Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session Rotasi II

RINITIS ALERGI PERSISTEN SEDANG-BERAT

Oleh :

Finna Dwi Putri

0910313221

Preseptor :

dr. Versiana

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS KURANJI
PADANG
2014
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.1 Menurut WHO
ARIA (Allergic Rinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.1,2

Berdasarkan penyebabnya, ada 2 golongan rinitis :1


1. Rinitis alergi  disebabkan oleh adanya alergen yang terhirup oleh hidung.
2. Rinitis non alergi  disebabkan oleh faktor-faktor pemicu tertentu : rinitis vasomotor, rinitis
medikamentosa, rinitis structural
Menurut WHO Iniative ARIA (Allergic Rinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001,
yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :1,3
1. Intermiten (kadang-kadang): apabila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari
4 minggu.
2. Persisten/menetap apabila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan, jika tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga,
belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang atau berat jika terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.1,3

1.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa sekitar 39 juta orang mengalami rinitis alergi.
Berbagai penelitian, 17-25% dari populasi di Amerika Serikat memiliki kondisi tersebut. Rinitis
alergi sering dikaitkan dengan otitis media, rinosinusitis dan asma, baik sebagai pencetus, faktor
yang memberatkan atau kondisi komorbiditas gejala. Rinitis alergi secara signifikan dapat
menurunkan kualitas hidup dan mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Laki-laki dan perempuan untuk rinitis alergi cenderung memiliki proporsi
yang sama (tidak ada perbedaan). Rinitis alergi muncul terutama pada umur kurang dari 45 tahun.
Kondisi ini dapat dimulai pada pasien umur 2 tahun dan mencapai puncak saat umur 21-30 tahun.
Kemudian cendurung tetap stabil atau perlahan-lahan menurun sampai pasien berumur 60 tahun5

 Etiologi
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya.1,2 Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis
alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada
anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan
pencernaan.3 Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien
sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya
berupa serbuk sari atau jamur.2
Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies
utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur,
binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu
tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.1
Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai
pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap
rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.1
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas1:
1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,
serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan, udang, dan kacang-kacangan.
3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan
lebah.
4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan.

1.4 Patofisiologi
Rinitis alergi adalah suatu penyakit inflamasi yang dimulai dengan tahap sensitisasi dan
diikuti dengan reaksi alergi. Terdapat 2 fase dari reaksi alergi yaitu1:
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung
sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam hitungan
menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore
karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin
vasoaktif seperti histamin1,6.
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4
jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlanjut
sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan.
Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit
dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti
dan sekret kental.1,6

Patofisiologi rinitis alergi dapat dibedakan dalam fase sensitisasi dan elisitasi. Fase elisitasi
dibedakan atas tahap aktivasi dan tahap efektor. Fase sensitisasi diawali dengan paparan alergen
yang menempel dimukosa hidung bersama udara pernapasan. Alergen tersebut ditangkap
kemudian dipecah oleh sel penyaji antigen (APC) seperti sel Langerhans, sel dendritik dan
makrofag menjadi peptida rantai pendek.1,2 Hasil pemecahan alergen ini akan dipresentasikan di
permukaan APC melalui molekul kompleks histokompatibilitas mayor kelas II (MHC kelas II).1,6
Ikatan antara sel penyaji antigen dan sel Th 0 (sel T helper) melalui MHC-II dan
reseptornya (TcR-CD4) memicu deferensiasi Sel Th0 menjadi sel Th2.1,2 Beberapa sitokin yaitu
IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor
(GMCSF) akan dilepaskan.1
IL-4 dan IL-13 selanjutnya berikatan dengan reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE) yang akan
dilepaskan di sirkulasi darah dan jaringan sekitarnya.1,2 IgE di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan berikatan dengan reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator
membentuk ikatan IgE-sel mast. Individu yang mengandung komplek tersebut disebut individu
yang sudah tersensitisasi, yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.1
Fase aktivasi bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka
kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan menyebabkan terjadinya degranulasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly
Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4
(LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6,
GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut
sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC)1,3,6.
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan
rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan
sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang
ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi
pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).1
Pada RAFL, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Kemokin adalah jenis kemotaktik sitokin
yang mempunyai peran besar dalam patogenesis rinitis alergi. Kemokin merupakan molekul kecil
yang mampu memicu kemotaksis bermacam sel termasuk netrofil, monosit, limfosit, eosinofil,
fibroblast dan keratinosit. Kemokin juga menginduksi pelepasan granul sel-sel inflamasi seperti
basofil dan eosinofil. Kemokin yang berperan disini antaranya adalah eotaxin dan RANTES
(Regulated upon Activation Normal T cell Expressed and Secreted).7
Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah
sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta
peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating
Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung1. Timbulnya gejala hiperaktif atau
hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya
seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic
Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),
iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang,
perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.1,6
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung.1

Gambar 4. Sel dan jalur mediator. 8


Gambar 5. Mekanisme imunologi dalam penyakit allergi. 1

1.5 Manifestasi Klinis


Gejala rinitis alergi yang khusus ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah
besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self
cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan,
sebagai akibat dilepaskannya histamin.2
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-
tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan
hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok
hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung
yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair.
Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata
(allergic shiner).1,2 Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa
sebagai hasil dari hambatan tuba eustachius. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat
hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita
suara.2
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi,
penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan
lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.2

1.6 Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis karena sering kali serangan tidak
terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja1.
Anamnesis dimulai dengan menanyakan riwayat penyakit secara umum dilanjutkan dengan
pertanyaan yang lebih spesifik gejala di hidung, termasuk keterangan mengenai tempat tinggal,
tempat kerja dan pekerjaan pasien2. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan
bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat,
rasa gatal di hidung, telinga atau daerah langit-langit dan mata gatal yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar (lakrimasi) atau kemerahan. Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien1,6. Perlu
ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, ditanyakan
apakah ada variasi diurnal (serangan yang memburuk pada pagi hari sampai siang hari dan
membaik saat malam) frekuensi serangan dan pengaruh terhadap kualitas hidup perlu ditanyakan6.
Identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi
rinitis alergi, riwayat atopi keluarga, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan
pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala
seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu
jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif.6

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi, dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior dan
nasoendoskopi bila fasilitas tersedia. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior untuk pasien rinitis
alergi akan tampak mukosa hidung edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret
encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior akan tampak hipertropi.1
Pada anak-anak terdapat tanda-tanda yang khas:1
1. Allergic shiner: bayangan gelap di daerah bawah mata, karena stasis vena akibat
obstruksi hidung.
2. Allergic salute: anak tampak menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan
karena gatal
3. Allergic crease: tampak garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah karena
terlalu sering menggosok
4. Facies adenoid: mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit tinggi, sehingga
akan mengganggu pertumbuhan gigi geligi.
5. Cobblestone appearance: dinding posterior faring tampak granuler dan edema
6. Geographic tongue: lidah tampak seperti gambaran peta.
Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat
gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.2
Pemeriksaan hidung dan nasofaring dengan endoskopi fiberoptik telah rutin digunakan
untuk melakukan diagnosis pada pasien dengan keluhan hidung dan sinus. Di Indonesia, tes
endoskopi dapat dilakukan pada beberapa rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lengkap.
Endoskopi hidung akan menunjukkan bagian posterior dari kavum nasi dan nasofaring yang tidak
dapat dilihat melalui rinoskopi anterior.
3. Pemeriksaan Penunjang
Invitro 1:

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain
rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi
kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test)
atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). 4 IgE RAST mempunyai spesifitas yang
tinggi. Pemeriksaan ini dapat juga dimanfaatkan untuk memonitor imunoterapi. Pemeriksaan
sitologi hidung walaupun tidak dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan
pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi
inhalan. Jika basofil ( > 5 sel/lapangan pandang) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan
jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Invivo1 :
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit (skin Prick test).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.6
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial
untuk desensitisasi dapat diketahui.1

Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah
Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas dapat
dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test).1

Tes provokasi hidung (Nasal Challenge Test) dilakukan jika ada keraguan dan kesulitan
dalam mendiagnosis rhinitis alergi, dimana riwayat rhinitis alergi positif. Tetapi hasil tes alergi
selalu negatif6. Alergen ingestan secara tuntas hilang dari tubuh dalam waktu 5 hari. Karena itu
pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5
hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi jenis makanan setiap kali dihilangkan dari
menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.1

Pemeriksaan penunjang lain adalah pemeriksaan sitologi atau histology, bila diperlukan
untuk menindaklanjuti respon terhadap terapi atau melihat perubahan morfologik dari mukosa
hidung. Selain itu, foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRI dilakukan bila ada indikasi
keterlibatan sinus paranasal, seperti adalah komplikasi rinosinusitis, menilai respon terhadap terapi
dan jika direncanakan tindakan operasi6

1.7 Penatalaksanaan
Penyakit alergi disebabkan oleh mediator kimia seperti histamin yang dilepaskan oleh
mastosit yang dipicu oleh adanya ikatan allergen dengan IgE spesifik yang melekat pada
reseptornya dipermukaan sel tersebut1

1. Terapi nonfarmakologi
Terapi non-farmakologi yang paling ideal adalah dengan menghindari alergen penyebabnya
(avoidance) dan eliminasi 1,3,9.

2. Terapi farmakologi
a. Medikamentosa1,3,9,10
Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan simpatomimetik, kortikosteroid dan
antikolinergik topikal.
1. Antihistamin
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1. Antagonis reseptor histamin H1 berikatan
dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi reseptor, yang mencegah ikatan dan kerja histamin.
Merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan
rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara
peroral
2. Dekongestan Hidung.
Obat-obat dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya pada reseptor
alfa adrenergik. Ada beberapa sediaan yang digunakan dalam klinik yang dapat dipakai secara oral
maupun topikal, yaitu :4

 Agonis alfa-1 adrenergik (phenyleprin)


 Agonis alfa-2 adrenergik (efedrin, pseudoefedrin, amfetamin)
Obat-obat mencegah reuptake noradrenalin (cocain, phenylpropanolamin).

3. Kortikosteroid.

Preparat kortikosteroid di gunakan bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respon fase
lambat tidak berhasil di atasi dengan obat lain. Glukokortikoid sistemik mempunyai kerja anti
inflamasi yang luas dan efektif untuk hampir semua gejala rinitis, terutama sumbatan hidung.
Pemberian oral lebih dipilih karena lebih murah dan dosisnya lebih dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.4

4. Obat Golongan Anticholinergic


Bermanfaat kepada penderita yang keluhan utamanya adalah rinorea. Ipratropium bromide
tidak memiliki effect sistemik bila diberkan secara intranasal dan telah dibuktikan efektif dalam
menangani rinorea10.
5. Kromolin Sodium
Kromolin sodium, yang bisa didapatkan secara OTC sebagai cairan 4% untuk
penggunaan intranasal, telah dibuktikan efektif dalam tatalaksanaan rhinitis alergi. Seperti
golongan antihistamin, kromolin sodium lebih membantu untuk gejala bersin, gatal, rinorea dan
kurang efeknya sebagai dekongestan10.

6. Leukotriene Modifiers
Oleh karena, leukotrienes dilepaskan dalam rinitis alergi, efek dari menginhibisi jalur 5-
lipoxygenase (zileuton) dan receptor antagonists leukotriene (montelukast dan zafirlukast)
pernah diteliti. Obat yang paling sering digunakan dalam golongan ini adalah montelukast.10
7. Operatif
Konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi
berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor
asetat.1
8. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah
berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang menuaskan.
Tujuan imunoterapi adalah pembentukam IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2
metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dam sub-lingual.1,3,9

Gambar 6.Algoritme Penatalaksanaan Rinitis Alergi Menurut WHO Initiative ARIA 2008 (dewasa)
BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn. D / Laki-laki / 48 tahun
b. Pekerjaan : Kuli bangunan
c. Alamat : Jln. Kalumbuk No. 28

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : Pasien tidak memiliki anak
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup Mampu. Penghasilan pasien sebagai seorang kuli
bangunan ± Rp. 2.000.000/bulan
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
• Rumah semi permanen milik sendiri, terdiri dari 3 kamar tidur, 1 kamar mandi
• Pekarangan cukup luas
• Ventilasi udara baik
• Listrik ada
• Sumber air : Sumur Bor
• WC ada 1 buah, di dalam rumah
• Sampah dikumpulkan dan dibakar
• Kesan : hygiene dan sanitasi baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
• Pasien tinggal bersama istri
• Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk
3. Aspek Psikologis di keluarga
Hubungan dengan keluarga dan lingkungan sekitar baik

4. Riwayat Penyakit dahulu/penyakit keluarga


• Telah menderita penyakit seperti ini sejak pasien SMA.
• Riwayat alergi makanan tidak ada.
• Riwayat sesak nafas menciut tidak ada
• Riwayat mata merah/gatal kena debu atau udara dingin tidak ada
• Riwayat biring susu tidak ada.
• Riwayat galigato tidak ada.
• Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini tidak ada
• Riwayat anggota keluarga yang sesak nafas menciut tidak ada.
• Riwayat anggota keluarga yang mata merah/gatal kena debu atau udara dingin tidak ada
• Riwayat anggota keluarga yang alergi makanan tidak ada.
• Riwayat anggota keluarga yang galigato tidak ada.

5. Riwayat Penyakit

Keluhan Utama: Bersin-bersin berulang di pagi hari sejak 2 hari yang lalu.

RPS :
- Bersin-bersin berulang di pagi hari sejak 2 hari yang lalu, dengan frekuensi bersin 3-
4x setiap episode serangan, dan gejala dirasakan lebih dari 5 hari dalam seminggu.
Bersin-bersin timbul bila terkena debu dan saat udara dingin. Bersin diertai keluarnya
secret encer, jernih, dan tidak berbau. Bersin disertai gatal pada hidung dan mata
berair. Bersin meningkat pagi hari (saat udara dingin) dan membaik saat cuaca mulai
panas.
- Hidung tersumbat sejak 2 hari yang lalu
- Pasien sering menggosok hidungnya saat serangan
- Pasien mengeluh terganggunya bekerja sejak sakit
- Nyeri pada wajah tidak ada.
- Nyeri di belakang mata tidak ada
- Terasa ada cairan mengalir dibelakang hidung tidak ada.
- Keluhan pada telinga dan tenggorokan tidak ada
- Pasien pernah berobat ke Puskesmas dan diberikan obat minum, namun pasien
merasakan keluhannya tidak berkurang sehingga pasien tidak pernah kontrol berobat
lagi.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Nadi : 80x/ menit
Nafas : 20x/menit
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,90C
BB : 68 kg
TB : 173 cm

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik


Kulit : Turgor kulit baik
THT : Status Lokalis

Thorak

Paru : Inspeksi : normochest, gerakan dada simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus normal sama kiri dan kanan

Perkusi : sonor kiri dan kanan

Auskultasi : vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V


Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Punggung : sudut kostovertebre : nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Genitalia : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Kel kongenital Tidak ada Tidak ada

Daun telinga Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

Daun telinga Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

Diding liang Sempit


telinga
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Ada / Tidak Tidak ada Tidak ada

Sekret/serumen Bau Tidak ada Tidak ada

Warna Tidak ada Tidak ada

Jumlah Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Membran timpani

Warna Sulit dinilai Sulit dinilai

Reflek cahaya Sulit dinilai Sulit dinilai

Utuh Bulging Sulit dinilai Sulit dinilai

Retraksi Sulit dinilai Sulit dinilai

Atrofi Sulit dinilai Sulit dinilai

Jumlah perforasi Sulit dinilai Sulit dinilai

Perforasi Jenis Sulit dinilai Sulit dinilai

Kwadran Sulit dinilai Sulit dinilai

Pinggir Sulit dinilai Sulit dinilai

Tanda radang Tidak ada Tidak ada

Fistel Tidak ada Tidak ada

Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes garpu tala Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Weber Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra

Deformitas Tidak ada Tidak ada

Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Vestibulum Vibrise Ada Ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

Cavum nasi Sempit Tidak ada Tidak ada

Lapang Tidak ada Tidak ada

Lokasi

Sekret Jenis Serosa Serosa

Jumlah Sedikit Sedikit

Bau Tidak ada Tidak ada

Konka inferior Ukuran Eutrofi Edema

Warna Merah muda Pucat

Permukaan Licin Licin


Konka media Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai

Warna Sulit dinilai Sulit dinilai

Permukaan Sulit dinilai Sulit dinilai

Edema Sulit dinilai Sulit dinilai

Massa Tidak ada Tidak ada

Cukup Cukup lurus Cukup lurus


lupus/deviasi

Permukaan Licin Licin

Warna Merah muda Merah muda


Septum
Spina Tidak ada Tidak ada

Krista Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Orofaring dan mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Simetris/tidak Simetris Simetris

Warna Merah muda Merah muda


Palatum mole + Edem Tidak ada Tidak ada
Arkus Faring
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada

Dinding faring Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Tonsil Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Rata Rata

Eksudat Tidak ada Tidak ada

Tonsil Perlengketan
Tidak ada Tidak ada
dengan pilar

Warna Merah muda Merah muda

Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Tumor Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

Gigi Karies/Radiks Ada Ada

Kesan

Warna Merah muda Merah muda

Bentuk Normal Normal

Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada


7. Pemeriksaan Anjuran
• Pemeriksaan Hitung Jenis
• Skin Prick Test

8. Diagnosis
Rinitis Alergi Persisten Sedang-Berat

9. Diagnosis Banding
-

10. Manajemen
a. Preventif
1) Hindari faktor pencetus (debu, udara dingin, kasur kapuk, karpet, asap rokok dan
makanan)
2) Mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut setiap minggu, bila mungkin dengan air
panas (>55oC).
3) Menjemur cucian di bawah sinar matahari langsung.
4) Sedikit mungkin menggunakan perabotan rumah dari bahan kain atau kain berbulu.
5) Menggunakan gorden yang dapat di cuci.
6) Jaga kebersihan rumah agar tidak berdebu.
b. Promotif
1) Menjelaskan mengenai penyakit pasien, kemungkinan keturunan menderita penyakit
seperti ini atau penyakit alergi lainnya (asma, konjungtivitis alergi, dermatitis alergi,
urtikaria) dan komplikasi penyakitnya
2) Pola hidup sehat dan makan makanan yang bergizi seimbang
c. Kuratif
1) CTM tab 4 mg, 3 kali sehari
2) Dexametason tab 0,5 mg, 3 kali sehari
d. Rehabilitatif
1) Kontrol ulang bila keluhan tidak berkurang atau bertambah berat.
11. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad Sanam : Dubia ad Bonam

RESEP

Dinas Kesehatan Kodya Padang

Puskesmas Kuranji

Dokter : Finna Dwi Putri

Tanggal : 2 Januari 2015

R/ CTM tab 4 mg No. XV

S3dd tab 1 £

R/ Dexametason tab 0,5 mg No. X

S3 dd tab 1 £

Pro : Tn. D

Umur : 48 tahun

Alamat : Jalan Kalumbuk, No. 28


DAFTAR PUSTAKA

1. Kasakeyan E, Rusmono N. Alergi Hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2008. h. 128-134
2. Sheikh J, Kaliner MA. Allergic Rhinitis : An overview. Tersedia di
http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview. Diakses pada 3-1-2015
3. Small P, Kim H.Allergic Rhinitis. Allergy, Asthma, and Clinical Immunology. 2011. 7.h. 1-8
4. Blumenthal MN. 1997. Kelainan Alergi pada Pasien THT. BOIES Buku Ajar Penyakit THT
Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal 196-198
5. Nguyen QA, Allergic Rhinitis. Available from URL.
http://emedicine.medscape.com/article/834281-overview. Article lastst update April 21, 2014.
Januari 2015
6. Huriyati E, Hafiz A., Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai Asma
Bronkial, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher, Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas – RSUP Dr. M. Djamil Padang
7. Huriyati E, Budiman BJ, Octiza R, Peran Kemokin dalam Patogenesis Rinitis Allergi, Jurnal
Kesehatan Andalas, 2014; 3(2)
8. Deraz ET. Immunopathogenesis of allergic rhinitis. Egypt J Pediatr Immunol 2010; 8(1): 3-7
9. Plaut M, Valentine M. Allergic Rhinitis. New England Journal of Medicine. Massachusetts
Medical Society. 2005.353. h: 1934-44
10. Cummings CW. Allergic Rhinitis. In: Cummings CW, Flint PW et al editors. Otolaryngology
Head and Neck Surgery, 5th Ed Vol 1. Philadelphia: Elsevier; 2010. p. 351-63

Anda mungkin juga menyukai