PENULISAN HUKUM
Oleh :
GILANG PRATAMA VIRGIANA
11010111130124
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
I
HALAMAN PENGESAHAN
PENULISAN HUKUM
Oleh :
GILANG PRATAMA VIRGIANA
11010111130124
Pembimbing I Pembimbing II
II
HALAMAN PENGUJIAN
Percepatan Penerbitan Akta Kelahiran Setelah Berlakunya Permendagri
Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan
Akta Kelahiran
(Studi Pada Masyarakat Adat Karuhun Urang, Kelurahan Cigugur, Kecamatan
Cigugur, Kabupaten Kuningan)
Dipersiapkan dan disusun
Oleh:
Dewan Penguji
Ketua
Prof. Dr. R. Benny Riyanto, S.H., M.Hum., C.N. Marjo, S.H., M.Hum.
NIP.196204101987031003 NIP196503181990031001
III
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Penulisan Hukum ini tidak pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi lain, dan sepanjang
pengetahuan saya didalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
IV
PERSEMBAHAN
- Ayah, Ibu, Adik-adik, beserta Segenap Keluarga Besar yang saya cintai
dan hormati
beserta masukan
V
MOTTO
Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak
-Albert Einstein-
-Pablo Picasso-
Ulah taluk pedah jauh tong hoream pedah anggang jauh kudu dijugjug anggang
kudu diteang
VI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah
Kabupaten Kuningan)”.
dari orang-orang tercinta, oleh karena itu penulis haturkan beribu terimakasih
kepada :
1. Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas
Diponegoro
2. Prof. Dr. R. Benny Riyanto, S.H., M.Hum, C.N. selaku Dekan Fakultas
3. Dr. Sukirno, S.H. M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah sabar, penuh
perhatian dan penuh dengan kasih sayang saat membimbing sehingga proses
VII
4. Ibu Hj. Sri Sudaryatmi,S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus
6. Terima kasih yang teramat besar kepada kedua orang tua saya Ayahanda Iman
Taofik beserta Ibunda Dedeh Muztahidah yang selalu tiada pernah berhenti
memanjatkan doa dan harapan agar anaknya dapat berhasil dan sukses
7. Terima kasih kepada adik-adik saya yang tersayang Fanny Yulia Restu
Pratiwi dan Muhammad Iqra Fatullah yang selalu mendoakan kakaknya agar
8. Terima kasih kepada Indri Paundria Nagari Pratami sang penyemangat hidup,
yang selama penulis mengerjakan penulisan hukum ini tidak pernah lelah
9. Bapak Wahyu Kepala Sekolah SMP Tri Mulya beserta masyarakat Adat
10. Bapak Iwan D. Santana, S.H Kepala Bidang Pencatatan Sipil di Dinas
keterangannya
VIII
11. M. Rasyid Rida Saragih yang telah memberikan masukan-masukan dan selalu
hukum ini
13. Kawan-kawan tercinta Raka Maulana Wijaya, Lucky Eltira, Harry Juliar
lainnya
14. Dan seluruh dzat yang telah membuat penulis hingga dapat seperti ini yang
terimakasih, TERIMAKASIH!
Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak
IX
ABSTRAK
Kepemilikan Akta kelahiran merupakan hak dasar bagi setiap anak karena
dalam akta ini memuat status dan identitas diri anak. Masih rendahnya tingkat
cakupan kepemilikan akta kelahiran di Indonesia mendorong Pemerintah menetapkan
peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan cakupan kepemilikan akta kelahiran.
Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun
2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran. Akan
tetapi dalam implementasinya terhadap masyarakat penghayat kepercayaan masih
terbentur dengan berbagai macam persoalan. Salah satu masyarakat penghayat
kepercayaan yang masih kesulitan dalam pemenuhan haknya perihal percepatan
peningkatan cakupan kepemilikan Akta Kelahiran adalah masyarakat Adat Karuhun
Urang (AKUR) di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan. Dengan adanya
Permendagri tersebut masih belum memberikan kemudahan bagi masyarakat AKUR
dalam pemenuhan haknya.
Dalam penelitian ini berupaya menyingkap problem-problem yang
melatarbelakangi kesulitan yang dialami masyarakat AKUR dalam pembuatan Akta
Kelahiran berdasarkan Permendagri No.9 Tahun 2016. Metode pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis
empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data primer dan data
sekunder dibutuhkan dalam metode pengumpulan data.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Permendagri tersebut tidak
dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil)
Kabupaten Kuningan pada masyarakat AKUR. Hal tersebut dikarenakan menurut
Dinas terkait Permendagri tersebut tidaklah digunakan untuk masyarakat adat tetapi
untuk masyarakat umum. Akan tetapi sebagai perbanding, Disdukcapil Kabupaten
Lebak telah melaksanakan Permendagri tersebut terhadap masyarakat adat Baduy.
Oleh karena itu diharapkan adanya kelonggaran dari Disdukcapil Kabupaten
Kuningan terhadap masyarakat AKUR demi pemenuhan haknya sebagai bagian dari
warga Negara Indonesia.
X
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. I
PERNYATAAN.................................................................................................... IV
PERSEMBAHAN ................................................................................................. V
MOTTO ................................................................................................................ VI
ABSTRAK ............................................................................................................ X
C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 7
XI
D. Manfaat Penelitian. ................................................................................... 8
A. Perkawinan ................................................................................................ 12
XII
5. Percepatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran berdasarkan
Kuningan ............................................................................................................ 58
XIII
C. Respon Dan Hambatan Yang Dialami Oleh Masyarakat Adat Katuhun Urang
A. Kesimpulan .................................................................................................... 72
B. Saran .............................................................................................................. 73
LAMPIRAN ............................................................................................................ 79
XIV
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuhan Yang Maha Esa, hal ini jelas disebutkan dalam dasar negara yaitu
Pancasila sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan
Indonesia diluar dari enam agama tersebut. Lalu, bagaimanakah kedudukan para
Disebutkan dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
1
Dalam Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga dinyatakan bahwa setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1)
UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia.
Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara
Bila melihat ketentuan yang diatur dalam Konstitusi dan Pancasila, pada
dasarnya negara tidak melarang siapapun ras atau suku bangsa bahkan agama
memeluk agama selain keenam agama yang disebutkan. Sementara yang pada
dasarnya merupakan “agama” asli dari Indonesia yang telah hidup bahkan
2
maupun dalam hal yang berkaitan dengan pencatatan sipil. Padahal dalam
Konstitusi sama sekali tidak terdapat batasan bagi seseorang dalam hal
terhadap para penganut agama diluar keenam agama tersebut terutama pada para
penganut kepercayaan lokal. Salah satu masyarakat lokal yang hingga saat ini
masih mengalami kesulitan dalam hal pemenuhan hak-hak sipil mereka adalah
AKUR atau yang dulunya biasa disebut Agama Djawa Sunda merupakan
masyarakat yang ada di Cigugur, Kuningan beserta beberapa daerah lainnya yang
ada di Jawa Barat. Agama Djawa Sunda ini didirikan oleh Pangeran Sadewa
Alibassa Widjaja Ningrat atau biasa disebut Kyai Madrais pada abad ke-19.1
spiritual Jawa dan Sunda. Sebenarnya Kyai Madrais mendirikan ADS mempunyai
1
Tendi, Sejarah Agama Djawa Sunda Di Cigugur Kuningan 1939-1964, (Tesis Magister Humaniora,
Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), hlm 6.
3
Diskriminasi terhadap masyarakat komunitas AKUR masih dirasakan hingga
saat ini. Meski demikian, masyarakat komunitas AKUR sebagai salah satu agama
mereka perjuangkan antara lain dalam pembuatan KTP, akta perkawinan, serta
yang akan dibahas lebih lanjut dalam penulisan hukum ini mengenai proses untuk
Hal tersebut dimulai dari kesulitan yang dialami oleh komunitas AKUR dalam
mengeluarkan akta perkawinan bagi mereka. Hal tersebut berimbas pula terhadap
keturunan yang sah merupakan tujuan dari sebuah perkawinan,2 maka dengan
diberikannya identitas diri anak sejak anak tersebut dilahirkan, merupakan suatu
bentuk perlindungan hukum yang paling mendasar bagi anak. Dengan demikian,
perkawinan dianggap telah tercapai dan proses untuk melanjutkan generasi dapat
berjalan.3 Oleh sebab itu, semestinya semenjak seorang anak dilahirkan haruslah
2
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta : Liberti, 1999,
hlm 13.
3
Soerjono Soekanto, hukum adat indonesia, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2012, hlm 251.
4
mempunyai identitas yang jelas sehingga kelak tidak menghambat
pencatatan sipil”, yang berarti bahwa setiap anak yang lahir haruslah segera
bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa begitu pentingnya pencatatan kelahiran anak
anak misalnya untuk syarat mendaftar ke sekolah nanti. Selain itu, akta kelahiran
5
juga digunakan untuk membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah.
merupakan sebuah akta otentik yang akan menjadi alat bukti atau dasar hukum
Negara atas identitas anak pada komunitas AKUR ini mulai mendapatkan angin
B. RUMUSAN MASALAH
4
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di Indonesia,
Ed.1, Cet 2, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm 3.
6
Menurut soerjono soekanto, masalah merupakan suatu proses yang
hendak diatasi dan inilah yang hendak diatasi dan inilah yang antara lain menjadi
tujuan suatu penelitian. Sehingga akan sangat baik jika sebelum menentukan
pada Masyarakat Adat Karuhun Urang oleh Dinas Kependudukan dan Catatan
2. Apa respon dan hambatan yang dialami oleh Masyarakat Adat Karuhun Urang
C. TUJUAN PENELITIAN
5
Soerjono soekanto, pengantar penelitan hukum, jakarta, hlm 106.
7
Kepemilikan Akta Kelahiran pada Masyarakat Adat Karuhun Urang oleh
D. MANFAAT PENELITIAN
sendiri pada khususnya maupun bagi pihak lain atau pembaca pada umumnya.
kepercayaan.
2. Bagi Masyarakat
3. Bagi Penulis
8
Semoga dengan penulisan hukum ini dapat menambah ilmu pengetahuan
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Skripsi ini terbagi dalam lima bab
yang masing-masing bab saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Adapun
gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi ini dapat diuraikan dalam
BAB I : PENDAHULUAN
penulisan.
9
hukum yang benar-benar bermanfaat sebagai bahan untuk
bersangkutan.
10
BAB V : PENUTUP
Pada bagian penutup ini terdapat dua sub bab, yaitu simpulan dan
tersebut dilakukan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERKAWINAN
1. Pengertian Perkawinan
diatur dalam Pasal 1, yang berbunyi : “perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
1. Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam rumah tangga dan
6
Amnawaty dan Wati Rahmi Ria, Hukum dan Hukum Islam, Bandar Lampung : CV Sinsar Sakti, 2007,
hlm 129
12
4. Perkawinan adalah akad antara calon laki-istri untuk memenuhi hajat
2. Tujuan Perkawinan
Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-
kerusakan
7
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta : Hilda Karya Agung, 1986, hlm 1
8
Penjelasan Umum UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sub.4.
9
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Jakarta : Prenada Media Grup, 2003, hlm 22
13
3. Syarat Perkawinan
syarat perkawinan, yaitu syarat materiil dan syarat formil. Syarat mateiil
adalah syarat yang melekat pada diri masing-masing pihak disebut juga syarat
subjektif, dan syarat formil yaitu mengenai tata cara atau prosedur
2. Pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita
3. Harus mendapat izin masing-masing dari kedua orang tua, kecuali dalam
hal-hal tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 tahun atau lebih, atau
kurang dari 19 dan 16 tahun (Pasal 6ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2));
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000, hlm 76
14
a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun
keatas;
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
tiri;
dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
5. Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak
dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2)
6. Suami isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai
(Pasal 10).
15
7. Seorang wanita yang perkawinannya terputus untuk kawin lagi telah
sampai Pasal 5 );
ditulis dalam daftar khusus untuk hal tersebut ( sesuai Pasal 6 sampai
Pasal 7);
a) Nama;
b) Umur;
16
c) Agama;
d) Pekerjaan;
f) Hari/tanggal
g) Jam
dua orang saksi, maka perkawinan telah mencatat secara resmi. Akta
4. Sahnya Perkawinan
17
perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa
dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat
berlaku.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang terdapat dalam Bab II dalam
Catatan Sipil.
18
Pada kenyataannya perkawinan penghayat kepercayaan tidak dapat
begitu saja dicatatkan, banyak hal yang masih menjadi perdebatan mengenai
ini untuk mendapatkan haknya. Kenyataan ini tidak sesuai dengan salah satu
Hak Asasi Manusia yaitu hak beragama seperti tercantum dalam Pasal 4
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
kepercayaan yang tidak memeluk salah satu dari keenam agama yang diakui.
sangat besar dikemudian hari bagi kehidupan mereka sampai kepada anak-
anak mereka. Dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) UUD 1945 pun sebenarnya
dengan jelas memberi ruang kebebasan bagi setiap orang untuk memeluk
11
Maria Fransiska Anne, Keabsahan Perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 dalam hubungannya dengan Undang-Undang Perkawinan (suatu
Analisa Yuridis), Depok : Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2009, hlm 24
12
Ibid., hlm. 25
19
Titik terang bagi penghayat kepercayaan ini muncul setelah berlakunya
2007. Dimana dalam Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 tentang pengaturan
bahwa :
Pasal 81 :
Pasal 82 :
Peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2)
wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi
Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari dengan menyerahkan:
a. surat perkawinan Penghayat Kepercayaan;
b. fotokopi KTP;
c. pas foto suami dan istri;
d. akta kelahiran; dan
e. paspor suami dan/atau istri bagi orang asing.
20
Pasal 83 :
(1) Pejabat Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana
mencatat perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
dengan tata cara:
a. menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada
pasangan suami istri;
b. melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang
tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan; dan
c. mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan
kutipan akta perkawinan Penghayat Kepercayaan.
(2) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diberikan kepada masing-masing suami dan istri.
bernegara, akan timbul hubungan timbal balik antara Negara itu sendiri
dengan warga negaranya. Hubungan timbal balik ini akan menghasilkan hak
dan kewajiban bagi keduanya. Salah satu hak yang timbul bagi warga Negara
21
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia,
melakukan wanprestasi.15
diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum
13
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm 43
14
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Buku Satu, Jakarta : Balai Pustaka Utama, 1989, hlm
874
15
Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Liberty, 1991, hlm 9
22
untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan
kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya
16
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991, hlm 74
17
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta : Magister Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003, hlm 14
23
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
2. Pengertian Anak
Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga karena
dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang
harus dijunjung tinggi. Anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus
dalam pengertian lain adalah manusai yang masih kecil. Selain itu, anak pada
18
Ibid, hlm 20
19
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Basaha Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988, hlm 30
24
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan”.
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi
kepentingannya”.
undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai
lebih awal”.
mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
25
3. Hak dan Kewajiban Anak
diskriminasi (pasal 4)
b. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
diasuh oleh orang tuanya sendiri.Dalam hal karena suatu sebab orang
tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam
keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai
anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial (pasal 8).
26
f. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak
j. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
27
ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau
k. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
hidup dari kedua Orang Tuanya, dan memperoleh Hak Anak lainnya
(pasal 15).
28
sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela diri dan
memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi
o. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
p. Setiap anak berkewajiban untuk: menghormati orang tua, wali, dan guru.
agamanya, dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia (pasal 19).
29
tumbuh kembang anak baik fisik maupun mentalnya agar kelak siap hidup
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat 2).
1945. 20
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat
hukum bagi anak agar haknya sebagai anak dapat terpenuhi tanpa dilanggar
20
Nashriana, Perlindungan Hukum bagi Anak di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm 1
30
C. TINJAUAN UMUM AKTA KELAHIRAN
oleh karena itu peristiwa tersebut perlu mempunyai bukti yang tertulis dan
(1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan
tentang Perlindungan Anak berisi ketentuan bahwa, identitas dari setiap anak
akta kelahiran. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa akta kelahiran
adalah bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang yang
31
dituangkan dalam suatu akta yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil.
Republik Indonesia
Kependudukan
32
2. Lembaga Yang Berwenang Menerbitkan Akta Kelahiran
atau kota. Dalam hal ini dinas terkait adalah Dinas Kependudukan dan
penduduk
pembangunan
33
e. Melaksanakan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil seluruh
Pelayanan Pencatatan Sipil. Adapun tugas dari seksi itu sendiri berdasarkan
Pasal 13
34
c. Pelaksanaan Pengumpulan, pengolahan dan evaluasi kegiatan
35
i. Membuat dan menyampaikan laporan hasil kegiatan
Akta Kematian;
Kepala Bidang.
Berkaitan dengan pencatatan kelahiran ini telah diatur dalam Pasal 51, 52,
53, 54, dan Pasal 58 Peraturan Presiden No.25 tahun 2008 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yang isinya sebagai
berikut:
Pasal 51:
(1) Setiap peristiwa kelahiran dicatatkan pada instansi pelaksana di
tempat terjadinya kelahiran.
(2) Pencatatan peristiwa kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan memperhatikan :
a. Tempat domisili ibunya bagi penduduk warga Negara Indonesia;
b. Di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk warga Negara
Indonesia;
c. Tempat domisili ibunya bagi penduduk orang asing;
d. Di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk orang asing;
36
e. Anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang
tuanya.
Pasal 52:
Pasal 53:
Pencatatan kelahiran penduduk Warga Negara Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan tata cara :
a. Penduduk warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat
Keterangan Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal52 ayat (1) Kepada Petugas
Registrasidi kantor desa/ kelurahan.
b. Formulir Surat Keterangan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada
huruf a ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala
Desa/ Lurah.
37
c. Kepala Desa/ Lurah berkewajiban meneruskan Formulir Surat
Keterangan Kelahiran kepada UPTD Instansi pelaksana untuk
diterbitkan kutipan Akta Kelahiran.
d. Dalam hal UPTD Instansi pelaksana tidak ada, Kepala Desa/ Lurah
menyampaikan ke kecamatan untuk meneruskan Formulir Surat
Keterangan Kelahiran kepada Instansi Pelaksana.
e. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana/ UPTD
Instansipelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan
penerbitan Kutipan Akta Kelahiran dan menyampaikan kepada
Kepala Desa/ Lurah atau kepada pemohon.
Pasal 54:
Pencatatan kelahiran penduduk warga Negara Indonesia sebagimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan tata cara :
a. Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat
Keterangan Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari
dokter, bidan, penolong kelahiran dan menunjukkan KTP ibu atau
bapaknya kepada Instansi Pelaksana.
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam
Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
Pasal 58:
Pencatatan kelahiran anak yang tidak diketahui asal usulnya atau
keberadaan orang tuanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2)
huruf f, dilakukan dengan tata cara :
a. Pelapor / pemohon mengisi formulir surat keterangan kelahiran
dengan menyertakan Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) kepada Instansi
Pelaksana.
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam
Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
38
4. Fungsi Akta Kelahiran
yang merupakan suatu bukti sah yang utama akan identitas diri seseorang.
Selain sebagai idrntitas awal, fungsi lain akta kelahiran antara lain :
KK
g. Mengurus asuransi
Jika dilihat dari beberapa fungsi akta kelahiran diatas, tentunya akta
datang.
39
5. Percepatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran berdasarkan
akta kelahiran. Karena tingkat kepemilikan akta kelahiran yang masih rendah
akta tersebut.
masih rendahnya data kepemilikan Akta Kelahiran Anak (0-18 thn) dalam
oleh :
40
3. Masih menggunakan sistem aplikasi terpisah dengan SIAK, karena
Terpencil). Selain itu, masih terdapat regulasi yang sulit untuk dilaksanakan
21
Informasi Kependudukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, “Permasalahan Rendahnya
Kepemilikan Akta Kelahiran”, diakses dari http://infoduk.babelprov.go.id/content/permasalahan-
rendahnya-kepemilikan-akta-kelahiran, pada tanggal 26 Nopember pukul 14:38
41
sebelumnya kerap kali kesulitan untuk memperoleh akta kelahiran dan sebagai
Pasal 3 :
Pasal 4
(1) Dalam hal persyaratan berupa surat keterangan lahir dari
dokter/bidan/penolong kelahiran, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf a tidak terpenuhi, pemohon melampirkan
SPTJM kebenaran data kelahiran.
(2) Dalam hal persyaratan berupa akta nikah/kutipan akta
perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf b tidak terpenuhi, pemohon melampirkan SPTJM
kebenaran sebagai pasangan suami isteri.
(3) SPTJM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemohon.
42
Pasal 5
(1) Dalam hal persyaratan berupa akta nikah/kutipan akta perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak
terpenuhi, dan status hubungan dalam keluarga pada KK tidak
menunjukkan status hubungan perkawinan sebagai suami isteri,
dicatat dalam register akta kelahiran dan kutipan akta kelahiran
dengan elemen data sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal persyaratan berupa akta nikah/kutipan akta perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak
terpenuhi, dan status hubungan dalam keluarga pada KK
menunjukkan status hubungan perkawinan sebagai suami isteri,
dicatat dalam register akta kelahiran dan kutipan akta kelahiran
dengan elemen data sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
bahasa inggris yaitu research yang berasal dari kata re (kembali) dan to
tertentu.22
yang disebut ilmu. Karena masalah yang dihadapi adalah nyata maka ilmu
mencari jawabannya pada dunia nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta
diakhiri dengan fakta. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional
22
Bambang sunggono, metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, 1997, hlm 27
44
oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan dengan benar.23 Hal ini berarti
bahwa untuk semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yaitu :
Karuhun Urang.
B. Metode Pendekatan
23
Ibid., hlm 46
24
Ibid., hlm 47
45
mempunyai hubungan permasalahan dengan pembahasan dalam penulisan
Data yang digunakan dalam penulisan hukum ini meliputi data sekunder
1. Data Primer
hukum ini.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penulisan hukum ini terdiri dari:
berasal dari :
25
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,
2001, hlm 10.
46
2. Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan
Anak
Perlindungan Anak
dan internet.
a. Studi Kepustakaan
47
Studi kepustakaan yaitu data yang diperoleh untuk
kelahiran.
b. Wawancara
jawabkan kebenarannya.
Analisis data yaitu proses pengumpulan data yang didasarkan atas segala
data yang sudah diolah dan diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier, yang didukung data-data yang diperoleh
dari hasil wawancara terhadap narasumber. Tujuan dari analitis data itu
analitis.
48
BAB IV
A. Gambaran Umum
a. Kondisi Geografis
dari pusat kota dan terletak di kaki gunung Ciremai. Berada pada
astronomis terletak pada 128o 27’ 15’’ Bujur Timur dan 05o 58’ 8’’
26
Badan Pusat Statistik Kuningan, Kecamatan Cigugur dalam Angka 2017, Kuningan, 2017, hlm 3
49
Peta Wilayah Kecamatan Cigugur
sekitar 218 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Maret
27
Badan Pusat Statistik Kuningan, Statistik Daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan, 2016, hlm 1
50
kemarau terjadi di Bulan Juli dan September.28 Dengan curah hujan
didominasi oleh penduduk pada kelompok usia 15-55 tahun. Hal ini
tinggi.29
Kejuruan.30
28
Badan Pusat Statistik Kuningan, Op.cit.
29
Ibid, hlm 21
30
Ibid, hlm 45
51
b. Kondisi Sosial dan Budaya
Norma- norma yang berasal dari adat istiadat masih dipegang teguh,
adanya rasa saling menghormati serta toleransi tinggi yang hidup pada
Islam, yaitu sebanyak 40.871 jiwa, ada 4.285 jiwa beragama Katholik,
c. Kondisi Perekonomian
31
Ibid, hlm 83-84
52
berpihak kepada pembangunan perekonomian rakyat terutama di
pendapatan dari sektor pertanian dan sektor non pertanian. Dalam hal
dari perdagangan yang disusul dari jasa dan lainnya yang merupakan
Untuk hasil panen, pada tahun 2016 dari luas panen tanaman
Cigugur yaitu sebesar 63,26 Kw/Ha. Selain itu, dengan lahannya yang
subur hewan ternak pun berkembang baik disini. Pada tahun 2016 di
53
ekor babi, 2.239 ekor domba, 71 ekor kerbau, 44 ekor sapi potong, dan
a. Sejarah AKUR
dimaksud dengan hukum suci yang harus dihayati dengan hati namun
wiji yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Kosmologi mistisisme Jawa
32
Ibid, hlm 101
33
Roger L Dixon, Sejarah Suku Sunda, jurnal veritas, Oktober, 2000, hlm 203
54
menyadarkan tentang asal-usul kehidupan, perkembangan dan juga
34
Selu Margaretha Kushendrawati, Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat di Kuningan Jawa
Barat, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin Vol XXIII No 1, 2004, hlm 40
35
Djatikusuma, Spiritual Culture of Karuhun Urang Tradition, (Kuningan: Cagar Budaya Nasional,
1999), hlm. 1.
36
Djatikusuma, Paseban Tri Panca Tungal, (Kuningan: Cagar Budaya Nasional, 1979), hlm.5.
55
ke Boven Digul Papua Barat pada Tahun 1901.37 Kyai Madrais pun
Konghucu.38
tanggal 11 Juli 1981 menyatakan diri keluar dari Agama Katolik, dan
37
Selu Margaretha Kushendrawati, Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat di Kuningan Jawa
Barat, hlm 367
38
Wawancara dengan Bapak Wahyu, Sesepuh AKUR sekaligus Kepala Sekolah SMP Tri Mulya pada
tanggal 6 Nopember 2017
39
Saidi, Anas, Abdul Aziz dkk, Menekuk Agama, Membangun Tahta (Kebijakan Agama Orde Baru),:
Desantara, 2004, hlm.312.
56
Agama Djawa Sunda. Maka untuk menghormati Pastor Pangeran
40
Wawancara dengan Bapak Wahyu, Sesepuh AKUR sekaligus Kepala Sekolah SMP Tri Mulya pada
tanggal 6 Nopember 2017
57
Kepangeranan Gebang Kinatar yang berlokasi di Kelurahan Cigugur.
Selain itu didepannya juga terdapat taman serta terdapat SMP Tri
Cigugur. 41
akan dapat berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan
41
Wawancara dengan Bapak Jumali, Sesepuh AKUR, yang sedang berjaga di pos tamu di depan
Gedung Paseban pada tanggal 4 Desember 2017
58
terwujudnya good governance.42 Dengan adanya hukum, tatanan serta
nilai serta kaidah moral positif yang ada di masyarakat dapat diinvertarisir
42
Soeprapto Hartono Hadi, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 2008, hlm 7
43
B Arief Sidharta, Struktur Ilmu Hukum, Yogyakarta, Thafa Media, 2012, hlm 5-7
59
telah mengakui status kewarganegaraan dan status hukumnya dan
Pewarganegraan.
44
Wawancara dengan Iwan Dradjat Santana, Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil Kabupaten
Kuningan, pada tanggal 7 Nopember 2017
60
administrasi kependudukan tidaklah bersifat diskriminatif, sepanjang
memenuhi persyaratan formal dan materil. Disini yang tidak dapat
dipenuhi oleh masyarakat AKUR adalah persyaratan materil yaitu tidak
dapatnya mereka membuktikan perkawinannya. Sementara peran
Disdukcapil ini hanya mencatatkan laporan terhadap peristiwa kelahiran
yang dilaporkan masyarakat sepanjang memenuhi persyaratan. Akibatnya
secara hukum karena mereka tidak dapat membuktikan perkawinannya,
anak yang lahir dari perkawinan tersebut hanya memilik hubungan
hukum dengan ibunya saja. Dengan adanya Permendagri Nomor 9 Tahun
2016 ini sebetulnya tidak ada pengaruh karena tetap AKUR ini masih
dikategorikan sebagai masyarakat adat yang berafiliasi/hanya dalam
konteks kebudayaan saja. Dalam Permendagri tersebut terdapat pula
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Untuk SPTJM ini
sebenarnya bukanlah sebagai pengganti daripada buku nikah, melainkan
bagi mereka yang sebelumnya sudah menikah secara agama akan tetapi
perkawinannya belum dicatatkan atau dengan kata lain Kawin
Siri/Agama. Itupun dengan syarat perkawinan tersebut haruslah sudah
tercantum dalam Kartu Keluarga (KK). Sementara bagi masyarakat
AKUR ini meskipun sudah dilakukan pernikahan akan tetapi pernikahan
itu tidak dicatat di KK.”
61
perkawinan (sebagai bukti adanya suatu perkawinan), maka anak yang
dilahirkan adalah anak luar kawin.45 Adapun bunyi dari pasal tersebut:
Pasal 81
(1) Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan di hadapan
Pemuka Penghayat Kepercayaan.
(2) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditunjuk dan ditetapkan olehorganisasi penghayat
kepercayaan, untuk mengisi dan menandatangani surat
perkawinan Penghayat Kepercayaan.
(3) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) didaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara
teknis membina organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
suami isteri”.
45
Direktorat Pencatatan Sipil, Panduan Pencatatan Sipil, Direktorat Jendral Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri, 2015, hlm 34
62
“Dalam hal persyaratan berupa akta nikah/kutipan akta
perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak
terpenuhi, dan status hubungan dalam keluarga pada KK tidak
menunjukkan status hubungan perkawinan sebagai suami isteri, dicatat
dalam register akta kelahiran dan kutipan akta kelahiran dengan elemen
data sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini”.
dengan Pasal 5 ayat (1) ini terdapat formulasi kalimat kutipan akta
nama ibu yang disebutkan dalam akta sehingga pemenuhan haknya masih
63
tersebut. Yaitu apabila dalam KK nya sudah tercantum statusnya sebagai
pasangan suami isteri. Hal ini dikemukakan oleh Iwan Dradjat Santana,
berdasarkan garis keturunan ibu saja, melainkan ayah dan ibunya. Akan
Meskipun ada kemajuan karena tidak hanya nama ibu saja yang
46
Wawancara dengan Iwan Dradjat Santana, Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil Kabupaten
Kuningan, pada tanggal 4 Desember 2017
64
dicantumkan, timbul kesan lain berkenaan perkawinan mereka yang belum
psikolog anak kelak, dan juga respon dari masyarakat luar yang mungkin
akan adanya anggapan bahwa anak tersebut merupakan anak luar kawin.
Selain itu, celah lain bagi mereka yang ingin memperoleh akta
kelahiran anaknya tanpa hanya mengikuti garis keturunan ibunya saja atau
satunya adalah dari Aji Dipa. Akan tetapi, munculnya isu pada masyarakat
lain dianggap keluar dari AKUR dan mengikuti Kepercayaan dari Pemuka
Kanekes atau yang lebih dikenal dengan Suku Baduy, pengahayat Sunda
47
Keterangan ini didapat secara lisan dari wawancara bersama Bapak Wahyu, Sesepuh AKUR
sekaligus Kepala Sekolah SMP Tri Mulya pada tanggal 6 Nopember 2017
65
Sunda Wiwitan yang biasa dipanggil Kang Sarpin, bahwa masyarakat
Kanekes pun statusnya masih sama seperti AKUR yang belum terdaftar
tidaklah salah dalam penerapan aturan, akan tetapi tidak ada salahnya
apa yang dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten Lebak. Hal tersebut demi
48
Wawancara dengan Kang Sarpin, Salah satu Pengahayat Sunda Wiwitan yang mengurus Akta
Kelahiran anaknya dengan menggunakan SPTJM di Disdukcapil Rangkasbitung, pada tanggal 29
Nopember 2017
66
diperhatikan pemenuhannya walaupun masih dengan adanya batasan-
batasan tertentu.
49
Soeprapto Hartono Hadi, Op.cit.
67
Akibatnya adalah timbul kesan dari masyarakat AKUR yang
50
Wawancara dengan Bapak Rohaman dan Diding, Penghayat Sunda Wiwitan Cigugur, pada tanggal
4 Desember 2017
68
Hal senada diungkapkan oleh Bapak Wahyu selaku penghayat
sekaligus Kepala Sekolah dari SMP Tri Mulya yang merupakan sekolah
Yang Maha Esa. Adapun alasan mereka enggan mendaftarkan diri ini
adalah karena adanya rasa trauma dari masa lalu dikarenakan pada Tahun
1964 dan juga Tahun 1982 telah dua kali dibubarkan. Sehingga ada rasa
51
Wawancara dengan Bapak Wahyu, Sesepuh AKUR sekaligus Kepala Sekolah SMP Tri Mulya pada
tanggal 6 Nopember 2017
69
takut terulang kembali pembuburan apabila mereka mendaftarkan diri
sebagai organisasi.
Pasal 5
(1) Gubernur menerbitkan SKT organisasi Penghayat Kepercayaan
untuk provinsi.
52
Sekarang Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha esa dan Tradisi Ditjen Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Reintegrasi Departemen Pendidikan Nasional dan
Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Tanggal 27 Januari 2012, menyatakan bahwa Direktorat Pembinaan Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi dan perubahan selanjutnya sesuai Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Tanggal 17 April 2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 593)
70
(2) Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. akte pendirian yang dibuat oleh Notaris;
b. program kerja ditandatangani ketua dan sekretaris;
c. Surat Keputusan Pendiri atau hasil musyawarah nasional atau
sebutan lainnya yang menyatakan susunan kepengurusan;
d. SKT minimal di 3 (tiga) Kabupaten/Kota;
e. Foto copy Surat Keterangan Terinventarisasi;
f. Riwayat hidup (biodata), pas foto berwarna ukuran 4 X 6 cm, foto
copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus provinsi yang
terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara masing-masing
sebanyak 1 lembar:
g. formulir isian;
h. data lapangan;
i. foto tampak depan dengan papan nama alamat
kantor/sekretariat;
j. Nomor Pokok Wajib Pajak;
k. Surat Keterangan Domisili ditandatangani oleh lurah dan camat;
l. surat kontrak /izin pakai tempat bermaterai cukup;
m. surat keterangan organisasi tidak sedang terjadi konflik internal
dengan bermaterai cukup yang ditandatangani ketua dan
sekretaris; dan
n. surat keterangan bahwa organisasi tidak berafiliasi dengan
partai politik dengan bermaterai cukup yang ditandatangani
ketua dan sekretaris.
hak-hak nya dapat terpenuhi karena telah mengikuti prosedur yang ada.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
72
demikian ada perbedaan implementasi antara Disdukcapil Kabupaten
B. Saran
Adapun saran yang dapat diajukan penulis sebagai hasil dari penelitian
ini yang sekiranya dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terlibat juga
73
1. Negara bersamaan dengan aparaturnya harus terus memberikan
hukum.
74
DAFTAR PUSTAKA
Buku
75
Soerjono Soekanto, “Hukum Adat Indonesia”, (Jakarta : RajaGrafindo Persada,
2012)
Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitan Hukum”, (Jakarta)
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, “Aspek Hukum Akta Catatan
Sipil di Indonesia”, Ed.1, Cet 2, ( Jakarta : Sinar Grafika, 1996)
Laporan
76
“Kecamatan Cigugur dalam Angka”, (Kuningan: Badan Pusat Statistik
Kuningan,2017)
“Panduan Pencatatan Sipil”, Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementrian Dalam Negeri, 2015
“Statistik Daerah Kecamatan Cigugur”, ((Kuningan: Badan Pusat Statistik
Kuningan,2016)
Sumber Online
77
Peraturan Bersama Menteri No. 43/41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan
Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
78
LAMPIRAN
79
80
81
82
83
FORMULASI KALIMAT KUTIPAN AKTA KELAHIRAN ANAK YANG DILAHIRKAN
DALAM ATAU SEBAGAI AKIBAT PERKAWINAN YANG BELUM TERCATAT
SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TETAPI STATUS HUBUNGAN
DALAM KELUARGA PADA KK MENUNJUKKAN HUBUNGAN PERKAWINAN
SEBAGAI SUAMI ISTERI
PENCATATAN SIPIL
WARGA NEGARA…………………………..
………………………….tahun………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………….
anak ke ……………………………………………………………………………………….
dari…………………………………………………………………………………………….
……………………………………dan……………………………………………………….
Pada tanggal…………………………………………..
Kepala………………………………………………..
TTD
NAMA
NIP
84
FORMULASI KALIMAT KUTIPAN AKTA KELAHIRAN ANAK YANG DILAHIRKAN
DALAM ATAU SEBAGAI AKIBAT PERKAWINAN YANG BELUM TERCATAT
SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN STATUS HUBUNGAN
DALAM KELUARGA PADA KK TIDAK MENUNJUKKAN HUBUNGAN
PERKAWINAN SEBAGAI SUAMI ISTERI
PENCATATAN SIPIL
WARGA NEGARA…………………………..
………………………….tahun………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………….
anak ke ……………………………………………………………………………………….
dari…………………………………………………………………………………………….
Pada tanggal…………………………………………..
Kepala………………………………………………..
TTD
NAMA
NIP
85
SALINAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PERCEPATAN PENINGKATAN CAKUPAN KEPEMILIKAN AKTA KELAHIRAN
86
b. bahwa kepemilikan akta kelahiran sebagai wujud
pengakuan negara atas identitas anak masih
rendah, sehingga perlu adanya percepatan dalam
kepemilikan akta kelahiran;
87
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
88
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Dalam Negeri (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1667);
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
89
6. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang
melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang
dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang
pengangkatannya sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
7. Register Akta Kelahiran adalah daftar yang
memuat data outentik mengenai peristiwa
kelahiran, yang diterbitkan dan ditanda tangani
oleh pejabat berwenang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Kutipan Akta Kelahiran adalah kutipan data
outentik yang dipetik sebagian dari register akta
kelahiran, yang diterbitkan dan ditandatangani
oleh pejabat berwenang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
90
11. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
yang selanjutnya disingkat SIAK adalah sistem
informasi yang memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi
pengelolaan informasi administrasi
kependudukan di tingkat penyelenggara dan
Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan.
12. Instansi Pelaksana adalah perangkat
pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung
jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan
dalam urusan kependudukan dan pencatatan
sipil.
13. Unit Pelaksana Teknis Instansi Pelaksana yang
selanjutnya disingkat UPT Instansi Pelaksana
adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang
bertanggung jawab kepada Instansi Pelaksana.
14. Pelayanan Pengurusan Akta Kelahiran secara
online adalah proses pengurusan akta kelahiran
yang pengiriman data/berkas persyaratannya
dilakukan dengan media elektronik yang
berbasis web dengan memanfaatkan fasilitas
teknologi komunikasi dan informasi.
15. Mengunggah adalah proses mengirim
data/berkas dari komputer ke server aplikasi
Sistem Informasi Administrasi Kependudukan.
16. Pencatatan kelahiran secara manual adalah
pencatatan kelahiran yang dilakukan oleh
91
pemohon dengan mengisi formulir yang telah
disediakan oleh Instansi Pelaksana.
17. Pencatatan kelahiran secara online adalah
pencatatan kelahiran yang dilakukan oleh
pemohon dengan mengisi aplikasi elektronik.
18. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak
Kebenaran Data Kelahiran yang selanjutnya
disebut dengan SPTJM Kebenaran Data
Kelahiran adalah pernyataan yang dibuat oleh
orang tua kandung/wali/pemohon dengan
tanggung jawab penuh atas kebenaran data
kelahiran seseorang, dengan diketahui 2 (dua)
orang saksi.
19. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak
Kebenaran Sebagai Pasangan Suami Isteri yang
selanjutnya disebut SPTJM kebenaran sebagai
pasangan suami isteri adalah pernyataan yang
dibuat oleh orang tua kandung/wali/pemohon
dengan tanggung jawab penuh atas status
hubungan perkawinan seseorang, dengan
diketahui 2 (dua) orang saksi.
20. Saksi dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Mutlak adalah orang yang melihat atau
mengetahui penandatanganan Surat
Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak.
21. Laman resmi
http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/
layananonline adalah laman yang dibuat oleh
92
Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri
untuk fasilitasi pelayanan pencatatan kelahiran
secara on line.
22. Tandatangan secara elektronik adalah
tandatangan Pejabat Pencatatan Sipil yang
dilakukan secara langsung dan melalui proses
pemindaian.
23. Quick Response Code yang selanjutnya disebut
QR Code adalah sebuah barcode yang berisi
informasi tentang data kelahiran yang tercetak
pada akta kelahiran.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Bagian Kesatu
Pasal 3
93
(1) Persyaratan pencatatan kelahiran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dengan
memenuhi syarat berupa:
(3) surat keterangan lahir dari
dokter/bidan/penolong kelahiran;
(4) akta nikah/kutipan akta perkawinan;
(5) KK dimana penduduk akan didaftarkan sebagai
anggota keluarga;
(6) KTP-el orang tua/wali/pelapor; atau
(7) paspor bagi WNI bukan penduduk dan orang
asing.
(2) Pencatatan kelahiran anak yang tidak diketahui
asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya
dilakukan dengan:
c. melampirkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
dari Kepolisian; atau
d. menggunakan SPTJM kebenaran data
kelahiran yang ditandatangani oleh
wali/penanggungjawab.
Pasal 4
94
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak
terpenuhi, pemohon melampirkan SPTJM
kebenaran sebagai pasangan suami isteri.
(6) SPTJM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemohon.
Pasal 5
95
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Bagian Kedua
Pasal 6
Pasal 7
96
b. petugas melakukan verifikasi dan validasi
terhadap persyaratan serta merekam data
kelahiran dalam database kependudukan;
Pasal 8
97
b. pemohon yang telah mendapatkan hak akses
sebagaimana dimaksud huruf a, mengisi
formulir pada aplikasi pencatatan kelahiran
dan mengunggah persyaratan:
1) surat keterangan lahir dari
dokter/bidan/penolong kelahiran;
2) akta nikah/kutipan akta perkawinan;dan
3) paspor bagi WNI bukan penduduk dan
orang asing.
c. pemohon yang telah mengisi formulir aplikasi
pencatatan kelahiran dan melengkapi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada
huruf b mendapatkan tanda bukti
permohonan;
d. petugas pada instansi pelaksana melakukan
verifikasi dan validasi data permohonan
dengan basis data/biodata yang tersimpan
dalam SIAK;
e. setelah dilakukan verifikasi dan validasi data,
pejabat pencatatan sipil pada instansi
pelaksana menandatangani dan menerbitkan
register akta kelahiran;
f. pejabat pencatatan sipil pada instansi
pelaksana membubuhkan tandatangan
secara elektronik pada kutipan akta
kelahiran;
g. petugas mengirimkan pemberitahuan melalui
surat elektronik kepada Pemohon; dan
98
h. pemohon dapat mencetak kutipan akta
kelahiran yang telah ditandatangani secara
elektronik oleh pejabat pencatatan sipil.
(3) Kutipan akta kelahiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf h, hanya dapat dicetak 1
(satu) kali.
(4) Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencetakan
Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemohon melapor kepada Instansi
Pelaksana melalui surat elektronik.
BAB III
Bagian Kesatu
Pasal 9
99
c. ukuran;
d. warna; dan
e. jumlah halaman.
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
100
Ukuran register akta kelahiran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c, yaitu dengan ukuran :
22,7 x 30,5cm.
Pasal 13
Pasal 14
Bagian Kedua
Pasal 15
Pasal 16
101
a. bahan baku;
b. desain;
c. ukuran;
d. warna; dan
e. tanda pengaman.
Pasal 17
Pasal 18
102
d. di tengah kutipan akta kelahiran bagian atas dibubuhi
lambang Garuda Pancasila yang dicetak dengan
menggunakan hologram;
e. di bagian tengah kutipan akta kelahiran dibawah
lambang Garuda Pancasila tertulis “Republik
Indonesia”;
f. menggunakan desain sekuriti berupa relief teks
bertuliskan “Republik Indonesia” dengan ornamen
bergelombang parabol dan hiperbol;
g. di bagian tengah terdapat relief teks gradasi;
h. relief background berupa garis gelombang yang tidak
terputus, dan mempunyai ketebalan garis sampai 0.03
mm;
i. di bagian tengah kutipan akta kelahiran terdapat line
raster yang membentuk logo Garuda Pancasila;
j. bingkai berupa Guilloche 2 (dua) warna yang berupa
garis yang sambung menyambung mempunyai
kerapatan dan kerenggangan yang berbeda-beda serta
mempunyai ketebalan garis sampai 0,03 mm; dan
k. sebelah kanan atas dicetak nomor seri blangko akta
kelahiran sebagai nomor kendali atau pengaman.
Pasal 19
Pasal 20
103
Warna dasar blangko kutipan akta kelahiran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d, yaitu
dengan warna dasar biru muda dan 2 (dua) warna
bingkai biru muda dan hijau muda.
Pasal 21
Pasal 22
a. desain;
b. ukuran; dan
c. tanda pengaman.
104
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
105
berupa QR Code sebagai alat verifikasi dan
autentikasi atas kebenaran data yang tertuang dalam
kutipan akta kelahiran.
(2) Verifikasi dan autentikasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berupa data NIK pemilik akta, nomor
akta, NIK pemohon, nama petugas yang memproses
dan Instansi Pelaksana atau UPT Instansi Pelaksana
yang menerbitkan akta kelahiran.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 26
(1) Kepala Instansi Pelaksana atas nama
Bupati/Walikota melaporkan data peningkatan
cakupan kepemilikan akta kelahiran
kabupaten/kota secara kumulatif kepada
gubernur setiap bulan paling lambat tanggal 28
(dua puluh delapan).
(2) Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Provinsi atau Kepala Biro yang membidangi
urusan kependudukan dan pencatatan sipil atas
nama Gubernur melaporkan rekapitulasi data
peningkatan cakupan kepemilikan akta
kelahiran skala Provinsi secara kumulatif kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil setiap bulan
paling lambat tanggal 5 (lima).
106
Pasal 27
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan
Sipil atas nama Menteri memberikan teguran tertulis
kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Provinsi atau Kepala Biro yang membidangi
urusan kependudukan dan pencatatan sipil yang
tidak melaporkan rekapitulasi data peningkatan
cakupan kepemilikan akta kelahiran skala Provinsi
secara kumulatif kepada Menteri
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
Pasal 29
107
(2) Dasar penerbitan register akta kelahiran karena
hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan kutipan akta kelahiran atau fotocopy
kutipan akta kelahiran penduduk dan melampirkan
surat keterangan kehilangan dari kepolisian.
Pasal 30
Pasal 31
108
b. formulasi elemen data dalam kutipan akta
kelahiran;
c. formulasi elemen data dalam kutipan akta
kelahiran bagi anak yang tidak diketahui asal
usulnya atau keberadaan orang tuanya;
d. desain blangko register akta kelahiran;
e. desain blangko kutipan akta kelahiran manual;
f. desain kutipan akta kelahiran online
g. formulasi kalimat register akta kelahiran;
h. formulasi kalimat kutipan akta kelahiran anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah;
i. formulasi kalimat kutipan akta kelahiran anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang belum tercatat sesuai
peraturan perundang-undangan tetapi status
hubungan dalam keluarga pada KK
menunjukkan status hubungan perkawinan
sebagai suami isteri;
j. formulasi kalimat kutipan akta kelahiran anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang belum tercatat sesuai
peraturan perundang-undangan dan status
hubungan dalam keluarga pada KK tidak
menunjukkan status hubungan perkawinan
sebagai suami isteri ;
109
k. formulasi kalimat kutipan akta kelahiran anak
yang tidak diketahui asal usulnya atau
keberadaan orang tuanya;
l. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak
(SPTJM) kebenaran data kelahiran;
m. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak
(SPTJM) kebenaran sebagai pasangan suami
istri;
n. laporan data peningkatan cakupan kepemilikan
akta kelahiran kabupaten/kota; dan
o. laporan data peningkatan cakupan kepemilikan
akta kelahiran provinsi.
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
110
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Pasal 34
Ditetapkan di Jakarta
111
REPUBLIK INDONESIA
Ttd
TJAHJO KUMOLO
Diundangkan di Jakarta
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
ttd
W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
112