Anda di halaman 1dari 48

Mudah Lelah

Seorang perempuan berusia 40 tahun dating ke praktek dokter dengan keluhan


mudah lelah sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan disertai konstipasi dan mudah
kedinginan. Pasien juga mengeluh menstruasinya tidak teratur, kulit kering dan
rambut mudah rontok.pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah tekanan darah
150/100 mmHg, denyut nadi 60x/menit, frekuensi nafas 20x/menit dan suhu 36,4°C.
pada pemeriksaan fisik didapatkan puffy face, edema periorbital, thick and brittle
nails, non-pitting edema pada kedua ekstremitas atas dan bawah. Kelenjar tiroid
membesar dengan konsistensi keras. Pemeriksaan lab didapatkan kadar TSH yang
meningkat T3, T4 yang menurun, antoibody thyroglobulin (Tg) (+) Dokter
mengatakan bahwa keluhan yang dialami pasien dikarenakan adany kerusakan yang
luas pada kelenjar thyroidny. Dokter memberikan terapi levothyroxine sodium pada
pasien tersebut.

STEP 1
1. Konstipasi : Kondisi sulit BAB
2. Puffy Face : muka sembab akibat penumpukan cairan di wajah
3. TSH : hormone dari kelenjar tiroid yang bekerja dalam tubuh
4. Brittle Nails : Kuku rapuh yang ditandai dengan irregulasitas pada
bentuk kuku
5. T3 : Hormon tiroid yang kerjanya lebih cepat dari T4
6. Levotyroxin Sodium : Obat yang mengandung hormone tyroxine
7. Edema Periorbital : bengkak di sekitar mata
8. T4 : hormone tiroid yang kerjanya lebih lambat dari T3
9. TPO : Antibodi tiroid peroxidase enzyme yang berperan
dalam sintesis hormone
10. Tg : Glukoprotein yang disintesis oleh kelenjar tiroid

Step 2

1
1. Mengapa pasien mengalami gejala tersebut?
2. Mengapa pemeriksaan fisik didapatkan hasil tersenut?
3. Mengapa pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil tersebut?
4. Mengapa kelenjar tiroidnya rusak?
5. Megapa dokter memberikan pasien levothyroxine?

Step 3
1. - Lemah dan dingin → ↓ metabolisme → energy dari proses glikolisis
→ kalor dalam tubuh
→ ATP → Lelah
Konstipasi

↓ Fungsi hormon → ↓ motilitas

- Gangguan Menstruasi → Gangguan Produksi → Dsifungsi Seksual


- Puffy Face dan Edema Periorbital → retensi cairan, filtrasi albumin, retensi
Na
- Kulit kering → penumpukan mukopolisakarida
- Rambut rontok → sedikit nutrisi ke cranial
2. Non pitting edema → infiltrasi cairan yang menumpuk
Tensi → Tiroid → Kronotropik → ↑ β adrenergic
→ Inotropik
3. TSH ↑ → Feedback (-) pada hifofisis anterior dan hypothalamus
→ kerusakan sel di tiroid
T3 & T4 → TSH merangsang produksi T3 & T4, T3 & T4 ↓ → TSH ↑
→ Asupan iodium berkurang
TPO → TSH → Hormon tiroid disintesis
→ Kerusakan tiroid
4. - Etiologi : Primer, sekunder, tersier
- Tiroiditis autoimun

2
- Inflamasi kronik
- Trauma
- Keganasan
- Kelainan transportasi iodium
- Congenital
5. Identik dengan T4

Step 4
1. TRH ← Hipothalamus

Stimulasi Pituitari

TSH → Kelenjar Tiroid → T3
→ T4 → Bebas (bantuan) → Inhibisi pituitary jika
Kekurangan
→ Terikat
Iodium + tiroksin → MIT → + Tiroksin → DIT ← Fase 2
Folikel
2 molekul DIT = T4
1 DIT + 1 MIT = T3
Mekanisme Iodida
a. Konsentrasi iodide → dipekatkan Na KTPase
b. Oksidsi iodide → melibatkan enzim peroksidase
c. Iodinasi tiroksin
d. Perangkaian ioditrosil

2. Gangguan menstruasi → sekresi progesterone ↓ → menstruasi


Proliferasi endometrium tidak teratur
Tetap berlangsung

3
Sekresi LH Tergangu

Gangguan haid hingga Amenore

Gangguan pencernaan → penyerapan ↓ → gangguan motilitas usus →


peristaltic ↓ → konstipasi

badan panas → T3 dalam darah ↓ karena menstruasi

edema → hormone tiroid ↓ → vasodilatasi → ↑ permeabilitas


3. Sudah terbahas
4. Sudah terbahas
5. Hipotiroid → levothyroxin → efeksamping → ↑ membrane basal
↑ takikardi
↑ motilitas → diare
<50 tahun 0,075 → penyesuaian dosis jika dilakukan sering
berkeringat, pemberian dengan obat lain
sediaan 5, 50, 75 → pemberian 6 – 8 minggu, monitoring hasil lab

4
Mind map

Organ
Regulasi

metabolisme

Hormone tiroid

gangguan

hipotiroid
hipertiroid

patomekanisme penatalaksanaan
etiologi

1. Regulasi dan metabolism hormone thyroid (sampai transportasi)


2. Jenis – jenis kelainan pada hormone thyroid (ca, GAKI, nodul, thyroiditis)
3. Macam – macam mekanisme kerja obat yang mempengaruhi metabolism
hormone
4. Penegakan diagnosis hipothyroid , hyperthyroid , metabolisme obat

5
1. Sintesis dan sekresi hormone tiroid meliputi beberapa tahapan, yaitu;
a. Trapping Iodium. Sel folikel tiroid memerangkap ion Iodida (I-)
dengan cara transport aktif dari dalam darah ke dalam sitosol.
Hasilnya, umumnya kelenjar tiroid mengandung iodide yang cukup
banyak. 1
b. Sintesis Thyroglobulin. Saat sel folikel memerangkap Iodium,
mereka juga mensintesis thyroglobulin (TGB), glikoprotein besar yang
dihasilkan oleh retikulum endoplasma kasar, di ubah oleh kompleks
golgi dan dibungkus menjadi vesikel. Lalu vesikel tersebut
mengalami eksositosis, yang menyebabkan pelepasan TGB ke dalam
lumen folikel. 1
c. Oksidasi iodium. Beberapa asam amino yang terkandung dalam
thyroglobulin adalah tyrosine yang akan di ionisasi. Namun, iodium
yang bemuatan negative tidak akan bisa berikatan dengan thyroxin
sebelum mereka di oksidasi ke iodiu: 2 I- → I2. Saat Iodium tengah di
oksidasi, mereka berjalan melewati membran ke dalam folikel. 1
d. Iodinasi tyrosin. Molekul Iodine (I2) bereaksi dengan tyrosine yang
merupakan bagian dari TGB. Pengikatan atom Iodium pertama
menguraikan monoiodothyrosine (T1), dan atom iodium kedua
menghasilkan diiodothyrosine (T2). TGB kemudian menempel dengan
atom iodium, lalu disimpan dalam koloid di dalam lumen folikel
tiroid. 1
e. Coupling T1 dan T2. Pada proses terakhir sintesis hormone thyroid,
dua molekul T2 bergabum membentuk sebuah T4, atau T1 dan T2
bergabung memberntuk T3. 1
f. Pinositosis dan pencernaan dalam koloid. Droplet koloid kembali
memasuki sel folikel dengan pinositosis dan bergabung dengan
lisosom. Enzim pencernaan di lisosom kemudian menghancurkan
TGB, melepaskan molekul T3 dan T4. 1

6
g. Sekresi hormone tiroid. Karena T3 dan T4 larut dalam lipid, mereka
berdiffusi melalui membran plasma kedalam cairan interstitial dan
kemudian kedalam darah. Umumnya sekresi T4 lebih banyak daripada
T3. Namun T3 lebih aktif, maka dari itu setelah T4 memasuki sel dalam
tubuh, banyak yang diubah menjadi T3 dengan membuang sebuah
molekuil iodium. 1
h. Transport kedalam darah. Lebih dari 99% baik itu T3 maupun T4
bergabung dengan transport protein dalam darah, umumnya dengan
thyroxine-binding globulin (TBG).1

7
2. Penegakan Diagnosis Kelainan Hormon Tiroid
A. Hipertiroid
a. Karsinoma Tiroid

a) Anamnesis
Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang
berat, kecuali keganasan analastik yang ceat membesar bahkan dalam
hitungan minggu. Sebagian kecil pasien, khususnya pasien dengan
nodul tiroid yang besar, mengeluh adanya gejala penekanan pada
esophagus dan trachea. Biasanya nodul tidak disertai rasa nyeri,
kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul atau bila kelainan tiroiditis
akut/subakut. Keluhan lain pada keganasan yang mungkin ada ialah
suara serak.
Dalam hal riwayat kesehatan, banyak factor yang perlu
ditanyakan, apakah ke arah ganas atau tidak. Riwayat karsinoma tiroid
medulare dalam keluarga, penting untuk evaluasi nodul tiroid kea rah
ganas atau jinak. Sebagian pasien dengan karsinoma tiroid medulare
herediter juga memiliki penyakit lain yang tergabung dalam MEN
(multiple endocrine neoplasia) 2A atau 2B.3
b) Pemeriksaan Fisik
Untuk memudahkan pendekatan klinis berikut ini adalah
kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang mengarah
pada nodul tiroid jinak, tanpa menghilangkan kemungkinan adanya
keganasan. Sedangkan dibawah ini adalah kumpulan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan
kearah keganasan tiroid, yaitu :
I. Keluhan serak, susah nafas, batuk, disfagia

II. Riwayat radiasi pengion pada saat anak-anak

III. Padat, keras, tidak rata dan terfiksir

8
IV. Limfadenopati servikal

Human Thyroglobulin : suatu tumor marker untuk


keganasan tiroid jenis yang berdiferensiasi baik, terutamauntuk
follow up, pemeriksaan kadar FT4 dan TSH untuk menilai fungsi
tiroid, emeriksaan radiologis.1

c) Pemeriksaan Radiologis

Dilakukan pemeriksaan foto paru posterior anterior, untuk


menilai ada tidaknya metastasis, foto polos leher antero-posterior dan
lateral dengan posisi leher hiper ekstensi, bila tumor besar. Untuk
melihat ada atau tidaknyamikrokalsifikasi.3

Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda


adanya infiltrasi ke esophagus. Pembuatan foro tulang dilakukan bila
ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan. 3

d) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul


posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu
dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta
dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tidakan biopsi. 1

e) Pemeriksaan sitologi BAJAH

Keberhasilan dan ketepatan hasil BAJAH tergantung atas 2


hal yaitu faktor kemampuan pengambilan sampel danfaktor ketepatan
interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat
bervariasi. Ketepatan pemeriksaan ini pada karsinoma tiroid
anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100%, tetapi
jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi
untuk adenomatosus goiter, adenoma folikulare dan adeno karsinoma

9
folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasinya ke kapsul
dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi. 3

b. Adenoma Tiroid

a) Anamnesis
Dalam anamnesis, perlu ditanyakan riwayat keluarga mengenai
keganasan tiroid jinak maupun ganas. Penyakit terdahulu yang
mengikut sertakan leher (radiasi kepala dan leher saat masa anak-
anak), riwayat kehamilan, dan kecepatan onset dan tingkat
pertumbuhan benjolan di leher harus ditanyakan. Adanya benjolan di
leher selama masa kanak-kanak dan remaja harus diperhatikan karena
memiliki kemungkinan keganasan tiga sampai empat kali lebih besar
daripada di orang dewasa. Risiko kanker tiroid juga meningkat pada
usia tua dan laki-laki. 3
Pasien dengan nodul tiroid biasanya tidak terlalu tampak atau
tidak bergejala. Seringkali, tidak ada hubungan yang jelas antara
gambaran histologist dengan gejala pada pasien. Pada pasien dengan
gejala, riwayat penyakit lengkap penting ditanyakan. Pertumbuhan
benjolan yang lambat tapi progresif (minggu sampai bulan)
mengarahkan pada keganasan. 1
Nyeri yang tiba-tiba biasanya diakibatkan perdarahan pada
nodul kistik. Pasien dengan pembesaran yang progresif disertai nyeri
perlu dicurigai adanya limpoma primer atau anaplastik karsinoma.
Gejala seperti sensasi tersedak, leher tegang atau nyeri, disfagia, atau
suara serak dapat menyertai penyakit tiroid, tetapi seringkali
diakibatkan oleh kelainan non-tiorid. Gejala servikal dengan onset
yang lambat dapat diakibatkan oleh penekanan struktur vital leher dan
rongga dada atas. Gejala ini muncul jika nodul tiroid tertanam dalam
goiter yang besar. Jika tidak terdapat goiter multinodular, gejala
kompresi trakea (batuk dan perubahan suara) dapat mengarahkan pada

10
keganasan. Karsinoma tiroid terdiferensiasi jarang menyebabkan
obstruksi saluran napas, paralisis pita suara, ataupun gejala esofageal.
Oleh karena itu, ketidakadaan gejala lokal tidak menyingkirkan
kemunhkinan tumor ganas. 3
b) Pemeriksaan Fisik
Kanker tiroid terdiferensiasi yang berukuran kecil seringkali
tidak memiliki karakteristik yang mencurigakan pada pemeriksaan
fisik. Namun, nodul tiroid baik yang keras ataupun berbatas tegas,
dominan maupun soliter yang dapat dibedakan dari kelenjar lainnya
meningkatkan kemungkinan keganasan. Oleh karena itu, penting
untuk melakukan inspeksi dan palpasi yang teliti dari kelenjar tiroid
serta kompartemen anterior dan lateral nodul pada leher. 1
Pemeriksaan kelenjar tiroid secara umum terdiri dari inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah
terdapat pergeseran trakea. Untuk dapat melihat kelenjar tiroid dengan
jelas, pasien diminta untuk sedikit mendangak, kemudian perhatikan
daerah dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk menelan,
perhatikan gerakan ke atas kelenjar tiroid, simetrisitas, dan konturnya.
Palpasi kelenjar tiroid dilakukan dengan pemeriksa berdiri di belakang
pasien. Pasien diminta mendangak. Jari-jari kedua tangan diletakan di
leher pasien tepat dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk
menelan, rasakan gerakan isthmus yang naik ke atas, tetapi tidak selalu
teraba. Geser trakea ke kanan dnegan jari-jari tangan kiri. Jari-jari
tangan kanan meraba lobus kanan pada ruang diantara trakea dan
sternomastoid. Temukan lateral margin. Dengan cara yang sama,
periksa lobus kiri. Pada massa di tiroid pelaporan terdiri dari adalah
lokasi, konsistensi, ukuran nodul, ketegangan leher, nyeri, dan
adenopati servikal. 3

11
c) Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang rendah
dihubungkan dengan berkurangnya kemungkinan keganasan sehingga
tidak perlu dilakukan pemeriksaan sitologi karena insiden keganasan
sangat rendah. 3
d) Pencitraan
Ultrasonografi resolusi tinggi merupakan tes yang paling
sensitif untuk mendeteksi lesi tiroid, mengetahui dimensi, struktur,
dan mengevaluasi perubahan difus pada kelenjar tiroid. Jika hasil
palpasi normal, ultrasonografi hanya dilakukan jikan ada faktor risiko
keganasan. Jika ditemukan pada pemeriksaan fisik adenopati leher
yang mencurigakan, perlu dilakukan ultrasonografi kedua nodus
limfa dan kelenjar tiroid karena terdapat risiko metastasis dari
mikrokarsinoma papiler yang tidak disadari sebelumnya. 3
Pada semua pasien dengan nodul tiroid dan multinodular
stroma teraba, ultrasonografi perlu dilakukan untuk membantu
diagnosis, mencari koinsidental nodul tiroid atau perubahan kelenjar
tiroid difus, mendeteksi keganasan dan lesi untuk dilakukan FNAB,
memilih panjang jarum biopsi, mendapatkan pengukuran objektif
volume kelenjar tiroid dan lesi yang akan dilakukan follow-up.
Pelaporan ultrasonografi mencakup posisi, bentuk, ukuran, batas, isi,
dan ekogenik serta gambaran vaskular pada nodul. Gambaran
ultrasonografi yang mengarah pada keganasan diantaranya
hipoekogenitas, mikrokalsifikasi (kecil, intranodular, punktata, titik
hiperekoik dengan posterior acoustic shadow minim atau tidak ada),
batas irregular atau microlobulated , dan gambaran vaskularisasi
intranodular yang berantakan. 3
Tumor berukuran besar dengan perubahan degeneratif dan
beberapa area yang terisi cairan kadang ditemukan pada
mikrokarsinoma. Walaupun kebanyakan nodul tiroid dengan

12
dominasi komponen cairan bersifat jinak, ultrasonografi tetap harus
dilaukan karena karsinoma tiroid papiler sebagian dapat berbentuk
kistik. Lesi hipoekoik yang melebar hingga ke kapsul, menginvasi
otot pretiroid, dan menginfiltraasi saraf laring jarang ditemukan
tetapi memerlukan pemeriksaan sitologi segera. Adanya pembesaran
kelenjar limfa tanpa hilum, perubahan kistik, dan mikrokalsifikasi
meningkatkan kemungkinan ke arah keganasan. Gambaran melingkar
dan hipervaskularisasi yang berantakan lebih sering ditemukan, tetapi
tidak spesifik. 3
e) Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan
dengan guided ultrasonografi. Hasil FNAB ini digunakan untuk
pemeriksaan sitologi. Hasil dari FNAB dikategorikan menjadi
diagnostik dan non-diagnostik. Dikatakan diagnostik bila terdiri dari
minimal 6 grup sel epitelial tiroid yang baik dan setiap grup terdiri
dari 10 sel. Klasifikasi hasil pemeriksaan sitologi dibagi menjadi
lima, yaitu nondiagnostik, jinak, lesi folikular, mencurigakan, dan
ganas. 3

13
Gambar 4. Alur penegakan diagnosis pada adenoma tiroid.6

c. Graves

a) Anamnesis

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama


yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak.
Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan
hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-
gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan
aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar,
tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab,
berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi,
takikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot. Penyakit Graves
umumnya ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid/ struma difus,
disertai tanda dan gejala tirotoksikosis. 3

b) Gejala tirotoksikosis yang sering ditemukan:


1) Hiperaktivitas, iritabilitas

2) Palpitasi

3) Tidak tahan panas dan keringat berlebih

4) Mudah lelah

5) Berat badan turun meskipun makan banyak

6) Buang air besar lebih sering

7) Oligomenore atau amenore dengan libido berkurang

8) Tanda tirotoksikosis yang sering ditemukan:


9) Takikardi, fibrilasi atrial
10) Tremor halus, refleks meningkat

14
11) Kulit hangat dan basah
12) Rambut rontok
13) Pemeriksaan Laboratorium
14) Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis penyakit Graves adalah:
15) Thyroid Stimulating Hormon (TSH)

Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric


assay) yanglebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive
binding assay –RIA sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH
sensitif (TSHs). Kadar TSH biasanya rendah pada penderita penyakit
Graves dan semua bentuk tirotoksikosis. Perlu diperhatikan bahwa
kadar TSHs subnormal dapatditemukan pada beberapa keadaan
berikut ini : (1) penyakit hipofisis atauhipotalamus, (2) semester
pertama kehamilan, (3) penderita penyakit nontiroid, dan atau sedang
dalam pengobatan dengan dopamin, glukokortikoid, serta beberapa
obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut. Kadar TSH serum normal
berkisar antara 0,4-4,8 µU/ml.3

c) Tiroksin (T4)

Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4)


meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis. Kadar T4 dan
T3 (Triiodotironin) dalamdarah sangat dipengaruhi oleh protein
pengangkut seperti TBG (Thyroxine Binding Globulin) dan TBPA
(Thyroxine Binding Prealbumin). Untuk mengoreksi pengaruh
protein pengangkut, dilakukan pengukuran terhadapkadar T4 bebas.
Kadar normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 µg/dl,sedangkan FT4
normal sebesar 2 ng/dl.4

d) Triiodotironin (T3)

15
T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis
kecuali penderitatersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau
menggunakan obat-obatan (Propylthiouracil) yang bekerja dengan
menghambat konversi T4 menjadi T3di perifer. T3 sedikit meningkat
pada obesitas dan asupan berlebih. Kadar T3 lebih tinggi pada balita
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak dengan resistensi
pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami peningkatan kadar
T3 dalam serum. Klirens T3 dalam darah lebih cepat
dibandingkandengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang
dihasilkan kelenjar tiroid tidak begitu penting artinya dalam menilai
fungsi. Kadar T3 serum total normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan
FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl.3

e) Autoantibodi Tiroid

Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin


antibody (Tg Ab), (2) thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3)
TSH receptor antibody, baik yang stimulating (TSH-R Ab stim) atau
blocking (TSH-R Ab [block]). TgAb dan TPO dengan Ab
menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA) ditemukan pada 97%
penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. TgAb tinggi
pada awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian
menurun.TPO Ag biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer
kedua antiboditersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada
tiroiditis Hashimoto atauterapi antitiroid pada penyakit Graves. 4

Hasil yang positif pada pemeriksaan kedua antibodi tersebut


merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun tiroid tapi tidak
spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid, atau
goiter. TSH-R Ab stim diukur dengan teknik bioassay menggunakan
sel tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang

16
sudah dikenalkan dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media
kultur. Pada media kultur tersebut kemudian diinkubasikan serum
atau IgG penderita penyakit Graves. Kemudian diukur peningkatan
cAMP pada media kultur tersebut. Tes ini positif pada 80% sampai
100% penderita dengan penyakit Graves yang belum mendapat terapi
dan tidak terdeteksi pada manusia sehat atau penderita tiroiditis
Hashimoto (tanpa oftalmopati), nontoksik goiter, atau goiter nodular
toksik. Tes ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit Graves
pada penderita dengan eutiroid oftalmopati atau untuk memprediksi
penyakit Graves. 4

f) Radioactive Iodine Uptake (RAIU)

Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap


iodium radioaktif. Dengan mengukur persentase penangkapan iodium
radioaktif pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka
dapat dinilai kinetik iodium intratiroid yang secara tidak langsung
menggambarkan pula fungsi kelenjar tiroid. RAIU tinggi pada
penyakit Graves, meningkat ringan ataunormal pada multinodular
toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis.1

B. Hipotiroid

a. Tiroiditis Hashimoto

a) Gejala Klinis Tiroiditis Hashimoto


Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala
selama bertahun-tahun dan tidak terdiagnosis sampai ditemukannya
pembesaran kelanjar tiriod atau hasil pemeriksaan darah yang
abnormal pada pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala yang
berkembang berhubungan dengan efek tekanan lokal pada leher
yang disebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau akibat

17
penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Tanda pertama
penyakit ini mungkin berupa bengkak tidak nyeri pada leher depan
bagian bawah. Efek tekanan lokal akibat pembesaran kelenjar tiroid
dapat menambah gejala seperti kesulitan menelan.3
Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi,
tergantung pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Gambaran
klinis awalnya didahului dengan gejala-gejala hipertiroid (kadar
hormon tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan akhirnya
berubah menjadi hipotiroid (kadar hormon menurun)
berkepanjangan. Pada awalnya, mungkin gejala jarang terlihat,
seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi
semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas.3
Pasien tiroiditis Hashimoto yang berkembang mengalami
hipotiroid biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi
kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa, kesulitan
belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah
bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan,
peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi
yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang
hamil.3
b) Diagnosis
Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang
terbentuk dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan
keadaan hipotiroid diketahui dengan identifikasi gejala dan tanda
fisik yang khas, serta melalui hasil pemeriksaan laboratorium.4
Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik
paling spesifik pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak semuanya
dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid biasanya
diperiksa kadar TSH dan FT4. Dikatakan hipotiroid apabila
peningkatan kadar TSH disertai penurunan FT4.4

18
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara
histopatologis melalui biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat
bermacam – macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus,
obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya
tidak dibutuhkan pada penderita tiroiditis ini, namun dapat
dijadikan langkah terbaik untuk diagnosis.4
b. Tiroiditis DeQuervain
Tiroiditis DeQuervain yang juga dikenal sebagai tiroiditis sel
raksasa atau granulomatosa, ditandai oleh pembesaran tiroid
mendadak dan nyeri. Penyakit ini diduga disebabkan oleh infeksi
virus. Folikel yang rusak akibat infeksi mengalami ruptur dan
meneluarkan tiroglobulin, yang mencetuskan reaksi sel raksasa benda
asing.4
Perjalanan penyakit khas yaitu pada permulaan penyakit,
pasien mengeluh nyeri di leher bagian depan menjalar ke telinga,
demam, malaise, disertai gejala hipertiroidisme ringan atau sedang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tiroid yang membesar, nyeri tekan
disertai takikardi berkeringat, demam, tremor. Pemeriksaan lab sering
dijumpai tanpa leukositosis, LED meninggi. Kadar hormon tiroid
meninggi karena penglepasan hormon tiroid yang berlebihan akibat
destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Keadaan tersebut
disertai dengan periode hipotiroidisme selama 2-4 minggu. Perbaikan
fungsi tiroid terjadi dalam 2-4 bulan kadang lebih lama.4
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan mula-mula
terdapat sel radang di sekitar folikel yang akan merusak epitel dan
menyebabkan epitel menjadi nekrotik, biasanya tempat-tempat yang
terkena merupakan bercak-bercak setempat yang terdapat bany sel
datia berinti banyak.3
a) Manifestasi klinis umum dari hipotiroidisme menurut system :
1) Kulit dan rambut

19
2) Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
3) Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
4) Tidak tahan dingin
5) Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal.6
b) Sistem endokrin
Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti
amenore / masa menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore
dengan hiperprolaktemi, gangguan fertilitas, gangguan hormone
pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap insulin akibat
hipoglikemi
Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
insufisiensi kelenjar adrenal autoimun. Psikologis / emosi : apatis,
agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku maniak.6
Pemeriksaan Diagnostik umum yang dapat dilakukan untuk
mengetahui kelainan hipotiroidisme. Pemeriksaan darah yang
mengukur kadar hormone tiroid (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan
saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang
rendah dan kadar TSH yang tinggi. Pemeriksaan USG dan scan tiroid
untuk memberikan informasi yang tepat tentang ukuran serta bentuk
kelenjar tiroid dan nodul. Pemeriksaan rontgen dada bisa
menunjukkan adanya pembesaran jantung.6
c. Tiroiditis Reidel
Tiroiditis Riedel merupakan suatu proses inflamasi kronik
yang jarang terjadi dimana melibatkan satu atau kedua lobus dari
tiroid. Yang dapat menginvasi struktur-struktur leher di sekitarnya
seperti daerah fasia, trakea, otot-otot, serabut saraf, dan pembuluh
darah, sehingga sulit dibedakan secara klinik, dengan karsinoma
tiroid anaplastik. Penderita umumnya hipotiroid.6

20
Tiroiditis Riedel disebut juga riedel diseases, tiroiditis fibrosa
invasive, struma riedel, tiroiditis kayu, tiroiditis ligneous, dan
tiroiditis invasif. Penyakit ini ditandai oleh jaringan fibrosis padat
yang menggantikan parenkim tiroid yang normal. Kira-kira 1/3 kasus
Tiroiditis Riedel berhubungan dengan fibrosklerosis multifokal.6
a) Etiologi
Etiologi dari Tiroiditis Riedel tidak diketahui. Namun
diperkirakan sebagai stadium akhir dari Hashimoto. Beberapa teori
juga mengatakan bahwa Tiroiditis Riedel diakibatkan oleh suatu
proses autoimun.3
b) Patofisiologi
Teori patogenesis pertama mengatakan bahwa Tiroiditis
Riedel diakibatkan oleh suatu proses autoimun. Teori kedua
mengatakan bahwa Tiroiditis Riedel merupakan kelainan fibrotik
primer.
Berikut ini adalah beberapa bukti yang mendukung
patogenesis autoimun Tiroiditis Riedel : Adanya antibodi antitiroid
pada penderita Tiroiditis Riedel (67% dari 178 kasus dalam
penelitian). Gambaran patologis infiltrasi seluler, termasuk limfosit,
sel plasma, dan histiosit. Seringnya ditemukan vaskulitis fokal pada
pemeriksaan patologi. Respon yang baik terhadap pengobatan dengan
kortikosteroid sistemik.
Namun demikian, jumlah limfosit dan kadar komplemen
serum yang normal berlawanan dengan mekanisme autoimun.
Apalagi kadar antibodi antitiroid yang meningkat hanya
mencerminkan ekspos terhadap sistem imun dari antigen terasing
yang dilepaskan oleh destruksi parenkim tiroid dari suatu kelainan
fibrotik primer.
Teori bahwa Tiroiditis Riedel merupakan kelainan fibrotik
primer didukung berdasarkan hubungannya dengan fibrosklerosis

21
multifokal. Sindrom idiopatik yang jarang ini ditandai dengan adanya
fibrosis yang melibatkan berbagai sistem organ. Manifestasi
ekstraservikal dari fibrosklerosis multifokal meliputi retroperitoneal,
fibrosis mediastinal, pseudotumor orbita, fibrosis paru, kholangitis
sklerosis, fibrosis kelenjar lakrimal, dan parotitis fibrosa. Tiroiditis
Riedel mungkin salah satu manifestasi dari penyakit multifokal.6
Perubahan histopatologi Tiroiditis Riedel sangat mirip dengan
semua manifestasi pada fibrosis multifokal. Apalagi, sepertiga dari
kasus Tiroiditis Riedel yang ditemukan menunjukkan setidaknya satu
manifestasi dari fibrosklerosis ekstraservikal. Kemampuan
kortikosteroid sistemik untuk menghambat fibrogenesis memberikan
efek yang baik pada kedua kondisi tersebut, yakni Tiroiditis Riedel
beserta manifestasi fibrosklerosis ekstraservikal.6

3. Macam – macam obat yang mempengaruhi metabolism hormone


Amiodarone adalah derivat benzofuran yang kaya iodium
dengan struktur molekul yang sama dengan hormon tiroid. Iodium
organik merupakan hampir 40% berat molekul amiodarone. Dosis
amiodarone 250 mg per hari sebanding dengan asupan 75 mg iodium
organik dan membentuk kira-kira 7 mg iodium bebas. Kebutuhan diet
normal akan iodium adalah 100 sampai 200 mg per hari sehingga
terapi amiodarone merupakan asupan iodium yang sangat besar yang
tampak pada peningkatan kadar dalam plasma dan urine sebesar 40
kali lipat. Karena iodium merupakan bahan yang penting untuk
sintesa hormon tiroid namun saat yang bersamaan mempengaruhi
proses intra tiroid secara langsung, tidaklah mengherankan bahwa
lebih 50% pasien pengguna amiodarone memiliki tes fungsi tiroid
yang abnormal walaupun sebagian besar mereka tetap eutiroid.
Pengaruh perifer predominan amiodarone atas hormon tiroid
adalah penghambatan deiodinasi T4 menjadi T3. Hasilnya, kadar T4

22
serum meningkat dan kadar T3 menurun, disamping itu iodium yang
tinggi menghambat sintesa hormon tiroid (efek Wolff-Chaikoff).
Selama 3 bulan pertama terapi kadar TSH umumnya sedikit
meningkat karena kurangnya feed back inhibisi akibat kadar T3 yang
rendah namun akan normalisasi pada pemakaian jangka panjang.
Tirotoksikosis akibat amiodarone (AIT) lebih sering pada daerah
dengan asupan iodium rendah dan hipotiroid lebih sering pada daerah
dengan asupan iodium tinggi.
Bila tirotoksikosis dapat terjadi kapan saja selama periode
terapi dan bahkan beberapa bulan setelah terapi, hipotiroid jarang
terjadi setelah lebih dari 18 bulan terapi. Pengawasan fungsi tiroid
berdasarkan kadar TSH, kalau TSH abnormal, kadar T4 bebas dan T3
bebas harus diperiksa untuk mendeteksi disfungsi kelenjar yang dapat
mempredisposisi hipertiroid atau hipotiroid akibat amiodarone.
Pemeriksaan tambahan dianjurkan kira-kira 3 bulan setelahnya
kemudian setiap tahun.1
4. Penegakan diagnosis hipo + hyperthyroid + metabolism obat
A. Hipertiroid
a. Karsinoma Tiroid
a) Anamnesis
Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala
yang berat, kecuali keganasan analastik yang ceat membesar bahkan
dalam hitungan minggu. Sebagian kecil pasien, khususnya pasien
dengan nodul tiroid yang besar, mengeluh adanya gejala penekanan
pada esophagus dan trachea. Biasanya nodul tidak disertai rasa nyeri,
kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul atau bila kelainan tiroiditis
akut/subakut. Keluhan lain pada keganasan yang mungkin ada ialah
suara serak.
Dalam hal riwayat kesehatan, banyak factor yang perlu
ditanyakan, apakah ke arah ganas atau tidak. Riwayat karsinoma

23
tiroid medulare dalam keluarga, penting untuk evaluasi nodul tiroid
kea rah ganas atau jinak. Sebagian pasien dengan karsinoma tiroid
medulare herediter juga memiliki penyakit lain yang tergabung dalam
MEN (multiple endocrine neoplasia) 2A atau 2B.3
b) Pemeriksaan Fisik
Untuk memudahkan pendekatan klinis berikut ini adalah
kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang mengarah
pada nodul tiroid jinak, tanpa menghilangkan kemungkinan adanya
keganasan. Sedangkan dibawah ini adalah kumpulan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan
kearah keganasan tiroid, yaitu :
1) Keluhan serak, susah nafas, batuk, disfagia
2) Riwayat radiasi pengion pada saat anak-anak
3) Padat, keras, tidak rata dan terfiksir
4) Limfadenopati servikal
5) Riwayat keganasan tiroid sebelumnya
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Human Thyroglobulin : suatu tumor marker
untuk keganasan tiroid jenis yang berdiferensiasi baik,
terutamauntuk follow up, pemeriksaan kadar FT4 dan
TSH untuk menilai fungsi tiroid, emeriksaan
radiologis.3
2) Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan pemeriksaan foto paru posterior
anterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis, foto
polos leher antero-posterior dan lateral dengan posisi
leher hiper ekstensi, bila tumor besar. Untuk melihat
ada atau tidaknyamikrokalsifikasi.

24
Esofagogram dilakukan bila secara klinis
terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esophagus.
Pembuatan foro tulang dilakukan bila ada tanda-tanda
metastasis ke tulang yang bersangkutan.3
3) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil
atau nodul posterior yang secara klinis belum dapat
dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk
membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat
dimanfaatkan untuk penuntun dalam tidakan biopsi.
4) Pemeriksaan sitologi BAJAH
Keberhasilan dan ketepatan hasil BAJAH
tergantung atas 2 hal yaitu faktor kemampuan
pengambilan sampel danfaktor ketepatan interpretasi
oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat
bervariasi. Ketepatan pemeriksaan ini pada karsinoma
tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir
mendekati 100%, tetapi jenis folikulare hampir tidak
dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk
adenomatosus goiter, adenoma folikulare dan adeno
karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari
gambaran invasinya ke kapsul dan vascular.3
b. Adenoma Tiroid
a) Anamnesis
Dalam anamnesis, perlu ditanyakan riwayat keluarga
mengenai keganasan tiroid jinak maupun ganas. Penyakit terdahulu
yang mengikut sertakan leher (radiasi kepala dan leher saat masa
anak-anak), riwayat kehamilan, dan kecepatan onset dan tingkat
pertumbuhan benjolan di leher harus ditanyakan. Adanya benjolan di
leher selama masa kanak-kanak dan remaja harus diperhatikan karena

25
memiliki kemungkinan keganasan tiga sampai empat kali lebih besar
daripada di orang dewasa. Risiko kanker tiroid juga meningkat pada
usia tua dan laki-laki.1
Pasien dengan nodul tiroid biasanya tidak terlalu tampak atau
tidak bergejala. Seringkali, tidak ada hubungan yang jelas antara
gambaran histologist dengan gejala pada pasien. Pada pasien dengan
gejala, riwayat penyakit lengkap penting ditanyakan. Pertumbuhan
benjolan yang lambat tapi progresif (minggu sampai bulan)
mengarahkan pada keganasan.1
Nyeri yang tiba-tiba biasanya diakibatkan perdarahan pada
nodul kistik. Pasien dengan pembesaran yang progresif disertai nyeri
perlu dicurigai adanya limpoma primer atau anaplastik karsinoma.
Gejala seperti sensasi tersedak, leher tegang atau nyeri, disfagia, atau
suara serak dapat menyertai penyakit tiroid, tetapi seringkali
diakibatkan oleh kelainan non-tiorid. Gejala servikal dengan onset
yang lambat dapat diakibatkan oleh penekanan struktur vital leher
dan rongga dada atas. Gejala ini muncul jika nodul tiroid tertanam
dalam goiter yang besar. Jika tidak terdapat goiter multinodular,
gejala kompresi trakea (batuk dan perubahan suara) dapat
mengarahkan pada keganasan. Karsinoma tiroid terdiferensiasi jarang
menyebabkan obstruksi saluran napas, paralisis pita suara, ataupun
gejala esofageal. Oleh karena itu, ketidakadaan gejala lokal tidak
menyingkirkan kemunhkinan tumor ganas.1
b) Pemeriksaan Fisik
Kanker tiroid terdiferensiasi yang berukuran kecil seringkali
tidak memiliki karakteristik yang mencurigakan pada pemeriksaan
fisik. Namun, nodul tiroid baik yang keras ataupun berbatas tegas,
dominan maupun soliter yang dapat dibedakan dari kelenjar lainnya
meningkatkan kemungkinan keganasan. Oleh karena itu, penting

26
untuk melakukan inspeksi dan palpasi yang teliti dari kelenjar tiroid
serta kompartemen anterior dan lateral nodul pada leher.6
Pemeriksaan kelenjar tiroid secara umum terdiri dari inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah
terdapat pergeseran trakea. Untuk dapat melihat kelenjar tiroid
dengan jelas, pasien diminta untuk sedikit mendangak, kemudian
perhatikan daerah dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk
menelan, perhatikan gerakan ke atas kelenjar tiroid, simetrisitas, dan
konturnya. Palpasi kelenjar tiroid dilakukan dengan pemeriksa berdiri
di belakang pasien. Pasien diminta mendangak. Jari-jari kedua tangan
diletakan di leher pasien tepat dibawah kartilago krikoid. Minta
pasien untuk menelan, rasakan gerakan isthmus yang naik ke atas,
tetapi tidak selalu teraba. Geser trakea ke kanan dnegan jari-jari
tangan kiri. Jari-jari tangan kanan meraba lobus kanan pada ruang
diantara trakea dan sternomastoid. Temukan lateral margin. Dengan
cara yang sama, periksa lobus kiri. Pada massa di tiroid pelaporan
terdiri dari adalah lokasi, konsistensi, ukuran nodul, ketegangan
leher, nyeri, dan adenopati servikal.6
c) Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang rendah
dihubungkan dengan berkurangnya kemungkinan keganasan
sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan sitologi karena insiden
keganasan sangat rendah.6
d) Pencitraan
Ultrasonografi resolusi tinggi merupakan tes yang paling
sensitif untuk mendeteksi lesi tiroid, mengetahui dimensi, struktur,
dan mengevaluasi perubahan difus pada kelenjar tiroid. Jika hasil
palpasi normal, ultrasonografi hanya dilakukan jikan ada faktor risiko
keganasan. Jika ditemukan pada pemeriksaan fisik adenopati leher
yang mencurigakan, perlu dilakukan ultrasonografi kedua nodus

27
limfa dan kelenjar tiroid karena terdapat risiko metastasis dari
mikrokarsinoma papiler yang tidak disadari sebelumnya.3
Pada semua pasien dengan nodul tiroid dan multinodular
stroma teraba, ultrasonografi perlu dilakukan untuk membantu
diagnosis, mencari koinsidental nodul tiroid atau perubahan kelenjar
tiroid difus, mendeteksi keganasan dan lesi untuk dilakukan FNAB,
memilih panjang jarum biopsi, mendapatkan pengukuran objektif
volume kelenjar tiroid dan lesi yang akan dilakukan follow-up.
Pelaporan ultrasonografi mencakup posisi, bentuk, ukuran, batas, isi,
dan ekogenik serta gambaran vaskular pada nodul. Gambaran
ultrasonografi yang mengarah pada keganasan diantaranya
hipoekogenitas, mikrokalsifikasi (kecil, intranodular, punktata, titik
hiperekoik dengan posterior acoustic shadow minim atau tidak ada),
batas irregular atau microlobulated , dan gambaran vaskularisasi
intranodular yang berantakan.3
Tumor berukuran besar dengan perubahan degeneratif dan
beberapa area yang terisi cairan kadang ditemukan pada
mikrokarsinoma. Walaupun kebanyakan nodul tiroid dengan
dominasi komponen cairan bersifat jinak, ultrasonografi tetap harus
dilaukan karena karsinoma tiroid papiler sebagian dapat berbentuk
kistik. Lesi hipoekoik yang melebar hingga ke kapsul, menginvasi
otot pretiroid, dan menginfiltraasi saraf laring jarang ditemukan
tetapi memerlukan pemeriksaan sitologi segera. Adanya pembesaran
kelenjar limfa tanpa hilum, perubahan kistik, dan mikrokalsifikasi
meningkatkan kemungkinan ke arah keganasan. Gambaran melingkar
dan hipervaskularisasi yang berantakan lebih sering ditemukan, tetapi
tidak spesifik.3
1. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan
dengan guided ultrasonografi. Hasil FNAB ini digunakan untuk

28
pemeriksaan sitologi. Hasil dari FNAB dikategorikan menjadi
diagnostik dan non-diagnostik. Dikatakan diagnostik bila terdiri dari
minimal 6 grup sel epitelial tiroid yang baik dan setiap grup terdiri
dari 10 sel. Klasifikasi hasil pemeriksaan sitologi dibagi menjadi
lima, yaitu nondiagnostik, jinak, lesi folikular, mencurigakan, dan
ganas. 3
1) Graves
a) Anamnesis
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu
tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri
tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme
akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala
hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas
simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan
menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan
kelemahan serta atrofi otot. Penyakit Graves umumnya ditandai dengan
pembesaran kelenjar tiroid/ struma difus, disertai tanda dan gejala
tirotoksikosis dan seringkali juga disertai oftalmopati (terutama
eksoftalmus) dan kadang-kadang dengan dermopati.3
Gejala tirotoksikosis yang sering ditemukan:
1. Hiperaktivitas, iritabilitas
2. Palpitasi
3. Tidak tahan panas dan keringat berlebih
4. Mudah lelah
5. Berat badan turun meskipun makan banyak
6. Buang air besar lebih sering
7. Oligomenore atau amenore dengan libido berkurang

Tanda tirotoksikosis yang sering ditemukan:


1. Takikardi, fibrilasi atrial

29
2. Tremor halus, refleks meningkat
3. Kulit hangat dan basah
4. Rambut rontok
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis
penyakit Graves adalah:
1. Thyroid Stimulating Hormon (TSH)
Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric
assay) yanglebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive
binding assay –RIA sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH
sensitif (TSHs). Kadar TSH biasanya rendah pada penderita penyakit
Graves dan semua bentuk tirotoksikosis. Perlu diperhatikan bahwa
kadar TSHs subnormal dapatditemukan pada beberapa keadaan berikut
ini : (1) penyakit hipofisis atauhipotalamus, (2) semester pertama
kehamilan, (3) penderita penyakit nontiroid, dan atau sedang dalam
pengobatan dengan dopamin, glukokortikoid, serta beberapa obat
lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut. Kadar TSH serum
normal berkisar antara 0,4-4,8 µU/ml. 3
2. Tiroksin (T4)
Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat
pada semua penderita dengan tirotoksikosis. Kadar T4 dan T3
(Triiodotironin) dalamdarah sangat dipengaruhi oleh protein
pengangkut seperti TBG (Thyroxine Binding Globulin) dan TBPA
(Thyroxine Binding Prealbumin). Untuk mengoreksi pengaruh protein
pengangkut, dilakukan pengukuran terhadapkadar T4 bebas. Kadar
normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 µg/dl,sedangkan FT4 normal
sebesar 2 ng/dl.
3. Triiodotironin (T3)
T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis
kecuali penderitatersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau

30
menggunakan obat-obatan (Propylthiouracil) yang bekerja dengan
menghambat konversi T4 menjadi T3di perifer. T3 sedikit meningkat
pada obesitas dan asupan berlebih. Kadar T3 lebih tinggi pada balita
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak dengan resistensi
pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami peningkatan kadar T3
dalam serum. Klirens T3 dalam darah lebih cepat dibandingkandengan
T4 sehingga penentuan kadar T3 yang dihasilkan kelenjar tiroid tidak
begitu penting artinya dalam menilai fungsi. Kadar T3 serum total
normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl. 3
4. Autoantibodi Tiroid
Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody
(Tg Ab), (2) thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH
receptor antibody, baik yang stimulating (TSH-R Ab stim) atau
blocking (TSH-R Ab [block]). TgAb dan TPO dengan Ab
menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA) ditemukan pada 97%
penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. TgAb tinggi pada
awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun.TPO Ag
biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua
antiboditersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis
Hashimoto atauterapi antitiroid pada penyakit Graves.3
Hasil yang positif pada pemeriksaan kedua antibodi tersebut
merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun tiroid tapi tidak
spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid, atau
goiter. TSH-R Ab stim diukur dengan teknik bioassay menggunakan
sel tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah
dikenalkan dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur.
Pada media kultur tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG
penderita penyakit Graves. Kemudian diukur peningkatan cAMP pada
media kultur tersebut. Tes ini positif pada 80% sampai 100% penderita
dengan penyakit Graves yang belum mendapat terapi dan tidak

31
terdeteksi pada manusia sehat atau penderita tiroiditis Hashimoto
(tanpa oftalmopati), nontoksik goiter, atau goiter nodular toksik. Tes
ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit Graves
pada penderita dengan eutiroid oftalmopati atau untuk memprediksi
penyakit Graves pada neonatus dari ibu dengan riwayat penyakit
Graves atau yang masih aktif menderita penyakit Graves. Pemeriksaan
TSH-R Ab dengan bioassay termasuk mahal dan tidak tersedia secara
luas.3
5. Radioactive Iodine Uptake (RAIU)
Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap
iodium radioaktif. Dengan mengukur persentase penangkapan iodium
radioaktif pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka
dapat dinilai kinetik iodium intratiroid yang secara tidak langsung
menggambarkan pula fungsi kelenjar tiroid. RAIU tinggi pada
penyakit Graves, meningkat ringan ataunormal pada multinodular
toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis. 3
b. Hipotiroid
1) Tiroiditis Hashimoto
Gejala Klinis Tiroiditis Hashimoto
Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala selama
bertahun-tahun dan tidak terdiagnosis sampai ditemukannya
pembesaran kelanjar tiriod atau hasil pemeriksaan darah yang abnormal
pada pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala yang berkembang
berhubungan dengan efek tekanan lokal pada leher yang disebabkan
pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau akibat penurunan kadar
hormon tiroid dalam darah. Tanda pertama penyakit ini mungkin berupa
bengkak tidak nyeri pada leher depan bagian bawah. Efek tekanan lokal
akibat pembesaran kelenjar tiroid dapat menambah gejala seperti
kesulitan menelan. 3

32
Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi,
tergantung pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Gambaran
klinis awalnya didahului dengan gejala-gejala hipertiroid (kadar hormon
tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan akhirnya berubah menjadi
hipotiroid (kadar hormon menurun) berkepanjangan. Pada awalnya,
mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau
tanda-tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala
dan tanda makin jelas. 3
Pasien tiroiditis Hashimoto yang berkembang mengalami
hipotiroid biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan
dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit
kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah bengkak,
konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, peningkatan sensitivitas
terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang banyak, peningkatan
frekuensi keguguran pada wanita yang hamil. 3
Diagnosis
Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk
dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid
diketahui dengan identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta
melalui hasil pemeriksaan laboratorium. 3
Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik
paling spesifik pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak semuanya
dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid biasanya diperiksa
kadar TSH dan FT4. Dikatakan hipotiroid apabila peningkatan kadar
TSH disertai penurunan FT4. (Kumar, 2013)
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis
melalui biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat bermacam – macam
yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid,
dan fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya tidak dibutuhkan pada
penderita tiroiditis ini, namun dapat dijadikan langkah terbaik untuk

33
diagnosis pada kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang
dibutuhkan jika nodul tiroid terbentuk. 3
Tiroiditis DeQuervain
Tiroiditis DeQuervain yang juga dikenal sebagai tiroiditis sel raksasa atau
granulomatosa, ditandai oleh pembesaran tiroid mendadak dan nyeri.
Penyakit ini diduga disebabkan oleh infeksi virus. Folikel yang rusak akibat
infeksi mengalami ruptur dan meneluarkan tiroglobulin, yang mencetuskan
reaksi sel raksasa benda asing.3
Perjalanan penyakit khas yaitu pada permulaan penyakit, pasien
mengeluh nyeri di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise,
disertai gejala hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tiroid yang membesar, nyeri tekan disertai takikardi berkeringat,
demam, tremor. Pemeriksaan lab sering dijumpai tanpa leukositosis, LED
meninggi. Kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan hormon tiroid
yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi.
Keadaan tersebut disertai dengan periode hipotiroidisme selama 2-4 minggu.
Perbaikan fungsi tiroid terjadi dalam 2-4 bulan kadang lebih lama.3
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan mula-mula terdapat sel
radang di sekitar folikel yang akan merusak epitel dan menyebabkan epitel
menjadi nekrotik, biasanya tempat-tempat yang terkena merupakan bercak-
bercak setempat yang terdapat bany sel datia berinti banyak. (Kumar, 2013)
Pemeriksaan Diagnostik umum yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kelainan hipotiroidisme :
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar hormone tiroid (T3 dan T4),
TSH, dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi
masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya
menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
3. Pemeriksaan USG dan scan tiroid untuk memberikan informasi yang
tepat tentang ukuran serta bentuk kelenjar tiroid dan nodul

34
4. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran
jantung. 6
2) Tiroiditis Reidel
Tiroiditis Riedel merupakan suatu proses inflamasi kronik yang jarang
terjadi dimana melibatkan satu atau kedua lobus dari tiroid. Yang dapat
menginvasi struktur-struktur leher di sekitarnya seperti daerah fasia,
trakea, otot-otot, serabut saraf, dan pembuluh darah, sehingga sulit
dibedakan secara klinik, dengan karsinoma tiroid anaplastik. Penderita
umumnya hipotiroid. 6
Tiroiditis Riedel disebut juga riedel diseases, tiroiditis fibrosa
invasive, struma riedel, tiroiditis kayu, tiroiditis ligneous, dan tiroiditis
invasif. Penyakit ini ditandai oleh jaringan fibrosis padat yang
menggantikan parenkim tiroid yang normal. Kira-kira 1/3 kasus Tiroiditis
Riedel berhubungan dengan fibrosklerosis multifokal. 6
a) Etiologi
Etiologi dari Tiroiditis Riedel tidak diketahui. Namun
diperkirakan sebagai stadium akhir dari Hashimoto. Beberapa teori
juga mengatakan bahwa Tiroiditis Riedel diakibatkan oleh suatu
proses autoimun. 6
b) Patofisiologi
Teori patogenesis pertama mengatakan bahwa Tiroiditis Riedel
diakibatkan oleh suatu proses autoimun. Teori kedua mengatakan
bahwa Tiroiditis Riedel merupakan kelainan fibrotik primer.
Berikut ini adalah beberapa bukti yang mendukung patogenesis
autoimun Tiroiditis Riedel :
1. Adanya antibodi antitiroid pada penderita Tiroiditis Riedel (67%
dari 178 kasus dalam penelitian)
2. Gambaran patologis infiltrasi seluler, termasuk limfosit, sel plasma,
dan histiosit.
3. Seringnya ditemukan vaskulitis fokal pada pemeriksaan patologi.

35
4. Respon yang baik terhadap pengobatan dengan kortikosteroid
sistemik
Namun demikian, jumlah limfosit dan kadar komplemen serum
yang normal berlawanan dengan mekanisme autoimun. Apalagi kadar
antibodi antitiroid yang meningkat hanya mencerminkan ekspos
terhadap sistem imun dari antigen terasing yang dilepaskan oleh
destruksi parenkim tiroid dari suatu kelainan fibrotik primer. 6
Teori bahwa Tiroiditis Riedel merupakan kelainan fibrotik primer
didukung berdasarkan hubungannya dengan fibrosklerosis multifokal.
Sindrom idiopatik yang jarang ini ditandai dengan adanya fibrosis
yang melibatkan berbagai sistem organ. Manifestasi ekstraservikal dari
fibrosklerosis multifokal meliputi retroperitoneal, fibrosis mediastinal,
pseudotumor orbita, fibrosis paru, kholangitis sklerosis, fibrosis
kelenjar lakrimal, dan parotitis fibrosa. Tiroiditis Riedel mungkin salah
satu manifestasi dari penyakit multifokal. 6
Perubahan histopatologi Tiroiditis Riedel sangat mirip dengan
semua manifestasi pada fibrosis multifokal. Apalagi, sepertiga dari
kasus Tiroiditis Riedel yang ditemukan menunjukkan setidaknya satu
manifestasi dari fibrosklerosis ekstraservikal. Kemampuan
kortikosteroid sistemik untuk menghambat fibrogenesis memberikan
efek yang baik pada kedua kondisi tersebut, yakni Tiroiditis Riedel
beserta manifestasi fibrosklerosis ekstraservikal. 6

Penatalaksanaan Kelainan Hormon Tiroid

a. Hipotiroidisme
1) Terapi farmakologi
Hipotiroidisme adalah suatu sindrom yang ditimbulkan oleh defisiensi
hormon tiroid dan sebagian besar manifestasinya berupa perlambatan semua
fungsi - fungsi tubuh secara reversible. Pada bayi dan anak - anak terdapat

36
keterlambatan nyata pada pertumbuhan dan perkembangan yang
menimbulkan dwarfisme dan retardasi mental yang ireversible.2
Tujuan primer penatalaksaan hipotioidisme adalah memulihkan
metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolik normal dengan cara
mengganti hormon yang hilang. Levotiroksin sintetik (Synthroid atau
Levothroid) merupakan preparat terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme
dan supresi penyakit goiter nontoksik. 6
Yang perlu diperhatikan adalah :
a. Dosis awal
b. Cara menaikan dosis tiroksin
Tujuan pengobatannya :
a. Meringankan keluhan dan gejala
b. Menormalkan metabolisme
c. Menormalkan TSH
d. Membuat T3 dan T4 normal
e. Menghindari komplikasi dan resiko
a) Pengaruh Obat Farmakologis
Dosis OAT (Obat Anti Tiroid) berlebihan menyebabkan
hipotiroidisme. Dapat juga terjadi pada pemberian litium karbonat pada
pasien psikosis. Hati-hatilah menggunakan fenitoin dan fenobarbital
sebab meningkatkan metabolisme tiroksin di hepar. Kelompok
kolestiramin dan kolestipol dapat mengikat hormon tiroid di usus.
Defisiensi iodium berat serta kelebihan yodium kronis menyebabkan
hipotiroidisme dan gondok, tetapi sebaliknya kelebihan akut
menyebabkan IIT (iodine induced thyrotoxcisos). 6
Bahan farmakologis yang menghambat sintesis hormon tiroid yaitu
tionamid (MTU, PTU, karbimazol), perklorat, sulfonamid, iodida dan
yang meningkatkan katabolisme atau penghancuran hormon tiroid yaitu
fenitoin, fenobarbital, yang menghambat jalur enterohepatik hormon
tiroid yaitu kolestipol dan kolestiramin. 6

37
Kelenjar tiroid bekerja di bawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksi hormon tirotropik. Hormon ini mengatur produksi hormon
tiroid yaitu tiroksin dan tri-iodotironin. Kedua hormon tersebut dibentuk
dari monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk ini diperlukan yodium.
T3 dan T4 diperlukan dalam proses metabolik di dalam badan, lebih-lebih
pada pemakaian oksigen. Selain itu ia merangsang sintesis protein dan
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini
juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A. Untuk
pertumbuhan badan, hormon ini sangat dibutuhkan, tetapi harus bekerja
sama dengan growth hormone. 6
Dalam pengobatan hipotiroidisme, senyawa tiroksin dan triiodotironin
yang dipakai adalah isomer L (Levo). Isomer ini digunakan karena
memiliki aktifitas yang jauh lebih tinggi dari pada isomer dextro. Tiroksin
diabsorbsi paling baik di duodenum dan ileum. Akan tetapi tingkat
absorpsinya dipengaruhi oleh keasaman lambung, flora saluran cerna,
makanan, dan obat lainnya. Absorpsi melalui jalur oral T3 sekitar 95%,
sedangkan Levotiroksin 80%. Absorpsi Levotiroksin dihambat oleh
sukralfat, resin kolestiramin, Fe, kalsium, dan Al(OH)3.Absorpsi T3 dan
T4 sangat menurun di ileus pada pasien yang mengalami myxedema, oleh
karena itu jalur parenteral digunakan. Jalur parenteral yang digunakan
adalah intravena. Waktu paruh T3 dan T4 menurun pada pasien
hipotiroidisme bila dibandingkan pada orang normal. Eksresi bilier dapat
meningkat oleh obat yang menginduksi enzim sitokrom, misalnya
rifampisin, phenobarbital, carbamazepine, phenytoin, imatinib, protease
inhibitors, sehingga meningkatkan eksresi melalui empedu. Mekanisme
kerja pengganti hormone tiroid sama dengan hormone tiroid yang
disintesis secara alamiah dari kelenjar tiroid. 6
Jaringan memiliki jumlah reseptor tiroid yang tidak sama, oleh karena
itu jaringan tubuh dapat dibagi menjadi yang sensitif (hipofisis, hati,
jantung, otot rangka, usus, dan ginjal) dan yang tidak sensitif (limpa,

38
testis) terhadap tiroid. Preparat pilihan untuk pengganti hormone tiroid
adalah levotiroksin. Levotiroksin memiliki waktu paruh yang panjang (7
hari), lebih stabil, tidak menimbulkan alergi, murah, dan konsentrasinya
dalam plasma mudah diukur. 2
Pemakaian Levotiroksin sekali sehari 100 mg. Alasan lain pemakaian
Levotiroksin sebagai obat pilihan adalah kelebihan T4 dapat diubah
menjadi T3. Liotironin (T3) memiliki efek yang lebih poten daripada
levotiroksin. Namun liotironin jarang dipakai karena waktu paruhnya
yang singkat (24 jam), lebih mahal, dan sulit untuk memonitor kadarnya
dalam plasma. 2
Toksisitas tiroksin berhubungan langsung dengan kadar hormon
tersebut. Pada anak - anak akan timbul kegelisahan, insomnia, serta
percepatan maturasi tulang dan pertumbuhan dapat merupakan tanda –
tanda toksisitas tiroksin. Pada orang dewasa, peningkatan kecemasan,
intoleransi panas, episode palpitasi dan takikardia atau penurunan berat
badan yang tidak dapat diketahui sebabnya.2
b) Pengobatan komplikasi dan gejala serta hipotiroidisme kasus khusus
Pada pasien yang mengalami miksedema dan penyakit jantung
koroner, pemberian hormone tiroid dapat berbahaya karena meningkatkan
aktifitas jantung. Pada kasus ini harus menyembuhkan penyakit jantung
koroner lebih dahulu baru mengobati miksedema. 2
Kasus gawat darurat hipotirodisme adalah koma miksedema. Faktor
predisposisinya adalah infeksi paru, penyakit serebrovaskular, dan gagal
jantung kongestif. Pada kasus ini diberikan levotiroksin melalui intravena
sebanyak 300-400 mikrogram, yang dilanjutkan dengan dosis 50-100
mikrogram per hari.2
Pada pasien yang hamil, dosis levotiroksin harus dinaikkan karena
kadar Thyroid-Binding Globulin (TBG) yang meningkat.Peningkatan
kadar TBG menurunkan jumlah obat bebas dalam plasma dan sebagian
obat pindah ke janin, sehingga menurunkan efek kerjanya. Hipotiroidisme

39
subklinis, yaitu peningkatan TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal.
Pengobatan diperlukan apabila nilai TSH melebihi 10 mU/L.2
c) Terapi sulih hormone
Obat pilihannya adalah sodium levo-thyroxine. Bila fasilitas untuk
mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut :
Tabel 2. Terapi sulih hormon. 7

Umur Dosis g/kg BB/hari


0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
2-12 tahun 4-5
> 12 tahun 2-3

Catatan :
1) Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan
therapeutic trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah
dalam 2-3 minggu. Bila ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan
bertahap atau dengan dosis pemberian + 100 μg/m2/hari.
2) Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi
tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi
hipotiroid. 7

2) Terapi non farmakologi


a) Diet
Makanan yang seimbang dianjurkan, antara lain memberi cukup
iodium dalam setiap makanan. Tetapi selama ini ternyata cara kita

40
mengelola iodium masih cenderung salah. Iodium mudah rusak pada
suhu tinggi. Padahal kita selama ini memasak makanan pada suhu yang
panas saat menambah garam yang mengandung iodium, sehingga
iodium yang kita masak sudah tidak berfungsi lagi karena rusak oleh
panas. Untuk itu, sebaiknya kita menambahkan garam pada saat
makanan sudah cukup dingin sehingga tidak merusak kandungan iodium
yang ada pada garam. Selain itu, makan-makanan yang tidak
mengandung pengawet juga diperlukan. Asupan kalori disesuaikan
apabila BB perlu di kurangi. Apabila pasien mengalami letargi dan
defisit perawatan diri, perawat perlu memantau asupan makanan dan
cairan. 7

b) Aktivitas
Kelelahan akan menyebabkan pasien tidak bisa melakukan aktivitas
hidup sehari-hari dan kegiatan lainnya. Kegiatan dan istirahat perlu
diatur agar pasien tidak menjadi sangat lelah. Kegiatan ditingkatkan
secara bertahap. Pada masa kehamilan hindari penggunaan obat-obatah
anti tiroid secara berlebihan, iodium profilaksis pada daerah-daerah
endemik, diagnosis dini melalui pemeriksaan penyaringan pada
neonatus. Sedangkan pada hipotiroidisme dewasa dapat dilakukan
dengan pemeriksaan ulang tahunan. 7

b. Hipertiroidisme
1) Obat Anti Tiroid
Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk
menekan kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level
normal (euthyroid). Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk
mencapai kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untuk
mencapai remisi. Lama penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisi

41
bervariasi antar pasien dan kesuksesan terapi sangat tergantung pada
kepatuhan pasien dalam menggunakan obat. 2
Di negara-negara maju, pengobatan hipertiroidisme cenderung
bergeser ke terapi iodine radioaktif dan penggunaan obat anti tiroid semakin
jarang diberikan karena tingginya kemungkinan relaps (kambuh) setelah
remisi dan jangka waktu pengobatan yang memakan waktu selama satu
hingga dua tahun. Namun demikian obat anti tiroid juga masih umum
digunakan pada pasien yang kontraindikasi terhadap iodine radioaktif, pasien
hamil dan pasien yang akan menjalani terapi radioiodine. 2
Pada pasien hipertiroidisme dengan toksik nodul atau toxic
multinodular goiter obat anti tiroid tidak direkomendasikan untuk digunakan
karena tidak menyebabkan remisi pada golongan pasien ini. Sedangkan pada
pasien Graves’ Disease obat anti tiroid terbukti dapat menghasilkan remisi
karena efek antitiroid dan imunosupresan. 2

Gambar 5. Ringkasan Obat yang Digunakan dalam Tatalaksana Penyakit


Tiroid. 2

42
Obat anti tiroid yang secara luas digunakan, propylthiouracil dan
methimazole, termasuk dalam golongan yang sama yaitu thionamide.
Keduanya memiliki mekanisme aksi yang sama namun memiliki profil
farmakokinetika yang berbeda dalam hal durasi, ikatan dengan albumin dan
lipofilisitas. Propylthiouracil dan methimazole dapat digunakan sebagai
terapi tunggal pada hipertiroidismeyang diakibatkan oleh Graves’ Disease
maupun pada pasien yang akan menerima terapi radioiodine dan
tiroidektomi. 2
Dalam mengobati hipertiroidisme karena autoimun atau Graves’
Disease, obat anti tiroid dapat mengembalikan fungsi tiroid karena adanya
sifat imunosupresan. Obat anti tiroid dapat memacu apoptosis limfosit
intratiroid, menekan ekspresi HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells.2
a. Propylthiouracil
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat
antitiroid golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di
Indonesia. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim
thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulin
sehingga mencegah produksi hormon tiroid. Selain itu obat anti tiroid
memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan produksi limfosit,
HLA, sel T dan natural killer sel. 7
Keuntungan propylthiouracil dibandingkan methimazole adalah
propylthiouracil dosis tinggi juga dapat mencegah konversi thyroxine
(T4) menjadi bentuk aktif triiodothyronine (T3) di perifer, sehingga
merupakan terapi pilihan dalam thyroid storm atau peningkatan hormon
tiroid secara akut dan mengancam jiwa. 7
Propylthiouracil yang digunakan secara per oral hampir
sepenuhnya terabsorpsi di saluran gastrointestinal. Karena durasi
kerjanya yang hanya 12 – 24 jam maka PTU harus digunakan beberapa
kali sehari (multiple dose). Hal ini menjadi salah satu alasan obat ini
mulai ditinggalkan karena berkaitan dengan kepatuhan pasien.7

43
Di Amerika Serikat propylthiouracil hanya digunakan jika pasien
alergi atau dikontraindikasikan terhadap methimazole dan hamil.
Propylthiouracil tidak menjadi terapi lini pertama pada pengobatan
hipertiroidisme karena kepatuhan pasien yang rendah dan efek samping
berat seperti hepatotoksik. Namun propylthiouracil merupakan obat
pilihan pertama pada pasien hipertiroidisme yang sedang hamil trimester
pertama. Hal ini disebabkan sifat PTU yang kurang larut lemak dan
ikatan dengan albumin lebih besar menyebabkan obat ini transfer
plasenta lebih kecil dibandingkan methimazole. 7
b. Methimazole
Methimazole atau biasa disingkat MMI merupakan obat anti tiroid
golongan thionamide yang menjadi lini pertama pengobatan
hipertiroidisme dan merupakan metabolit aktif dari carbimazole.
Carbimazole merupakan bentuk pro-drug dari methimazole yang
beredar di beberapa negara seperti Inggris. Di dalam tubuh carbimazole
akan diubah menjadi bentuk aktifnya methimazole dengan pemotongan
gugus samping karboksil pada saat metabolisme lintas pertama. 7
Mekanisme kerja methimazole dalam mengobati hipertiroidisme
sama seperti propylthiouracil yaitu menghambat kerja enzim thyroid
peroxidase dan mencegah pembentukan hormon tiroid. Namun
methimazole tidak memiliki efek mencegah konversi T4 ke T3. 7
Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsi
sempurna di saluran cerna. Karena durasi aksinya yang panjang, sekitar
40 jam, maka MMI cukup digunakan satu kali sehari (single dose). 7
Methimazole merupakan lini pertama pengobatan hipertiroidisme
karena efek samping yang relatif lebih rendah dari propylthiouracil,
faktor kepatuhan pasien, serta efektivitas yang lebih baik dibandingkan
propylthiouracil. Sejak tahun 1998 methimazole merupakan obat anti
tiroid yang paling banyak diresepkan mengobati Graves’ Disease. 7

44
Penggunaan methimazole pada kehamilan terutama trimester
pertama tidak direkomendasikan karena efek teratogenik methimazole
menyebabkan malformasi kongenital seperti aplasia cutis dan choanal
atresia. Sehingga pada pasien hipertiroidisme yang sedang hamil
trimester pertama yang sedang mengonsumsi methimazole perlu
dilakukan penggantian terapi ke propylthiouracil. Sedangkan pada ibu
menyusui methimazole terbukti aman diberikan hingga dosis 20 – 30
mg/ hari. 7
c. Iodine Radioaktif
Pada metode ini digunakan isotop iodine, yang paling umum
digunakan adalah 131I. Di dalam tubuh RAI akan di-uptake oleh
kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid
RAI beraksi dengan cara mencegah sintesis hormon tiroid sehingga
dapat menurunkan kadar hormon tiroid yang berlebihan. RAI
dikontraindikasikan bagi pasien yang hamil, menyusui, kanker tiroid
dan merencanakan kehamilan 4 – 6 bulan setelah terapi. 4
Efek samping pada pengobatan hipertiroidisme dengan RAI
diantaranya adalah memburuknya gejala Graves’ ophtalmopathy dan
peningkatan kadar hormon tiroid akut. Sehingga pada pasien dengan
hipertiroidisme dengan kadar T4 bebas yang tinggi, pasien berusia
lanjut, atau pada pasien dengan risiko komplikasi hipertiroidisme perlu
diberikan obat anti tiroid hingga mencapai kondisi euthyroid. 4
Menurut Walter et al (2007), pasien yang menggunakan obat anti
tiroid seminggu sebelum maupun setelah pengobatan dengan iodine
radioaktif memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi. Sehingga obat
anti tiroid harus dihentikan 2 minggu sebelum pemberian RAI. 4
Kondisi euthyroid umumnya dapat tercapai tiga hingga enam
bulan pasca penggunaan RAI. Pada pengobatan hipertiroidisme dengan
metode RAI terdapat dua metode pengobatan sebagai berikut:
(1) Metode Ablative

45
Pada metode ini digunakan RAI dosis tinggi untuk mencapai
kondisi hipotiroidisme permanen. Metode ini direkomendasikan
pada pasien geriatrik dan pasien dengan gangguan jantung untuk
mengendalikan gejala secepat mungkin. Selain itu metode ini
merupakan pilihan bagi pasien hipertiroidisme akibat toxic nodular
goiter. Kelemahan metode ini adalah pasien akan menderita
hipotiroidisme secara permanen dan perlu mendapat terapi
pengganti hormon tiroid seumur hidup. 4
(2) Metode Gland-specific Method
Pada metode ini pasien diberikan RAI dosis rendah yang dapat
mencapai kondisi euthyroid. Kelebihan dari metode ini
dibandingkan metode ablative adalah pasien tidak menderita
hipotiroidisme secara permanen, namun demikian penghitungan
dosis optimal sulit untuk dilakukan. 4
2) Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar
tiroid.Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi
atau menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif.
Pembedahan direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau
goiter yang sangat besar. 7
Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua
metode berikut :
a. Tiroidektomi total
Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar
tiroid. Dengan tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon
tiroid, pasien perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur
hidup. 7
b. Tiroidektomi sub-total
Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar
tiroid sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena

46
kelenjar tiroid yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid.
Salah satu efek samping yang dapat muncul akibat pembedahan ini adalah
hipoparatioroidisme. Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana
hormon paratiroid tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang
muncul berupa hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Secara anatomis
kelenjar tiroid dan paratiroid terletak berdekatan, sehingga pada prosedur
tiroidektomi kelenjar paratiroid dapat ikut terganggu dan menyebabkan
hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi. Hipoparatiroidisme pada pasien
tiroidektomi dapat bersifat sementara maupun permanen. Selain
hipoparatiroidisme, efek samping lainnya yang dapat muncul adalah
gangguan pada produksi suara beberapa hari hingga beberapa minggu
setelah operasi. 7

47
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall, Jhon E. 2014. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
12. Singapore. Saunder Elsavier
2. Katzung, B. G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik Volume 2 Edisi 12.
Jakarta. Salemba Medika
3. Kumar, Vinay. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta. Elsevier
4. Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta. EGC
5. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke System Edisi 6.
Jakarta; EGC
6. Sudoyo, A W.dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Internal
Publishing
7. Syarif. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. Balai Penerbit FK UI
8. Sinbernagl, Stefan. 2014. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta. EGC

48

Anda mungkin juga menyukai