Anda di halaman 1dari 16

Andrew (1977) menyebutkan enam kunci oklusi normal yang berasal dari

hasil penelitian yang dilakukannya terhadap 120 subyek yang oklusi idealnya

memiliki enam ciri. Keenam ciri tersebut yaitu :

1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama permanen pada bidang

oklusal

2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal.

3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital

4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual

5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing

lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal-jejal.

6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung.

Enam kunci oklusi normal yang disebutkan Andrew berhubungan dengan

oklusi statik. Selain itu, terdapat kriteria mengenai oklusi fungisional yaang ideal

sudah diperkenalkan oleh Roth (1976) yang bertujuan untuk mendapatkan efesiensi

pengunyahan maksimal yang konsisten dengan beban traumatik minimal yang

menegnai gigi-gigi dan jaringan pendukung serta otot dan aparatus pengunyahan

skeletal.

1. Pada posisi interkuspal maksimal (oklusi sentrik), kondil mandibula

harus berada pada posisi paling superior dan paling retrusi dalam fossa

kondilar. Ini berdampak bahwa posisi interkuspal adalah sama dengan

posisi kontak retrusi.

2. Pada saat menutup ke oklusi sentrik , stres yang mengenai gigi-gigi

posterior harus diarahkan sepanjang sumbu panjang gigi.


3. Gigi-gigi posterior harus berkontak setara dan merata, tanpa kontak pada

gigi anterior.

4. Harus ada overjet dan overbite minimal.

2.2 ETIOLOGI MALOKLUSI

Maloklusi merupakan penyimpangan dari petumbuhkembangan yang

disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab

terjadnya maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter dan faktor lokal.

Kadang-kadang maloklusi sukar ditentukan etiologi pastinya oleh karena berbagai

faktor (multifaktor) yang dapat mempengaruhi pertumbuhkembangan.

1. Faktor Herediter

Pengaruh herediter dapat berpengaruh dalam dua hal, yaitu 1)

disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi

berupa gigi yang berdesakan atau maloklusi yang berupa diastema multipel

meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai. 2) disproporsi ukuran, posisi dan

bentuk rahang atas dan bawah yang tidak menghasilkan relasi rahang yang

tidak harmonis. Dimensi kraniofasial sangat dipengaruhi oleh faktor genetik

sementara dimensi lengkung gigi dipengaruhi oleh faktor lokal.

Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan

terjadinya oklusi normal ialah : 1) ukuran maksila dan mandibula termasuk

korpus dan ramus 2) faktor yang ikut mempengaruhi relasi maksila dan
mandibula seperti basis kranial dan lingkungan 3) jumlah, ukuran dan

morfologi gigi 4) morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah dan pipi).

1) Etiologi Maloklusi Kelas I Angel

Pola skeletal kelas I biasanya kelas I tetapi dapatjuga kelas II

atau kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas I

umumnya menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai

proklinasi bimaksiler (insisisvi atas dan bawah proklinasi) yang

mungkin merupakan ciri khas ras tertentu. Kebanyakan maloklusi

kelas I disebabkan oleh faktor lokal yang dapat berupa diskrepansi

ukuran gigi dan lengkung gigi geligi. Faktor yang dapat menyebabkan

kelainan pada maloklusi kelas I juda dapat terjadi pada maloklusi

kelas III.

2) Etiologi Maloklusi Kelas II Devisi 1 Angel

Pada maloklusi kelas II devisi 1 sering didapatkan letak

mandibula yang lebih posterior daripada maloklusi kelas 1 atau

maksila yang lebih anterior sedangkan mandibula normal. Terdapat

korelasi yang tinggi antara pasien dengan keluarga langsungnya

sehingga beberapa peneliti menyimpulkan bahwa pewarisan

maloklusi kelas II devisi 1 dari faktor poligenik.

Selain faktor genetik maloklusi kelas II devisi 1 juga

disebabkan oleh karena faktor lingkungan. Jaringan lunak, misalnya

bibir yang tidak kompeten dapat mempengaruhi posisi insisivi atas


karena kehilangan keseimbangan yang dihasilkan oleh bibir dan lidah

sehingga insisivi atas protrusi.

3) Etiologi Maloklusi Kelas II Devisi 2 Angel

Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-faktor yang

mempengaruhi skeletal dan jaringan lunak. Penelitian pada anak

kembar monozigot menunjukkan bahwa maloklusi kelas II devisi 2

dipengaruhi oleh faktor herediter autosomal yang dominan tapi sangat

bersifat poligenik.

4) Etiologi Maloklusi Kelas III Angel

Etiologi maloklusi dapat disebabkan oleh karena faktor genetik seperti

prognati mandibula. Selain itu, maloklusi kelas III juga dapat terjadi

karena faktor skeletal, yaitu maksila yang tumbuh sedangkan

mandibula normal atau maksila normal dan mandibula yang tumbuh

berlebihan atau kombinasi kedua keadaan tersebut.

2. Faktor Lokal

1) Trauma

Trauma gig isulung dapat menggeser benih gigi permanen.

Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk

dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota

gigi permanen telah terbentuk maka dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar

gigi mengalami distorsi bentuk.

2) Persistensi gigi
Persistensi gigi sulung atau yang disebut over retained

deciduous teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya

tanggal tetapi tidak tanggal dapat menyebabkan maloklusi.

3) Faktor Iatrogenik

Iatrogenik berasal dari suatu tindakan profesional. Perawatan

ortodonti memiliki kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik,

misalnya kesalahan desain pada piranti lepasaan saat menggerakkan

kaninus ke distal sehingga terjadi pergerakan gigi ke palatal dan

distal.

2.3 KLASIFIKASI MALOKLUSI

Terdapat beberapa cara untuk yang dapat mengukur maloklusi, salah satunya

Menurut Edward Angel dimana klasifikasi maloklusi dapat dibagi menjadi 3 kelas

hubungan antero-posterior lengkung gigi geligi atas dan bawah berdasarkan

hubungan molar pertama tanpa melibatkan hubungan lateral serta vertikal gigi geligi

1. Maloklusi kelas I Angle (Neutroclusion) : Puncak bonjol mesiobukal

gigi molar pertama tetap rahang atas berada pada buccal groove dari

molar pertama tetap rahang bawah. Gigi molar hubungannya normal,

dengan satu atau lebih gigi anterior malposisi. Crowding atau spacing

mungkin terlihat. Ketidakteraturan gigi paling sering ditemukan di regio

rahang bawah anterior, erupsi bukal dari kaninus atas, rotasi insisif dan

pergeseran gigi akibat kehilangan gigi.


Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau

gigi C ektostem

Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan

terbalik (anterior crossbite).

Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.

Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial

akibat prematur ekstraksi. 1

2. Maloklusi kelas II Angle ( Distoclusion ) : Molar pertama tetap rahang

atas terletak lebih ke mesial daripada molar pertama tetap rahang bawah

atau puncak bonjol mesiobukal gigi molar pertama tetap rahang atas

letaknya lebih ke anterior daripada buccal groove gigi molar pertama

tetap rahang bawah.


Maloklusi kelas II dapat dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi

insisivus atas, yaitu :

Divisi I : Insisivus atas proklinasi atau meskipun insisivus atas

inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan

tumpang gigit yang bertambah.

Divisi II : Insisivus sentralis atas retroklinasi. Kadang-kadang

insisivus lateral proklinasi, miring ke mesial atau

rotasi mesiolabial. Jarak gigit biasanya dalam batas

normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah,

tumpang gigit bertambah. Dapat juga keempat

insisivus atas retroklinasi dan kaninus terletak di

bukal.

3. Maloklusi kelas III Angle ( Mesioclusion) : Gigi molar pertama tetap

rahang atas terletak lebih ke distal dari gigi molar pertama tetap rahang

bawah atau puncak bonjol mesiobukal gigi molar pertama tetap rahang
atas letaknya lebih ke posterior dari buccal groove gigi molar pertama

tetap rahang bawah.

Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak

normal.

Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila

tetapi ada linguoversi dari gigi anterior mandibula.

Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi

anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik.

2.4 MACAM-MACAM PIRANTI ORTODONTI

Orthodonti berasal dari bahasa Yunani yang dapat diuraikan menjadi

orthos yang berarti betul dan dentos yang berarti gigi, sehingga orthodonti
dapat diterjemahkan menjadi letak gigi yang betul atau disebut ilmu yang

membetulkan letak gigi.

Pada dasarnya perawatan orthodonti adalah usaha pengawasan

memberikan bimbingan dan mengadakan koreksi terhadap struktur

dentofasial yang sedang tumbuh atau dewasa. Dalam usaha ini termasuk

menggerakkan gigi atau mengoreksi malrelasi dan malformasi struktur

dentokraniofacial, serta mengatur hubungan gigi yang satu terhadap gigi yang

lain maupun terhadap tulang facial.

Untuk usaha ini dipergunakan kekuatan-kekuatan untuk menstimulasi

dan mengarahkan kekuatan-kekuatan yang telah ada dalamn kompleks

kraniofacial. Tujuan utama daripada perawatan orthodonti adalah untuk

memperoleh oklusi yang optimal harmonis, baik letak maupun fungsinya. 8

Piranti yang digunakan untuk merawat maloklusi secara garis besar

dapat digolongkan pada piranti lepasan (removable appliance, piranti

fungisional (functional appliance) dan piranti cekat (fixed appliance) .

2.4.1 Alat Ortodonti Lepasan (Removable Appliance Orthodontic)9

Piranti lepasan atau Removable Appliance Orthodontic didefinisikan sebagai

suatu alat yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien sendiri.
Gambar 2.1 'U' loop labial bow (0.7 mm) dengan klamer pastif pada gigi caninus.

Sumber : Millet Declan, Welbury Richard. Orthodontic and Pediantrics


Dentistry.. 2000 : p. 64

Komponen-komponen ortodonti lepasan:

1. Komponen Aktif

a. Pir-pir pembantu / Auxilliary Springs

b. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow

c. Skrup Ekspansi / Expansion Screw

d. Karet Elastik / Elastic Rubber

2. Komponen Retentif

a. Klamer Adam

b. Klamer Southend

c. Busur Labial / Labial Bow

d. Plat Dasar / Baseplate

2.4.2 Piranti Fungisional (Functional Appliance)

Piranti fungisional digunakan untuk mengoreksi maloklusi dengan

memanfaatkan, menghalangi, dan memodifikasi kekuatan yang dihasilkan oleh otot

orofasial, erupsi gigi dan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial. Piranti


fungisional dapat berupa piranti lepasan atau piranti cekat yang menggunakan

kekuatan berasal dari regangan otot, fasia dan atau jaringan yang lain untuk

mengubah relasi skelet dan gigi.

Indikasi Piranti Lepasan

Piranti fungsional secara terbatas dapat digunakan pada maloklusi sebagai

berikut :

1. Mandibula yang retrusi pada kelainan skeletal kelas II ringan disertai insisivi

bawah yang retroklinasi atau tegak.

2. Tinggi muka yang normal atau sedikit berkurang.

3. Mandibula yang protrusi pada kelainan skeletal kelas III ringan.

4. FMPA normal atau sedikit berkurang.

5. Tidak ada gigi yang berdesakan.

2.4.3 Alat Ortodonti Cekat (Fix Appliance Orthodontic)

Piranti cekat atau Fix Appliance Orthodontic adalah suatu alat ortodonti yang

melekat pada gigi pasien sehingga tidak bisa dilepas oleh pasien dengan

menggunakan kekuatan dari archwires atau auxiliaries.


Gambar 2.2 Alat Ortodonti Cekat.
Sumber : Millet Declan, Welbury Richard. Orthodontic and Pediantrics Dentistry..
2000 : p. 69

Komponen-komponen ortodonti cekat:

1. Brackets and bands Bracket

2. Archwires

3. Auxiliaries

Indikasi Piranti Cekat :

1. Bila diperlukan gerakan gigi secara translasi (bodily) , instrusi, ekstrusi dan

koreksi gigi rotasi yang parah.

2. Perawatan rahang bawh yang ekstensif

3. Penutupan diastema

4. Menggerakkan bebeapa gigi dakam satu rahang maupun antar rahang.

Keuntungan dan Keterbatasan Alat Ortodonti Cekat

Keuntungan :
1. Distribusi kekuatan yang bekerja pada gigi dapat dikontrol, misalnya

kekuatan dapat diatur hanya untuk menggerakkan akar gigi.

2. Beberapa gigi dapat digerakkan dalam waktu yang bersamaan

3. Dapat menghasilkan gerakan torque dengan memanipulasi kawat busur atau

memakai pre-adjusted bracket.

Keterbatasan :

1. Pasien lebih sukar untuk memelihara kebersihan mulut

2. Karena rumit dibutuhkan pendidikan khusus untuk dapat menggunakan

dengan benar

3. Chairside time relatif lama

4. Relatif lebih mahal

2.5 PENILAIAN EPIDEMIOLOGI MALOKLUSI BERDASARKAN DENTAL

AESTHETIC INDEX

Penilaian prevalensi maloklusi oleh ortodontist berbeda dengan ahli

kesehatan masyarakat. Dokter gigi yang bekerja di klinik membutuhkan tolak ukur

diagnostik sedangkan yang bekerja di lapangan membutuhkan tolak ukur

administratif dan penilaian yang dibutuhkan adalah penilaian kuantitatif serta

objektif yang dapat memberikan batas adanya penyimpangan dari oklusi ideal,

memisahkan kasus abnormal menurut tingkat keparahan dan kebutuhan perawatan

masyarakat.
Klasifikasi maloklusi , misalnya klasifikasi angel berguna untuk

mengelompokkan suatu maloklusi seingga memudahkan seseorang untuk mengingat

gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian klasifikasi maloklusi masih

memiliki kekurangan. Kekurangan maloklusi adalah keparahan suatu maloklusi tidak

dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan

untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subjektif. Suatu upaya yang dilakukan

untuk mengurangi nilai subjektifitas suatu maloklusi dengan menggunakan indeks

maloklusi. Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai

indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional

yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terus menerus. Dengan

menggunakan indeks maloklusi dapat dinilai beberapa hal menyangkut maloklusi,

misalnya prevalensi, keparahan maloklusi dan hasil perawatan.

Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategori

atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif. Adapun syarat suatu

indeks maloklusi adalah sebagai berikut :

1. Sahih (valid) artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan

diukur.

2. Dapat dipercaya (reliable) atau (repruducible) artinya indeks dapat

mengukur secara konsisten pada saat yang berbeda dan dalam kondisi

yang bermacam-macam serta pengguna yang berbeda-beda pula.

3. Mudah digunakan.

4. Diterima oleh kelompok pengguna indeks.


Banyak indeks maloklusi yang telah dihasilkan diantaranya indeks-indeks

dibawah ini berikut penciptanya : Irregularity Index (Little), Handicapping

Malocclusion Assessment Record (HMAR, Salzmann), Occlusal Index

(Summers), Dental Aesthetic Index (DAI, Cons dkk), Peer ssessment Rating

Index (PAR Index, Richmond dkk), dan Index of Complexity, Outcome and

Need (ICON, Daniel dan Richmond).

DENTAL AESTHETIC INDEX

Ada 10 parameter dari Dental Aesthetic Index yaitu :

1. Missing tooth

2. Crowding in anterior segment

3. Spacing in the incisal sgment

4. Midline diastemma

5. Largest anterior irregularity maxilla

6. Largest anterior irregularity mandible

7. Anterior maxillary overjet

8. Anterior mandibular overjet

9. Anterior open bite

10. Antero posterior molar relation.

Adapun nilai dari Dental Aesthetic Index dapat ditentukan melalui

rumus sebagai berikut :


(Missting teeth x 6) + crowding + spacing + (midline diastema x 3) + anterior

irregularity on the maxilla + anterior irregularity on the mandible + (anterior

maxillary overjet x 4) + (anterior mandibular overjet x 4) + (vertical anterior

open bite x 4) + (anterior posterior molar relation x 3) + 13.

Dimana hasil dari nilai tersebut, dibagi menjadi 4 grade, yaitu :

Grade I : < 25 , tidak membutuhkan perawatan

Grade II : 25 – 30, perawatan elektif

Grade III : 31 – 35, membutuhkan perawatan

Grade IV : > 36, harus melakukan perawatan.

Anda mungkin juga menyukai