BAB I
PENDAHULUAN
1998 ketika itu merupakan masa yang paling sulit yang pernah dialami oleh
pertumbuhan ekonomi yang semakin lambat. Peran Bank Indonesia sebagai bank
Ekonomi suatu negara merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh bagi
dapat mengukur dan menilai bagaimana perekonomian negaranya dan kita juga bisa
melihat apakah suatu negara tersebut negara berkembang atau negara maju. Apabila
Setiap negara akan selalu berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
optimal untuk membawa bangsanya kepada kehidupan yang lebih baik. Pemerintah
(Ardra, 2018). Suatu negara dikatakan baik jika ekonominya bertumbuh, salah
satunya dari segi pendapatan nasional riil-nya maupun dari segi pendapatan riil per
kapita yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Perekonomian yang baik juga
dapat dilihat dari tingkat pengangguran yang terus menurun, artinya semakin
banyak lapangan kerja yang tersedia bagi masyarakatnya. Jika hal tersebut terjadi,
tercukupinya segala kebutuhan baik dari kebutuhan sekunder, primer, dan tersier.
Fenomena yang terjadi saat ini mengalami krisis moneter yang melanda negara-
moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi dan politik ini, telah
nasional (Atmadja, 2004). Karena gagal mengatasi krisis moneter dalam jangka
tingkat harga terjadi secara umum dan semakin berlarut-larut. Akibatnya, angka
inflasi nasional melonjak cukup tajam. Inflasi dapat diartikan sebagai penurunan
nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.
Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang sering dialami suatu
negara, khususnya Indonesia. Inflasi adalah penyakit ekonomi yang tidak bisa
tinggi (Grebrory, 2001 ) dalam Dayanti (2018). Inflasi merupakan salah satu
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut sebagai inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
3
kenaikan harga) pada barang lainnya. Jika inflasi meningkat, maka harga barang
dan jasa di dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa juga
menyebabkan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga
diartikan sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara
umum.
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation),
dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-
faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar,
negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi (Yanti,
2016). Inflasi yang dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditi impor (imported
terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing
penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika.
makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output
potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada
kepastian perekonomian. Inflasi ini bisa terjadi karena permintaan atau daya tarik
masyarakat yang kuat terhadap suatu barang dan atau karena munculnya keinginan
berlebihan dari suatu kelompok masyarakat yang ingin memanfaatkan lebih banyak
barang dan jasa yang tersedia di pasaran. Karena keinginan yang terlalu berlebihan
4
dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspetasi angka inflasi dalam keputusan
adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di
tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar
keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan Upah Minimum
mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa
pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-
demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula
meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan
mempermainkan harga pasar, sehingga harga akan terus meningkat. Bila harga
barang secara umum naik secara terus-menerus, maka masyarakat akan panik,
sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi ada masyarakat
uang tidak bisa membeli barang, akibatnya negara rentan terhadap segala macam
menumpuk barang sehingga banyak bank di rush, akibatnya bank kekurangan dana
dan berpotensial tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
mengalami kebangkrutan karena produknya yang relatif mahal sehingga tidak ada
yang akan mampu membeli. Pendistribusian barang juga akan relatif tidak adil
banyak uang. Hasilnya, jurang kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata
dan mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada
barang-barang mewah (high end) yang mana barangnya lebih laku pada saat
karena terjadi tambahan investasi hal ini terjadi karena perusahaan memproduksi
dan mengedarkan barang lebih banyak. Masyarakat juga akan semakin selektif
meningkat karena masyarakat akan lebih menghargai uang yang dimiliki untuk
memenuhi kebutuhannya.
dengan menaikkan dengan menaikkan tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga
naik, maka opportunity cost untuk memegang uang tinggi, akibatnya masyarakat
Fluktuasi nilai tingkat inflasi selalu menarik untuk diikuti. Tingkat inflasi dan
perubahan nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian
suatu Negara, salah satunya dipengaruhi oleh operasi moneter sebagai pelaksanaan
kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, selaku Bank Sentral Indonesia. Bank
mengatur kondisi tingkat inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah harus berada pada
level aman agar dapat menjaga stabilitas perekonominan dalam Negeri tetap dalam
kondisi stabil.
Krisis disebabkan oleh kebijakan yang dibuat oleh bank sentral, yaitu justru
waktu yang cukup panjang. (Taylor, 2009). Berdasarkan peran dan fungsi dari Bank
Indonesia, kinerja Bank Indonesia sangat dituntut untuk dapat menjaga kestabilan
nilai tukar Rupiah dan tingkat inflasi. Perbaikan masalah inflasi di Indonesia, tidak
juga harus melakukan perbaikan pada sektor riil, yaitu dengan sasaran utama nya
uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan untuk menjaga sasaran laju inflasi
terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto,
disebabkan oleh bergejolaknya harga-harga pada hampir semua sektor industri dan
kenaikan harga BBM. Meskipun demikian, jumlah peminat kredit UMKM tidaklah
Target Inflasi”.
menerapkan pengetahuan tersebut baik dalam bangku kuliah maupun untuk studi
secara mandiri.
3. Dan bagi pihak-pihak yang berminat dalam kasus ini diharapkan dapat
lebih lanjut.
Penelitian ini mengambil skop pada program studi akuntansi dengan unit
analisis strategi Bank Indonesia dalam mengendalikan dan mencapai target inflasi.
.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
disebabkan oleh turunnya nilai mata uang pada suatu periode tertentu. (Noripin,
umum dan menyeluruh secara terus-menerus. Secara umum inflasi dapat diartikan
sepanjang masa (Sritua dalam Dayanthi, 2018). Angka inflasi adalah suatu
indikator untuk stabilitas ekonomi selalu menjadi pusat perhatian tersendiri bagi
para pelaku ekonomi. Jika tingkat inflasi yang tinggi sudah pasti akan membawa
dampak yang merugikan bagi suatu negara. Keadaan perekonomian yang kurang
menguntungkan (buruk) telah memacu tingkat inflasi yang tinggi dan akan menjadi
Inflasi terjadi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga
beras, bahan bakar, harga mobil naik, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-
barang juga naik. Sedangkan deflasi terjadi apabila harga-harga dan biaya-biaya
secara umum turun (Paul, 1993) dalam Dayanthi (2018). Definisi singkat dari
inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai
Menurut Putong (2010) ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat
10
dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu sebagai berikut:
1. Kenaikan harga. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi
dari pada harga periode sebelumnya, tingkat harga yang terjadi pada waktu
11
tertentu turun atau naik dibandingkan dengan periode sebelumnya, tapi tetap
2. Bersifat umum. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi
jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga – harga secara umum naik.
Tetapi jika pemerintah menaikkan harga BBM, maka hampir bisa dipastikan
bahwa harga-harga komoditas lainnya akan ikut naik. Artinya, dengan naiknya
harga BBM maka tarif angkutan akan naik yang pada gilirannya akan
juga akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu
ada yang bersifat ekonomi namun bisa juga disebabkan kebijakan pemerintah
BBM (Bahan Bakar Minyak), listrik, air minum, menaikkan upah minimum
tenaga kerja swasta dan gaji pegawai negeri diperkirakan memberikan tambahan
terhadap inflasi.
12
3. Melemahkan nilai tukar rupiah sehingga harga cenderung naik dan sulit untuk
barang.
Inflasi dapat disebabkan oleh kenaikan permintaan emas dan perhiasan, serta
komoditas lain yang terkait dengan infrastruktur dan sarana prasarana transportasi,
seperti kenaikan tarif listrik, tarif angkutan kendaraan umum dan kenaikan tarif
angkutan udara. Inflasi juga dapat terjadi akibat kenaikan biaya pendidikan dan
Secara garis besar teori yang membahas tentang inflasi dapat dibagi dalam
terjadinya inflasi. Namun demikian, ketiga teori tersebut bukanlah teori inflasi
lengkap yang membahas semua aspek penting dari proses terjadinya kenaikan harga
barang. Ketiga teori tersebut adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes, dan Teori
a. Teori Kuantitas
Teori ini merupakan pandangan dari teori klasik. Menurut teori ini sebab naiknya
harga barang secara umum yang cenderung akan mengarah pada inflasi ada tiga,
yaitu sirkulasi uang atau kecepatan perpindahan uang dari satu tangan ke tangan
yang lain begitu cepat (masyarakat terlalu konsumtif), terlalu banyak uang yang
nasional. Teori kuantitas adalah teori yang membahas mengenai inflasi yang
13
menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori kuantitas ini sebagai
berikut:
1. Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan volume uang beredar, baik
2. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar
mendatang.
b. Teori Keynes
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena
(penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi
Karenanya teori ini dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka
pendek.
c. Teori Strukturalis
Teori ini menyoroti penyebab inflasi yang berasal dari kekauan struktur
bila pembangunan sektor penghasil bahan pangan dan industri barang ekspor
Pertama, Inflasi Ringan (creeping inflation) yaitu inflasi dibawah 10% pertahun.
pertahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan
relatif besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut inflasi 2 digit,
misalnya 15%, 20%, 30%, dan sebagainya. Ketiga, Inflasi Berat (high inflation),
yaitu inflasi yang besarnya antara 30 – 100% pertahun. Dalam kondisi ini harga-
harga secara umum naik dan bahkan menurut istilah ibu rumah tangga harga
berubah. Keempat, Inflasi Sangat Tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang
(diatas 100%). Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang,
karena nilainya merosot sangat tajam, sehingga lebih baik ditukarkan dengan
barang.
Penarikan Permintaan (demand pull inflation) yaitu, inflasi yang timbul karena
adanya permintaan keseluruhan yang tinggi disuatu pihak, dipihak lain kondisi
15
penawaran tetap maka harga akan naik. Dan bila hal ini berlangsung secara
Kedua, Inflasi Dorongan Biaya (cost push inflation) yaitu, inflasi yang
produksi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara
tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya). Akibat
naiknya biaya produksi maka dua hal yang bisa dilakukan oleh produsen yaitu,
atau harga produknya naik (karena tarik menarik permintaan dan penawaran)
berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karena terjadinya
defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja
negara. Untuk mengatasinya biasanya pemerintah mencetak uang baru. Selain itu
dan sebagainya.
Kedua, inflasi yang berasal dari luar negeri. Karena negara-negara yang
menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi, dapatlah
16
diketahui bahwa harga-harga barang dan juga ongkos produktif relatif mahal,
sehingga negara lain harus mengimpor barang tersebut maka harga jualnya
1. Kebijakan Fiskal
guna mengelola dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik
dan pengeluaran pemerintah. Salah satu hal yang ditonjolkan dari kebijakan
fiskal ini adalah pengendalian pengeluaran dan penerimaan pemerintah atau negara.
perekonomian bangsa. Kebijakan fiskal dibagi menjadi dua yaitu menurut segi
otomatis atau kebijakan fiskal tak disengaja yaitu pajak proporsional, pajak
ii. Kebijakan fiskal surplus, yaitu kebijakan yang mana jumlah pendapatan harus
iii. Kebijakan fiskal defisit, yaitu kebijakan yang berlawanan dengan kebijakan
iv. Kebijakan fiskal dinamis, merupakan suatu kebijakan yang mirip dengan
besarnya.
2. Kebijakan Moneter
otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Agar
ekonomi tumbuh lebih cepat, bank sentral bisa memberikan lebih banyak kredit
kepada sistem perbankan melalui operasi pasar terbuka, atau bank sentral
18
menurunkan tingkat diskonto, yang harus dibayar oleh bank jika hendak
meminjam ke bank sentral. Akan tetapi, apabila ekonomi tumbuh terlalu cepat dan
inflasi menjadi masalah yang semakin besar, maka bank sentral dapat melakukan
operasi pasar terbuka (open market operations), menarik uang dari sistem
pasar terbuka (open market operation) yaitu kebijakan yang diambil oleh bank
sentral untuk mengurangi atau menambahkan jumlah uang yang sedang beredar
dimasyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara menjual Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) atau juga bisa juga dengan membeli atau menarik surat-surat berharga
yang beredar di pasar modal. Lelang sertifikat dilakukan ketika uang yang
beredar dimasyarakat sedikit atau rendah maka dengan cara tersebut uang yang
dengan cara mengubah diskonto yang dimiliki oleh bank umum. Apabila
uang beredar telah mencapai atau melebihi kebutuhan (termasuk gejala inflasi),
maka bank sentral secara otomatis akan mengeluarkan keputusan untuk menaikkan
19
suku bunga dengan hal ini maka jumlah uang yang beredar dimasyarakat sedikit
cash ratio, dimana bank sentral memiliki wewenang untuk membuat peraturan
yakni dalam menaikkan ataupun menurunkan cadangan khas atau yang sering kita
sebut dengan cash ratio. Bank umum dalam keadaan ini akan menerima uang
dari para nasabah dalam bentuk giro, tabungan, deposito, dan jenis tabungan
lainnya. Namun dalam hal ini adalah sebuah pengecualian yakni adanya
persentase tertentu dari uang yang disetor oleh nasabah yang tidak
diberikan bank umum dengan beberapa syarat yakni karakter, kapasitas, jaminan,
kapital, dan kondisi perekonomian. Hal ini sangat efektif ketika terjadi sebuah
mendapatkan sebuah sanksi dan hukuman sesuai dengan aturan yang ada.
oleh kebijakan ini adalah dengan pengumuman, pidato dan edaran yang
ditunjukkan pada bank umum dan pelaku ekonomi lainnya. Pengumuman, pidato,
dan edaran ini berisi tentang ajakan atau larangan dengan tujuan menahan
berdasarkan pada dua tujuan yakni tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang
yang terus menerus. Dengan kata lain, ia merupakan usaha dalam jangka
lambat.
untuk menjaga inflasi 2016 agar berada dalam kisaran 4%±1%. Langkah strategis
ini juga menentukan upaya membawa inflasi dalam tren yang menurun ke
Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap berada dalam kisaran 4%±1% sesuai sasaran
program Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah
(TPID);
2016.
untuk menjaga inflasi 2017 agar tetap berada dalam kisaran 4%±1%.
Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap berada dalam kisaran 4%±1% sesuai sasaran
1. menekan laju inflasi volatile food (VF) menjadi di kisaran 4-5%, melalui:
untuk konsumsi cabai dan bawang segar, antara lain dengan mendorong
beberapa jenis subsidi langsung menjadi transfer tunai (a.l. pupuk, raskin, dan
LPG 3Kg);
Rakornas VIII TPID tahun 2017 pada bulan Juli 2017; dan
Inflasi yang rendah dan stabil berkontribusi positif pada upaya penguatan
inflasi IHK 2017 yang tercatat 3,61%, melanjutkan pencapaian sasaran inflasi
pengendalian inflasi yang kuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia. Pada 2018,
24
inflasi diperkirakan tetap terkendali dalam kisaran sasaran inflasi 3,5+1% didukung
penguatan koordinasi untuk memitigasi risiko dari global dan domestik yang dapat
kebijakan moneter dan fiskal dalam menjaga stabilitas inflasi serta penguatan
strategis yang diatur oleh Pemerintah. Ke depan, Pemerintah dan Bank Indonesia
inflasi jangka menengah sebesar 3,5%±1% di 2019, serta 3%±1% di 2020 dan 2021.
Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap berada dalam kisaran 3,5%±1% sesuai sasaran
b. memperkuat cadangan pangan Pemerintah dan tata kelola operasi pasar oleh
Bulog;
penggilingan;
e. menyalurkan Rastra Bansos dan Bantuan Pangan Non Tunai sesuai dengan
2020 dan 2021 masing-masing sebesar 3,5%±1%; 3%±1%; dan 3%±1%. Sasaran
dan daya saing perekonomian. Selain itu, penetapan sasaran inflasi tersebut juga
bertujuan untuk terus mengarahkan ekspektasi inflasi pada tingkat yang rendah dan
kisaran 4-5%.
26
Konsumen (IHK) tetap berada dalam kisaran 3,5%±1% sesuai sasaran tahun 2019
Juli 2019 dengan tema “Sinergi dan Inovasi Pengendalian Inflasi untuk
2018 inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) juga terkendali pada level 3,13% dan
Tabel 2.1
27
PenelitianTerdahulu
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
28
dengan permasalahan dan tujuan yang ditetapkan, maka perlu disusun kerangka
teori untuk masing-masing variable dan tidak perlu membuat pradigma penelitian.
suatu kerangka pemikiran dalam penelitian ini seperti pada gambar 2.2
BANK INDONESIA
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
BAB III
METODE PENELITIAN
Terdapat dua cara untuk mengumpulkan data yang akan diperlukan untuk
1. Metode Kuesioner
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner adalah daftar
pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan responden jawab.
peneliti mengatahui dengan tepat apa yang diperlukan dan bagaimana mengukur
variabel penelitian.
2. Wawancara
kepada karyawan pada Bank Indonesia. Menurut Uma Sekaran, (2010) salah satu
informasi mengenai isue yang diteliti. Wawancara dilakukan secara tatap muka,
penelitian ini. Dalam penelitian ini, data yang digunakan yaitu data sekunder yaitu
data yang diperoleh dari pihak lain berupa data jadi dalam bentuk publikasi. Data
tersebut diperoleh dari Laporan Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik (BPS) dari
tahun 2016 sampai tahun 2018. Adapun data yang diperlukan yaitu data inflasi.
tersebut. Penelitian ini menggunakan satu variabel mandiri yaitu variable inflasi
31
yaitu inflasi.
Definisi variabel, indikator, dan skala pengukuran dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
hipotesisndeskriptif satu variabel bila datanya berbentuk rasio atau interval maka
1) Membuat tabulasi data dari hasil jawaban respoden terhadap variabel penelitian
yang digunakan. Tabulasi data ini dengan menggunakan nilai rata-rata, untuk
2) Menentukan apa yang diharapkan, yaitu menentukan jumlah skor ideal (yang
3) Menentukan uji t-test one sampel (menggunakan alat bantuan SPSS) untuk
BAB IV
Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang sering dialami oleh
suatu negara, khususnya Indonesia. Inflasi adalah penyakit ekonomi yang tidak bisa
diabaikan, karena dampak yang ditimbulkan sangat luas dan berakibat fatal. Oleh
karena itu inflasi selalu dijadikan target pemerintah untuk bisa menstabilkan inflasi,
tinggi.
33
Angka inflasi sebagai salah satu indikator untuk stabilitas ekonomi selalu
menjadi pusat perhatian tersendiri bagi para pelaku ekonomi. Jika tingkat inflasi
yang tinggi sudah pasti akan membawa dampak yang merugikan bagi autu negara.
inflasi yang tinggi dan akan menjadi malapetaka bagi masyarakat terutama bagi
dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
Berikut ini adalah data mengenai inflasi selama tiga tahun terakhir dari mulai
Tabel 4.1
Perkembangan Inflasi
33– Tahun 2018
Tahun 2016
Bulan dan Tahun Tingkat Bulan dan Tahun Tingkat Bulan dan Tahun Tingkat
Inflasi Inflasi Inflasi
Januari 2016 4,14 % Januari 2017 3,49 % Januari 2018 3,25 %
Sumber : www.bi.go.id
Pada awal tahun 2016, bulan Januari tingkat inflasi diawali dengan persentasi
yang bisa dikatakan tinggi yakni 4,14%. Kemudian mengalami kenaikan yang
cukup tinggi pada bulan Februari 4,42%, kenaikan tersebut tak berhenti sampai
bulan Maret yakni 4,45%. Dan kemudian mengalami penurunan sampai bulan Mei
yakni 3,33%. Namun, pada bulan Juni inflasi mengalami kenaikan lagi menjadi
3,45%. Pada bulan Juli dan Agustus inflasi kembali mengalami penurunan yang
cukup baik yakni 2,79%. Kemudian mengalami kenaikan yang signifikan sampai
pada bulan November dan akhirnya mengalami penurunan pada Bulan Desember
menjadi 3,02%. Kenaikan inflasi pada titik paling tinggi terjadi pada Bulan Maret
yakni 4,45%. Sedangkan titik inflasi paling rendah terjadi pada bulan Agustus yakni
2,79%.
Pada tahun 2017, tingkat kenaikan inflasi tidak terlalu berbeda jauh dari tahun
sebelumnya. Dibulan Januari 2017 titik persentasi inflasi berada pada 3,49% yang
mengalami kenaikan dari bulan Desember 2016. Kemudian pada bulan Februari
mengalami kenaikan lagi menjadi 3,83%. Inflasi mengalami penurunan pada bulan
Maret menjadi 3,61%. Namun pada bulan April kembali mengalami kenaikan yakni
4,17% hal ini terjadi sampai bulan Juni yakni 4,37%. Kemudian pada bulan Juli
sampai bulan November inflasi mengalami penurunan, dan pada bulan November
inilah titik inflasi paling rendah selama tahun 2017 yakni 3,30% sebelum akhirnya
Pada tahun 2018, tingkat inflasi juga tidak terlalu berbeda jauh dari tahun
2017. Bulan Januari dan Februari titik persentasi inflasi berada pada 3,25% dan
mengalami kenaikan kembali pada bulan Maret dan April menjadi 3,41%. Inflasi
kembali mengali penurunan pada bulan Mei berada pada 3,23% dan juni berada
pada 3,14%. Namun pada bulan Juli dan Agustus kembali mengalami kenaikan
sebesar 3,18% dan 3,20%. Kemudian pada bulan September mengalami penurunan
yang cukup signifikan yakni 2,88%. Kembali menaik lagi pada bulan Oktober dan
November yakni 3,16% dan 3,23%. Bulan Desember 2018 diperoleh titik persentasi
4.2. Pembahasan
memberikan dimensi yang lebih focus dan jelas mengenai tujuan yang ingin dicapai
kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dapat diartika dala dua pemahaman
yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap nilai barang dan jasa dalam negeri yang
tercermin dalam angka inflasi, dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang lain
yang tercermin dalam angka nilai tukar/kurs. Oleh karena sejak 14 Agustus 1997
pemerintah dan Bank Indonesia menetapkan bahwa penentuan nilai tukar rupiah
ditentukan oleh mekanismen pasar (free floating system), maka kestabilan nilai
rupiah lebih banyak ditujukan kepada rendah dan stabilnya laju inflasi.
36
Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang
terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum.
tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Sisi
penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak
dunia dan adanya gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam keranjang IHK,
bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh kelompok volatile
food dan administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.
inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar. Dengan
pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan
dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi
Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada
sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran
ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Rate). Secara teori, kebijakan moneter dapat ditransmisikan melalui berbagai jalur
(channel), yaitu jalur suku bunga, jalur kredit perbankan, jalur neraca perusahaan,
jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan melewati jalur-jalur
37
finansial dan sektor riil setelah beberapa waktu lamanya (lag of monetery policy) .
diarahkan untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir ini sejalan
dimana banyak bank sentral yang beralih untuk lebih memfokuskan diri pada upaya
tujuan akhir kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor berbagai kegiatan
ekonomi.
rendah adalah :
moneter.
Pada tahun 2018, inflasi diperkirakan tetap terkendali dalam kisaran sasaran
inflasi 3,5+1% didukung penguatan koordinasi untuk memitigasi risiko dari global
Pengendalian Inflasi Pusat secara khusus menyepakati lima langkah strategis untuk
mendukung upaya menjaga inflasi 2018 agar tetap berada dalam kisaran sasarannya
oleh Bulog;
penggilingan;
e. menyalurkan Rastra Bansos dan Bantuan Pangan Non Tunai sesuai dengan
menjaga inflasi tetap berada dalam kisaran sasaran 3,5 % ± 1% untuk 2018-2019
dan membawa inflasi dalam tren yang menurun menjadi 3,0%±1% pada jangka
menjaga inflasi volatile food di kisaran 4% melalui 4 (empat) pilar strategi yaitu:
inflasi volatile food sebesar 4%-5%, antara lain melalui penguatan posisi
Selain itu, rapat koordinasi juga mencermati adanya faktor risiko meningkatnya
tekanan inflasi, terutama inflasi volatile food, yang disebabkan oleh gangguan
cuaca.
hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia. Dari
terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) antara lain berkenaan dengan
terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga
prices).
pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, Pemerintah dan Bank Indonesia
membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak
Pengendalian Inflasi di level daerah (TPID) pada tahun 2008. Koordinasi tersebut
dilakukan melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi, dan Tim Pengendalian Inflasi
dengan pencapaian target inflasi yang telah ditetapkan oleh BI. Berikut tabel
kondisi inflasi Indonesia mulai tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 :
Tabel 4.2
Kondisi Inflasi Indonesia dengan Pencapaian Target Inflasi
inflasi yang telah ditetapkan oleh BI. Berikut hasil analisis terkait tabel diatas :
Inflasi IHK bulan Desember 2016 tercatat sebesar 0,42%, lebih rendah dari bulan
lalu yang sebesar 0,47% (mtm). Inflasi tersebut terutama disumbang oleh
komponen administered prices dan volatile food, sementara inflasi inti tercatat
relatif rendah. Dengan demikian, inflasi IHK secara keseluruhan tahun 2016
mencapai 3,02% dan berada pada batas bawah kisaran sasaran inflasi Bank
Indonesia, yaitu sebesar 4±1%. Pada bulan Desember 2016, inflasi administered
prices mencapai 0,97%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,13%
udara dan tarif kereta api sejalan dengan musim liburan dan penyesuaian pada
tarif listrik serta bensin non subsidi. Selain itu, tekanan inflasi administered
42
prices juga didorong oleh kenaikan tarif rokok kretek filter. Untuk keseluruhan
(yoy), ditopang oleh menurunnya harga energi dunia di tengah reformasi subsidi
berupa penyesuaian harga BBM dan tarif listrik. Inflasi volatile food pada bulan
Desember 2016 tercatat sebesar 0,47%, turun dari bulan sebelumnya yang
sebesar 1,84% (mtm). Inflasi komponen ini terutama bersumber dari komoditas
telur ayam ras, cabai rawit, daging ayam ras, beras, dan bawang putih. Untuk
keseluruhan tahun 2016, inflasi volatile food mencapai 5,92%, cukup rendah di
food didukung oleh terjaganya pasokan bahan pangan, Operasi Pasar yang
Indonesia, antara lain melalui TPI dan TPID, dalam mendorong peningkatan
produksi dan memperbaiki distribusi. Sementara itu, inflasi inti tetap terkendali
pada level yang rendah, baik secara bulanan maupun tahunan, yaitu masing
masing sebesar 0,23% dan 3,07%. Rendahnya inflasi inti tersebut didorong oleh
kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mengarahkan
ekspektasi inflasi.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Desember 2017 tercatat sebesar
0,71% dan secara keseluruhan tahun 2017 mencapai 3,61%, yang berada dalam
yang tercatat 2,95%, sejalan dengan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam
inflasi volatile food yang tercatat 0,71%, terendah dalam 14 tahun terakhir,
8,70%. Selain itu, inflasi 2017 juga didukung oleh faktor positif permintaan dan
kuat antara BI dan Pemerintah di Pusat maupun Daerah. Inflasi IHK pada
Desember 2017 meningkat dibandingkan bulan lalu (0,20%) sesuai dengan pola
inflasi inti. Inflasi inti tercatat sebesar 0,13%, sama dengan bulan lalu.
rendahnya permintaan domestik, nilai tukar yang stabil dan rendahnya harga
komoditas beras, ikan segar, telur dan daging ayam ras, cabai merah, tomat dan
tersebut terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif kereta api,
dan angkutan antar kota sejalan dengan musim liburan dan penyesuaian bensin
44
non subsidi. Selain itu, tekanan inflasi administered prices juga didorong oleh
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2018 tetap terkendali dalam kisaran
sasaran 3,5%±1%. Inflasi IHK pada Desember 2018 tercatat 3,13% , lebih
inflasi IHK tetap dapat dijaga berada dalam kisaran sasarannya dalam empat
pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil, yang
pada 2019 diprakirakan berada dalam sasaran inflasi sebesar 3,5±1%. Secara
tahunan, inflasi IHK yang terkendali dipengaruhi inflasi inti dan inflasi volatile
food yang terjaga serta inflasi administered prices yang lebih rendah. Inflasi inti
terjaga pada level rendah sebesar 3,07%, sejalan dengan konsistensi kebijakan
ekspektasi inflasi. Inflasi volatile food terkendali sebesar 3,39%, ditopang oleh
pasokan pangan yang terjaga dan pengaruh penurunan harga pangan global.
minimalnya kebijakan terkait tarif dan harga barang dan jasa yang diatur
Pemerintah. Secara bulanan, inflasi IHK pada Desember 2018 juga terkendali
sesuai dengan pola musimannya. Inflasi IHK mencapai 0,62%, meningkat dari
inflasi bulan lalu sebesar 0,27% dipengaruhi oleh pola permintaan akhir tahun.
dibandingkan dengan inflasi bulan lalu (0,23%). Inflasi volatile food terutama
bersumber dari komoditas telur ayam ras, daging ayam ras, bawang merah,
beras, dan ikan segar. Inflasi kelompok administered prices sebesar 1,20%,
inflasi kelompok ini terutama bersumber dari kenaikan inflasi angkutan udara,
tarif kereta api, dan tarif angkutan antar kota. Inflasi inti tercatat 0,17% , lebih
rendah dibandingkan dengan inflasi bulan lalu sebesar 0,22%. Inflasi inti
terutama bersumber dari komoditas air kemasan, nasi dengan lauk, kontrak
BAB V
5.1. Kesimpulan
46
sebagai berikut :
1. Perkembangan inflasi dalam 3 tahun terakhir yatu Tahun 2016, Tahun 2017
dan Tahun 2018 laju perkembangan inflasinya sudah cukup membaik, dari
2. Hasil analisis untuk angka inflasi mulai dari tahun 2016 sampai tahun 2018
dinyatakan terkendali dan tercapai. Sasaran Inflasi tahun 2016, 2017, dan
2018 tanggal 21 Mei 2014 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk periode 2016 – 2018, masing-masing sebesar 4%, 4%, dan 3,5%, dengan
masing sebesar 3,5%, 3,0% dan 3,0%, dengan deviasi masing-masing ±1%.
5.2. Saran
1. Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan
3. Upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah
DAFTAR PUSTAKA
Hudaya, A. (2011). Analisis kurs, jumlah uang beredar dan suku bunga SBI
terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2001 – 2010. Jakarta: Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah.
Ichwani, Tia. Kaniati, Rika. & Husna, Hikmatul. 2017. Analisis Kinerja Bank
Indonesia sebagai Stabilitator Inflasi dan Kurs Rupiah di Bidang Moneter.
Journal of Applied Business and Economics Vol.4, No.3, 250-265.
Putong, Iskandar. 2010. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Mitra Wacana Media
Sutedi, Adrian. 2012. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika
Yustika, & Erani, A. (2010). Kebijakan Moneter, Sektor Perbankan dan Peran
Badan Supervisi. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 14, 447 - 458.
www.bi.go.id