseriusan pemerintah dalam me­
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. nangani konflik ini.
15 Tahun 1975 dikatakan bahwa

87 Hasil wawancara dengan Penasihat SAMSAT Lapangan Jatigede tanggal 10 April 2014 di
Kantor Sekretariat SAMSAT Penanganan Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk
Jatigede.

304 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Meskipun konflik yang terjadi penghimpunan dan memfasilitasi


diakibatkan oleh adanya pembangunan aspirasi OTD Waduk Jatigede
proyek Pusat di Daerah, namun konflik mengenai keinginan masyarakat dalam
yang terjadi merupakan konflik dengan pembangunan fasilitas pemukiman
skala Provinsi, sehingga dalam kasus pengganti, melaksanakan sosialisasi
ini Pemerintah Provinsi berkewajiban kepada OTD Waduk Jatigede mengenai
untuk melakukan penanganan konflik. relokasi penduduk sebagai upaya
Hal ini sesuai dengan isi UU No. 7 meng­koor­dinasikan masyarakat untuk
Tahun 2012 tentang Penanganan mendukung pembangunan Waduk
Konflik Sosial, dalam Pasal 24 Ayat (1 Jatigede, melaksanakan sosialisasi
dan 2) tertulis bahwa: kepada OTD Waduk Jatigede mengenai
pelaksanaan penanganan budaya,
“(1) Dalam status keadaan konflik
mela­kukan sosialisasi mengenai kesa­
skala Provinsi, gubernur bertanggung
daran hukum kepada OTD Waduk
jawab atas penanganan konflik
Jatidege, menginventarisasi permasa­
Provinsi.”
lahan yang timbul akibat pembangunan
“(2) dalam penanganan konflik Waduk Jatigede, dan sebagainya.
skala Provinsi sebagaimana dimaksud
Dalam melaksanakan tugasnya
pada ayat (1), gubernur wajib mela­
untuk memfasilitasi proses penye­
porkan perkembangan penang­ anan
lesaian konflik Pembangunan Waduk
konflik kepada Presiden melalui
Jatigede, SAMSAT melakukan ber­
menteri yang membidangi urusan
bagai upaya untuk menyelesaikan
dalam negeri dan/atau menteri terkait
konflik sosial tersebut. Strategi
dengan tembusan kepada DPRD
problem solving (persuasif) dianggap
Provinsi.”
sebagai strategi yang cocok untuk
Awalnya SAMSAT ini bernama menyelesaikan konflik yang meng­
Satuan Tugas (SATGAS) Percepatan alami kemandekan. Problem solving
Pembangunan Waduk Jatigede yang digu­nakan untuk mendapatkan ke­
dibentuk pada tahun 2010. Kemudian luaran konflik yang adil, yakni
berdasarkan Surat Keputusan Guber­ menciptakan solusi yang sepenuhnya
nur Jawa Barat Nomor: 611.1/ memuaskan pihak-pihak yang terlibat
Kep.1086-Admerk/2012, SATGAS konflik.
tersebut diubah menjadi SAMSAT
Untuk menyelesaikan konflik
Penanganan Dampak Sosial dan
sosial yang terjadi, SAMSAT
Lingkungan Pembangunan Waduk
melakukan upaya agar masing-masing
Jatigede. SAMSAT ini memiliki tugas
pihak yang berkonflik mau melakukan
untuk memperlancar dan memfasilitasi
kerjasama. SAMSAT juga melakukan
penyelesaiaan konflik pembangunan
upaya untuk memecah kemandekan
Waduk Jatigede. Fasilitasi yang
yang terjadi dengan cara menciptakan
dimaksud adalah SAMSAT melakukan

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 305


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

keseimbangan kekuatan antara OTD yang berlangsung dalam waktu


Waduk Jatigede dan Pemerintah Pusat. tertentu dan berdampak luas yang
Selain itu, SAMSAT juga melakukan mengakibatkan ketidakamanan
usaha untuk membangun Perceived dan disintegrasi sosial sehingga
Common Ground (PCG) di antara mengganggu stabilitas nasional
Pemerintah Pusat dan OTD dan menghambat pembangunan
pembangunan Waduk Jatigede, yaitu nasional.”
kondisi dimana masing-masing pihak Menurut Suparlan (2004), konflik
yang berkonflik memiliki aspirasi terjadi antara dua kelompok atau lebih,
yang tidak terlalu tinggi dan tidak yang terwujud dalam bentuk konflik
kaku. Upaya ini dilakukan agar solusi fisik antara mereka yang tergolong
yang integratif dapat dihasilkan. sebagai anggota-anggota dari kelom­
Penelitian ini diharapkan mampu pok-kelompok yang berlawanan.
memberikan gambaran mengenai Dalam konflik sosial, jatidiri dan orang
strategi SAMSAT dalam menyele­ perorangan yang terlibat dalam konflik
saikan konflik sosial yang terjadi di tersebut tidak lagi diakui keber­
antara OTD Waduk Jatigede dan adaannya. Jatidiri orang perorangan
Pemerintah Pusat yang saat ini sedang tersebut diganti oleh jatidiri golongan
mengalami kemandekan. atau kelompok.88
Dalam bukunya, Bebbington
(1997) , mengungkapkan bahwa
89

Tinjauan Pustaka konflik sosial dapat terjadi dalam tiga


ruang kekuasaan, yakni kekuasaan
Konflik sosial dalam Undang- negara, masyarakat sipil atau
kolektivitas-sosial, dan sektor swasta.
undang No. 7 Tahun 2012 tentang
Hal ini juga sejalan dengan teori good
Penanganan Konflik Sosial, diartikan
governance yang menyatakan bahwa
sebagai: terdapat tiga ruang kekuasaan dalam
“perseteruan dan/atau benturan sebuah negara, yakni kekuasaan
fisik dengan kekerasan antara dua negara, masyarakat sipil, dan sektor
kelompok masyarakat atau lebih swasta.

88 Dalam Tesis Radhitya Wicaksono dengan judul “Peranan Polri Dalam Penyelesaian Konflik
Sosial (Studi Kasus Pembongkaran Makam Mbah Priok). Jakarta: 2011.
89 Dikutip dalam Jurnal Seminar PERAGI Pontianak 10-11 Januari 2006 “Konflik-Sosial dan
Resolusi Konflik: Analisis Sosio-Budaya (Dengan Fokus Perhatian Kalimantan Barat) Oleh: Dr.
Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr. Halaman 2.

306 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

TIGA RUANG KEKUASAAN pembagian kekuasaan dan wewenang


BEBBINGTO dalam sebuah struktur sosial sehingga
menciptakan apa yang disebut oleh
Max Weber sebagai pertentangan
kelas. Dari pendapat di atas maka kita
dapat melihat konflik yang terjadi
antara Pemerintah dan OTD Waduk
Jatigede sebagai konflik sosial.

Ketika konflik yang terjadi masih


Tiga Ruang Kekuasaan Konflik
Sosial Dapat Berlangsung dalam skala yang kecil, kemungkinan
(diadopsi dengan modifikasi dari besar konflik tersebut masih dapat
Bebbington, 1997) diselesaikan oleh para internal aktor
yang terlibat konflik. Namun ketika
Pendapat Bebington ini sesuai konflik terjadi dalam skala besar, maka
dengan pemikiran Ralf Dahrendrof90 dibutuhkan campur tangan dari Negara
mengenai masyarakat apabila dilihat dalam hal ini pemerintah untuk menye­
dari sudut pandang teori konflik. lesaikannya91.
Dahrendrof bertitik tolak dari
Adanya campur tangan peme­
kenyataan bahwa anggota masyarakat
rintah dalam kehidupan masyarakat
dapat dikelompokan ke dalam dua
termasuk dalam upaya penyelesaian
kategori, yaitu orang yang berkuasa
konflik, dapat didorong oleh tiga
dan orang yang dikuasai. Adanya dua
faktor92, yaitu: responsibility, obliga­
kategori masyarakat ini, termasuk
tion, dan accountability. Responsibility,
struktur dan hakikat kehidupan
adalah suatu keadaan dimana peme­
bersama yang ada di dalamnya meng­
rintah melakukan perannya atas dasar
akibatkan munculnya kepentingan-
tanggungjawab moral yang dimiliki.
kepentingan yang berbeda dan
Obligation, adalah keadaan dimana
berlawanan. Pada akhirnya perbedaan
pemerintah melakukan perannya
kepentingan yang terjadi sangat
karena adanya kewajiban yang tertera
memungkinkan lahirnya kelompok-
dalam peraturan perundang-undangan
kelompok yang berbenturan dan
mengenai apa yang harus mereka
menciptakan sebuah konflik sosial.
lakukan. Sedangkan accountability,
Inti dari teori Dahrendrof sendiri
adalah kedaaan dimana pemerintah
adalah bahwa konflik atau pertentangan
bertindak ketika muncul tuntutan dari
terjadi ketika terdapat perbedaan
masyarakat.

90 Lihat dalam Veeger, 1985:214).


91 Lihat Rozi, 2006:2.
92 Lihat Spiro, 1969:14-20.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 307


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Untuk menyelesaikan konflik sehingga solusi yang dikehendaki


yang terjadi dibutuhkan manajemen bersama sulit didapatkan. Secara
konflik sebagai proses pihak yang singkat strategi problem solving dapat
terlibat konflik atau pihak ketiga didefinisikan sebagai “segala macam
menyusun strategi konflik dan mene­ usaha yang dilakukan untuk melo­
rap­kannya untuk mengendalikan kasikan suatu solusi bagi kontroversi
konflik agar menghasilkan resolusi yang terjadi, yang dapat diterima oleh
yang diinginkan93. semua pihak95. Terlaksananya strategi
problem solving dapat dilihat dari
Sedangkan startegi konflik sendiri
beberapa indikator. Dengan demikian,
merupakan upaya-upaya yang dilaku­
indikator dari terlaksananya strategi
kan oleh pihak-pihak yang terlibat
pemecahan masalah (problem solving)
konflik untuk mengidentifikasi sumber
adalah terciptanya kerjasama antar­
konflik dan mencari solusinya. Strategi
pihak yang berkonflik, terciptanya
konflik ini pun bermacan jenisnya
keseimbangan kekuatan, dan ter­
tergantung dari situasi konflik yang
ciptanya Perceived Common Ground
dihadapi dan akan diselesaikan. Pruitt
(PCG)96.
dan Rubin94 menyatakan terdapat lima
strategi yang dapat digunakan untuk Lebih lanjut, Pruitt dan Rubin
mengelola konflik, yaitu Contending menyatakan bahwa strategi pemecahan
(Bertanding), Yielding (Mengalah), masalah (problem solving) yang sukses
Problem Solving (Pemecahan dapat melahirkan tiga macam hasil,
Masalah), Withdrawing (Menarik yaitu kompromi, kesepakatan tentang
Diri), Inaction (Diam). tata cara menentukan pemenang, atau
solusi integratif. Dari ketiga hasil
Dari kelima strategi konflik di
strategi problem solving yang telah
atas, problem solving merupakan
disebutkan, solusi integratif merupakan
strategi konflik yang dianggap paling
solusi yang dianggap paling dapat
cocok untuk menyelesaikan konflik
merekonsiliasikan (mengintegrasikan)
yang mengalami kemandekan.
kepentingan kedua belah pihak. Solusi
Kemandekan sendiri dapat diartikan
integratif melahirkan hasil bersama
sebagai kondisi dimana masing-
tertinggi di antara ketiga macam
masing pihak yang terlibat konflik
kesepakatan. Solusi yang benar-benar
tetap memiliki aspirasi yang tinggi
integratif adalah solusi yang benar-

93 Lihat Wirawan, 2000:129.


94 Lihat Pruitt dan Rubin, 2004:57-59.
95 Ibid, 2004:311.
96 Ibid, 2004:295-297.

308 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

benar memuaskan kedua belah pihak, 2. Kompensasi Nonspesifik


namun solusi integratif biasanya tidak Dalam kompensasi nonspesifik,
sesukses itu. Solusi integratif mere­ suatu pihak yang terlibat
konsiliasi kepentingan pihak-pihak kontroversi mendapatkan yang
yang berkonflik secara parsial, diinginkannya, sementara pihak
sehingga solusi yang didapat biasanya lain mendapatkan pembayaran-
cukup membuat mereka merasa puas pengganti (repayment) dalam
tetapi tidak sebahagia bila mereka bentuk yang sama sekali tidak
mendapatkan semuanya. Solusi integ­ terkait dengan isu kontroversinya.
ratif dapat tercapai bila aspirasi ma­ Kompensasi disebut “nonspe­
sing-masing pihak tinggi, tekanan sifik” bila kompensasi itu tidak
waktu rendah, ketakutan terhadap terkait dengan biaya yang
konflik rendah, dan pihak-pihak yang telah dikeluarkan pihak lain.
berkonflik tidak terlalu terobsesi oleh Kompensasi biasanya datang dari
pentingnya keadilan97. pihak yang tuntutannya terpenuhi,
dari pihak ketiga atau bahkan dari
Lebih lanjut, Pruitt dan Rubin98 pihak yang diberi kompensasi.
mengidentifikasi lima macam solusi Informasi yang dibutuhkan adalah
integratif, yaitu: tentang satu hal atau lebih yang
1. Memperbesar Kue (Expanding dianggap berharga oleh pihak lain
the Pie) dan tentang seburuk apa rasa sakit
yang dirasakan pihak lain bila ia
Solusi integratif ini dilakukan
harus membuat konsensi.
dengan menambah ketersediaan
sumber daya. Expanding the 3. Balas Jasa (Logrolling)
Pie merupakan formula yang Dalam logrolling, satu pihak
bermanfaat bila pihak-pihak menyerahkan isu-isu yang tingkat
yang berkonflik menganggap prioritasnya rendah kepada
bahwa proposal masing-masing dirinya sendiri dan isu-isu yang
sebenarnya dapat diterima tingkat prioritasnya tinggi kepada
tetapi sengaja mereka tolak pihak lain. Sehingga, msing-
karena mempertimbangkan nilai masing mendapatkan sebagian
kesempatan (opportunity cost). tuntutannya yang dianggap paling
Informasi yang dibutuhkan penting bagi dirinya. Informasi
hanyalah pengetahuan tentang yang dibutuhkan adalah tentang
tuntutan masing-masing pihak. prioritas masing-masing pihak

97 Ibid, 2004:315-321.
98 Ibid, 2004:321-334

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 309


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

atas berbagai isu, sehingga Metode Penelitian


konsensi dapat disesuaikan.
4. Pengurangan Biaya (Cost Penelitian ini bertujuan untuk
Cutting) menganalisis dan mendeskripsikan
Dalam cost cutting, suatu pi­ strategi pemecahan masalah (problem
hak mendapatkan apa yang solving) yang dilakukan oleh SAMSAT
diinginkannya sementara biaya dalam menyelesaikan konflik pem­
(uang, pengorbanan, atau beban bangunan Waduk Jatigede.
dengan berbagai bentuknya) yang Metode dan Pendekatan
harus dikeluarkan oleh pihak
Pendekatan penelitian yang digu­
lain dikurangi atau ditiadakan.
Hasilnya adalah keuntungan nakan adalah kualitatif. Pendekatan ini
bersama yang tinggi, bukan karena dipilih karena cocok untuk memahami
suatu pihak telah mengubah lebih mendalam mengenai strategi
posisinya, tetapi karena pihak lain pemecahan masalah yang dilakukan
berkurang bebannya. Informasi oleh SAMSAT Penanganan Dampak
yang dibutuhkan adalah tentang Sosial dan Lingkungan Pembangunan
apa saja biaya yang harus Waduk Jatigede dengan cara mem­
dikeluarkan oleh pihak lain. bangun gambaran yang menyeluruh
5. Menjembatani (Bridging) (holistik) yang bersumber dari kete­
rangan-keterangan, tanggapan-tang­
Dalam bridging, tidak satu pihak
pun mendapatkan tuntutan aslinya, gapan, dan informasi dari narasumber
tetapi sebuah opsi baru dirancang secara rinci dan dalam setting yang
sedemikian rupa sehingga da­ alamiah.
pat memuaskan keinginan- Metode yang digunakan adalah
keinginan terpentingnya yang metode penelitian deskriptif. Metode
melatarbelakangi tuntutan ter­ ini dipilih agar penulis dapat
sebut. Bridging biasanya muncul
mengamati dan sekaligus meng­
dari reformulasi isu yang dibuat
gambarkan secara lebih khusus
berdasarkan analisis terhadap
permasalahan yang terjadi. Sehingga
ke­pen­tingan yang mendasari isu
dapat menggambarkan secara jelas
tersebut. Informasi yang dibu­
strategi pemecahan masalah konflik
tuhkan adalah tentang prioritas
berbagai kepentingan kedua belah pembangunan Waduk Jatigede yang
pihak dan prioritas atas masing- dilakukan oleh SAMSAT.
masing kepentingan tersebut. Pengumpulan data dilakukan
melalui teknik studi kepustakaan
dengan mempelajari buku-buku
mengenai konflik sosial, manajemen
konflik, problem solving, pemerintahan
ataupun literatur lainnya yang

310 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

berhubungan dengan permasalahan, Jatigede, Ketua LSM PERKOT DAM


konsep, dan teori penelitian. JATIBER (Perhimpunan Komunikasi
Selanjutnya adalah melalui teknik Orang Terkena Dampak Waduk
observasi, yaitu peneliti turun ke Jatigede Bersatu), dan Forum Kepala
lapangan untuk mengamati perilaku Desa setempat.
dan aktivitas individu-individu di
Teknik validasi data yang digu­
lokasi penelitian dengan berbagai cara,
nakan dalam penelitian ini adalah
seperti mengikuti dan memantau
teknik triangulasi, Dalam penelitian
perkembangan strategi pemecahan
ini, peneliti menggunakan triangulasi
masalah dalam penyelesaian konflik
sumber, triangulasi teknik, dan
yang dilakukan oleh SAMSAT baik
triangulasi waktu. Peneliti melakukan
melalui media sosial maupun pe­
triangulasi sumber data kepada nara­
ngamatan langsung. Kemudian
sumber. Kemudian peneliti melakukan
melalui teknik wawancara, yaitu
triangulasi teknik, yaitu data, fakta,
peneliti menyusun sebuah pedoman
dan informasi mengenai strategi peme­
wawancara yang kemudian diberikan
cahan masalah konflik pembangunan
kepada informan untuk mendapatkan
Waduk Jatigede yang diperoleh dari
informasi-informasi yang berhubungan
narasumber dicek, diricek, dan dikros­
dengan strategi pemecahan masalah
cek melalui observasi, wawancara,
konflik pembangunan Waduk Jatigede.
dan dokumentasi. Triangulasi terakhir
Terakhir adalah melalui teknik doku­
yang dilakukan adalah triangulasi
men­tasi, yaitu peneliti mengumpulkan
waktu, peneliti melakukan pengecekan
dokumen-dokumen seperti buku-
kembali data, fakta, dan informasi
buku, arsip, artikel, dasar hukum, dan
mengenai strategi pemecahan masalah
dokumen lainnya yang berkaitan
konflik pembangunan Waduk Jatigede
dengan strategi pemecahan masalah
yang diperoleh dari narasumber
konflik pembangunan Waduk Jatigede.
dengan menggunakan teknik obser­
Dalam penelitian ini penentuan vasi, wawancara, dan dokumentasi
informan dilakukan dengan teknik dalam waktu dan situasi yang berbeda.
purposive., yaitu didasarkan pada
Teknik analisis data yang
pertimbangan, bahwa informan-infor­
dilakukan dalam penelitian ini adalah
man yang dipilih merupakan informan
reduksi data, penyajian data, dan
yang dianggap paling mengetahui dan
penarikan kesimpulan. Reduksi data
memahami tentang strategi pemecahan
dilakukan dengan cara merangkum
masalah yang dilakukan untuk
data-data, fakta-fakta, dan informasi-
menyelesaikan konflik sosial yang
informasi mengenai strategi peme­
terjadi. Informan dalam penelitian ini
cahan masalah konflik pembangunan
adalah Ketua SAMSAT, Tim SAMSAT
Waduk Jatigede yang diperoleh dari
Lapangan, Penasehat SAMSAT La­
narasumber kemudian dipilih hal-hal
pangan, Masyarakat OTD Waduk
pokok yang fokus pada permasalahan

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 311


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

yang diteliti kemudian disusun dan membentuk SAMSAT Penanganan


dicari polanya. Selanjutnya penyajian Dampak Sosial dan Lingkungan
data dilakukan dengan cara menyajikan Pembangunan Waduk Jatigede sebagai
data-data, fakta-fakta, dan informasi- bentuk keseriusan Pemerintah dan
informasi mengenai strategi peme­ untuk memenuhi tuntutan masyarakat
cahan masalah konflik pembangunan dalam menyelesaikan konflik yang
Waduk Jatigede yang telah direduksi terjadi (accountability). Namun selain
dalam bentuk uraian singkat dan untuk memenuhi tuntutan OTD Waduk
bagan, untuk memudahkan peneliti Jatigede agar segera diselesaikannya
lebih memahami strategi pemecahan konflik sosial yang terjadi, pem­
masalah yang dilakukan serta untuk bentukan SAMSAT ini juga dilakukan
merencanakan kerja selanjutnya. karena adanya kewajiban yang
Terakhir adalah penarikan kesimpulan, tercantum dalam peraturan perundang-
kumpulan data, fakta dan informasi undungan tentang hal-hal apa yang
mengenai strategi pemecahan masalah harus dilakukan oleh pemerintah
konflik pembangunan Waduk Jatigede (obligation in goverment).
yang telah direduksi dan disajikan
Dalam upaya menyelesaikan
kemudian diambil kesimpulannya.
konfilk sosial yang terjadi karena
Karena penelitian yang dilakukan
adanya masalah ganti rugi pembebasan
merupakan penelitian kualiatif, maka
lahan dan bangunan, SAMSAT
kesimpulan yang dihasilkan masih
melakukannya dengan cara merespon
bersifat sementara.
komplain masyarakat Jatigede terkait
masalah ganti rugi pembebasan lahan
Hasil dan Pembahasan dan bangunan dengan melakukan
pendataan ulang terhadap tanah-tanah
Sebelumnya telah digambarkan yang terlewat dan belum dibebaskan
bahwa konflik sosial antara OTD yang kemudian dilakukan penyesuaian
Pembangunan Waduk Jatigede dan dan pengecekan dengan data yang
Pemerintah Pusat muncul akibat dimiliki oleh Panitia Pembebasan
adanya masalah sosial yang ditimbul­ Tanah (P2T). Apabila diketahui ada
kan oleh adanya pembangunan Waduk tanah yang memang bermasalah, maka
Jatigede. Masalah utama yang menjadi SAMSAT berkerjasama dengan yang
penyebab konflik sosial ini adalah anggotanya berasal dari Pemerintah
adanya masalah yang terkait dengan Daerah Kabupaten Sumedang untuk
pembebasan lahan dan bangunan, melakukan pengukuran ulang lahan
relokasi penduduk, dan relokasi situs dan bangunan tersebut, untuk
budaya yang belum dapat terselesaikan. kemudian akan diproses masalah
pemberian ganti ruginya. Sementara
Untuk menyelesaikan konflik untuk tanah-tanah yang telah mendapat
sosial yang terjadi, Pemerintah ganti rugi namun ternyata meminta

312 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

ganti rugi ulang maka Pemerintah di beberapa tempat untuk dijadikan


tidak akan memberikan ganti rugi tempat relokasi penduduk. Tempat
ulang, sebab tidak ada aturannya. tujuan relokasi penduduk ini pun
Begitu pula dengan tanah-tanah yang disediakan berdasarkan keinginan
menginginkan penyesuaian harga, masyarakat. Pembebasan lahan
SAMSAT belum dapat berbuat apa- tersebut di antaranya dilakukan di
apa sebab masih belum ada aturan daerah Pasir Padang seluas 43 Ha,
yang mengaturnya. daerah Conggeang seluas 30 Ha, dan
daerah Ujung Jaya seluas 34 Ha. Telah
Selanjutnya adalah mengenai
dibangun pula rumah tipe 36 dengan
masalah relokasi penduduk, sering
tanah seluas 400 meter2 untuk
terjadinya pergantian aturan dalam
masyarakat yang terkena pembebasan
pembangunan Waduk Jatigede pada
tanah melalui Peraturan Menteri
akhirnya membuat SAMSAT harus
Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975
membagi OTD pembangunan Waduk
(Kategori-I). Sementara itu, untuk
Jatigede kedalam dua kategori, yaitu
masyarakat yang pembebasan
Kategori-I merupakan masyarakat
tanahnya dilakukan melalui Keputusan
yang menerima pembebasan tanah
Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang
tahun 1982-1986 yang berdasarkan
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
aturan pada saat itu, Permendagri
Pembangunan untuk Kepentingan
No.15 Tahun 1975 mendapatkan hak
Umum dan Peraturan Presiden No. 36
relokasi. Selanjutnya Kategori-II,
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
yaitu masyarakat yang pembebasan
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
tanahnya dilakukan berdasarkan
Kepentingan Umum (Kategori-II),
Keppres No. 55 Tahun 1993 dan
yang tidak memiliki hak atas relokasi
Perpres 36 Tahun 2005 dan tidak
tetapi menuntut untuk diberikan hak
mendapatkan hak relokasi, termasuk
yang sama dengan masyarakat yang
masyarakat yang tidak memiliki
memiliki hak atas relokasi, Pemerintah
hubungan hukum dengan tanah tetapi
tidak dapat memberikan hak relokasi
mendiami area waduk. SAMSAT
tersebut sebab akan berbenturan
menyelesaikan masalah ini degan cara
dengan aturan yang berlaku.
melakukan musyawarah dengan OTD
Waduk Jatigede dan menampung Namun demikian dalam menyi­
aspirasi masyarakat terkait keinginan kapi hal ini SAMSAT memberikan
mereka dalam proses relokasi usulan untuk memberikan uang
penduduk, sehingga SAMSAT tidak kerohiman atau santunan. Usulan ini
bertindak sendiri dalam menyelesaikan tidak muncul begitu saja dari pihak
konflik, tetapi ia bekerjasama dengan SAMSAT, tetapi hal ini berdasarkan
memperhatikan aspirasi OTD. hasil musyawarah dengan masyarakat
yang menginginkan hak atas relokasi
Sampai dengan saat ini sebenarnya
tersebut. Adanya usulan ini pun tidak
Pemerintah telah membebaskan lahan

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 313


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

serta-merta disetujui oleh semua sedang ditangani, dan 5 situs sedang


pihak, muncul pro dan kontra terhadap dinegosiasikan.
usulan tersebut terutama dari para
Konflik sosial yang muncul akibat
Kepala Desa yang khawatir apabila
adanya relokasi situs atau cagar budaya
uang santunan yang diberikan tidak
ini pada awalnya bermula dari adanya
digunakan dengan tepat oleh OTD
penolakan masyarakat terutama para
Waduk Jatigede, sebab apabila melihat
juru kunci situs terhadap relokasi situs
cara hidup masyarakatnya, dikha­
dan cagar budaya. Masyarakat
watirkan uang santunan tersebut malah
berpendapat bahwa apabila situs atau
digunakan untuk membeli kebutuhan
cagar budaya yang ada direlokasikan,
sekunder masyarakat, bukannya ke­
maka akan mengurangi nilai historis
butuhan primer mereka seperti kebu­
dari situs atau cagar budaya tersebut,
tuhan akan rumah atau tempat tinggal
serta adanya anggapan masyarakat
yang baru. Begitupun dengan
bahwa mereka menjadi dijauhkan dari
masyarakat yang kontra dengan usulan
leluhur dan sejarah asal mereka.
pemberian uang kerohiman ini, mereka
Namun setelah dilakukan penghim­
khawatir apabila uang kerohiman atau
punan aspirasi masyarakat serta
santunan ini besarannya tidak sesuai
musyawarah antara masyarakat dan
dengan kebutuhan mereka untuk
pemerintah yang difasilitasi oleh
mendapat pemukiman atau rumah
SAMSAT, didapatkan hasil bahwa
baru di daerah lain.
Pemerintah sebagai pihak yang
Selanjutnya adalah mengenai berwenang dan berkewajiban untuk
relokasi situs atau cagar budaya. melestarikan situs budaya akan
Waduk Jatigede dibangun di atas lahan memfasilitasi pembiayaan pemindahan
seluas 4.973 Ha yang meliputi 5 serta perawatan situs bagi situs yang
Kecamatan yang terdiri atas 30 Desa, bersedia dipindahkan ke lokasi yang
yaitu 22 Desa yang akan tergenangi telah disediakan oleh pemerintah.
dan 18 Desa yang tidak tergenangi. Walaupun terdapat banyak penolakan
Dari 30 Desa tersebut terdapat terhadap relokasi situs budaya
sebanyak 48 situs yang akan tergenangi terutama untuk situs yang berhubungan
dan memerlukan upaya penanganan. langsung dengan sejarah Kabupaten
Situs-situs tersebut umumnya berupa Sumedang, namun sampai dengan saat
makam dari tokoh-tokoh yang ini sudah banyak juga situs-situs
dikeramatkan. Berdasarkan data dengan kelas yang biasa yang sudah
relokasi situs pada tahun 2014 yang berhasil direlokasikan.
didapat dari SAMSAT, sampai dengan
Selain melakukan musyawarah,
saat ini diketahui bahwa dari 48 situs
penghimpunan aspirasi, dan merespon
budaya yang ada di wilayah genangan
tuntutan OTD seperti di atas, SAMSAT
Waduk Jatigede, sebanyak 32 situs
juga menjaga agar konflik yang terjadi
telah selesai dipindahkan, 10 situs

314 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

tidak semakin memanas dengan bebasan tanah, relokasi penduduk,


menjauhkan hal-hal yang dapat relokasi situs, serta sosialisasi terkait
menyebabkan konflik berjalan kearah manfaat dan keuntungan pembangunan
konflik yang anarkis. SAMSAT tidak Waduk Jatigede bagi OTD. Sosialisasi
melakukan tindakan kekerasan, an­ yang dilakukan SAMSAT dilakukan
caman, atau paksaan. Sebab bercermin dengan memberikan penjelasan
dari pengalaman di masa lalu (1982— mengenai peluang-peluang apa saja
1986) pada saat Pemerintah melakukan yang dapat dilakukan oleh OTD
pembebasan tanah dengan cara keke­ pembangunan Waduk Jatigede apabila
rasan dan pemaksaan melalui inti­ waduk telah selesai digenangi dan
midasi terhadap masyarakat, ternyata setelah waduk menjadi objek wisata
sampai dengan saat ini hasilnya adalah agar dapat dimanfaatkan oleh masya­
munculnya permasalahan yang ber­ rakat untuk meningkatkan ekonomi
larut-larut dan mengakibatkan muncul­ mereka sehingga kesejahteraan masya­
nya konflik yang semakin bereskalasi rakat juga dapat meningkat dengan
dan memanas. adanya Waduk ini.

Adanya pembentukan Forum Sosialisasi mengenai pem­


Kepala Desa (FKD) pun disambut bangunan Waduk Jatigede ini
dengan sangat baik oleh pihak merupakan hal yang sangat penting,
SAMSAT. Sebab adanya FKD ternyata sebab apabila ditelaah lebih dalam,
telah mampu meminimalisir adanya bahkan kita dapat melihat bahwa
campur tangan dari LSM-LSM yang dalam penyelesaian konflik sosial
tidak bertanggung-jawab yang dapat akibat pembangunan Waduk Jatigede
membuat konflik sosial yang terjadi kurang ada koordinasi yang baik antara
semakin memanas dan berujung Pemerintah dengan Pemerintah Daerah
anarkis. Dengan adanya FKD, masya­ Kabupaten Sumedang. Pemerintah
rakat menyampaikan tun­ tutannya Kabupaten Sumedang yang wilayah­
langsung kepada para Kepala Desa nya digunakan sebagai tempat
bersangkutan selaku aparatur Peme­ dibangunnya Waduk Jatigede terlihat
rintah, sebab FKD sendiri memang belum dapat menerima pembangunan
dibuat atas keinginan masyarakat dan Waduk Jatigede dengan baik. Seperti
sepersetujuan para Kepala Desa untuk yang telah diketahui, meskipun Pem­
dapat membuat sebuah Forum yang bangunan Waduk Jatigede dilakukan
dapat menghimpun aspirasi dan tun­ di wilayah Kabupaten Sumedang,
tutan masyarakat serta meminimalisir namun sebenarnya pembangunan
campur tangan LSM. Waduk ini memang tidak memberikan
manfaat langsung bagi Kabupaten
Selanjutnya SAMSAT pun mela­
Sumedang, sebab Waduk Jatigede ini
ku­
kan sosialisasi-sosialisasi dan
memang ditujukan untuk memenuhi
musya­warah terkait masalah pem­
kebutuhan air serta listrik untuk

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 315


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

wilayah Cirebon, Indramayu, dan terlibat dalam penyelesaian konflik.


sekitarnya. Hal ini kemudian berpengaruh pula
pada proses penyelesaian konflik yang
Meskipun Waduk Jatigede tidak
terjadi.
memberikan manfaat langsung bagi
Kabupaten Sumedang, tetapi bukan Sebagai penutup penulis melihat
berarti Kabupaten Sumedang ini bahwa dalam menyelesaikan konflik
dirugikan oleh adanya Pembangunan sosial yang terjadi, SAMSAT menye­
Waduk Jatigede. Justru akan banyak lenggarakan musyawarah dan rapat-
manfaat yang bisa didapatkan oleh rapat dengan wakil OTD pembangunan
Pemerintah Kabupaten Sumedang Waduk Jatigede. Musyawarah dan
dengan adanya Waduk Jatigede ini. rapat ini bertujuan untuk menampung
Salah satunya adalah peningkatan aspirasi dan keinginan OTD pem­
dalam bidang ekonomi melalui bangunan Waduk Jatigede terkait
pariwisata, setelah waduk selesai masalah ganti rugi pembebasan tanah,
diairi. Adanya pemanfaatan Waduk relokasi penduduk, maupun relokasi
Jatigede sebagai objek wisata oleh situs. Apabila kita analisis lebih dalam,
Kabupaten Sumedang akan sejalan maka upaya-upaya yang dilakukan
dengan misi kedua Kabupaten oleh SAMSAT untuk melibatkan
Sumedang yakni “Mewujudkan Per­ masyarakat dengan cara menampung
ekonomian Daerah yang Tangguh dan aspirasi dan keinginan mereka terkait
Berkelanjutan yang Berbasis pada penyelesaian konflik sosial yang
Agribisnis, Pariwisata, dan Industri”. terjadi merupakan upaya penciptaan
Sehingga adanya manfaat Waduk kerjasama, yaitu suatu upaya yang
Jatigede sebagai objek wisata ini dapat dilakukan untuk dapat menerima
dimanfaatkan sebaik mungkin oleh ‘lawan’ sebagai pasangan interde­
Kabupaten Sumedang sebagai aset penden untuk bersama-sama mencari
daerah Kabupaten Sumedang yang jalan keluar dari permasalahan
pengelolaannya melibatkan masya­ pembangunan, permasalahan sosial
rakat Kabupaten Sumedang terutama budaya, dan permasalahan lingkungan
masyarakat-masyarakat yang terkena yang terjadi sebagai akibat dari adanya
dampak langsung dari pembangunan pembangunan Waduk Jatigede.
Waduk Jatigede. Adanya pemahaman
Selanjutnya penyelesaian konflik
bahwa pembangunan Waduk Jatigede
sosial pembangunan Waduk Jatigede
hanya akan merugikan Kabupaten
juga dilakukan oleh SAMSAT dengan
Sumedang ini jugalah yang membuat
cara menjaga agar konflik yang terjadi
kurang terbukanya Pemerintah
tidak mengarah pada konflik yang
Kabupaten Sumedang dalam menerima
anarkis dengan tidak melakukan
pembangunan Waduk Jatigede. Selain
tindakan pemaksaan, ancaman, dan
itu terlihat masih ada keraguan dan
kekerasan dalam penyelesaian konflik.
ketakutan dari pihak-pihak yang

316 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

SAMSAT juga mendukung dan Upaya-upaya penyelesaian


menyam­but dengan baik adanya pem­ konflik—dalam hal ini penciptaan
bentukan FKD yang mampu memi­ kerjasama, penciptaan keseimbangan
nimalisir keterlibatan LSM yang tidak kekuatan, dan penciptaan Perceived
bertanggung-jawab dalam konflik ini. Common Ground (PCG)—di antara
Pemerintah dan OTD Pembangunan
Apabila kita melakukan analisis
Waduk Jatigede yang dilakukan oleh
lebih dalam, maka upaya-upaya yang
SAMSAT di atas ternyata cukup
dilakukan SAMSAT untuk menjaga
efektif dalam menghasilkan penye­
agar konflik yang terjadi tidak
lesaian konflik sosial pembangunan
mengarah pada konflik yang anarkis
Waduk Jatigede. Konflik sosial yang
merupakan upaya penciptaan keseim­
diakibatkan oleh masalah pembebasan
bangan kekuatan, yaitu suatu upaya
lahan diselesaikan oleh SAMSAT
yang dilakukan untuk menciptakan
dengan cara memberikan hal yang
kondisi yang tidak memungkinkan
diinginkan oleh salah satu pihak.
lagi masing-masing pihak yang terlibat
Sementara itu, pihak lain mendapatkan
konflik untuk memperlakukan pihak
pembayaran-pengganti dalam bentuk
lain dengan kasar.
yang tidak terkait dengan isu
Penyelesaian konflik sosial konfliknya. Dalam hal ini pihak Peme­
pembangunan Waduk Jatigede ini juga rintah mendapatkan tanah untuk pem­
dilakukan oleh SAMSAT dengan bangunan Waduk Jatigede, sementara
melakukan sosialisasi-sosialisasi ter­ pihak OTD pembangunan Waduk
kait pembangunan Waduk Jatigede, Jatigede diberikan uang ganti rugi
baik itu sosialisasi mengenai pem­ terkait tanah-tanah yang terlewat dan
bebasan lahan, relokasi penduduk, belum dibebaskan, sebab mereka tidak
relokasi situs, dan mengenai ke­ mendapat manfaat langsung dari
untungan pembangunan Waduk pembangunan Waduk. Apabila kita
Jatigede bagi OTD pembangunan analisis lebih mendalam, maka penye­
Waduk Jatigede. Apabila kita analisis lesaian konflik sosial akibat pembe­
lebih dalam, maka sosialisasi- basan lahan ini dilakukan melalui
sosialisasi yang dilakukan oleh metode solusi integratif dengan cara
SAMSAT merupakan upaya pen­ memberikan kompensasi nonspesifik.
ciptaan Perceived Common Ground
Sementara itu konflik sosial yang
(PCG), yaitu suatu upaya untuk
diakibatkan oleh relokasi penduduk,
menciptakan kondisi yang membuat
diselesaikan oleh SAMSAT dengan
aspirasi masing-masing pihak yang
cara memberikan tuntutan yang
terlibat konflik tidak terlalu tinggi atau
dianggap paling penting oleh pihak-
terlalu kaku, sehingga potensi untuk
pihak yang terlibat konflik, dalam hal
mengembangkan alternatif solusi yang
ini OTD pembangunan Waduk
integratif dapat tercipta.
Jatigede mendapatkan tempat dan

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 317


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

fasilitas untuk relokasi penduduk, ciptaan kerjasama, penciptaan kes­


sedangkan Pemerintah mendapatkan eimbangan kekuatan, dan penciptaan
lahan untuk pembangunan waduk. Perceived Common Ground (PCG) di
Apabila kita analisis lebih dalam, antara Pemerintah dan OTD Pem­
maka penyelesaian konflik sosial bangunan Waduk Jatigede. Penciptaan
akibat relokasi penduduk ini dilakukan kerjasama dilakukan oleh SAMSAT
melalui metode solusi integratif dalam dengan cara menjalin kedekatan antara
bentuk balas jasa (logrolling). Pemerintah dan OTD pembangunan
Waduk Jatigede, melakukan musya­
Begitupun dengan konflik sosial
warah, serta mela­ kukan rapat-rapat
yang diakibatkan oleh relokasi situs.
dengan wakil OTD pembangunan
SAMSAT menyelesaikannya dengan
Waduk Jatigede, sehingga dalam
cara memberikan salah satu pihak
menyelesaikan konflik sosial yang
yang terlibat konflik sesuai dengan apa
terjadi, SAMSAT tidak bertindak
yang diinginkan; sementara itu pihak
semaunya sendiri tetapi memperhatikan
lain dihilangkan bebannya—dalam hal
aspirasi masyarakat.
ini Pemerintah mendapatkan lahan
untuk pembangunan Waduk, sementara Penciptaan keseimbangan ke­
itu pihak OTD pembangunan Waduk kuatan dilakukan oleh SAMSAT
Jatigede tidak perlu lagi mengeluarkan dengan cara menjaga agar konflik
biaya perawatan situs sebab telah yang terjadi tidak berujung dengan
ditanggung oleh Pemerintah. Apabila anarkis, SAMSAT pun menyambut
kita analisis lebih dalam, maka penye­ baik adanya pembentukan FKD karena
lesaian konflik sosial akibat relokasi dapat meminimalisir adanya campur
situs ini dilakukan dengan cara solusi tangan dari LSM-LSM yang tidak
integratif melalui pengurangan biaya. bertanggung-jawab yang dapat
membuat konflik semakin memanas
Dari pemaparan di atas dapat
dan berujung anarkis.
dikatakan bahwa secara garis besar,
SAMSAT melakukan upaya penye­ Terakhir adalah penciptaan
lesaian konflik sosial yang terjadi Perceived Common Ground (PCG)
antara OTD pembangunan Waduk oleh SAMSAT melalui sosialisasi
Jatigede dan Pemerintah Pusat dengan terkait pembangunan Waduk Jatigede
menggunakan strategi pemecahan mulai dari sosialisasi mengenai
masalah (problem solving). pembebasan tanah dan tindak
lanjutnya, sosialisasi mengenai
relokasi penduduk, sosialisasi
Simpulan
mengenai relokasi situs, dan sosialisasi
tentang manfaat pembangunan Waduk
Dalam menyelesaikan konflik Jatigede bagi OTD pembangunan
sosial akibat pembangunan Waduk Waduk Jatigede. Dengan demikian
Jatigede, SAMSAT melakukan pen­

318 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

kita dapat melihat bahwa SAMSAT pada penghimpunan aspirasi saja dan
menyelesaikan konflik sosial akibat penciptaan kerjasama yang dilakukan
pembangunan Waduk strategi dapat bertahan lama dan berjalan
pemecahan masalah. dengan baik.

Selain ketiga upaya yang telah Selanjutnya, dalam penciptaan


dilakukan oleh SAMSAT, dalam keseimbangan kekuatan, SAMSAT
penyelesaian konflik sosial akibat harus segera menjalin kerjasama
pembangunan Waduk Jatigede juga dengan FKD untuk lebih meminimalisir
kurang ada koordinasi yang baik antara adanya campur tangan dari LSM-LSM
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang tidak bertanggung-jawab yang
Kabupaten Sumedang. Pemerintah dapat menyebabkan konflik semakin
Kabu­paten Sumedang sebagai Kabu­ memanas dan berujung anarkis.
paten yang wilayahnya digunakan
Kemudian dalam penciptaan
sebagai tempat dibangunnya Waduk
Perceived Common Ground pun
Jatigede belum dapat secara terbuka
SAMSAT harus melakukan sosialisasi-
untuk benar-benar menerima adanya
sosialisasi terkait pembangunan
pembangunan Waduk Jatigede sebagai
Waduk Jatigede langsung kepada OTD
pembangunan yang menguntungkan
pembangunan Waduk Jatigede bukan
bagi Kabupaten Sumedang. Selain itu
hanya kepada wakil-wakilnya saja.
masih ada keraguan dan kurangnya
Sebab, sampai dengan saat ini—ter­
inisiatif dari pihak-pihak yang terlibat
utama menjelang rencana pengge­
dalam penyelesaian konflik sosial
nangan Waduk Jatigede secara resmi
pembangunan Waduk Jatigede dalam
oleh Presiden pada tanggal 31 Agustus
mencari solusi bagi permasalahan
ini—banyak sekali isu-isu yang tidak
sosial yang terjadi. Hal inilah yang
jelas yang beredar di masyarakat
juga menghambat segera terselesaikan­
akibat informasi yang diterima oleh
nya konflik pembangunan Waduk
masyarakat tidak langsung diperoleh
Jatigede.
dari pihak SAMSAT.

Selanjutnya, harus ada sikap yang


Rekomendasi
terbuka dari Pemerintah Kabupaten
Sumedang dalam menerima pem­
Dalam menyelesaikan konflik bangunan Waduk Jatigede sebagai
sosial akibat pembangunan Waduk pembangunan yang akan meng­
Jatigede, SAMSAT harus segera untungkan bagi Kabupaten Sumedang.
menindaklanjuti hasil-hasil musya­ Keterbukaan untuk menerima
warah dan rapat yang dilakukan pembangunan Waduk Jatigede ini
dengan OTD pembangunan Waduk harus dimulai dengan adanya kesa­
Jatigede agar musyawarah dan rapat daran dari Pemerintah dan Masyarakat
yang dilakukan tidak hanya terbatas Kabupaten Sumedang bahwa Pem­

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 319


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

bangunan Waduk Jatigede ini bukanlah peraturan terkait penyelesaian masalah


sesuatu yang merugikan bagi sosial yang terjadi. Sebab, apabila
Kabupaten Sumedang. Justru setelah dicermati dalam peraturan-peraturan
Waduk Jatigede diairi, Pemerintah dan terbaru mengenai tata cara pengadaan
Masyarakat Kabupaten Sumedang tanah untuk kepentingan umum, itu
harus cerdik dalam mengelola dan sudah diatur secara lebih rinci
memanfaatkan Waduk Jatigede ini mengenai cara pelaksanaan pem­
sebagai objek wisata yang dapat bangunan untuk kepentingan umum.
memberikan keuntungan bagi Apalagi saat ini sudah ada undang-
Kabupaten Sumedang. Adanya Waduk undang tersendiri yang khusus
Jatigede sebagai objek wisata, nantinya mengatur mengenai masalah ini, yaitu
akan pula berimbas pada bertambahnya Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentang Pengadaan Tanah untuk
Kabupaten Sumedang serta mening­ Kepentingan Umum. Terakhir peneliti
katnya sumber penghidupan dan juga merekomendasikan agar Peme­
perekonomian masyarakat di sekitar rintah segera mengeluarkan Perpres
Waduk Jatigede; dengan catatan bahwa mengenai penanganan masalah sosial
pengelolaan Waduk Jatigede sebagai Waduk Jatigede sebab saat ini masih
objek wisata harus melibatkan ada masalah yang belum dapat
masyarakat Kabupaten Sumedang diselesaikan oleh SAMSAT—yaitu
terutama masyarakat yang terkena terutama hal-hal yang berkaitan
dampak (OTD) pembangunan Waduk dengan penyelesaian masalah ganti
Jatigede. Sehingga dengan fokus rugi ulang terhadap tanah-tanah
melihat pada keuntungan yang dapat masyarakat yang sebenarnya sudah
diperoleh dari adanya pembangunan dibebaskan, tetapi pemiliknya saat ini
Waduk Jatigede ini, maka Pemerintah merasa belum mendapatkan uang
Kabupaten Sumedang alih-alih merasa pembebasan tanah. Serta masalah
dirugikan tetapi justru harus dapat penyesuaian harga atas tanah
menjadikan Waduk Jatigede ini masyarakat yang telah dibebaskan,
sebagai Aset Daerah yang sangat sebab masih ada masyarakat yang
berharga. Di sinilah fungsi dari merasa bahwa harga yang dulu mereka
dilakukannya koordinasi antara terima untuk pembebasan tanah jauh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah di bawah harga pasaran tanah pada
Kabupaten Sumedang. masa itu. Selain itu juga adanya
masalah tuntutan dari masyarakat
Peneliti juga menyarankan agar
Kategori -II yang sebenarnya tidak
pihak-pihak yang terlibat dalam
memiliki hak atas relokasi tetapi
penyelesaian konflik sosial pem­
menuntut untuk diberikan hak yang
bangunan Waduk Jatigede ini tidak
sama dengan masyarakat yang
perlu merasa ragu atau takut untuk
memiliki hak atas relokasi—karena
menggali lebih dalam lagi peraturan-
terhambat oleh tidak adanya peraturan.

320 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Daftar Pustaka Peraturan Perundangan

Buku UU No. 2 Tahun 2012 tentang


Pengadaan Tanah untuk
Pruit, Dean G dan Jeffry Z. Rubin. 2004 Kepentingan Umum.
Teori Konflik Sosial. Yogyakarta:
UU No. 7 Tahun 2012 tentang
Pustaka Pelajar.
Penanganan Konflik Sosial.
Rozi, Syafuan dkk. 2006. Kekerasan
Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012
Komunal: Anatomi dan Resolusi
tentang Pelaksanaan Pengadaan
Konflik di Indonesia. Yogyakarta:
Tanah untuk Kepantingan Umum.
Pustaka Pelajar.
Peraturan Presiden Republik
Spiro, Herbert J. 1969. Responsibility
Indonesia No. 36 Tahun 2005
In Government: Theory and
tentang Pengadaan Tanah bagi
Practice. Van Nostrand Reinhold
Pelaksanaan Pembangunan untuk
Company.
Kepentingan Umum.
Veeger, K.J. 1985. Realitas Sosial:
Keputusan Presiden Republik
Refleksi Filsafat Sosial atas
Indonesia No. 55 Tahun 1993
Hubungan Individu-Masyarakat
tentang Pengadaan Tanah bagi
dalam Cakrawala Sejarah
Pelaksanaan Pembangunan untuk
Sosiologi. Jakarta: PT. Gramedia.
Kepentingan Umum.
Wirawan. 2010. Konflik dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Manajemen Konflik: Teori,
No. 15 Tahun 1975 tentang
Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta:
Ketentuan-ketentuan mengenai
Salemba Humanika.
Tata Cara Pembebasan Tanah.
Keputusan Gubernur Jawa Barat
Dokumen Nomor: 611.1/Kep.1086-
Admerk/2012 tentang Perubahan
Dharmawan, Arya Hadi. 2006. Jurnal
atas Keputusan Gubernur Jawa
Seminar PERAGI Pontianak
Barat Nomor 611.1/KEP.269.
“Konflik-Sosial dan Resolusi
ADMERK/2012 tentang Satuan
Konflik: Analisis Sosio-Budaya
Administrasi Manunggal Satu
(Dengan Fokus Perhatian
Atap (SAMSAT) Penanganan
Kalimantan Barat.
Dampak Sosial dan Lingkungan
Wicaksono, Radhitya. 2011. Pembangunan Waduk Jatigede.
Tesis dengan judul “Peran
POLRI Dalam Penyelesaian
Konflik Sosial (Studi Kasus Situs Internet
Pembongkaran Makam Mbah
Priok)”. Jakarta. http://www.tempo.co/read /
news/2012/04/05/058394945/
diakses tanggal 3 Maret 2014.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 321

Anda mungkin juga menyukai