Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL BOOK REVIEW

PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
PRODI S1 PTIK - FT

Bagaimana Dinamika Historis Konstitusional, Sosial-Politik, Kultural, Serta Konteks


Kontemporer Penegakan Hukum Yang Berkeadilan

Skor Nilai :

NAMA MAHASISWA : Maulana Dhaffa Abira


M. Amin Rais
NIM : 5173151023
5173151024
DOSEN PENGANMPU : KINANTI WIJAYA, M.Sc.
MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR

Puji & Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nya Critical book review ini dapat selesai dengan baik. Dan kami
berterima kasih kepada pihak yang terkait atas kerjasamanya dalam melaksanakan Critical
book review ini.

Critical book review merupakan tugas yang mengharuskan mahasiswa dalam melihat,
menganalisa, dan menilai sebuah buku dalam segi penampilan, penulisan, isi, dan aspek tata
bahasa buku tersebut. Dalam menilai sebuah buku, diperlukan sebuah pembanding untuk
melihat perbandingan buku yang diriview dengan buku atau jurnal yang menjadi
pembanding. Dalam menentukan buku atau jurnal sebagai pembanding, hal yang dapat kita
ketahui yaitu pembanding tersebut memiliki kesesuaian pembahasan atau isi dari buku yang
dinilai. Diperlukan kecermatan, kehati-hatian, serta tanggung jawab dalam membuat Critical
book review, karna yang dinilai merupakan buku karya ilmiah atau bersifat akademik.

Critical book review terdiri dari pendahuluan. Di dalamnya terdapat latar belakang,
tujuan, manfaat, serta identitas buku yang direview. Kedua terdapat ringkasan isi buku yang
direview. Ketiga terdapat pembahasan, yang di dalamnya terdapat pembahasan isi buku yang
kemudian dibandingkan, serta keunggulan dan kelemahan buku. Keempat penutup, terdiri
dari simpulan dari Critical yang disajikan, serta saran yang bersifat membangun. Dan yang
terakhir dilengkapi dengan daftar pustaka buku yang direview dan pembandingnya, serta
lampiran buku yang direview dan pembandingnya. Kami sangat berharap Critical book
review ini dapat berguna dalam membangun konteks teks laporan, diantaranya teks laporan
penelitian dan teks laporan kegiatan.

Demikianlah Critical book review ini kami sajikan, semoga Critical book review ini
dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang membacanya.

Medan, 18 Februari 2019

Reviewer
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
Daftar Isi .................................................................................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1. Rasionalisasi Pentingnya CBR.................................................................................................. 4
1.2. Tujuan Penulisan CBR.............................................................................................................. 4
1.3. Identitas Buku ......................................................................................................................... 5
A. Buku Utama............................................................................................................................. 5
B. Buku Kedua ............................................................................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
RINGKASAN ISI BAB ................................................................................................................................. 6
2.1. Ringkasan Buku Utama ........................................................................................................... 6
2.2. Ringkasan Buku Kedua ............................................................................................................ 6
A. Pengantar ................................................................................................................................ 6
B. Makna Demokrasi ................................................................................................................... 6
C. Demokrasi di Indonesia........................................................................................................... 8
D. Sikap Demokrasi dan Menghargai Perbedaan (Bhinneka Tunggal Ika) .................................. 9
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................................ 11
3.1. Pembahasan Isi Bab .............................................................................................................. 11
3.2. Kelebihan dan kekurangan Buku .......................................................................................... 11
A. Kelebihan Buku Utama.......................................................................................................... 11
B. Kekurangan Buku Utama ...................................................................................................... 11
C. Kelebihan Buku Kedua .......................................................................................................... 11
D. Kekurangan Buku Kedua ....................................................................................................... 11
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................................... 12
3.3. Kesimpulan............................................................................................................................ 12
3.4. Saran ..................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Rasionalisasi Pentingnya CBR


Critikal book review merupakan tugas yang mengharuskan mahasiswa dalam melihat,
menganalisa, dan menilai sebuah buku dalam segi penampilan, penulisan, isi, dan aspek tata bahasa
buku tersebut. Dalam menilai sebuah buku, diperlukan sebuah pembanding untuk melihat
perbandingan buku yang direview dengan buku atau jurnal yang menjadi pembanding.
Sebagai Penulis, adanya critikal book review ini sangat penting dalam melihat
kualitas buku tersebut. Penulis dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan buku yang
dimilikinya. Dengan adanya critikal, Penulis dapat meningkatkan kualitas dari buku tersebut.
Sehingga Pembaca dapat mengetahui dan memahami apa yang ingin disampaikan Penulis
melalui buku tersebut.
Reviewers juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas buku. Pendapat yang
beragam dari Reviewer tidak dapat dipandang sebagai kritikan saja. Kritikan tersebut harus
bersifat membangun kualitas baik itu dari penampilan, penulisan, tata bahasa, maupun isi dari
buku tersebut. Dari kritikan yang beragam ini, Reviewer harus bertanggungjawab dalam
membuat critikal book review. Untuk itulah sikap kehati-hatian dan kecermatan merupakan
hal terpenting dalam meriview. Jika mahasiswa terbiasa dalam meriview buku, tentunya
pengalaman dan pengetahuan seorang reviewers menjadi bertambah.

1.2. Tujuan Penulisan CBR


Critical book review ini memiliki tujuan baik untuk Penulis, Reviewers, maupun
Pembaca, berikut tujuan yang dimaksud :
1. Mendapatkan saran-saran atau kritikan yang membangun.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku.
3. Menambah wawasan dalam mengkritik buku.
4. Memahami topik yang disampaikan buku tersebut.
1.3. Identitas Buku
A. Buku Utama

1. Judul Buku :
2. Edisi :
3. Pengarang :
4. Penerbit :
5. Kota Terbit :
6. Tahun Terbit :
7. ISBN :

B. Buku Kedua

1. Judul Buku : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


2. Edisi :
3. Pengarang : WINARNO NARMOATMOJO dkk.
4. Penerbit : Ombak
5. Kota Terbit : Yogyakarta
6. Tahun Terbit : 2015
7. ISBN : 978-602-258-267-0
BAB II
RINGKASAN ISI BAB
2.1. Ringkasan Buku Utama
2.2. Ringkasan Buku Kedua
A. Pengantar

Dewasa ini, demokrasi dianggap sebagai suatu sistem politik yang diyakini oleh
banyak masyarakat dunia sebagai pilihan untuk mencapai tujuan bernegara yakni
kesejahteraan dan keadilan. Kecenderungan ini terutama menguat sesudah Perang Dunia ll.
Menurut penelitian UNESCO tahun 1949 dikatakan "mungkin untuk pertama kali dalam
sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua
organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang
berpengaruh" (Mirriam Budiardjo, 2008: 105). Demokrasi menggantikan beberapa sistem
politik nondemokrasi yang dianggap telah gagal saat itu, seperti totalitarian, otoritarian,
monarki absolut, rezim militer, dan kediktatoran.
B. Makna Demokrasi

Istilah demokrasi (democracy) berasal dari penggalan kata bahasa Yunani yakni
demos dan kratos/cratein. Demos berarti rakyat dan cratein berarti pemerintahan. Jadi
demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Salah satu pendapat terkenal dikemukakan oleh
Abraham Lincoln di tahun 1863 yang mengatakan demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (goverment of the people, by the people, and for the
people). Berbagai pendapat para ahli banyak mengupas perihal demokrasi. Contoh yang
dikemukakan oleh Abraham Lincoln di atas hanyalah salah satu contoh pengartian
demokrasi. Robert Dahl sampai pada pernyataan bahwa " there is no democrotic theory, there
are only democratic theories". Bahkan Harold Laski mengutarakan bahwa demokrasi tidak
dapat diberi batasan, kerena rentang sejarahnya yang amat panjang dan telah berevolusi
sebagai konsep yang menentukan (Hendra Nurtjahjo, 2006). Jadi demokrasi merupakan
konsep yang memiliki batasan beragam sejalan dengan sudut pandang dan perkembangannya.
Demokrasi diyakini berasal dari pengalaman bernegara orang-orang Yunani
Kuno, tepatnya di negara kota (Polis) Athena pada sekitar tahun 500 SM Yunani sendiri pada
waktu itu terdiri dari beberapa negara kota (Polis) seperti Athena, Makedonia, dan Sparta.
Gagasan demokrasi mulai berkembang lagi di eropa terutama setelah kemunculan
konsep nation state (negara-bangsa) pada abad17. Gagasan ini disemai oleh pemikir-pemikir
seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), Montesqjueu (1689-1755),
dan JJ Rousseau (1712-1778), yang mendorong berkembangnya demokrasi dan
konstitusionalisme di Eropa dan Amerika Utara (Aidul Fitriciada Azhari, 2005: 2). Pada
kurun waktu itu berkembang ide sekulerisasi dan kedaulatan rakyat. Berdasarkan sejarah
singkat tersebut, kita bisa mengetahui adanya demokrasi yang berkembang di Yunani yang
disebut demokrasi kuno dan demokrasi yang berkembang selanjutnya di Eropa Barat yang
dikenal sebagai demokrasi modern. Tidak ada pengertian yang cukup yang mewakili konsep
demokrasi. Istilah itu tumbuh sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat
Semakin tinggi kompleksitas kehidupan suatu masyarakat semakin sulit dan tidak sederhana
demokrasi didefinisikan (Eep Saefulloh Fatah, 1994).
Plato dalam tulisannya (Republic) menyatakan bahwa bentuk pemerintahan yang
baik itu ada tiga yakni monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Menurutnya, demokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan dimana pemerintahan itu dipegang oleh rakyat dan dijalankan
untuk kepentingan rakyat banyak. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
Aristokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang
memimpin dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak. Ketiganya dapat berubah
menjadi bentuk pemerintahan yang buruk yakni tirani, oligarki, dan mobokrasi atau
okhlokrasi. Sementara itu,
Aristoteles dalam tulisannya Politics mengemukakan adanya 3 (tiga) macam
bentuk pemerintahan yang baik, yang disebutnya sebagai good constitution, meliputi:
monarki, aristokrasi, dan polity. Sedangkan pemerintahan yang buruk atau bad constitution
meliputi tirani, oligarki, dan demokrasi. Jadi berbeda dengan Plato, demokrasi menurut
Aristoteles merupakan bentuk dari pemerintahan yang buruk, sedang yang baik disebutnya
polity atau politeia.
Samuel Huntington (2001) juga menyatakan bahwa sistem politik di dunia ini ada
dua yakni sistem politik demokrasi dan sistem politik non demokrasi. Menurutnya, suatu
sistem politik disebut demokrasi apabila para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat
dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jurdil Di dalam sistem itu, para calon bebas
bersaing untuk memeroleh suara dan semua penduduk berhak memberikan suara. Sedangkan
sistem politik non demokrasi meliputi sistem totaliter, otoriter, absolut, rezim militer, sistem
komunis, dan sistem partai tunggal. Demokrasi sekarang ini merupakan lawan dari sistem
politik otoriter, absolut, dan totaliter.
C. Demokrasi di Indonesia

lde demokrasi Indonesia terungkap dalam sila keempat Pancasila yakni


kerakyatan yang dipimpinoleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan
Pasal 1 Ayat 2 UU NRI 1945 yakni kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang Undang Dasar 1945. Istilah kedaulatan (kekuasaan tertingg) ditangan rakyat
berarti demokrasi. Demokrasi Pancasila meskipun terungkap pada sila keempat Pancasila,
tetepi sila-sila yang lain dari Pancasila juga mensintesakan demokrasi. Sila pertama, kedua,
ketiga, dan kelima merupakan One Package tentang demokrasi yang dijalankan di Indonesia
(Yudi Latief, 2011). Prinsip demokrasi pada sila keempat Pancasila jelas ingin memenuhi
rasa keadilian, yakni kerakyatan di bawah hikmah kebijaksanaan, lewat konsensus, lewat
rasional yang baik, melalul permusyawaratan perwakilan.
Para pendiri negara (The Founding Fathers) kita dalam sidang BPUPKI dan PPKI
tahun 1945 umumnya menyetujui bahwa negara Indonesia yang akan didirikan hendaknya
negara demokrasi. Ada kesamaan pandangan dan konsesus politik dari para pendiri negara
bahwa kenegaraan Indonesia harus berdasar kerakyatan/kedaulatan rakyat atau demokrasi.
Jadi cita cita atau ide demokrasi itu sudah ada pada the founding fathers bangsa (Franz
Magnis Suseno, 1997). Menurut Mohammad Hatta (1953), demokrasi telah berurat akar
dalam pergaulan hidup kita. Bangsa Indonesia sejak dahulu sesungguhnya telah
mempraktikkan ide tentang demokrasi meskipun masih sederhana dan bukan dalam tingkat
kenegaraan.
Gagasan serupa tampak pada pemikiran Ir. Soekarno tentang demokrasi. Pada
pidato bersejarah tanggal 1 Juni 1945, Soekarno berpendapat bahwa demokrasi Barat hanya
menyangkut demokrasi politik (politieke domocratie) saja, tidak ada sociale rechtvaardigheid,
tidak ada keadilan sosial, tidak ada ekonomische democratie sama sekali. Oleh karena itu, ia
mengusulkan kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi
permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ekonomische democratie yang mampu
mendatangkan kesejahteraan sosial. Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini.
Apakah yang dimaksud dengan paham Ratu-Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Demokrasi
Pancasila dapat diartikan secara luas maupun sempit sebagai berikut:
1. Secara luas demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada nilai-
nilai Pancasila baik sebagai pedoman penyelenggaraan maupun sebagai cita-cita.
2. Secara sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan
menurut hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila agar tegak dan berkembang dipusatkan pada 10 (sepuluh)
pilar demokrasi (Achmad Sanusi, 2006), yaitu:
1. Demokrasi yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Demokrasi yang Menjunjung Hak asasi manusia
3. Demokrasi yang mengutamakan Kedaulatan Rakyat
4. Demokrasi yang didukung kecerdasan
5. Demokrasi yang menetapkan pembagian kekuasaan
6. Demokrasi yang menerapkan konsep Negara Hukum
7. Demokrasi yang menjamin otonomi daerah
8. Demokrasi yang berkeadilan social
9. Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat
10. Demokrasi dengan pengadilian yang merdeka
D. Sikap Demokrasi dan Menghargai Perbedaan (Bhinneka Tunggal Ika)

Perlunya sikap demokrasi ini oleh karena demokrasi dipahami tidak hanya sebagai
bentuk pemerintahan dan sistem politik negara. Demokrasi lebih dari itu adalah sebagai sikap
hidup baik warga negara maupun penyelenggara negara di negara yang mengaku diri sebagai
negara demokrasi. Negara demokrasi tidak akan tegak jika dalam negara itu hanya ada
lembaga-lembaga negara. Negara demokrasi membutuhkan sikap dan perilaku hidup
demokrasi guna mendukung berjalannya lembaga-lembaga demokrasi. Henry B Mayo
(Mirriam Budiarjo, 2008) mengidentifikasi adanya 8 (delapan) nilai demokrasi, yaitu:
1. Penyelesaian pertikaian secara damai dan sukarela,
2. Menjamin perubahan secara damai dalam masyarakat dinamis,
3. Pergantian penguasa secara teratur,
4. Penggunaan paksaan sedikit mungkin,
5. Pengakuan dan penghormatan terhadap keanekaragaman,
6. Penegakan keadilan,
7. Memajukan ilmu pengetahuan, dan
8. Pengakuan penghormatan atas kebebasan.
Bhinneka Tunggal lka berasal dari bahasa Jawa Kuno/ Sansekerta yang sering
diterjemahkan dengan kalimat "Berbeda beda tetapi tetap satu. Kalimat ini merupakan
kutipan dari buku Sutasoma karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad
ke-14 yang menggambarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Apabila
diterjemahkan per kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka
dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa
Indonesia. Kata tunggal berarti "satu" Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal
Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu', yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada
hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Ke-bhinneka-an merupakan realitas sosial, sedangkan ke-tunggal-iko-an adalah
sebuah cita-cita kebangsaan. Prinsip demokrasi hanya mungkin hidup dan berkembang dalam
sebuah masyarakat sipil yang terbuka, yang warganya mempunyai toleransi terhadap
perbedaan-perbedaan dalam bentuk apa pun, karena adanya kesetaraan derajat kemanusiaan
yang saling menghormati dan diatur oleh hukum yang adil dan beradab yang mendorong
kemajuan serta menjamin kesejahteraan hidup warganya (MPR RI 2012). Oleh karena
perbedaan adalah fakta dan bersatu adalah keinginan kita bersama, maka yang diperlukan
adalah sikap menerima, menghormati, dan menghargai adanya perbedan itu. Ketika
perbedaan itu memerlukan konsensus bersama, jalan permusyawaratan perwakilan itulah
yang dilakukan, sejalan dengan prinsip sila keempat Pancasila.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pembahasan Isi Bab
3.2. Kelebihan dan kekurangan Buku
A. Kelebihan Buku Utama
B. Kekurangan Buku Utama
C. Kelebihan Buku Kedua

1. Tampilan cover atau sampul buku bagus simpel, berwarna, membuatnya menarik
dan mudah dibaca.
2. Tata letak atau format isi buku ini sederhana dan dapat memudahkan pembaca
dalam memahaminya, penulisannya juga rapi, dan font yang digunakan juga
sedang, tidak terlalu besar dan kecil. Setiap sumber ditulis atau dicetak dengan
miring.
3. Isi buku kedua singkat padat dan tepat memudahkan para pendidik atau para
murid dalam memahaminya, disertai dengan soal dan rangkuman untuk menguji
tingkat pemahaman pembaca.
4. Bahasa yang digunakan sederhana tidak berbelit-belit langsung kepokok masalah.
Tidak ada bahasa yang sulit dimengerti.

D. Kekurangan Buku Kedua

Semuanya sudah bagus hanya saja ada sedikit kritik atau saran dibagian
komponen kertasnya yang digunakan untuk pembuatan buku, kertas yang digunakan
merupakan jenis yang gampang berubah warna seiring perkembangannya zaman dan susah
untuk dilakukan perawatan sehingga menyebabkan tersebut berganti warna dan menjadi
using. Kemudian ada beberapa istilah-istilah dalam bahasa inggris yang digunakan pada
buku, walaupun tidak banyak tapi hal ini dapat mempengaruhi pembaca, menurut kami
sebaiknya kalimat-kalimat tersebut didampingi dengan artiannya sehingga pembaca dapat
mengetahui isi dari kalimat-kalimat tersebut.
BAB IV
PENUTUP
3.3. Kesimpulan
Pembahasan tentang demokrasi menghadapkan kita pada suatu kompleksitas
permasalahan yang klasik, fundamental namun tetap aktual. Demokrasi adalah bentuk
pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan
keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara
berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum, karena Demokrasi sangat erat kaitannya dengan
politik dan hukum.
Sejak tahun 1998 - sekarang, Indonesia menjalankan Demokrasi Pancasila Era
Reformasi. Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap demokrasi
pancasila. Namun perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan.

Adanya kehidupan yang demokratis, melalui hukum dan peraturan yang dibuat
berdasarkan kehendak rakyat, ketentraman dan ketertiban akan lebih mudah diwujudkan.
Tata cara pelaksanaan demokrasi Pancasila dilandaskan atas mekanisme konstitusional
karena penyelenggaraan pemeritah Negara Republik Indonesia berdasarkan konstitusi.

3.4. Saran
Indonesia telah melewati berbagai jenis bentuk demokrasi, mulai dari Demokrasi
Parlementer, Demokrasi Terpimpin, dan Demokrasi pada Pemerintahan Orde Baru. Untuk
sekarang demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila Era
Reformasi yang dimulai sejak runtuhnya pemerintahan Orde Baru hingga sekarang.
Dari panjangnya perjalanan Indonesia dalam melewati berbagai jenis demokrasi ini,
sudah sepatutnya kita sebagai Warga Negara Indonesia mampu bersikap bijak akan
demokrasi dan mampu menjalankan demokrasi dengan semestinya, baik dilingkungan yang
paling kecil yaitu keluarga sampai lingkungan yang paling besar yaitu pemerintahan.

Kita harus percaya bahwa Demokrasi adalah pilihan yang terbaik untuk kita dan
Negara Indonesia kita tercinta. Sebagai Warga Negara yang baik, kita harus pandai memilah
cara mengekspresikan demokrasi, yaitu dengan mengekspresikan suatu demokrasi dengan
cara yang baik, tanpa adanya anarkisme dan tujuan-tujuan lain yang dapat meruntuhkan
negara Indonesia. Hancur tidaknya suatu negara ada di tangan rakyatnya. Maka dari itu kita
harus siap untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dimasa mendatang
dan senantiasa selalu melakukan yang terbaik untuk Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pertama:

Buku Kedua: Narmoatmojo, Winarno. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk


Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Ombak.

Anda mungkin juga menyukai