FIK UI GGK-xerosis PDF
FIK UI GGK-xerosis PDF
NELI SUHARTI
1106129991
NELI SUHARTI
1106129991
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
anugerah dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu
syarat memenuhi tugas mata ajar tugas akhir Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia (FIK UI). Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1) Ibu Dra. Juniati Sahar, Ph.D., selaku Dekan FIK UI;
2) Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam
penyusunan karya ilmiah ini sampai selesai;
3) Ibu Ns. Tatik Wahyuni, S.Kep. selaku pembimbing klinik di RSUP Fatmawati
dan penguji dalam sidang tugas akhir yang telah memberikan masukan untuk
pembuatan tugas akhir.
4) Ibu Bapak/Ibu Dosen Pembimbing FIK UI yang senantiasa memberikan
masukan dan semangat selama penulis menjalani perkuliahan;
5) Kedua orang tua saya Bapak Dahrodji Marthawijaya dan Ibu Encum Kulsum
yang selalu memberikan dukungan tiada henti, menyempatkan waktu untuk
selalu mendoakan putri-putrinya, adik-adikku Linda Luningrum dan Hesa
Mastupah Widyawati;
6) Suami tercinta Vidi Januardani yang selalu memberikan semangat, doa dan
dorongan yang tiada henti sehingga penulis mampu menyelesaikan proses
perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini dengan baik, serta putri-putri cantikku
Anna Zahirah Masyudah dan Adzra Laila Nurizzah yang harus kehilangan
banyak waktu untuk bermain dengan mama, dan dengan senyuman, candanya
membuat mama kembali bersemangat untuk menjalani perkuliahan;
7) Semua pihak yang telah membantu menyumbangkan tenaga dan pemikirannya
dalam penyusunan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih jauh dari sebuah
kesempurnaan, dikarenakan ilmu, dan pengalaman penulis yang masih terbatas
iv
Neli Suharti
vii
viii
ix
LAMPIRAN
xi
xii
Gagal ginjal kronik sendiri merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia
(Smeltzer, et.al., 2008). Data yang didapat dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) tahun 2008 dengan memeriksa kadar kreatinin serum pada 1200 orang,
didapatkan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik cukup besar yaitu 12,5%,
bahkan pada pasien beresiko tinggi seperti hipertensi, diabetes, dan proteinuria
prevalensinya meningkat 29,1%. Hasil riset kesehatan dasar Depkes (2013)
prevalensi gagal ginjal kronis pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2
persen dan penyakit batu ginjal sebesar 0,6 persen sedangkan data rekam medis
Rumah Sakit Fatmawati bulan Januari sampai Maret 2014 didapatkan jumlah
penderita gagal ginjal di rawat inap adalah 108 orang dengan klasifikasi cronic
renal failure (CRF) 3 orang, CRF unspesific 40 orang, End Stage Renal Disease
(ESRD) 65 orang.
Akibat dari penyakit GGK tersebut pasien akan tetap mengalami sejumlah
permasalahan dan komplikasi serta adanya berbagai perubahan pada bentuk dan
fungsi sistem dalam tubuh (Smeltzer et.al., 2008). Bentuk perubahan dan
komplikasi GGK mempunyai manifestasi klinis seperti nausea, vomitus, lemas,
pucat, uremic fetor, edema, pertumbuhan terlambat, osteodistrofi, hipertensi,
gangguan integitras kulit dan lain-lain. Manifestasi klinis tersebut terjadi akibat
Universitas Indonesia
penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan dan jelas terlihat setelah laju
filtrasi glomerulus (LFG) <10 ml/menit/1,73 m². sedangkan gejala fisik tidak
langsung terlihat oleh karena ginjal yang masih baik mempunyai fungsi ginjal
cadangan yang besar (reserve fungsional) dan nefron mempunyai kemampuan
mengadaptasi kehilangan nefron lainnya.
Menurut (Pardede, 2010) manifestasi klinis GGK disebabkan oleh berbagai faktor
akibat penurunan fungsi ginjal dan penimbunan sisa metabolisme protein yang
disebut toksin uremik. Dari manifestasi klinis tersebut salah satu masalah yang
muncul dalam GGK adalah gangguan integritas kulit seperti gatal-gatal (pruritus),
kulit kering (xerosis) dan kulit belang (skin discoloration) yang mempengaruhi
50% - 90% dari pasien dialisis peritoneal atau hemodialisis dan gejala berkisar
dari lokal dan ringan sampai umum dan parah terkait dengan stadium akhir
penyakit ginjal (Silverberg, Singh & Laude 2001 dalam Headly & Wall 2002).
Hasil penelitian Udayakumar, et.al (2006) 80% pada 100 pasien GGK mengeluh
masalah kulit dengan temuan umum xerosis 79%, pucat 60%, pruritus 53% dan
pigmentasi kulit 43%. Gangguan integritas kulit merupakan masalah yang paling
mengganggu pada pasien gagal ginjal akhir yang menjalani GGK yang melakukan
hemodialisis yang dapat mempengaruhi kualitas hidup (Akhyani, et. al., 2005;
Nahid, et. al., 2010).
Xerosis merupakan kulit kering yang muncul akibat pada pasien GGK bisa akibat
gangguan sistemik uremia dimana mekanisme yang mendasari gangguan
integritas kulit yang masih belum dimengerti penyebabnya, bisa karena
hiperparatiroidisme sekunder, kelainan divalen-ion, histamin, sensitisasi alergi,
proliferasi sel mast kulit, anemia defisiensi besi, neuropati dan perubahan
neurologis, atau kombinasi dari ini telah dihipotesiskan. Belum ada pengobatan
yang efektif saat ini untuk gangguan integritas kulit (Narita,et. al., 2008). Xerosis
merupakan kondisi yang sering ditemui pada pasien gagal ginjal terminal.
Universitas Indonesia
Kulit kering akan menyebabkan infeksi, apabila terluka akan membuat proses
penyembuhannya lebih lambat dan menjadi penyebab gatal–gatal. Dari
permasalahan tersebut penulis ingin melakukan analisis praktik klinik
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien gagal ginjal kronik
dengan intervensi pemberian coconut oil di ruang rawat penyakit dalam lantai 5
selatan Gedung Teratai RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Komponen yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi konsep keperawatan
kesehatan masyarakat (KKMP), gagal ginjal kronik dan perawatan xerosis untuk
meningkatkan kualitas .hidup pasien.
6 Universitas Indonesia
Faktor perilaku merubah gaya hidup masyarakat perkotaan seperti perubahan pola
makan (makan makanan berlemak, dan berkolesterol tinggi), pola tidur, pola
istirahat, pola olah raga, merokok (kurangnya aktifitas fisik), minum-minuman
keras, kegemukan berakibat meningkatnya penyakit diabetes melitus, maupun
hipertensi. Akibat perubahan pola hidup masyarakat perkotaan penyakit diabetes
dan hipertensi menjadi semakin tidak terkontrol dan tidak terkendali karena
dipengaruhi oleh rendahnya masyarakat memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan
mengakibatkan kerusakan yang lebih parah yang berdampak pada penyakit gagal
ginjal, dimana 40% oleh karena diabetes mellitus dan gaya hidup, bahkan
cenderung terjadi peningkatan 1-2% setiap tahunnya seperti hasil penelitian
Depkes (2013) bahwa penyakit diabetes melitus yang berdasarkan wawancara
juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013). Jika
dibiarkan terus dan tidak terkontrol hipertensi atau diabetes mellitus
mengakibatkan ginjal cenderung akan menjadi rusak dan tidak dapat dipulihkan
kembali, seperti kasus keracunan gula akibat diabetes akan menyebabkan
kerusakan nefron, yang disebut diabetic nephropaty. Sedangkan tekanan darah
tinggi pada penderita hipertensi dapat merusak jaringan pembuluh darah ginjal.
Kemunduran peran nefron secara bertahap dapat menjadi semakin parah bila
mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi penyakit kronis tersebut dalam
jangka panjang, sehingga dapat memberikan efek samping pada ginjal dan
mengakibatkan gagal ginjal kronik.
Universitas Indonesia
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) dengan defisiensi jumlah total
nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan sehingga ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
dalam keadaan asupan makanan normal (Price & Wilson, 2005). Berdasarkan
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan gagal ginjal kronik merupakan
penyakit yang progresif dan berlangsung lama, ireversibel dengan defisiensi
jumlah nefron sehingga terjadi kegagalan tubuh dalam mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh.
2.2.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan
ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Price dan Wilson (2005)
mengklasifikasikan penyebab gagal ginjal kronik sebagai berikut:
1) Penyakit infeksi tubulointestitial (infeksi traktus urinarius (UTI), pielonefritis
dan Nefropati refluks
UTI umumnya dibagi dua kategori: UTI bagian bawah (uretritis, sistitis,
prostatitis) dan UTI atas (pielonefritis akut). Pelonefritis akut adalah infeksi
yang berperan terhadap morbiditas. Pada pelonefritis kronik terjadi
pembentukan jaringan parut parenkimal yang disebabkan infeksi berulang
Universitas Indonesia
dan menetap pada ginjal yang diakibatkan oleh refluks urin terinfeksi
kedalam ureter yang kemudian masuk kedalam parenkim ginjal.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
7) Nefropati toksik
Insufisiensi ginjal dapat mengakibatkan timbulnya gagal ginjal akut. Gagal
ginjal kronik dapat terjadi akibat penyalahgunaan analgetik dan pajanan
timbal.
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi dari GGK menurut Smeltzer et. al. (2008) adalah hiperkalemia yang
terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan
diet berlebih. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung yang terjadi
akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. Hipertensi
yang terjadi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron. Anemia terjadi akibat penurunan eritropoetin, penurunan
rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin,
dan kehilangan darah selama hemodialisis. Penyakit tulang serta kalsifikasi
Universitas Indonesia
metastatik terjadi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar alumunium.
2.2.5 Penatalaksanaan
Menurut Renal Resource Centre (2010), terdapat tiga pilihan pengobatan bagi
penderita gagal ginjal yaitu:
a. Dialisis (hemodialysis atau peritoneal dialysis)
Dialisis menghilangkan produk-produk limbah dan kelebihan cairan dari darah
menggunakan membran semipermeabel. Ini adalah pengobatan kronis dan
tidak menyembuhkan gagal ginjal. Ada dua bentuk dialisis: hemodialisis dan
peritoneal dialisis.
b. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah proses dimana ginjal dipindahkan dari donor
hidup ataupun yang sudah meninggal, dan ditransplantasikan ke penerima
yang cocok. transplantasi kadang-kadang dapat terjadi sebelum dialisis
dimulai (pre-emptive) jika donor hidup tersedia.
c. Perawatan konservatif
Perawatan konservatif disebut sebagai manajemen medis atau perawatan
penyakit ginjal stadium akhir. Ini memungkinkan penyakit berjalan secara
alami dan berfokus pada mengobati gejala. Perawatan dialisis tidak digunakan.
Pengobatan bergantung pada manajemen obat dan diet. seperti dialisis dan
transplantasi, tim kesehatan juga akan mengngatasi masalah psikologis,
emosional dan sosial yang berhubungan dengan penyakit ginjal. Perawatan
konservatif bertujuan untuk menjaga fungsi ginjal selama mungkin tapi tidak
dapat menghentikan penurunan fungsi ginjal. Ini tidak menggantikan fungsi
ginjal.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
f. Neurosensori
Gejala yang dirasaka yaitu: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang;
sindrom kaki gelisah; kebas rasa terbakar pada telapak kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer). Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot. Tanda: perilaku berhati-hati,
gelisah
h. Pernapasan
Gejala: napas pendek, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak. Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan
frekuensi/kedalaman, batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(edema paru)
i. Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, Tanda: pruritus, demam, ptekie,
area ekimosis pada kulit, defosit fosfat kalsium pada kulit, keterbatasan gerak
j. Seksualitas
Gejala: penurunan libido, amenorea, infertilitas
k. Interaksi sosial
Gejala: kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran
l. Penyuluhan/ pembelajaran
Pasien dengan gagal ginjal kronik memikiki gejala: riwayat DM keluarga,
penyakit polokistik, malignansi. Riwayat tepajan pada toksin, penggunaan
antibiotic nefrotok saat ini/berulang
Universitas Indonesia
2.3 Pemberian coconut oil (minyak kelapa) pada pasien gagal ginjal kronik yang
mengalami xerosis (kulit kering)
Pasien dengan gagal ginjal kronis dan khususnya pasien yang sedang menjalani
hemodialisis reguler sangat sering mengalami xerosis (kulit kering) yang berat
(Proksch, 2007). Xerosis dapat menyebabkan pruritus dan kulit menjadi pecah-
pecah sehingga menghambat kegiatan sehari-hari (Singh, et. al., 2013). Penelitian
yang dilakukan oleh Lin, T.C., et.al. (2011) pemberian baby oil pada pasien
hemodialisis dengan intensitas uremik ringan seefektif lotin pelembab yang
menyejukkan, sederhana, aman, murah sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup.
Xerosis (kulit kering) adalah kelainan kulit, dimana kulit menjadi kasar, bersisik
keriput, kurang elastis, dibandingkan kulit normal dan kering pada perabaan
(Demis,1987 dalam Praharsini, 2001). Virgin Coconut Oil (VCO) mengandung
Universitas Indonesia
sejumlah besar asam lemak rantai pendek seperti kaprat, kaproat dan memiliki
antimikroba dan antivirus (Bergsson et. al. (1998); Jerman & Dillard (2004); Van
Immerssel, et. al. (2004) dalam Gupta, et.al. (2014). VCO efektif dan aman
digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidrasi
kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit. Pemanfaatan Virgin Coconut
Oil (VCO) dalam sediaan setengah padat dimungkinkan karena memiliki sejumlah
sifat yang baik terhadap kulit yaitu bersifat emolien dan moisturizer. Hal ini
membuat kulit menjadi lembut dan lembab sehingga dapat menurunkan tahanan
diffusinya (Agero and Verallo-Rowell, 2004). Gupta, et.al. (2010) menyampaikan
coconut oil adalah minyak pijat terbaik karena melindungi terhadap infeksi kulit,
melembutkan dan melembabkan serta mencegah kerutan, dan kendur pada kulit.
Universitas Indonesia
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Pasien atas nama Tn. A usia 50 tahun datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan
keluhan demam 38ºC saat cuci darah disertai mual dan muntah, agak sesak, pasien
memiliki seorang istri dan dua orang anak. Agama pasien islam. Pasien saat ini
cuti bekerja sebagai guru honorer.
3.1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama pada saat dirawat
Pasien mengeluh ada luka di kaki belum sembuh, agak sesak, kulit terasa
gatal, bengkak di kaki sudah berkurang.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Klien mengatakan sejak tiga hari sebelum masuk RS badan terasa mengigil
sehingga oleh istri di kompres kakinya dengan air hangat. Sesaat setelah di
kompres klien merasa lebih baik, sekitar 4 jam setelah di kompres
menggunakan botol kaca bekas sirup marjan tanpa memakai kain. Sekitar 4
jam setelah di kompres istri klien menemukan telapak klien telah melepuh.
Klien memiliki riwayat sakit Diabetes mellitus (DM) sejak 20 tahun yang
lalu, jarang kontrol gula darah, pernah di cek gula darah tertinggi 550 mg/dl,
pola makan tidak teratur, riwayat obesitas, minum obat gula glibenclamide,
metformin beli di Apotek saja, tetapi jarang kontrol ke dokter. Pada akhir
bulan Desember 2013 kaki klien bengkak sehingga dianjurkan cuci darah,
tetapi klien menolak. Pada bulan Mei 2014 klien masuk ruang rawat RSUP
Fatmawati karena keluhan yang sama setelah bolak-balik 5 kali perawatan.
Klien di jelaskan oleh dokter dan perawat bahwa tidak ada jalan lain, klien
18
harus cuci darah, klien setuju cuci darah sehingga klien dipasang catheter
double lument (CDL) dan mulai melakukan hemodialisis rutin 2 kali
seminggu setiap hari selasa dan jumat (sudah 6 kali) di Klinik Sahabat
Keluarga di daerah Pangkalan Jati. Riwayat penyakit darah tinggi diketahui
Desember 2013. Pasien mengatakan tidak pernah minum minuman keras,
tidak pernah merokok maupun minum obat herbal.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dari keluarga tidak ada riwayat hipertensi, penyakit ginjal.
Riwayat paman klien memiliki sakit diabetes.
d. Aktivitas/istirahat
Pasien bekerja sebagai seorang guru honorer di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) Yanusa, namun saat ini sedang cuti sakit. Aktivitas sehari-hari terbatas
karena bila terlalu capek napas terasa lebih berat dan badan terasa lemah.
Pasien tidur malam mulai jam 21.00 - 02.00 WIB (5 jam), terbangun untuk
melaksanakan sholat tahajud kemudian tidur kembali jam 03.00 - 05.00 WIB
(2 jam). Pasien kooperatif. Aktivitas di rumah sakit hanya berbaring, duduk
disekitar tempat tidur serta ke kamar mandi. Tanda-tanda vital (TTV) saat
istirahat: Tekanan darah (TD): 110/70 mmHg, Respirasi (RR): 20 x/menit,
Nadi: 84 x/menit. TTV setelah aktivitas dari kamar mandi sekitar 10 menit
TD: 120/70 mmHg, RR: 24 x/menit, Nadi: 89 x/menit terobservasi nadi
meningkat +5, pernapasan +4.
e. Sirkulasi
Pasien mengatakan ujung jari kaki sering terasa kesemutan, hilang timbul.
Saat dilakukan pengkajian tanda-tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi radialis 84 x/menit teraba kuat dan regular, suhu 36,50C.
Jugular venous Pressure (JVP) 5+2 cmH2O, bentuk dada simetris, perkusi
pekak pada intercostal (ICS) 5 dan 6, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri
tekan, auskultasi bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur/gallop.
Ekstremitas suhu kaki dan tangan teraba hangat dan lembab (berkeringat),
kulit kaki tampak kering dan pecah-pecah, warna kulit kaki lebih gelap coklat
tua, pengisian kapiler < 3 detik. Warna wajah sedikit pucat, membran mukosa
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
j. Neurosensori
Pasien mengatakan ujung-ujung jari kaki terkadang kesemutan. Penglihatan
normal, pendengaran dapat mendengar dengan baik. Memori saat ini masih
baik.
k. Nyeri/ketidaknyamanan
Pasien mengatakan tidak ada keluhan nyeri, ekspresi tenang..
l. Pernapasan
Pasien mengatakan napas tidak sesak, terasa sedikit sesak bila terlalu banyak
jalan. Pasien tidak pernah merokok. Frekuensi pernafasan 20 x/menit. Bentuk
dada simetris, tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas
vesikuler, tidak ada sianosis, batuk sesekali, perkusi sonor, tidak teraba
adanya masa.
m. Keamanan
Pasien tidak ada riwayat alergi, ROM aktif, tonus otot 5555 5555
5555 5555
Riwayat transfusi darah 3 kantong pada bulan Mei 2014 tidak ada reaksi
alergi. Riwayat kecelakaan naik motor usia 18 tahun pada paha kanan
dipasang pein permanen. Saat ini mampu berjalan ke kamar mandi. Integritas
kulit pada tangan dan kaki terlihat kering dan pecah-pecah. Kedua telapak
kaki terlihat ada luka grade 2 ukuran 4x2 cm di kaki kiri dan ukuran 3x2 cm
di kaki kanan, warna merah.
n. Interaksi sosial
Pasien memiliki seorang istri dan dua orang anak, kedua anak pasien belum
menikah dan masih tinggal bersama. Saat ini peran dalam keluarga sebagai
ayah, interaksi dengan keluarga baik. Bicara jelas dan dapat dimengerti.
o. Penyuluhan/ pembelajaran
Bahasa dominan Indonesia, pendidikan Sarjana 1
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
24
Universitas Indonesia
Diagnosa Tujuan
No Intervensi Rasional
keperawatan Umum Khusus
2. Penurunan curah jantung setelah Pasien akan Auskultasi bunyi jantung dan S3/S4 dengan tonus muffled, takikardia,
b.d ketidakseimbangan dilakukan menunjukkan: paru. Evaluasi adanya edema frekuensi jantung tak teratur, takipnea,
volume sirkulasi, tindakan Tekanan darah perifer/kongesti vaskuler dan dispnea, gemerisik, mengi dan
penurunan kerja miokard keperawatan dalam batas normal keluhan dispnea. edema/distensi jugular menunjukkan GGk
selama 4 x 24 ≤140/90 mmHg Kaji adanya/derajat hipertensi: Hipertensi bermakna dapat terjadi karena
Data subjektif:
jam curah Frekuensi jantung awasi TD; perhatikan perubahan gangguan pada sistem aldosteron rennin-
Pasien mengatakan napas 60-100x/menit postural, cth: duduk, berbaring angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
agak sesak setelah jantung dapat Respirasi 16-20 dan berdiri ginjal). Meskipun Ht umum, hipotensi
berjalan dari kamar mandi dipertahankan x/menit, ortostatik dapat terjadi sehubungan dengan
CRT < 3 detik. defisist volume cairan, respon terhadap obat
Data Objektif: antihipertensi atau tamponade pericardial
JVP: 5+2 cmH2O uremik
CTR: 61,16 % Selidiki keluhan nyeri dada, Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan
Edematungkai +1/+1 perhatikan lokasi, radiasi, IM, kurang lebih pasien GGK dengan
Hasil ECHO tanggal beratnya (skala 0-10) dan dialysis mengalami perikarditis, potensial
25/2/2014 Left apakah tidak menetap dengan resiko efusi pericardial/tamponade.
Ventrikel Dilatasi, EF inspirasi dalam dan posisi
35,7%, Left Ventrikel terlentang.
Hipertropi Evaluasi bunyi jantung Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik,
Bunyi napas vesikuler, (perhatikan friction rub), TD, penyempitan tekanan nadi, penurunan/tak
tidak ada sianosis, Nadi perifer, pengisian kapiler, adanya nadi perifer, distensi jugular nyata,
bunyi jantung I dan II kongesti vaskuler, suhu dan pucat, dan penyimpangan mental cepat
reguler, tidak ada sensori/mental menunjukkan tamponade, yang merupakan
murmur/gallop. kedaruratan medik
Tanda-tanda vital: Kaji tingkat aktivitas, respon Kelelahan dapat menyertai GJK juga
TD 110/70 mmHg, terhadap aktivitas anemia
RR: 20 x/menit
Universitas Indonesia
Nadi: 84 x/menit, Kaji warna kulit, membran Pucat mungkin menunjukkan vasokonstriksi
mukosa, dan dasar kuku. atau anemia. Sianosis mungkin
Perhatikan waktu pengisian berhubungan dengan kongesti paru atau
kapiler gagal jantung
Selidiki laporan kram otot, Neuromuskuler indikator hipokalemia, yang
kebas/kesemutan pada jari, dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan
dengan kejang otot, fungsi jantung
hiperefleksia
Pertahankan tirah baring atau Menurunkan konsumsi oksigen/kerja
dorong istirahat adekuat dan jantung
berikan bantuan dengan
perawatan dan aktivitas yang
diinginkan
Kolaborasi dalam pemberian Menurunkan tahanan vaskuler sistemik atau
obat antihipertensi. pengeluaran rennin utk menurunkan kerja
Amlodipine 1x10mg , miokardial dan membantu mencegah GJK
Bisoprolol 1x 2.5 mg atau IM
Universitas Indonesia
Diagnosa Tujuan
No Intervensi Rasional
keperawatan Umum Khusus
3. Intoleransi aktivitas b.d setelah Pasien akan Kaji faktor yang menimbulkan Menyediakan informasi tentang indikasi
penurunan produk energi dilakukan menunjukkan: keletihan seperti anemia, tingkat keletihan.
metabolik tindakan TTV sebelum dan ketidak seimbangan cairan dan
keperawatan setelah aktivitas elektrolit, retensi produk
Data subjektif: selama 4 x 24 dalam batas normal sampah, depresi.
Pasien mengatakan napas
aktivitas klien TD ≤140/90 mmHg Kaji kemampuan untuk Mengidentifikasi kebutuhan individu dan
agak sesak setelah Frekuensi jantung berpartisipasi pada aktifitas membantu pemilihan interfensi.
berjalan dari kamar mandi meningkat 60-100x/menit yang diinginkan/dibutuhkan.
Respirasi 16-20 Tingkatkan kemandirian dalam Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan
Data Objektif: x/menit, aktivitas perawatan diri yang memperbaiki harga diri.
Hb 8,6 g/dl klien berpartisipasi dapat ditoleransi, bantu jika
Terdapat perubahan pada aktivitas yang keletihan terjadi.
TTV setelah diinginkan berjalan Anjurkan aktivitas alternatif Mendorong latihan dan aktivitas dalam
beraktivitas dari ke kamar mandi, ke sambil istirahat. batas-batas yang dapat ditoleransi.
kamar mandi 10 ruang tunggu.
menit
TTV saat istirahat:
TD 110/70 mmHg,
RR: 20 x/menit
Nadi: 84 x/menit,
TTV setelah aktivitas:
TD 120/70 mmHg,
RR 24 x/menit
Nadi: 89 x/menit
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Diagnosa Tujuan
No Intervensi Rasional
keperawatan Umum Khusus
5. Risiko tinggi terhadapsetelah Pasien akan Observasi tanda-tanda infeksi, Pasien mungkin masuk dengan infeksi,
infeksi luka grade 2 b.d
dilakukan menunjukkan: peradangan,demam, kemerahan, mengalami infeksi nososkomial.
jaringan trauma (terkena
tindakan Luka membaik adanya pus pada.luka.
botol panas saat kompres)
keperawatan TTV dalam rentang Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi silang.
selama 4 x 24 normal: dengan melakukan 6 langkah
Data subjektif:
jam tidak TD ≤ 140/90 cuci tangan baik pasien dan
Pasien mengatakan ada mmHg, keluarga.
luka di telapak kaki terjadi infeksi Respirasi 16-20 Pertahankan teknik aseptik pada Mencegah timbulnya infeksi silang.
belum sembuh pada luka di x/menit, prosedur tindakan invasive
telapak kaki suhu 36-37ºC, Nadi Lakukan perawatan luka dengan Menurunkan risiko infeksi, lembab menjadi
Data objektif: 60-80 x/menit teratur, ganti verban bila basah. media terbaik bagi pertumbuhan kuman
Hb 8,9 g/dl, Leukosit Karakteristik luka: Diskusikan topik-topik utama: Memberikan pengetahuan dasar dimana
8,9 ribu µ/L, GDS 152 luka bersih, merah, Mengenai perawatan luka pasien dapat membuat pertimbangan dalam
mg/dl, Albumin 2.70 tidak ada pus, tidak diabetes, mencegah luka, diit memilih gaya hidup.
g/dl ada bengkak, pada pasien DM dan GGK,.
Tampak luka grade 2
Kolaborasi pemberian antibiotik Penanganan
menunjukkan awal dapat membantu
ditelapak kaki kiri perbaikan jaringan, mencegah timbulnya sepsis
yang sesuai Cetriaxone 1 x 2
ukuran 4x2 cm, telapak Menunjukkan pola gram
kaki kanan 3x2 cm, hidup mencegah
warna merah. infeksi: cuci tangan
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
antihipertensi jadwal
Amlodipine 1 x 10 mg,
Bisoprolol 1x 2.5 mg
Intoleransi - Mengidentifikasi S:
aktivitas b.d faktor stress (klien Pasien mengatakan
penurunan mengatakan menjalani badan tidak terasa
produksi energi hidup pasrah kepada lelah, melakukan
metabolik yang maha kuasa, tidak aktivitas perlahan-
ada yang membuat lahan.
khawatir, anak-anak O:
sudah dewasa) - Klien tampak
- Meningkatkan tingkat melakukan
partisipasi sesuai aktivitas makan
kemampuan pasien dan minum
(klien mampu berjalan sendiri
dari tempat tidur ke - TTV setelah
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. 4 Evaluasi Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan tubuh
Evaluasi yang didapatkan dalam waktu 4 hari kelebihan volume cairan
berkurang, dengan kriteria data yang didapatkan sebagai berikut pasien
mengatakan tidak ada sesak, bengkak di kaki berkurang, edema ekstremitas
derajat 1, dari hasil penimbangan badan berat terdapat penurunan 1 kg selama
4 hari.
b. Penurunan curah jantung.
Evaluasi yang didapatkan tanda-tanda vital pasien dalam batas normal
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi saat aktivitas 89 x/menit, tidak ada nyeri
dada, bunyi jantung I dan II regular tidak ada murmur/gallop.
c. Intoleransi aktivitas
Evaluasi didapatkan setelah empat hari perawatan klien dapat berjalan ke
ruang tunggu pasien didapatkan tanda-tanda vital sebelum melakukan
aktivitas nadi 80 x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, respirasi 18 x/ menit.
Setelah dari ruang tunggu pasien pemeriksaan tanda-tanda vital nadi 89
x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 86 x/menit, respirasi 24 x/menit.
d. Kerusakan integritas kulit
Evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan perawatan kulit selama tiga hari
kulit utuh, lembab, tidak kering dan klien/ keluarga menunjukkan perilaku
mencegah kerusakan kulit
e. Risiko tinggi terhadap infeksi
Evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan intervensi selama 4 hari tanda-
tanda vital stabil, luka tidak terjadi infeksi, tidak ada pus, nampak perbaikan
jaringan, klien dapat menunjukan pola hidup mencegah infeksi.
Universitas Indonesia
tinggi. Dalam riset kesehatan dasar Depkes (2013) menggambarkan bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat perkotaan terhadap jenis pelayanan kesehatan terdekat
yang berada di sekitar tempat tinggalnya seperti RS pemerintah sebanyak 69,6
persen, sedangkan RS swasta 53,9 persen. Selain data itu juga diketahui tentang
keterjangkauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan tersebut yang dilihat dari
jenis model transportasi, waktu tempuh, dan biaya menuju fasilitas kesehatan
tersebut. Dari gambaran tersebut diatas bahwa faktor ketersediaan pelayanan
kesehatan sangat mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan yang baik, dan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar
masyarakat perkotaan telah ada seperti rumah sakit pemerintah, rumah sakit
swasta, puskesmas, maupun klinik, serta lokasi mudah dijangkau akan tetapi pada
klien kami dari hasil anamnesa tergambar bahwa klien kami belum mampu
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada disekitarnya dengan data
baru sekali melakukan pemeriksaan gula darah yang menunjukan tingginya hasil
gula darah yang merupakan indikasi adanya penyakit diabetes melitus.
Faktor genetik pada penyakit gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit
diabetes melitus dan penyakit Hipertensi. Diabetes melitus mempunyai resiko
Universitas Indonesia
lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir dari orang tua bukan penderita Diabetes
Melitus (DM). Data yang didapat dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) tahun 2008 dengan memeriksa kadar kreatinin serum pada 1200 orang,
didapatkan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik cukup besar yaitu 12,5%,
bahkan pada pasien yang beresiko tinggi seperti hipertensi, diabetes, dan
proteinuria prevalensinya meningkat 29,1%. Diabetes melitus adalah salah satu
faktor terjadinya penyakit gagal ginjal kronik. Diabetes melitus maupun hipertensi
yang tidak terkontrol akan menyebabkan kerusakan ginjal sehingga menyebabkan
gagal ginjal kronis. Salah satu presipitasi diabetes melitus adalah penyakit
keturunan atau genetik. Dari hasil anamnesa pada klien saya jelas tergambarkan
bahwa ada salah satu keluarga menderita penyakit diabetes melitus yaitu paman.
Peran perawat disini adalah bagaimana menggambarkan mengenai diabetes
melitus karena factor keturunan, memberikan informasi yang jelas dan detail dan
bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan terhadap generasi berikutnya yang
mempunyai resiko penyakit diabetes melitus.
Universitas Indonesia
didapatkan data bahwa Tn. A mempunyai penyakit diabetes melitus tipe 2 sejak
20 tahun yang lalu, jarang kontrol gula darah, pernah di cek gula darah tertinggi
550 mg/dl, pola makan tidak teratur, riwayat obesitas, minum obat gula
glibenclamide, metformin beli di Apotek saja, jarang kontrol ke dokter.
Faktor kesehatan lingkungan merupakan faktor fisik, kimia, dan biologi di luar
manusia yang mempengaruhi perilaku manusia, yang penilaian dan pengendalian
faktor-faktor lingkungan berpotensi mempengaruhi kesehatan seperti masalah air
minum. Data Riskesdas (2013) dimana proporsi masyarakat yang memiliki akses
terhadap sumber air minum improved di Indonesia adalah sebesar 66,8 persen
(perkotaan: 64,3%; perdesaan: 69,4%). Masalah sanitasi dimana kepadatan
hunian, terdapat 13,4 persen rumah dengan kepadatan hunian lebih dari atau sama
dengan 8 m2 per orang (padat), maupun peran serta masyarakat. Secara garis
besar faktor lingkungan tidak berperan signifikan terhadap penyakit gagal ginjal
kronik karena penyakit ini bukan penyakit menular akan tetapi penyakit yang
timbul akibat perubahan gaya hidup masyarakat, atau karena faktor keturunan
yang dijelaskan diatas.
Universitas Indonesia
4.3. Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Gagal ginjal kronik menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ginjal sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan eksresi ginjal sehingga berdampak pada
penurunan kemampuan ginjal membuang zat-zat sisa metabolisme seperti ureum
dan kreatinin sehingga terakumulasi di dalam darah. Akumulasi ureum di dalam
darah akan mempengaruhi berbagai sistem di dalam tubuh termasuk sistem
pencernaan. Peningkatan urea dalam saluran gastrointestinal menyebabkan iritasi
mukosa. Selain itu, stomatitis dengan eksudat, rasa tidak nyaman di mulut, dan
Universitas Indonesia
uremic fetor (bau napas amonia) juga biasa ditemukan. Perubahan tersebut
mengakibatkan pasien mengalami mual, muntah, dan anoreksia yang
meningkatkan risiko penurunan berat badan dan malnutrisi (Black & Hawks,
2005).
Manifestasi klinis GGK disebabkan oleh berbagai faktor akibat penurunan fungsi
ginjal dan penimbunan sisa metabolisme protein yang disebut toksin uremik. Dari
manifestasi klinis tersebut salah satu masalah yang muncul dalam GGK adalah
gangguan integritas kulit seperti gatal-gatal (pruritus), kulit kering (xerosis) dan
kulit belang (skin discoloration) yang mempengaruhi 50% - 90% dari pasien
dialisis peritoneal atau hemodialisis dan gejala berkisar dari lokal dan ringan
sampai umum dan parah terkait dengan stadium akhir penyakit ginjal (Silverberg,
Singh & Laude 2001 dalam Headly & Wall 2002). Hasil penelitian Udayakumar,
et.al (2006) 80% pada 100 pasien GGK mengeluh masalah kulit dengan temuan
umum xerosis 79%, pucat 60%, pruritus 53% dan pigmentasi kulit 43%.
Gangguan integritas kulit merupakan masalah yang paling mengganggu pada
pasien gagal ginjal akhir yang menjalani GGK yang melakukan hemodialisis yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup (Akhyani, et. al., 2005; Nahid, et. al., 2010).
Penelitian Singh (2013) menyatakan tidak ada banyak perbedaan dalam kejadian
dermatosis lingkungan lainnya. Penghindaran pemakaian seperti sabun,
pemakaian yang memadai dan cocok minyak atau body lotion, tabir surya yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
memiliki antimikroba dan antivirus (Bergsson et. al. (1998); Jerman & Dillard
(2004); Van Immerssel, et. al. (2004) dalam Gupta, et.al. (2014). Disini peneliti
menggunakan minyak kelapa sebagai alternatif pemecahan masalah yang
dilakukan pada pasien dengan kerusakan integritas kulit xerosis dimana dalam 3
hari masalah kerusakan integritas kulit dapat diatasi.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien GGK di ruang penyakit dalam gedung Teratai lantai 5
selatan RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan jumlah penderita gagal ginjal kronik di perkotaan menjadikan
upaya preventif dan promosi keperawatan perawat rumah sakit, perawat
keluarga dan perawat komunitas sangat berperan untuk mempengaruhi
perubahan perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
b. Penatalaksanaan asuhan keperawatan terhadap masalah gangguan integritas
kulit dengan xerosis pada pasien GGK dapat dilakukan dengan pemberian
coconut oil terhadap pasien untuk mencegah akibat lain dari penyakit GGK
sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien
c. Penggunaan coconut oil dalam mengatasi xerosis akibat GGK sehingga
mampu mencegah kerusakan integritas kulit serta meningkatkan rasa aman
dan nyaman bagi klien.
5.2 Saran
Dari hasil analisa terhadap masalah keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
terhadap pasien dengan GGK dengan xerosis hal yang perlu dilakukan kajian
lebih mendalam antara lain:
a. Melakukan intervensi keperawatan untuk mengatasi kerusakan integritas kulit
xerosis tidak hanya kepada pasien kelolaan, namun juga kepada pasien yang
lain sehingga dapat menemukan kelebihan dan kekurangan metode yang
dilakukan. Penulis selanjutnya dapat mencari jurnal lebih banyak sehingga
dapat memberikan informasi lebih luas kepada pembaca.
b. Dalam pelayanan keperawatan, perawat sebaiknya dapat lebih
memperhatikan kebutuhan rasa nyaman pasien gagal ginjal kronik khususnya
yang mengalami kerusakan integritas kulit sehingga dapat meningkatkan
51 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Akhyani, M., et. al. (2005). Pruritis in hemodialysis patients. Published Med Central
Canada. 5, 7
Anderson, E. T., McFarlane, J. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas: teori dan
praktik. (Ed. ke-3). (Penerjemah: Agus S., Suharyat S., Novayantie). Jakarta:
EGC.
Barnett, A.P., Tang, L.Y. & Pinikahana. (2008). Fluid compliance among patients
having haemodialisis: can an educational program make a difference?. Journal
of Advanced Nursing, 61, (3), 300-306.
Baughman, D.C., & Hackley, J.C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku
dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Gupta, A., Jain, S., Roseka, Sood, P., Makkar, D.K., et. al. (2014). Cocunot oil - A
Novel Approach in Health Promotion and Disease Prevention. Indian Journal
of Contemporary Dentistry. 2.1 :140-144.
Gupta, A., Malav, A., Singh, A., Gupta, M.K., Khinci, M.P., Sharma, N., Agrawal, D.
(2010). Coconut Oil: The Healthiest Oil on Earth. International Journal of
Pharmacetical Sciences and Research. 1.6: 19-26
Handayani, R.S. (2010). Efektivitas Penggunaan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan
Massage untuk pencegahan Luka Tekan Grade I pada Pasienyang Beresiko
Mengalami LukaTekan di RSUD Dr. Hi Abdoel Moeloek Provinsi Lampung.
Tesis. Depok. Universitas Indonesia.
Headley, C.M. & Wall, B.M. (2001). Advance practice nurse: Role in the
hemodialysis unit. Nephrology Nursing Journal. 27: 177-178
53 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Neli Suharti, FIK UI, 2014
54
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical surgical nursing: critical
thinking for collaborative care. 5th edition. St Louis: Elsevier Saunders.
Lin, T.C. et.al. (2011). Baby oil therapy for uremic pruritus in haemodialysis patiens.
Journal of Clinical Nursing, 21, (1-2), 139-148..
McEwen, M & Nies, M.A. (2007). Community/public health nursing: promoting the
health of populations. Fourth edition. USA: Saunders Elsevier.
Narita I., et. al. (2008). Uremic Pruritus in Chronic hemodialysis patiens. Journal
Nephrol, 21, (2), 161-5.
Notoadmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2010). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Pardede, S.O. (2010). Pruritus Uremik. Journal Sari Pediatri, 11, (5), 348-354.
Praharsini. (2001). Uji banding efektivitas urea 10% dengan asam laktat 5% untuk
pengobatan xerosis pada usia lanjut. Jakarta: Tesis Program Pendidikan Pasca
sarjana Universitas Diponegoro.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Neli Suharti, FIK UI, 2014
55
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Alih bahasa Brahm U. P., et. al. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Price, M. (2003). Coconut Oil for Your Health. Longevity Publishing Home.
Sandra, Dewi, W.N., & Dewi, Y.I. (2012). Gambaran stress pada pasien gagal ginjal
terminal yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah
Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Ners Indonesia. 2, (2)
Singh, G., Chatterjee, M., Hrewal, R., Verma, R. (2013). Incidence and care of
environmental dermatoses in the high-altitude region of Ladakh, India. Indian
Journal of Dermatology.107-112.
Skorecki K., Green J. & Brenner B.M. (2005). Chronic renal failure in Horrison’s
principles of internal medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2008). Textbook of
Medical Surgical Nursing. 12 ed Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
United States Renal Data System/ USRDS (2009). Annual Data Report. Diperoleh
dari http://www.usrds.org/atlas.aspx
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Neli Suharti, FIK UI, 2014
56
World Health Organitation/ WHO. (2010). Why urban health matter. Diperoleh dari
http://www.who.int/world-health-day/2010/media/whd2010background.pdf
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Neli Suharti, FIK UI, 2014
Biodata Mahasiswa
Riwayat pekerjaan:
No Riwayat Pekerjaan Tahun
1 RSAL dr Mintohardjo Jakarta 2002-2003
2 RS Metropolitan Medical Centre Jakarta 2003-Sekarang