Anda di halaman 1dari 17

I.

Identitas Penderita
Nama : Alfila Dinanti Nilasari
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa FKG UNEJ
Alamat : Jl. Kalimantan X No.71 Kec.Sumbersari Kab.Jember

II. Anamnesa
Pasien mengeluhkan gigi belakang bawah kirinya yang tumbuh
sebagian terasa tidak nyaman sejak ± 1 tahun yang lalu. Awal tumbuh terasa
sakit dan pasien tidak pernah mengobati keluhan tersebut karena biasanya
sembuh sendiri. Pasien juga mengeluhkan tidak nyaman saat makan
karenasisa makanan terselip ke dalam gusi yang terbuka. Kondisi saat ini
tidak sakit.

III. Kajian Rontgenologis


Gambar :

Klasifikasi :
a. Relasi gigi terhadap ramus mandibula ke permukaan distal M2 bawah
Kelas II : ruang antara bagian anterior ramus dan permukaan distal M2
bawah kurang dari diameter mesiodistal mahkota gigi M3.
b. Kedalaman relatif di dalam tulang rahang
Level A : bagian tertinggi dari M3 setinggi atau di atas dataran oklusal
c. Posisi sumbu panjang gigi impaksi terhadap sumbu panjang gigi M2
adalah posisi vertikal.
d. Jumlah / bentuk akar gigi impaksi adalah 2 akar dengan bentuk akar
konvergen dan terbentuk sempurna.
e. Tingkat Kesulitan
Nilai
Posisi terhadap sumbu gigi: vertikal 3
Kedalaman ruang: Level A 1
Relasi ramus terhadap distal M2: Kelas II 2
Tingkat kesulitan 6 (sedang)

IV. Diagnosa
Perikoronitis kronis pada gigi 38 oleh karena impaksi sebagian dengan
angulasi vertikal, kedalaman level A dan relasi ramus terhadap distal molar
dua Klas II.

V. Metode Pengambilan Gigi Impaksi


Metode yang digunakan untuk pengambilan gigi impaksi ada tiga cara,
yang pertama adalah odontektomi yaitu pengambilan gigi impaksi yang
didahului dengan pengambilan jaringan penghambat (jaringan lunak: gingiva,
jaringan keras: tulang alveolar) di sekitar gigi tersebut secukupnya, kemudian
dikeluarkan secara utuh. Apabila odontektomi tidak berhasil bisa dilakukan
dengan metode odontotomi, yaitu pengambilan gigi impaksi dengan
pemotongan atau pemecahan gigi terlebih dahulu kemudian dikeluarkan satu
persatu. Metode ketiga yaitu kombinasi antara penghilangan jaringan yang
menghambat kemudian dilanjutkan pemotongan gigi yang impaksi.

VI. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan:
1. Alat dasar : kaca mulut, sonde, pinset kedokteran gigi dan ekskavator
2. Alat untuk anastesi : disposible syringe 2,5 ml
3. Alat untuk membuka flap : handle dan scalpel, pinset anatomis,
rasparatorium
4. Alat untuk membuang jaringan penghambat : high speed, long shank
bur, bur tulang, chisel dan hammer
5. Alat pengungkit : bein bengkok, bein lurus (besar dan kecil) dan cryer
6. Alat pencabutan : tang mahkota gigi molar rahang bawah, tang sisa
akar rahang bawah dan tang trismus
7. Alat penjahitan : needle holder, needle cutting edge, gunting dan pinset
chirurgis
8. Alat lain : neirbecken, cheek retractor, knable tang, water syringe,
tempat alkohol, kain penutup wajah, lap dada, bone file, kuret, duck
clamp, petridish, suction, cotton roll, deppen glass dan arteri clamp.

Bahan yang digunakan :


Betadine antiseptik, pehacain, vaselin, alkohol 70%, larutan PZ,
aquadest steril, adrenalin, benang non absorbsable, cotton pellet dan
tampon.

VII.Tahap pelaksanaan
A. Persiapan penderita meliputi :.
1. Persiapan fisik (istirahat dan makan yang cukup), persiapan psikis
(cemas) dan mental, memotivasi pasien.
2. Informed consent, persetujuan pasien terhadap tindakan operasi setelah
diberi penjelasan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi setelah
operasi, yaitu:
a. Terjadinya trismus sementara (agak sulit membuka mulut)
b. Terjadinya bengkak ekstra oral sementara
c. Terjadinya parastesi
d. Terjadinya fraktur mandibula
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital pre-operasi meliputi: pemeriksaan
tekanan darah, nadi, respirasi dan trismus pre-operasi.
B. Persiapan alat dan bahan operasi
C. Persiapan operator dan asisten operasi
1. Operator:
 Memahami teknik pelaksanaan odontektomi.
 Menjalankan operasi sesuai prosedur tetap.
 Mempersiapkan fisik dan mental.
2. Ass. Op 1:
 Mempersiapkan informed consent.
 Mempersiapkan kondisi fisik pasien: memeriksa vital sign dan lebar
buka mulut pasien.
 Mengantarkan pasien ke ruang operasi.
 Membantu operator saat operasi berlangsung.
 Memegang suction dan cheek retractor.
 Memeriksa vital sign dan lebar buka mulut pasien.
3. Ass. Op 2:
 Mempersiapkan alat-alat operasi.
 Membantu mengambilkan alat pada saat operasi berlangsung.
 Membereskan dan mencuci alat operasi.
4. Ass. Op 3:
 Membantu operator, ass. Op 1, dan ass. Op 2 apabila diperlukan.
 Mendudukkan pasien ke ruang operasi dan membuat pasien relaks.
 Menghidupkan lampu dan memasang foto rontgen.
 Melaporkan semua tahapan dan kegiatan operasi kepada instruktur.
 Mencatat tindakan apa saja yang dilakukan saat operasi dan waktu
tahapan-tahapan operasi.
 Membantu fiksasi pasien.
 Membawa pasien keluar ruang operasi sampai ke dental chair.
 Menuliskan resep.
D. Asepsis daerah kerja dengan betadine antiseptik
E. Anastesi lokal dengan pehacain :
1) Blok N. Alveolaris inferior 1 cc
2) Blok N. Lingualis 0,5 cc
3) Infiltrasi N. Buccalis longus 0,5 cc
F. Mengulasi bibir dan sudut mulut pasien dengan vaselin (agar bibir
tidak kering dan terluka) kemudian menutup wajah penderita dengan kain
penutup steril dan dijepit dengan duck clamp.
G. Pembuatan mukoperiosteal flap
a) Tipe : Mucoperiosteal full thickness
b) Bentuk : Trapezoid
c) Syarat insisi :
- Harus di jaringan sehat.
- Harus berlandaskan tulang supaya gerakan insisi terkontrol dan
saat penjahitan flap tidak mudah putus.
- Gerakan satu arah hingga menggores tulang
- Basis flap harus lebar untuk suplai vaskularisasi
- Aksesibilitas (lapang pandang yang lebar)
d) Cara :
Insisi dimulai dari arah vertikal sebelah bukal dari linea oblique
externa ramus ascendens, yaitu sepanjang 1-2 cm sebelah distal gigi
impaksi, kemudian menyusuri oklusal gigi impaksi dan berhenti pada
distal gigi molar kedua. Kemudian menyusuri tepi gingiva sebelah
bukal mengelilingi gigi impaksi dan berhenti pada sepertiga
mesiodistal gigi molar kedua membentuk diagonal distomesial dan
insisi berakhir pada batas mukosa bergerak dan tidak bergerak,
kemudian dipisahkan dengan rasparatorium hingga tulang alveolar
tampak.

Gambar :
H. Menghilangkan jaringan penghambat dilakukan dengan memotong
tulang alveolar menggunakan bur tulang pada sisi bukal molar ketiga
impaksi hingga mencapai servikal gigi M3. Tujuan untuk menghilangkan
jaringan penghambat jalan keluarnya gigi hingga mudah diungkit.
Gambar :

I. Apabila jaringan penghambat bagian bukal sudah dihilangkan,


kemudian dilakukan pemotongan mahkota gigi bagian distal mahkota
gigi M3 secara melintang dimana makin ke servikal bagian yang
dipotong makin kecil. Bagian mahkota distal yang terpotong diungkit
dengan menggunakan bein dan dikeluarkan lebih dahulu. Kemudian sisa
potongan gigi dikeluarkan dengan diungkit menggunakan bein.
Gambar :
J. Menghaluskan tulang-tulang yang tajam dengan bone file.
K. Debridement, yaitu :
- Dilakukan curretage pada soket dengan menggunakan alat
kuret untuk mengangkat serpihan tulang.
- Irigasi dengan aquadest steril dan larutan PZ untuk
menghilangkan serbuk gigi dan tulang sisa pengeburan
L. Kontrol perdarahan
Saat operasi :
- Perdarahan normal, druk dengan tampon.
- Perdarahan abnormal, druk dengan tampon adrenalin.
Post operasi :
- Perdarahan normal, langsung dilakukan penjahitan.
- Perdarahan tidak normal, druk dengan tampon dan adrenalin,
pemberian vitamin K, bila terjadi perdarahan cukup besar, dilakukan
cauterisasi pembuluh darah ikat.
M. Menutup luka operasi :
Melakukan penjahitan 3 simpul yaitu:
- 2 simpul di daerah oklusal gigi impaksi
- 1 simpul di daerah bukal
Gambar :

VIII. Instruksi Pasca Odontektomi


a. Penderita dianjurkan menggigit tampon selama 30-60 menit.
b. Penderita diberitahu kadang-kadang setelah tampon dilepas darah
masih merembes, maka sebaiknya dikompres.
c. Daerah luka tidak boleh dimainkan dengan lidah dan dihisap-hisap.
d. Tidak boleh kumur keras-keras setelah operasi.
e. Selama 24 jam setelah operasi tidak boleh makan dan minum yang
panas.
f. Jika ada pembengkakan setelah 24 jam disarankan kumur-kumur air
garam hangat.
g. Disarankan untuk banyak istirahat.
h. Disarankan untuk meningkatkan kebersihan mulut.
i. Disarankan untuk minum obat secara teratur sesuai resep yang
diberikan.

IX. Pemberian Resep

R/ Amoxicillin tab. 500 mg No XV


∫ 3 dd 1

R/ Asam Mefenamat tab. 500 mg No. XII


∫ 3 dd 1

X. Kontrol
a. 24 jam post odontektomi.
Tujuannya adalah untuk kontrol perdarahan, keradangan, kebersihan
daerah operasi dan kontrol jahitan.
b. 4 hari post odontektomi.
Tujuannya adalah untuk mengetahui proses radang reda atau belum,
kontrol kebersihan daerah operasi.
c. 7 hari post odontektomi.
Tujuannya adalah untuk mengetahui penyembuhan tulang dan membuka
jahitan.

XI. Komplikasi Pencabutan Gigi


1. Perdarahan
Perdarahan mungkin merupakan komplikasi yang paling ditakutkan
oleh dokter dan pasien karena dapat mengancam kehidupan. Bila perdarahan
terjadi pada saat dilakukan pembedahan maka harus dilakukan pemeriksaan
dengan teliti mengenai sumber perdarahan. Suction dan penerangan yang
yang baik merupakan syarat utama. Bila lokasi perdarahan sudah ditemukan,
lakukan anestesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan. Bagian darah
dibersihkan dan daerah tersebut dikeringkan.
Penanganan apabila terjadi perdarahan arteri adalah dengan
penekanan. Penekanan diperoleh dari penekanan langsung dengan jari atau
kasa. Sering hanya dengan melakukan penekanan sudah bisa berhasil
mengatasi perdarahan. Jika kerluarnya darah sangan deras misalnya
terpotongnya arteri maka di klem dengan hemostat. Klem atau pengikatan
digunakan untuk mengontrol perdarahan dari pembuluh darah. Bahan-bahan
hemostatik yaitu gelfoam yang menyerap darah dengan aksi kapiler dan
menimbulkan bekuan darah, surgicel yang secara fisik mempercepat
pembentukan bekuan darah, hemostat kolagen mikrofibrilar yang memicu
agregasi platelet, trombinar dan trombostat yang membekukan fibrinogen
dengan segera. Apabila tersedia dapat digunakan elektrokoagulasi dari
pembuluh yang di klem sehingga tidak perlu diikat. Alternatif lain yang bisa
digunakan hanya pada pembedahan adalah menggunakan klip hemostatik
pada pembuluh darah. Apabila pembuluh darah sulit atau tidak mungin diikat
karena tidak diperoleh jalan masuk, pemakaian klip vaskuler dengan
menggunakan tang khusus merupakan indikasi.
Sesudah mengontrol perdarahan, maka dapat diputuskan untuk
meneruskan atau menghentikan prosedur. Faktor yang mempengaruhi
keputusan ini adalah kondisi fisik dan mental dari pasien (tanda-tanda vital),
perkiraan jumlah darah yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan untuk
mengontrol perdarahan.

2. Fraktur
Fraktur bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis,
restorasi, prosesus alveolaris dan mandibula. Semua fraktur yang dapat
dihindari mempunyai etiologi yang sama, yaitu tekanan yang berlebihan atau
tidak terkontrol atau keduanya. Cara terbaik untuk menghindari fraktur
disamping tekanan yang terkontrol adalah dengan menggunakan bantuan
sinar-X sebelum melakukan pembedahan.
- Ujung akar dan frakmen.
Ujung akar dan frakmen adalah sisa-sisa dari struktur yang normalnya
berada di dalam prosesus alveolaris. Pendekatan yang biasa dilakukan
untuk mengeluarkan patahan ujung akar atau frakmen adalah dengan
pembedahan. Pertama-tama bisa diusahakan terlebih dahulu secara
konservatif melalui alveolus bisa dilakukan dengan menggunakan file
saluran akar, elevator lurus yang kecil (Cryer #30 dan #31) atau alat yang
lain (misalnya root pick). Tetapi menghabiskan terlalu banyak waktu dan
usaha untuk mengeluarkan patahan akar atau frakmen dengan cara
konservatif, sering meningkatkan morbiditas dibandingkan apabila
melakukan pembedahan dari awal.
Pembedahan dengan pembuatan flap, tulang diambil secara konservatif
untuk mendapatkan jalan masuk untuk menggunakan titik kaitan dan
elevator. Tulang bisa dipotong dengan elevator kecil, elevator periosteal
atau instrument plastik. Elevator gigi yang lurus dan kecil atau elevator
periosteal yang kecil digunakan untuk memisahkan akar dari alveolus.
Seperti prosedur flap, operasi diikuti dengan irigasi saline steril dan
pemeriksaan bagian yang dioperasi sebelum melakukan penghalusan
tulang dan penjahitan.

- Prosesus Alveolaris
Fraktur prosesus alveolaris minor adalah terikutnya bagian tulang
bukal/fasial maksila bersama akar pada waktu dilakukan pencabutan
dengan tang. Hal tersebut disebabkan karena tekanan yang besar pada
prosesus alveolaris yang getas dan tipis. Cara penanganannya dengan
menggunakan rongeur untuk mengambil tulang-tulang yang tajam
didekatnya dan menggunakan kikir tulang untuk menghaluskan tepi-tepi
tulang. Periosteum di atasnya perlu dijahit bila sangat terpisah dengan
tulangnya.
Fraktur prosesus alveolaris mayor dapat diketahui melalui radiografi.
Apabila sinus hiperareasi dan prosesus alveolaris ekstrusi, jembatan tulang
yang tertinggal antara lantai sinus dengan puncak lingir kebanyakan setipis
kertas. Kondisi seperti ini memerlukan pembedahan tanpa lebih dahulu
mencabut menggunakan tang. Pada kasus alveolaris molar atas fraktur
total, kadang-kadang melibatkan seluruh tuberositas. Dasar pemikiran dari
penanganan fraktur prosesus alveolaris yang luas adalah pengertian bahwa
tulang yang terpisah dari periosteum atau suplai darahnya mudah menjadi
nekrosis. Karena itu, suatu pendekatan konservatif yang dapat melindungi
periosteum kalau memungkinkan dipilih. Prosedur pencabutan ditunda dan
gigi-gigi yang terlibat di splinting dan kalau bisa dibebaskan dari oklusi.
Karena sinus maxilaris cedera sampai batas waktu tertentu, maka perlu
diberikan antibiotik spektrum luas dan dekongestan sistemik. Jika prosesus
alveolaris atau tuberositas terangkat pada waktu pencabutan, maka gigi
dikeluarkan dengan pembedahan dan tulang dikembalikan pada daerah
yang fraktur sebagai graft bebas. Jika ini dilakukan, maka penjahitan
mukoperiosteum harus dilakukan, karena sebagian besar dasar sinus
maxillaries harus diganti.
- Mandibula
Fraktur pada mandibula paling sering terjadi pada pencabutan molar
ketiga. Fraktur mandibula karena pencabutan gigi bisa menimbukan
masalah yaitu karena pergeseran frakmen biasanya minimal dan hanya
sedikit gangguan oklusi. Untuk menentukan adanya fraktur diperlukan
gambar sinar-X ekstra oral (panoramik atau oblik lateral). Apabila
terdiagnosa adanya fraktur, pasien sebaiknya segera diberitahu dan dirujuk.
Perawatan biasanya terdiri atas imobilisasi mandibula dengan
menggunakan fiksasi maksilomandibular selama kurang lebih 5-6 minggu.

3. Cedera Jaringan Lunak


- Lecet dan luka bakar
Cedera pada jaringan lunak yang paling umum adalah lecet (luka
sobek) dan luka bakar/abrasi. Lecet sering diakibatkan oleh retraksi
yang berlebihan dari flap yang kurang besar. Sobeknya mukosa sering
terjadi pada tempat yang tidak diharapkan yaitu pada tepi tulang atau
pada tempat penyambungan tepi-tepi flap. Komplikasi ini bisa
dihindari dengan membuat flap yang lebih besar dan menggunakan
retraksi yang ringan saja.
Luka bakar/abrasi sering merupakan akibat dari tertekannya bibir yang
dalam keadaan teranestesi oleh pegangan henpis lurus. Lesi ini bisa
sangat tidak nyaman dan lama sembuhnya. Luka pada bibir bisa
dihindari dengan melakukan kerja sama yang baik dengan asisten
pada waktu operasi. Luka bakar labial bisa diatasi dengan aplikasi
salep antibiotik atau steroid.
- Emfisema subkutan
Emfisema subkutan lebih sering terjadi pada regio maksila dan
disebabkan oleh adanya udara yang masuk. Di bawah tekanan, udara
dikeluarkan dari henpis yang terletak didekat bur. Emfisema subkutan
bisa didiagnosis dengan adanya pembengkakan yang mendadak,
perabaan berbenjol-benjol dari kulit setempat, penampakan secara
radiografis yang menunjukkan adanya udara pada jaringan lunak.
Emfisema subkutan yang luas memerlukan tindakan darurat.
Perawatan rumah sakit untuk observasi jalan keluarnya udara dan
terapi antibiotik intravenous merupakan indikasi.
4. Rasa Sakit
Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara
pemberian obat/kerja sama pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi,
terutama sesudah pembedahan dapat sangat mengganggu. Orang dewasa
sebaiknya mulai meminum obat pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi
sebelum timbulnya rasa sakit. Rasa sakit setelah pembedahan umumnya
terjadi 6 sampai 12 jam. Manajemen post surgical pain meliputi kombinasi
analgesik (metamizol), parasetamol dan NSAID.
5. Edema
Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan
pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap
cedera. Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin),
fisik (penekanan) dan obat-obatan. Aplikasi dingin selama 24 jam pertama
sesudah pembedahan. Penekanan dilakukan dengan sebungkus es pada region
fasial maupun servikal. Obat yang sering digunakan adalah jenis steroid yang
diberikan secara parenteral, oral atau topikal.

6. Alveolitis
Komplikasi yang paling sering dan paling sakit sesudah pencabutan gigi
adalah dry socket atau alveolitis (osteitis alveolar). Biasanya dimulai pada
hari ke 3-5 sesudah operasi. Keluhan utamanya adalah rasa sakit yang sangat
hebat. Pada pemeriksaan terlihat alveolus yang terbuka, terselimuti kotoran
dan dikelilingi berbagai tingkatan peradangan dari gingival. Penyebab
alveolitis adalah hilangnya bekuan darah akibat lisis, mengelupas atau
keduanya.
Penatalaksanaannya bagian yang mengalami alveolitis diirigasi dengan
larutas saline yang hangat dan diperiksa. Palpasi yang hati-hati dengan
menggunakan aplikator kapas membantu dalam menentukan sensitivitas.
Apabila pasien tidak tahan terhadap hal tersebut, maka dilakukan anastesi
topical sebelum dilakukan tindakan tersebut.
7. Sinkop
Sinkop merupakan suatu keadaan menurunnya kesadaran akibat
ketidakseimbangan dalam sirkulasi/distribusi darah ke perifer. Adanya
kekurangan darah di dalam otak dalam waktu tertentu disebabkan oleh
peningkatan aliran darah ke dalam pembuluh darah yang lebih besar sehingga
otak akan berefek lebih dahulu akibat kekurangan volume darah dalam
sirkulasi. Gejala-gejala sinkop adalah weakness, dizziness, pucat, rasa dingin,
nadi lemah (mula-mula cepat kemudian lambat) dan akhirnya pasien mulai
kehilangan kesadaran secara penuh. Sedangkan faktor kontributor terjadinya
sinkop adalah rasa nyeri, rasa takut, mual, dehidrasi, dental office smell,
melihat instrumen/darah, keadaan pasien tegang, keadaan hamil atau
menjelang menstruasi.
Menghadapi pasien dengan sinkop, maka tindakan yang harus diambil
adalah:
a. Posisikan pasien dengan posisi trendelenburg atau baringkan pasien di
lantai dengan posisi kaki lebih tinggi daripada kepala.
b. Beri oksigen pada pasien.
c. Periksa tanda-tanda vital pada pasien.
d. Setelah pasien sadar, pasien di anjurkan untuk minum minuman yang
hangat.
8. Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik adalah suatu reaksi yang berasal dari efek vasodilator
dari histamin yang mengurangi volume heart stroke dan tekanan darah akibat
aliran balik vena ke jantung berkurang yang dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa menit. Syok anafilaktik disebabkan oleh reintroduction
protein asing ke dalam tubuh pasien yang tersensitisasi melalui kontak
sebelumnya. Obat-obat yang sering menyebabkan reaksi ini terutama
penisilin atau derivat PABA, sefalosporin, sulfonamid, vankomisin, NSAID,
bahan kontras radiologi, immunoglobulin, vaksin, procaine, tetracaine,
bahkan berbagai makanan dan gigitan serangga.
Gejala yang ditimbulkan akibat pelepasan sejumlah besar histamine like
substance akan menyebabkan keluhan-keluhan pasien berupa dispnea,
dizziness, headache, urtikaria, rasa metal, dan rasa panas dalam mulut/lidah,
nadi lemah. Bila terlihat gejala-gejala awal terjadi syok anafilaktik maka
harus bertindak segera. Adapun langkah-langkah penanganan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Segera hentikan pemberian anestesi (obat-obatan lain).
b) Baringkan pasien di lantai dengan kepala miring pada salah satu sisi
(untuk menghindari muntah).
c) Angkat kepala dan leher pasien, kemudian ekstensikan dagu/kepala dan
jaga aliran udara agar bebas dari obstruksi baik anatomis maupun
mekanis.
d) Beri oksigen.
e) Jika arteri karotis tidak teraba maka segera lakukan resusitasi jantung
paru.
f) Segera cari bantuan/telepon ambulans dan dokter spesialis THT (jika
diperlukan suatu intubasi/tracheostomy).
g) Berikan obat-obat sesuai urutan :
- Adrenalin 1:1000 sebanyak 0,5 ml secara
subkutan (ulangi setiap 10 menit) sampai gejala menghilang
dengan adrenalin sebanyak 0,5 mg. Tujuannya untuk
menghilangkan bronkospasme dan menstabilkan tekanan darah.
- Chlor-Trimeton (vial 10 mg), histamin, benadryl
(50mg IV/IM) yang tujuannya untuk mengeblok respetor histamin.
- Solu-cortef (hydrocortisone) 1 vial 100 mgx2
atau lebih secara intra vena atau 50 mg methylprenidson dan
suntikkan secara perlahan.
- Aminophylline 1 atau 2 vial 10 ml secara intra
vena (jika bronkial spasme masih ada).
- Bawa pasien sesegera mungkin ke rumah sakit.

9. Trismus
Pasien yang mengalami trismus diberikan terapi steroid. Pasien dengan
edema yang diberikan terapi steroid juga cenderung lebih sedikit mengalami
trismus. Obat yang diberikan adalah dexamethasone.

No Tindakan Waktu
Mulai Selesai
1 Anastesi lokal
2 Membuat flap
3 Menghilangkan jaringan penghambat
4 Mengeluarkan/ mengungkit gigi
5 Menghaluskan tulang yang tajam,
debridement dan irigasi
6 Suturing/ penjahitan
RENCANA PENGAMBILAN GIGI IMPAKSI GIGI MOLAR TIGA
BAWAH KIRI DENGAN ANGULASI VERTIKAL, LEVEL A, KLAS II

Operator :
Zulfah Al-Fa’izah
141611101017
Instruktur :
drg. Zainul Cholid, Sp. BM

LABORATORIUM BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2019

Anda mungkin juga menyukai