BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama masa Orde Baru, harapan yang Besar dari Pemerintah Daerah untuk dapat
membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun
ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Yang terjadi adalah ketergantungan fiscal
dan subsidi serta bantuan Pemerintah Pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Era Reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan
nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara
lebih adil dan berimbang. Perubahan Paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan
otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket
undang-undang yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua
hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan local
bangsa Indonesia berupa ancaman diintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan
pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber
daya manusia. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan langkah strategis bangsa
Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis
perekonomian daerah.
1.3 Tujuan
Sesuai dengan Uraian singkat di atas adapun makalah ini di buat dengan tujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca maupun penulis agar dapat
memahami tentang administrasi keuangan Negara dan daerah.
Pembuatan makalah ini juga untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Administrasi
Keuangan Negara dan Daerah yang kami ikuti selama semester lima tahun ajaran 2014/2015.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Administrasi
Menurut Leonard D. White dalam buku introduction to the study of public
administration, berpendapat bahwa administrasi negara terdiri atas semua kegiatan negara
dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijakan negara. Dalam sistem
administrasi negara dirumuskan sebagai keseluruhan perundang-undangan, hubungan-
hubungan, kode-kode, dan adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku pada setiap waktu dalam
setiap daerah wewenangnya, untuk menunaikan dan melaksanakan kebijakan negara.[1]
Administrasi negara mencakup kegiatan badan-badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif,
sedangkan administrasi pemerintahan adalah kegiatan yang tidak termasuk kegiatan badan
legislatif dan badan yudikatif.
Dimock dan koening berpendapat, baha administrasi negara mempunyai pengertian yang
luas, didefenisikan sebagai kegiatan dari negara dalam melasanakan kekuasaan politiknya.
Sedangkan dalam pengertian sempit, administrasi negara didefinisikan kegiatan dari badan
eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintah.
Tugas administrasi adalah merumuskan kebijakan pelaksanaan dari kebijakan politik
yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun aparatur pemerintah yang bertugas merumuskan
kebijakan politik dalam pelaksanaan ini adalah pejabat pemerintah profesional, yang disebut
administrasi profesi dan pada umumnya adalah pejabat-pejabat pemerintah yang bekerja pada
suatu department teknis yang secara fungsional mempunyai keahlian pada substansi
teknisnya masing-masing
A. Definisi Keuangan Negara
Pasal 2 UU Keuangan Negara bahkan menentukan lebih luas dan rinci tentang apa saja
yang tercakup dalam keuangan negara seperti dikutip sebagai berikut :
kekayaan Negara / kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak - hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara / perusahaan daerah.
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum.
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Seiring dengan diterapkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terjadi pergeseran dan pengelolaan keuangan
publik di Indonesia. Pergeseran terjadi berkaitan dengan pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan yang lebih desentralistik. Pengelolaan sumber-sumber keuangan juga
mengalami pergeseran, banyak sumber-sumber keuangan publik yang disentralisasikan
kepada daerah kabupaten dan kota, demi terselenggaranya rumah tangga daerah otonomi.
Optimalisasi pengelolaan keuangan di daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah sebagai
penyelenggara otonomi tidak mengalami defisit fiskal. Oleh karena itu, dilaksanakan
reformasi segala bidang meliputi reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen sektor
publik terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan publik demi untuk mendukung
terciptanya good governance. Reformasi lanjutan dilaksanakan terutama dikaitkan dengan
hal-hal berikut ini.
1. Reformasi sistem pembiayaan (financing reform).
2. Reformasi sistem penganggaran (budgeting reform).
3. Reformasi sistem akuntansi (accounting reform).
4. Reformasi sistem pemeriksaan (audit reform).
5. Reformasi sistem manajemen keuangan daerah (financial management reform).
Tuntutan pembaruan sistem keuangan publik dimaksudkan agar pengelolaan uang rakyat
secara transparan sehingga tercipta akuntabilitas publik. Reformasi manajemen keuangan
publik terkait dengan perlunya digunakan modul pengelolaan keuangan publik yang baru
yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Reformasi keuangan daerah berhubungan
dengan perubahan sumber-sumber penerimaan keuangan daerah. Dimensi reformasi
keuangan daerah adalah berikut ini.
1. Perubahan kewenangan daerah dalam pemanfaatan dana perimbangan keuangan.
2. Perubahan prinsip pengelolaan anggaran.
3. Perubahan prinsip penggunaan dana pinjaman dan defisit spending.
4. Perubahan strategi pembiayaan.
B. Keuangan Daerah
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah, didukung dana
dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah, sedangkan yang menjadi
kewenangan pemerintah, didukung dana dari dan atas beban anggaran pendapatan dan
belanja negara. Dibidang penyelenggaraan keuangan daerah, kepala daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daaerah. Dalam melaksanakan kekuasaan tersebut, kepala
daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya berupa perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah
kepada para pejabat perangkat daerah. Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan ini,
didasarkan atas prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan
yang menerima atau mengeluarkan uang.
Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yakni
Hasil pajak daerah
hasil retribusi daerah
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Lain lain PAD yang sah.
Dana Perimbangan
Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaanya
untuk didaerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang
melakukan pemungutan atau dengan sebutan diluar yang telah ditetapkan undang-undang.
Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil,d ana lokasi umum (DAU), dan dana
alokasi khusus (DAK). Dana bagi hasil tersebut bersumber dari pajak, meliputi sebagai
berikut:[2]
a. Pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan
serta kehutanan.
b. Bea erolehan atas hak tanah dan bangunan (BPHTB) sektor pedesaan, perkotaan,
perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
c. Pajak penghasilan (Pph) pasal 21, pasal 25, dan pasal wajib pajak orang pribadi dalam
negeri.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam, meliputi:
a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), provisi
sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan.
b. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan
penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihassilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan.
c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan
pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan.
d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian
pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan.
Daerah penghasil sumber daya alam ditetapkan oleh menteri dalam negeri berdasarkan
pertimbangan dari menteri teknis terkait, dan dasar penghitungan bagian daerah penghasil
sumber daya alam ditetapkan oleh menteri teknis terkait, setelah memperoleh pertimbangan
menteri dalam negeri.
Ada Tiga Misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
tersebut, yaitu:
1. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
2. Meningkatkan kualiatas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi)
dalam proses pembangunan.
Manajemen Keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen
penerimaan daerah dan manajemen pengeluaraan daerah.
Prinsip-Prinsip Pokok dalam Penganggaran dan Manajemen Keuangan Daerah
1. Prinsip-prinsip Pokok
Untuk pemerintahan daerah, prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen
keuangan daerah antara lain sebagai berikut
a. Komprehensif dan disiplin. Anggaran Daerah adalah satu-satunya mekanisme yang akan
menjamin terciptanya disiplin pengambilan keputusan. Karenanya, anggaran daerah harus
disusun secara komprehensif, yaitu menggunakan pendekatan yang holistic dalam diagnose
permasalah yang dihadapi.
b. Fleksibilitas. Pemerintah daerah harus diberi keleluasaan yang memadai sesuai dengan
ketersediaan informasi-informasi yang relevan yang dimilikinya.
c. Terprediksi. Adalah factor penting dalam peningkatan kualitas implementasi Anggaran
Daerah. Sebaliknya, bila kebijakan sering berubah-ubah, seperti metode pengalokasian dana
alokasi umum (DAU) yang tidak jelas.
d. Kejujuran. Tidak hanya menyangkut moral dan etika manusianya tetapi juga menyangkut
keberadaan bias proyeksi penerimaan dan pengeluaraan.
e. Informasi. Adalah basis kejujuran dan proses pengambilan keputusan yang baik.
f. Transportasi dan Akuntabilitas. Transportasi mensyaratkan bahwa perumusan kebijakan
memiliki pengetahuan tentang permasalahan dan informasi yang relevan sebelum kebijakan
dijalankan. Selanjutnya, Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan
berprilaku sesuai dengan mandate yang diterimanya.
Paradigma baru pengelolaan keuangan daerah dan APBD dilator belakangi oleh hal-hal
berikut:
1. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan public secara transparan
dan memenuhi prinsip akuntabilitas public
2. Memberlakukan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 yang kemudian diikuti
dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah,
diantaranya:
PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
PP No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
PP No. 106 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam
pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantu
PP No. 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah
PP No. 108 tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah
PP No. 109 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerh dan Wakil Kepala Daerah
PP No. 110 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
3. Sistem, prosedur, format, dan struktur APBD yang berlaku selama ini kurang mampu
mendukung tuntutan perubahan sehingga perlu perencanaan APBD yang sistematis,
terstruktur dan komprehensif.
Perencanaan APBN dengan Paradigma baru tersebut adalah:
1. APBN yang berorientasi pada kepentingan public
2. APBN disusun dengan pendekatan kinerja
3. Terdapat keterkaitan yang erat antara pengambilan kebijakan di DPRD dengan perencanaan
operasional oleh pemerintah daerah dan penganggaran oleh unit kerja
4. Terdapat upaya untuk mensinergikan hubungan antara APBD, sistem dan prosedur
Pengelolaan Keuangan Daerah, Lembaga Pengelola Keuangan Daerah dan Unit-unit
Pengelola Layanan Publik dalam Pengambilan Kebijakan.
Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran dengan Pendekatan New Public
Management (NPM)
ANGGARAN TRADISIONAL NEW PUBLIC MANAGEMENT
1. Sentralistik 1. Desentralisasi & devolved management
2. Berorientasi pada input 2. Berorientasi pada input, output, dan outcome
(value for money)
3. Tidak terkait dengan perencanaan jangka 3. Utuh dan komprehensif dengan perencanaan
panjang jangka panjang
4. Line-item dan bersifat incremental 4. Berdasarkan sasaran kinerja
5. Batasan departemen yang kaku (rigid 5. Lintas departemen (cross department)
department)
6. Menggunakan aturan klasik: Vote 6. Zero-Base Budgeting, Planning
accounting Programming Budgeting System
Prinsip anggaran bruto Sistematik dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu tentang keuangan
publik berkembang menurut perkembangan peran atau aktivitas pemerintah dalam
melaksanakan pelayanan publik dan menyejahterakan masyarakat public.Pada dasarnya ilmu
tentang keuangan publik mempelajari tentang penerimaan dan pengeluaran negara beserta
pengaruh-pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat suatu negara.
Seiring dengan diterapkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terjadi pergeseran dan pengelolaan keuangan
publik di Indonesia. Pergeseran terjadi berkaitan dengan pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan yang lebih desentralistik. Pengelolaan sumber-sumber keuangan juga
mengalami pergeseran, banyak sumber-sumber keuangan publik yang disentralisasikan
kepada daerah kabupaten dan kota, demi terselenggaranya rumah tangga daerah otonomi.
Optimalisasi pengelolaan keuangan di daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah
sebagai penyelenggara otonomi tidak mengalami defisit fiskal. Oleh karena itu, dilaksanakan
reformasi segala bidang meliputi reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen sektor
publik terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan publik demi untuk mendukung
terciptanya good governance.
3.2 Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
memperkaya khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak.
Kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://belberkit.blogspot.co.id/2015/11/makalah-keuangan-negara-dan-daerah.html