Anda di halaman 1dari 8

KOMUNIKASI KRISIS SAAT BENCANA

Disusun Oleh

Servasius Ratu Banin


186070300111037

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Latar Belakang

Kawasan Asia Pasifik menurut UN – ESCAP Tahun 2015 merupakan kawasan


paling rawan bencana di dunia (Sheila Bonito, 2017), sebab dalam 10 tahun terakhir yaitu
antara tahun 2005 – 2015, telah terjadi bencana alam sebanyak 1731 kali atau sekitar 39%
dari total seluruh bencana yang terjadi di dunia. Bencana – bencana alam tersebut
menghasilkan kematian sebanyak 444.761 atau sekitar 52% dari total kematian di dunia
akibat bencana. Indonesia termasuk salah satu negara yang berada di kawasan asia pasifik
yang wilayahnya di lalui oleh cincin api pasifik sehingga Indonesia memiliki risiko tertinggi
terhadap bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, termasuk banjir, tanah
longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan (Hasan, 2017).

Suatu kejadian dikatakan bencana jika menimbulkan dampak yang merugikan, baik
sektor ekonomi, sosial, kemasyarakatan, jatuhnya korban luka maupun meninggal dunia,
rusaknya hunian warga, infrastruktur, pertanian, perkebunan, peternakan dan lain – lain
(Yennizar, 2015). Undang-undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana,
memberikan suatu definisi mengenai bencana. Bencana menurut UU ini adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alamdan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Indonesia, 2007).
Jadi bencana atau disaster dapat diartikan sebagai Peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia yang mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan
prasarana umum serta menimbulkan gangguanterhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus.
Bencana kini bukan lagi dianggap sebagai fenomena yang sporadis, namun sebisa
mungkin bencana tersebut dikelola dan direduksi. Oleh karena itulah, bencana bukan lagi
dianggap sebagai hazard yang menempatkan bencana sebagai sesuatu yang absurd untuk
dikelola. Akan tetapi, bagaimana kemudian kita menempatkan unsur keselamatan (safety)
dalam bencana tersebu
Bencana selalu datang tiba – tiba dan tidak dapat di duga dan selalu menimbulkan
dampak yang negatif pada semua tatanan kehidupan masyarakat. situasi yang tidak terduga
dengan hasil negatif yang dapat mengancam keberadaan suatu organisasi, mengancam
nilai-nilai serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan untuk
mempertahankan diri dan menjaga eksistensi suatu organisasi atau nilai, disebut juga krisis
(Muhamad Fajar Pramono, 2017). Krisis biasanya memiliki tiga dampak, yaitu pertama
ancaman terhadap legitimasi organisasi, adanya perlawanan terhadap misi organisasi, dan
ketiga, terganggunya cara orang melihat dan menilai organisasi. Organisasi yang dimaksud
disini bisa pemerintah, kelompok masyarakat, kelompok adat dan budaya, perusahaan dan
lain – lain.

Penanggulangan krisis akibat bencana dapat dilakukan secara cepat, tepat dan baik
apabila didukung oleh sistem informasi yang baik (Kemenkes, 2006). Pada proses
penanggulangan bencana alam, kebutuhan tidak hanya pada aspek logistik, akomodasi dan
transportasi, kesehatan atau pakaian. Akan tetapi kebutuhan terhadap sistem informasi
pada pada proses penanggulangan bencana berbasis manajemen, sangat dibutuhkan untuk
memudahkan melakukan kerja operasional yang sistematis dan terkontrol dengan baik.
Untuk itu manajemen sistem informasi kebencanaan menjadi mutlak diterapkan.

Peran Komunikasi Pada Persiapan & Sistem peringatan dini

Betapa pentingnya komunikasi saat bencana telah mendorong Negara melalui kementrian
komunikasi dan kementrian kesehatan mengeluarkan regulasi – regulasi yang mendorong
persiapan sistem komunikasi saat terjadi krisis akibat bencana. Oleh karena itu
perencanaan komunikasi untuk menghadapi situasi krisis saat bencana sangat diperlukan.
Perencanaan komunikasi yang baik dapat membantu menangani secara efektif dan efisien
bencana yang tidak terduga (Beger, 2018). Keberhasialan komunikasi pada situasi krisis
saat bencana pada akhirnya akan berhasil sangat tergantung pada persiapan yang telah
dilakukan jauh sebelum kondisi krisis itu melanda. Sebuah institusi yang memiliki rencana
komunikasai pada situasi krisis memungkinkan pihak – pihak dalam institusi tersebut yang
bertanggung jawab untuk menangani situasi yang dihadapi dan tidak membuang – buang
waktu hanya karena bingung kepada siapa dan bagaimana ia harus berkomunikasi. Situasi
saat bencana sangat fluktuatif, penuh tekanan dan membingungkan, oleh karena itu
rencana komunikasi krisis yang detail dan terperinci membuat menjeman mampu
mengendalikan situasi.

Korban jiwa, harta, lingkungan dan lain – lain dapat dihndari atau di kurangi jika terdapat
peringatan dini sebelum bahaya menghampiri. Dibanyak negara jumlah korban akibat
bencana dapat di tekan serendah mungkin, karena sistem komunikasi untuk deteksi dan
peringatan bahaya bencana sedini mungkin. Misalnya dengan memanfaatkan satelit yang
bertugas memantau perkembangan dan pergerakan badai, radar untuk memantau
perkembangan dan pergerakan tornado, jaringan seismograf untuk gempa bumi, dan DART
untuk tsunami (Lindell, 2018). Selain itu terdapat metode yang semakin canggih untuk
menyebarkan informasi, televisi, radio, dan lain – lain.
Sistem Informasi

Manajemen informasi sistem merupakan penerapan sistem informasi di dalam


organisasi untuk mendukung informasi di dalam organisasi untuk mendukung
informasiinformasi yang dibutuhkan. Kumpulan dari interaksi sistem-sistem informasi yang
bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang
berguna untuk semua tingkatan di dalam kegiatan pelaksanaan dan pengendalian situasi
bencana. Sistem informasi kesehatan selalu berhubungan dengan pengolahan informasi
yang didasarkan pada komputer computer-based information processing.

Sistem informasi kesehatan yang merupakan suatu sistem berbasis komputer yang
menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang sama. Para
pemakai biasanya membentuk suatu entitas organisasi formal, perusahaan atau sub di
bawahnya. Informasi menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai
apa yang terjadi di masa lalu, apa yang terjadi sekarang dan apa yang mungkin terjadi di
masa yang akan datang. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan
khusus dan ouput. Ouput informasi digunakan oleh manajer maupun non manajer dalam
lembaga saat mereka membuat keputusan untuk memecahkan masalah. Sistem informasi
manajemen di dalam perancangan, penerapan dan pengoprasiannya sangat mahal dan
sulit. Kegiatan utama dari semua sistem informasi, yaitu menerima data sebagai masukan
(input) kemudian memprosesnya dengan melakukan penghitungan, penggabungan unsur
data, pemutakhiran dan lain-lain, akhirnya memperoleh informasi sebagai keluarannya
(output). Perubahan data menjadi informasi dilakukan oleh pengolah informasi. Pengolah
informasi dapat meliputi elemen-elemen komputer, non-komputer atau kombinasi
keduanya.

Peran Media Soasial

Media Sosial dapat memfasilitasi kelompok – kelompok yang terpisah untuk dapat
berkomunikasi sehingga dapat bersama – sama mencari solusi untuk keluar dari krisis yang
sedang di alami (Lindell, 2018). Misalnya pada pristiwa penembakan di sekolah Virginia
Tech. Dimana pada kejadian itu siswa – siswa yang selamat melaporkan kondisi mereka
pada salah satu media sosial terkenal sehingga pihak berwenang dapat memprediksi jumlah
korban, jumlah yang selamat dan situasi terbaru pada lokasi penembakan. Dengan demikian
pihak berwenang dapat menyusun rencana penyelamatan dengan lebih efektif dan efisien.

Keegan dan rekan – rekanya telah mempelajari struktur dan dinamika mikipedia (sebuah
inseklopedia online dan merupakan konten terbuka) selama peristiwa krisis (Keegan, 2015;
Keegan, Gergle, & Contractor, 2013). Dalam penelitian tersebut, mereka menemukan
bahwa wikipedia mendukung perilaku kolektif dimana orang – oarang yang terpisah jauh
dapat berkumpul untuk berbagi dan mencari informasi dan mememahami suatu peristiwa
melalui informasi yang saling diberikan tersebut. Starbird dan Palen (2012) meneliti posting
di tweeter selama krisis perang pada pemberontakan mesir tahun 2011. Dalam penelitian
tersebut mereka menemukan bahwa semua peristiwa selama pemberontakan disirakan
melalui tweeter dan di sebar luaskan oleh pengguna tweeter lain di belahan dunia sehingga
menggugah simpati dunia. Dunia kemudian terlibat dalam mencari solusi bagi stabilitas dan
perdamaian Mesir paska pemberontakan. Media sosial juga dapat memberikan laporan
mengenai lokasi krisis secara geografis. Kemampuan ini dikenal dengan istilah relawan
informasi geografis. (Delungueville, Laraschi, Smith, Peedell, & De Groeve, 2010). Informasi
geografis ini kemudian dapat dikumpulkan oleh relawan lalu dipetakan.

Anggota masyarakat seperti pemerhati media sosial, pemerhati menjemen


kedaruratan, aktivis kemanusiaan, dan peneliti terus bereksperimen, merancang,
mempertanyakan, dan mengembangkan cara – cara baru untuk menggunakan media sosial
selama krisis. Upaya yang paling berhasil dari semua upaya – upaya itu adalah Ushadidi.
Ushadidi adalah aplikasi terbuka yang berfungsi mengumpulkan dan menganalisis informasi
– informasi yang di hasilkan warga negara dan berseliseran di media sosial. Tujuanya
adalah untuk secepatnya mendeteksi situasi krisis dan menjadi sumberdata bagi penguasa,
masyarakat dan NGO untuk merencanakan solusi dalam upaya mengatasi situasi krisis
(Meier & Brodock, 2015). Ushadidi bergantung pada publik dan juga sukarelawan digital
yang bersedia mengirbankan waktu mereka untuk mengisi peta yang sangat bermanfaat
untuk membantu kemanusiaan dan dapat dilakukan dari jarak jauh menggunakan media
sosial (starbird & Palen, 2011). Salah satu bukti nyata peran Ushadidi yang jelas teramati
adalah pada kasus gempa bumi di Haiti. Dimana masyarakat yang berlokasi saling
berjauhan mampu berkomunikasi, bertukar informasi dan melakukan rencana
penanggulanagan situasi krisis dengan cara menggalang dan menyumbang bantuan
kepada mereka yang terkenan dampak bencana (starbird & Palen, 2011). Sebuah
kelompok yang terbentuk jauh sebelum gempa Haiti juga ikut terlibat dalam uaoaya – upaya
mebantu situasi krisis di Haiti. Misalnya komunitas OpenStreetMap (OSM) dari devisi
kemanusiaan menciptakan peta dasar untuk salah satu wilayan terparah di Haiti saat itu
sehingga dapat membantu respon internasional. Upaya OSM ini kemudian menginspirasi
pembuatan peta – peta lain di wilayah Haiti pasca gempa bumi dan dalam bencana
berikutnya di seluruh dunia (Dittus, Quattrone & Capra, 2016).

Selain ushadidi, terdapat juga kelompok – kelonpok seperti Random Hack Of


Kindness dan Organisasi Crisis Commons4. Kelompok – kelompok ini juga ikut berperan
aktif mengembangkan aplikasi untuk menyediakan layanan kemanusiaan. Mereka teridiri
dari sukarelawan teknologi yang meluangkan waktu mereka untuk mengembangkan
perangkat lunak dan mengembangkan pengalaman menejemen kegawat daruratan untuk
membantu orang – orang yang terkena dampak krisis akibat bencana tertentu (boehmer,
2010). Terdapat juga organisasi sukarelawan internasional bernama Humanity Road5.
Organisasi ini berupaya memberi informasi krisis kepada masyarakat dengan mengajarkan
masyarakat tentang cara “tweet krisis” dan dengan memantau aliran komunikasi di media
sosial demi mengumpuolkan informasi terkait bencana (Starbird & Plane, 2013). Demikian
pula satuan tugas Siaga6 yang berperan mengatur para sukarelawan digital dalam
menanggapi kebutuhan kemanusiaan dan fokus pada pemetaan krisis. Organisasi –
organisasi seperti ini sangat berperan penting dalam mempertahankan komunikasi pada
situasi krisis. Namun demikian, masih banyak pertanyaan seputar bagaimana sukarelawan
digital dapat bekerja dengan menejeman darurat secara efektif dan berkelanjutan (Hughes &
Tapia, 2015). Palang merah Amerika telah mendirikan Pusat Operasi Digital yang
mempekerjakan sukarelawan digital terlatih untuk memantau aliran komunikasi pada media
sosial pada situasi krisis akibat bencana.

Kesimpulan

Media sosial sangat berperan penting dalam komunikasi krisis saat bencana, yaitu dengan
mengumpulkan berbagai data – data penting tentang situasi krisis akibat bencana di suatu
daerah untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana pengiriman
bantuan kemanusiaan.
Daftar Pustaka

Beger, Rudolf. (2018). Present-Day Corporate Communication. Singapore: Springer Nature


Singapore
Boehmer, E. (2010, July 22). Coordinating efforts by volunteer and technical communities for
disaster preparedness, response, and relief. Science and Technology Innovation
Program—Woodrow Wilson International Center for Scholars. Retrieved from
http://www.sts.virginia.edu/PIP/research_papers/ 2011/Boehmer.pdf.
Delungueville B., Luraschi, G., Smits, P., Peedell, S., & De Groeve, T. (2010). Citizens as
sensors for natural hazards: A VGI integration workflow. Geomatica, 64 (1), 41–59.
Dittus, M., Quattrone, G., & Capra, L. (2016). Analysing volunteer engagement in
humanitarian mapping: Building contributor communities at large scale. In
Proceedings of the 19th ACM Conference on Computer-Supported Cooperative Work
& Social Computing (pp. 108–118). New York, NY, USA: ACM.
https://doi.org/10.1145/2818048.2819939.
Hasan, Safari. (2017). Strategi Krisis Public Relations Pasca Bencana. Jurnal Dialog
Penanggulangan Bencana, 3(2), 68-78.
Hughes, A. L., & Chauhan, A. (2015). Online media as a means to affect public trust in
emergency responders. In Proceedings of the 2014 Information Systems for Crisis
Response and Management Conference (ISCRAM 2015). Retrieved March 26, 2017,
from http://iscram2015.uia.no/?p=2020.
Keegan B., Gergle, D., & Contractor, N. (2013). Hot off the wiki: Structures and dynamics of
Wikipedia’s coverage of breaking news events. American Behavioral Scientist, 57(5),
595–622. https://doi.org/10. 1177/0002764212469367.
Keegan B.C. (2015). Emergent social roles in wikipedia’s breaking news collaborations. In E.
Bertino & S. A. Matei (Eds.), Roles, trust, and reputation in social media knowledge
markets (pp. 57–79). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/9783-
319-05467-4_4.
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 064/Menkes/SK/II/2006 C.F.R. (2006).
Lindell, Michael K. (2018). Communicating Imminent Risk In H. R. W. D. J. E. Trainor (Ed.),
Handbook of Disaster Research. Switzerland: Springer Science+Business Media.
Meier, P. (2015). Digital humanitarians: How big data is changing the face of humanitarian
response. London: Routledge.
Muhamad Fajar Pramono, Setiawan Lahuri, Mohammad Ghozali. (2017). Penerapan
Manajemen Krisis Dalam Pengelolaan Bencana Longsor Banaran, Pulung, Ponorogo
Journal of Social Dedication, 1(1).
Sheila Bonito, Hiroko Minami. (2017). Introduction. In H. M. Sheila Bonito (Ed.), The Role of
Nurses in Disaster Management in Asia Paci (pp. 1-10). Switzerland: Springer
International Publishing Switzerland.
Starbird, K., & Palen, L. (2011). “Voluntweeters:” Self-organizing by digital volunteers in
times of crisis. In Proceedings of the 2011 Conference on Human Factors in
Computing Systems (CHI 2011) (pp. 1071– 1080). New York, NY, USA: ACM Press.
Starbird, K., & Palen, L. (2012). (How) will the revolution be Retweeted?: Information
propagation in the 2011 Egyptian uprising. In Proceedings of the 2012 Conference
on Computer Supported Cooperative Work (CSCW 2012) (pp. 7–16). New York, NY,
USA: ACM Press.
Starbird, K., & Palen, L. (2013). Working & sustaining the virtual “Disaster Desk.” In
Proceedings of the 2013 Conference on Computer Supported Cooperative Work
(CSCW 2013) (pp. 491–502). New York, NY, USA: ACM Press
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana (2007).
Yennizar, Hermansyah, Dirhamsyah, Syahrul. (2015). Desain Sistem Komando Dan
Komunikasi Dalam Menghadapi Bencana Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh. Jurnal Ilmu Kebencanaan 2(2), 86-93.

Anda mungkin juga menyukai