Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik (SNH)


1.1 Definisi

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul


mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Muttaqin
Arif, 2008)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Muttaqin Arif, 2008).
Menurut Padila (2012), Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak
yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke
otak dan tempat lain di tubuh.
Menurut Muttaqin Arif, (2008), Stroke non hemoragik merupakan
proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak
terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Stroke non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
sumbatan sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan
otak, trombosis otak, aterosklerosis dan emboli serebral yang merupakan
penyumbatan pembuluh darah yang dikarenakan oleh penyakit jantung,
diabetes, obesitas, kolestrol, merokok, stress, gaya hidup, rusak atau
hancurnya neuron motorik atas (upper motor neuron), dan hipertensi
(Muttaqin, 2011).
2

1.2 Klasifikasi
Menurut Kozier, B (2010) Stroke non hemoragik dapat
diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:

a) TIA (Trans Ischemic Attack)


Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam
saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
c) Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya
gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam
atau beberapa hari.
d) Stroke Komplit
Merupakan Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil
selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent,
dari sejak awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan

1.3 Etiologi
Stroke Non Hemoragik dapat di klasfikasikan menjadi 2 bagian di
tinjau dari penyebabnya Yaitu:
a) Stroke embolik
Stroke embolik adalah bekuan atau gumpalan darah yang terbawa aliran
darah bagian lain tubuh ke dalam otak sumber embolik selebral yang
paling sering adalah jantung dan arteri karotis riwayat penyakit demam
reumatik, fibrirasi atrium ( tersering) infrark miokardium dan kelainan
katup jantung biasanya rentan terkena stroke embolik khususnya bila
mereka mengalami kelainan irama jantung.
3

b) Sroke trombotik
Trombotik selebral dapat menjadi akibat proses penyempitan
(arterioskleosis). Pembuluh nadi otak dengan derajat yang sedang /
berat dan adanya perlambatan sirkulasi selebral keadaan ini sangat
berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat pula di timbulkan oleh
tekanan darah tinggi dan resiko lainnya seperti diabetes beserta kadar
lemak termasuk kolesterol yang tinggi dalam darah.
Menurut Muttaqin Arrif (2008) penyebab Stroke non hemoragik
diakibatkan oleh:
a) Thrombosis (pembekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) yang
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkanoedema dan kongesti disekitarnya. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak: Ateroskelosis,
hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli
b) Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Menurut Mutaqin arif (2008)
faktor – faktor resiko stroke non hemoragik adalah: Hipertensi,
Diabetes Mellitus, merokok, minum alkohol, strees dan gaya hidup
yang salah, Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi), Kolesterol tinggi,
Penyalahgunaan obat (kokain), makanan lemak dan faktor usia.

1.4 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Stroke non hemoragik erat hubungannya dengan plak arterosklerosis
yang dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuk
trombus yang dapat disebabkan karena hipertensi (Muttaqin, 2011).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan akan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah mengakibatkan terjadinya iskemia
jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut atau
permanen pada area yang teralokasi (Guyton & Hall,2007).
4

Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum (Potter &
Perry,2005). Iskemia pada otak juga mengakibatkan batang otak yang
mengandung nuclei sensorik dan motorik yang membawa fungsi motorik
dan sensorik mengalami gangguan sehingga pengaturan gerak seluruh tubuh
dan keseimbangan (Guyton & Hall, 2007). Area di otak yang membutuhkan
sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi otot tidak ditrasmisikan ke spinal
cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada sistem saraf mengalami
gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta dapat
mengakibatkan terjadinya kecacatan pada pasien stroke, menurut Frasel,
Burd, Liebson, Lipschick & Petterson (2008). Iskemia pada otak juga dapat
mengakibatkan terjadinya defisit neurologis Smeltzer & Bare (2010).

1.5 Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik


Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2010) menjelaskan ada enam
tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala
Stroke non hemoragik adalah:
a) Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada
neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling
umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu
sisi tubuh)
b) Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh
stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia
paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut:
5

1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit


dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya.
c) Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi
tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari
orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan
d) Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
e) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada
lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual
mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang
motivasi.
f) Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.

1.6 Penatalaksaan Stroke Non Hemoragik


Menurut Smeltzer & Bare (2010) untuk penatalaksanaan penderita
stroke fase akut jika penderita stroke datang dengan keadaan koma saat
masuk rumah sakit dapat dipertimbangkan mempunyai prognosis yang
buruk. Penderita sadar penuh saat masuk rumah sakit menghadapi hasil
yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72 jam dengan
mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas pada
fase akut ini. Penatalaksanaan dalam fase akut meliputi:
1) Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
6

2) Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita dengan


stroke masif, karena henti napas dapat menjadi faktor yang mengancam
kehidupan pada situasi ini.
3) Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelektasis,
pneumonia yang berkaitan dengan ketidakefektifan jalan napas,
imobilitas atau hipoventilasi.
4) Perikasa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas dalam
ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongetif. Tindakan medis
terhadap penderita stroke meliputi pemberian diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum tiga
sampai lima hari setelah infark serebral. Antikoagulan diresepkan untuk
mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskular. Medikasi anti trombosit dapat
diresepkan karena trombosit berperan penting dalam mencegah
pembentukan trombus dan embolisasi.Setelah fase akut berakhir dan
kondisi pasien stroke stabil dengan jalan nafas adekuat pasien bisa
dilakukan rehabilitasi dini untuk mencegah kekakuan pada otot dan
sendi pasien serta membatu memperbaiki fungsi motorik dan sensorik
Yang mengalami gangguan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Smeltzer & Bare (2010).

1.7 Komplikasi Stroke Non Hemoragik


Menurut Smeltzer & Bare (2010) komplikasi stroke meliputi hipoksia
serebral, penurunan aliran darah serebral, dan embolisme serebral.
1) Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi
adekuat ke otak. Pemberian oksigen, mempertahankan hemoglobin
serta hematokrit akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
7

2) Penurunan aliran darah serebral


Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integrasi pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat cairan
intravena, memerbaiki aliran darah dan menurunkan viskositas darah.
Hipertensi atau hipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan
pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan
aliran darah ke serbral. Disritmia dapat menimbulkan curah jantung
tidak konsisten, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan
harus segera diperbaiki.

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa stroke non hemoragik anatara lain adalah :
1) Angiografi
Angiografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak
gangguan. Suatu kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari
arteri femoralis di daerah inguinal menuju arterial, yang sesuai
kemudian zat warna disuntikkan.
2) CT-SCAN
CT-Scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan
3) EEG ( Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
4) Fungsi lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan.
5) MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
8

1.2 Konsep Dasar Keperawatan


1) Pengkajian
a. Pengkajian primer
1. Airway
Adanya sumbatan/ obstruksi jalan nafas oleh adanya
penumpukkan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan nafas, timbulnya
pernafasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi/ aspirasi
3. Circulation
Tekanan Darah normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon
tehadap nyeri atau sama sekali tidak sadar.
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan
b. Pengkajian sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
a. Data subjektif :
Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis. Mudah lelah, kesulitan istirahat
(nyeri atau kejang otot)
b. Data objektif :
9

Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot, paralysis


(hemipalegia), kelemahan umum dan gangguan penglihatan.
2. Sirkulasi
a. Data subjektif :
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,
gagal jantung, endokarditis bacterial), polisitemia.
b. Data objektif :
Hipertensi arterial, distritmia, perubahan EKG, pulsasi
(kemungkinan bervariasi denyut karotis, femoral dan arteri
iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
a. Data subjektif :
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
b. Data objektif :
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan,
kegembiraan dan kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi
a. Data subjektif :
Inkontinensia, anuria, distensi abdomen ( kandung kemih
sangat penuh), tidak ada suaura usus (ileus paralitik)
5. Makan/minum
a. Data subjektif :
Nafsu makan hilang, kehilangan sensasi lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak
dalam darah.
b. Data objektif :
Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring), obesitas (faktor resiko)
6. Sensori neural
a. Data subjektif :
10

Pusing, nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau


perdarahan sub aracnoid, kelemahan, kesemutan/kebas, sisi
yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati. Penglihatan
berkurang, sentuhan (kehilangan sensor pada sisi kolateral
pada ektremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama)).
b. Data objektif :
Status mental : koma biasanya menandai stadium
perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti latergi, apatis,
menyerang) dan gangguan fungsi kognitif. Ekstremitas :
kelemahan/ paralysis (kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam (kontralateral). Wajah : paralysis / parese.
Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekpresif/ kesulitan berkata kata. Kehilangan
kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak
bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri/kenyamanan
a. Data subjektif :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
b. Data objektif :
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
otot/fasial
11). Diagnose dan Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi


o Keperawata
n
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan  Circulation Status Peripheral Sensation Management
serebral b.d  Tissue prefusion: cerebral (Manajemen sensasi perifer)
11

penurunan aliran Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah tertentu


darah ke otak 1. Mendemonstrasikan status yang hanya peka terhadap
sirkulasi yang ditandai panas/dingin/tajam/tumpul
dengan: 2. Monitor adanya paratese
2. Tekanan systole dan 3. Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam rentang mengobservasi kulit jika ada
yang diharapkan lesi atau laserasi
3. Tidak ada ortostatik 4. Gunakan sarung tangan untuk
hipertensi proteksi
4. Tidak ada tanda-tanda 5. Batasi gerakan pada kepala,
peningkatan tekanan leher, dan punggung
intrakranial (tidak lebih 6. Monitor kemampuan BAB
dari 15 mmHg) 7. Kolaborasi pemberian
5. Mendemonstrasikan analgetik
kemampuan kognitif yang 8. Monitor adanya tromboplebitis
ditandai dengan: 9. Diskusikan mengenai
6. Berkomunikasi dengan penyebab perubahan sensasi.
jelas sesuai dengan
kemampuan
7. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi, dan orientasi
8. Memproses informasi
9. Membuat keputusan
dengan benar
10. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter
2 Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik Exercise Therapy : Ambulation
12

b.d kerusakan  Joint Movement: active 1. Monitoring vital sign sebelum


neuromuskular  Mobility Level atau sesudah latihan dan lihat
 Self Care : ADLs respon pasien saat latihan

 Transfer performance 2. Konsultasikan dengan terapi

Kriteria Hasil: fisik tentang rencana ambulasi

1. Aktifitas fisik klien sesuai dengan kebutuhan

meningkat 3. Bantu klien untuk

2. Mengerti tujuan dari menggunakan tongkat saat

peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap

3. Memverbalisasikan cedera

perasaan dalam 4. Ajarkan pasien atau tenaga

meningkatkan kekuatan kesehatan lain tentang teknik

dan kemampuan ambulasi

perpindahan 5. Kaji kemampuan pasien dalam

4. Memperagakan mobilisasi

penggunaan alat 6. Latih pasien dalam

5. Bantu untuk mobilisasi pemenuhan kebutuhan ADLs

(walker) secara mandiri sesuai


kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
pasien
8. Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

3 Defisit perawatan NOC NIC


diri;
13

mandi,berpakaia Setelah dilakukan tindakan 1. Menyediakan kesehatan mulut


nmakan, toileting keperawatan, diharapkan (oral hygiene)
berhubungan kebutuhan mandiri klien 2. Memfasilitasi pasien untuk mandi
dengan terpenuhi, dengan kriteria hasil: di atas di tempat tidur
kelemahan fisik 1. Pasien mampu memenuhi 3. Memfasilitasi kebersihan toilet
ADLnya secara mandiri pasien (mengganti drypers pasien)
2. Mampu mempertahankan 4. Tempatkan pasien dalam posisi
kebersihan dan kerapian yang nyaman
secara mandiri 5. Mengganti pakaian dan laken
3. Mampu untuk merawat mulut pasien setelah memandikan pasien
dan gigi secara mandiri
4. Mampu untuk membersihkan
tubuh sendiri secara mandiri

5. Resiko Jatuh NOC NIC


berhubungan  Trauma risk for Fall Prevention
dengan  Injury risk for  Mengidentifikasikan defisit
penurunan Kriteria hasil kognitif atau fisik pasien yang
kemampuan otot, 1. Keseimbangan: dapat meningkatkan potensi jatuh
kelemahan otot kemampuan untuk dalam lingkungan tertentu.
atau perubahan mempertahankan  Mengidentifikasikan perilaku dan
ketajaman ekuilibrium faktor yang mempengaruhi resiko
penglihatan 2. Gerakan terkoordinasi: jatuh
kemampuan otot untuk  Mengidentifikasikan karakteristik
bekerja sama secara lingkungan yang dapat
volunter untuk melakukan meningkatkan potensi untuk jatuh
gerakan yang bertujuan (misalnya lantai licin. tangga
terbuka dan lain-lain)
14

3. Perilaku pencegahan jatuh:  Sarankan perubahan dalam gaya


tindakan individu atau berjalan
pemberi asuhan untuk  Mendorong pasien untuk
meminimalkan faktor mengunakan tongkat atau alat
resiko yang dapat memicu pembantu berjalan
jatuh dilingkungan individu  Kunci roda dari kursi roda, tempat
4. Kejadian jatuh : tidak ada tidur, atau brankar selama transfer
kejadian jatuh pasien
5. Pengetahuan : pemahaman  Ajarkan pasien bagaimana jatuh
pencegahan jatuh untuk meminimalkan cedera
pengetahuan keselamatan  Memantau kemampuan untuk
anak fisik mentransfer dari tempat tidur ke
6. Pengetahuan: kemanan kursi dan demikian pula sebaliknya
pribadi  Gunakan teknik yang tepat untuk
mentransfer pasien ke dan dari
kursi roda, tempat tidur, toilet, dan
sebagainya
 Menyediakan tempat tidurkasur
dengan tepi yang erat untuk
memudahkan transfer
 Gunakan rel sisi ranjang yang
sesuai dengan tinggi utnuk
mencegah jatuh dari temoat tidur,
sesuai kebutuhan
 Memberikan pasien tergantung
dengan sarana bantuanpemanggilan
(misalnya bel,atau cahaya
panggilan) ketika penjaga tidak ada
 Menyediakan pegangan angan
terlihat memegang tiang
15

 Tanda-tanda psting untuk


mengingatkan staf bahwa pasien
yang beresiko tinggi untuk jauh
 Berkolaborasi dengan anggota tim
kesehatan lainnya untuk
meminimalkan efek samping dari
obat yang berkontribusi terhadap
jatuh : (misalnya hipotensi
ortostatik dan kiprah goyah)

6. Ketidakseimban NOC NIC


gan nutrisi  Nutritional Status Nutrition Management
kurang dari  Nutritional Status : food and  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh fluid intake  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan  Nutritional Status : nutrient menentukan jumlah kalori dan
dengan intake nutrisi yang dibutuhkan pasien
ketidakmampuan  Weight control  Anjurkan pasien untuk
untuk mencerna Kriteria Hasil : meningkatkan Intake Fe
makanan, 1. Adanya peningkatan berat  Anjurka pasien untuk
penurunan fungsi badan sesuai tujuan meningkatkan protein dan vitamin
nervus 2. Berat badan ideal sesuai C
hipoglosus dengan tinggi badan  Berikan substansi gula
3. Mampu mengidentifikasikan  Yakiknkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk
4. Tidak ada tanda-tanda mencegah konstipasi
malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih
5. Menunjukkan peningkatan (sudah dikonsultasikan dengan ahli
fungsi pengecapan dari gizi
menelan  Ajarkan pasien bagaimana cara
membuat catatan makanan harian
16

6. Tidak terjadi penurunan berat  Monitor jumlah nutrisi dan


badanyang berarti kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhan
7. Hambatan NOC NIC
komunikasi  Anxiety self control Communication Enhancement :
verbal b.d  Coping Speech Defisit
penurunan  Sensori/function: hearing &  Gunakan penerjemah, jika
fungsi otot vision diperlukan
facial/oral  Fear self control  Beri satu kalimat sederhana satiap
Kriteria hasil : kali bertemu, jika diperlukan
1. Komunikasi : penerimaan,  Konsultasikan dengan dokter
intrepretasi dan ekspresipesan, kebutuhan terapi wicara
lisan, tulisan dan non cerbal  Dorong pasien untuk
meningkat berkomunikasi secara perlahan dan
2. Komunikasi ekspresif untuk mengulangi permintaan
(kesulitan berbicara: ekspresi  Dengarkan dengan penuh perhatian
pesan verbal dan atau non  Berdiri di depan pasien ketika
verbal yang bermakna berbicara
3. Kmunikasi resptif(kesulitan  Gunakan kartu
mendengar) : penerimaan baca,kertas,pensil,bahasa
komunikasi dan interpretasi tubuh,gambar,daftar
pesan verbal dan non verbal kosakata,bahasa
4. Gerakan terkoordinasikan : asing,computer,dan lain-lain untuk
mampu mengkoordinasi memfasilitasi komunikasi dua arah
gerakan dalam menggunakan yang optimal
bahasa isyarat
17

5. Pengolahan informasi : klien  Ajarkan bicara dengan esophagus,


mampu untuk memperoleh, jika diperlukan
mengatur, dan menggunakan  Beri anjuran kepada pasien dan
informasi keluarga tentang penggunaan alat
6. Mampu mengontrol respon bantu bicara
ketakutan dan kecemasan  Berika pujian positive, jika
terhadap ketidakmampuan diperlukan
berbicara  Anjurkan pada pertemuan
kelompok
 Anjrkan kunjungan keluarga secara
teratur untuk memberikan stimulus
komunikasi
 Anjurkan ekspresi diri dengan cara
lain dalam menyampaikan
informasi (bahasa isyarat)

8. Gangguan NOC NIC


Menelan  Pencegahan aspirasi Aspiration Precautions
berhubungan  Ketidakefektifan pola  Memantau tingkat kesadaran,
dengan menyusui refleks batuk, refleks muntah, dan
penurunan  Status menelan: tindakan kemampuan menelan
fungsi nervus pribadi untuk mencegah  Monitor status paru,
vagus atau pengeluaran cairan dan menjaga/mempertahankanjalan
hilangnya partikel padat ke dalam napas
refluks muntah paru  Posisi tegak 90 derajat atau sejauh
 Status menelan: fase mungkin
esofagus: penyaluran  Jauhkan manset trakea meningkat
cairan atau partikel padat  Jauhkan pengaturan hisap yang
dari faring ke lambung tersedia
18

 Status menelan: fase oral:  Menyuapkan makanan dalam


persiapan, penahanan, jumlah kecil/sedikit
dan pergerakan cairan  Periksa penempatan tabung NG
atau partikel padat ke atau gastrostomy sebelum
arah posterior mulut menyusui
 Status menelan: fase  Periksa tabung NG atau
faring penyaluran cairan grastostomy sisa sebelum makan
atau partikel padat dari  Hindari makan, jika residu tinggi
mulut ke esofagus temat "pewarna" dalam tabung
Kriteria hasil: pengisi NG
1. Dapat mempertahankan  Hindari cairan atau menggunakan
makanan dalam mulut zat pengental
2. kemampuan menelan  Penawaran makanan atau cairan
adekuat dengan reflek yang dapat dibentuk menjadi bolus
menelan sebelum menelan
3. Mampu mengontrol mual  Potong makanan menjadi
dan muntal potongan-potongan kecil
4. Imobilitas kensekuensi:  Permintaan obat dalam bentuk obat
fisiologis mujarab
5. Pengetahuan tentang
 Istirahat atau menghancurkan pil
prosedur pengobatan sebelum pemberian
 Jauhkan kepala tempat tidur
ditinggikan 30-45 menit setelah
makan
19

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca,B.fransisca.2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC
Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan keujuh. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Mutaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika..
Nurarif. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction
Potter, P.A, Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktk. Edisi 4 Volume 2. Alih bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta : EGC.2005
Smeltzer, S, & Bare. (2008). Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelpia : Lippin cott
S. Wiwit. 2010. Stroke dan penanganannya. Yogyakarta : Katahari.

Anda mungkin juga menyukai