Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS KUALITAS REPAIR WELDING METODE MIG

DENGAN PELAKUAN PREHEATING DAN VARIASI ARUS PENGELASAN


PADA CAST WHEEL ALUMINIUM

SKRIPSI

Oleh:
EKO BUDI SUSILO
NIM. K2515026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA

Juli 2019

i
i

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal skripsi ini telah diseminarkan dan disahkan oleh Dosen Pembimbing I, Dosen
Pembimbing II, dan Koordinator Skripsi Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universita Sebelas Maret pada :

Hari :………………..

Tanggal :………………..

Dengan,

Nama : Eko Budi Susilo

NIM : K2515026

Judul Skripsi : Analisis Kualitas Repair Welding Metode MIG Dengan Perlakuan Preheating
Dan Variasi Arus Pengelasan Pada Cast Wheel Aluminium.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Budi Harjanto, ST., M.Eng. Dr. Suharno, S.T., M.T.


NIP. 197901162005011001 NIP. 197106032006041001
Mengetahui,
Koordinator Skripsi

Budi Harjanto, ST., M.Eng.


NIP. 197901162005011001
ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis selalu dalam keadaan sehat walafiat sehingga dapat menyelesaikan proposal yang
telah kami susun sedemikian rupa berdasarkan bukti-bukti yang ada dan referensi dari berbagai
sumber. Keberhasilan penulisan proposal ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan dari berbagai
pihak baik itu secara individu maupun secara umum terutama bimbingan dan pengarahan yang
tulus dan ikhlas dari pembimbing, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr.Indah Widiastuti, S.T., M.Eng. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Teknik
Mesin.
2. Bapak Budi Harjanto, ST., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing I, yang selalu memberikan
arahan dan motivasi dalam penyusunan proposal skripsi.
3. Bapak Dr. Suharno, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II, yang selalu memberikan
arahan dan motivasi dalam penyusunan proposal skripsi.
4. Orang tua tercinta yang selalu memberikan doa.
5. Teman-teman seperjuangan yang telah mendukung dan memberi arahan demi terselesaikan
proposal ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih banyak kekurangan yang terdapat
di dalamnya, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritikan yang membangun
demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis berharap semoga proposal ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi penulis sendiri dan orang lain pada masa-masa yang akan datang.

Surakarta, April 2019

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN…….. ……………………………………………………... i


KATA PENGANTAR…….. ……………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….... iii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………... iv

DAFTAR TABEL………………………………………………………………………… v

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah……………………………………………………………… 3
C. Pembatasan Masalah……………………………………………………………... 4
D. Perumusan Masalah……………………………………………………………… 4
E. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………. 5
F. Manfaat Penelitian………………………………………………………………... 5

BAB II……………………………………………………………………………………... 6

A. Kajian Pustaka……………………………………………………………………. 6
B. Penelitian Relevan………………………………………………………………… 28
C. Kerangka Berfikir………………………………………………………………… 30
D. Hipotesis Penelitian……………………………………………………………….. 31

BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………………. 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………………… 32


B. Rancangan Penelitian…………………………………………………………….. 33
C. Popolasi dan Sampel……………………………………………………………… 34
D. Teknik Pengambilan Sempel…………………………………………………….. 34
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………………. 35
F. Instrumen Penelitian……………………………………………………………... 35
G. Teknik Analisis Data……………………………………………………………... 36
H. Prosedur Penelitian……………………………………………………………….. 37
iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses pengelasan las MIG (Metal Inert Gas)…………………………… 8
Gambar 2.2. Proses pemindahan sembur pada las MIG………………………………. 8
Gambar 2.3. Rangkaian mesin las MIG……………………………………………….. 10
Gambar 2.4. Mesin las MIG…………………………………………………………… 10
Gambar 2.5. Bagian-bagian Utama Wire Feeder………………………………………. 11
Gambar 2.6. Welding gun las MIG…………………………………………………….. 11
Gambar 2.7. Cilinder dan dan Regulator Gas Pelindung………………………………. 12
Gambar 2.8. Bentuk bentuk pipa kontak………………………………………………. 12
Gambar 2.9. Nozzel gas pelindung…………………………………………………….. 13
Gambar 2.10. Penyetelan wire feeder………………………………………………….. 13
Gambar 2.11. Elektroda aluminium…………………………………………………… 14
v

DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Ketentuan umum penyetelan besaran arus dan tegangan berdasarkan
Diameter kawat elektroda……………………………………………… 19
Tabel 2.2. Daftar Seri Paduan Aluminium Wrought All…………………………… 20
Tabel 2.3. Daftar Seri Paduan Aluminium Cast Alloy……………………………... 21
Tabel 3. 1. Waktu Penelitian……………………………………………………….. 32
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan industri otomotif di dunia saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat
hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi. Salah
satu sarana transportasi yang kebutuhannya terus meningkat adalah kendaraan bermotor. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS, 2017) pada periode 2013-2017, adanya peningkatan jumlah kendaraan
bermotor yang cukup tinggi yaitu 7,40 persen per tahun. Terhitung mulai tahun 2013 terdapat
104.118.969 unit kendaraan bermotor dan pada tahun 2017 terdapat 139.556.669 unit kendaraan
bermotor. Hal ini menunjukan banyaknya pengguna kendaraan bermotor yang ada di Indonesia.
Semakin banyak kendaraan bermotor maka semakin banyak juga jumlah spare part yang harus di
produksi untuk menganti komponen kendaraan yang sudah tidak layak pakai atau rusak seperti
velg pada kendaraan bermotor.

Cast Wheel Aluminium (Velg) merupakan salah satu komponen penyusun kendaraan
bermotor yang berfungsi sebagai roda dan penambah nilai pada kendaraan bermotor. Cast Wheel
aluminium didapatkan dari proses pengecoran menggunakan bahan dasar aluminium dengan
berbagai metode, seperti grafity, tilting, ataupun low pressure die casting. Cast Wheel Aluminium
(Velg) kendaraan mempunyai resiko kerusakan baik penyok, retak dan patah. Jika kondisi
kerusakan velg tidak cukup parah, maka opsi repair welding atau pengelasan ulang dapat dipilih
untuk menghindari pengeluran yang lebih besar.

Pengelasan biasanya digunakan untuk memperbaiki sambungan-sambungan dan reparasi-


reparasi material yang patah, retak, memperbaiki komponen-komponen kecil yang rusak atau
untuk memperbaiki permukaan yang telah usang. Proses pengelasan dapat juga dipergunakan
untuk reparasi misalnya untuk megisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada
mesin perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macam-macam reparasi lainnya.
Pengelasan bukan tujuan utama dari rekonstruksi namun hanya merupakan sarana untuk mencapai
ekonomi pembuatan yang lebih baik. Menurut Sonawan (2013: 4) pengelasan (welding) adalah
salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam
2

pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan
logam yang kontinu.

Teknik pengelasan MIG (Metal Inert Gas) adalah jenis pengelasan yang biasa digunakan
dalam pengelasan aluminium. Las MIG (Metal Inert Gas) merupakan pengelasan dengan
menggunakan kawat las pengisi yang juga berfungsi sebagai elektroda yang diumpankan secara
terus-menerus. Busur listrik terjadi antara kawat pengisi dan logam induk. Gas pelindung yang
digunakan adalah gas argon, helium atau campuran keduanya (Wiryosumarto, 1996: 20). Las MIG
biasa dipakai untuk mengelas baja karbon dan juga sangat baik dipakai untuk mengelas baja tahan
karat atau stainless steel dan mengelas logam-logam lain yang afinitasnya terhadap oksigen sangat
besar seperti aluminium dan titanium (Sonawan, 2003: 4).

Pemanasan awal pada proses pengelasan perlu dilakukan untuk mencegah material yang
digunakan mengalami perubahan temperature secara tiba-tiba dan dapat mengakibatkan crack dan
melebarnya daerah HAZ yang terkena api las. Menurut AWS (American Welding Society)
preheating adalah panas yang akan diberikan kepada logam yang dilas untuk mendapatkan dan
memelihara preheat temperature. Sedangkan preheat temperature sendiri didefinisikan dengan
suhu dari logam induk (base metal) di yang berada sekitar area yang akan dilas, sebelum
pengelasan itu dimulai. Prinsipnya adalah pemanasan yang dilakukan di area pengelasan
diusahakan harus merata agar didapatkan hasil yang maksimal dan tidak mengakibatkan tegangan
sisa dan distorsi.

Hasil penelitian sebelumnya tentang analisis struktur hasil repair welding tentang sifat fisik
dan mekanik pada cast wheel aluminium dengan metode pengelasan MIG menerangkan bahwa
tingkat kekerasan pada raw material adalah 57,56 kgf/mm2 , sedangkan pada daerah las memiliki
tingkat kekerasan 44,20 kgf/mm2,sedangkan pada daerah HAZ 37,73 kgf/mm2 dan memiliki
tingkat kekuatan impak sebesar 0,118 J/mm2 pada raw material sedangkan pada hail pengelasan
0,067 J/mm2 (Andoko : 2012). Hasil penelitian lainnya tentang kualitas repair welding metode
MIG dengan perlakuan preheating pada cat whell aluminium, memiliki nilai rata-rata kekerasan
sebesar 550,31 HBN pada daerah HAZ, raw material sebesar 466,26 HBN dan pada bagian lasan
sebesar 455,03 HBN. Hal ini menunjukan bahwa filler yang digunakan sudah mendekati logam
induk velg. Nilai hasil impak hasil pengelasan dengan metode MIG sebesar 0,047 J/mm2
3

sedangkan pada raw material adalah 0,077 J/mm2. Hal ini menunjukan hasil pengelasan memiliki
sifat mekanik lebih getas dibandingkan dengan raw material (Prihonggo: 2015).

Besar arus listrik pada pengelasan dapat mempengaruhi kekuatan dari suatu material hasil
pengelasan seperti pada penelitian sambungan las dissimillar aluminium 5052 dan aluminium 6061
menggunakan pengelasan MIG dengan variasi arus 180 Ampere, 190 Ampere dan 200 Ampere
menggunakan jenis sambungan single v-butt joint 60°. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sambungan las dengan arus 180 Ampere memiliki kekuatan tarik rata-rata 186.86 MPa dengan
regangan 26.85%, kekuatan impak rata-rata 0.41 J/mm2, dan pada struktur mikro memiliki tingkat
kerapatan yang tinggi. Spesimen dengan arus 190 Ampere memiliki kekuatan tarik rata-rata 178.01
MPa dengan regangan 26.07%, kekuatan impak rata-rata 0.28 J/mm2, dan pada struktur mikro
memiliki tingkat kerapatan yang sedang. Spesimen dengan arus 200 Ampere memiliki kekuatan
tarik rata-rata 91.53 MPa dengan regangan 20.76%, kekuatan impak rata-rata 0.23 J/mm2 dan pada
struktur mikro memiliki tingkat kerapatan yang rendah. Nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pada
pengujian baik dari pengelasan MIG dengan arus 180 A dan 190 A berada diatas standar BKI ( ≥
170 MPa) (Titahgusti: 2018).

Analisis untuk mengetahui kualitas repair welding pada cast wheel aluminium maka
perlu dilakukan pengujian. Untuk mengetahui sifat fisis logam maka pengujian yang dilakukan
adalah uji komposisi kimia, uji struktur mikro dan uji struktur makro. Sedangkan untuk
mengetahui sifat mekanik logam dapat dilakukan uji kekerasan (hardness test), uji pukul (impact
test), uji tarik (tensile test), uji tekan (compressed test), uji bengkok (bending test), uji puntir
(torsion test), dan uji lelah (fatique test).
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis bermaksud mengadakan penelitian yang
berjudul “ANALISIS KUALITAS REPAIR WELDING METODE MIG DENGAN
PERLAKUAN PREHEATING DAN VARIASI ARUS PENGELASAN PADA CAST WHEEL
ALUMINIUM”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah-masalah
seperti berikut :
4

1. Kerusakan pada cast wheel aluminium (velg).


2. Penelitian tentang repair welding pada cast wheel aluminium metode MIG menggunakan
perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan masih kurang.
3. Kualitas repair welding belum mendekati raw material.
4. Perlakuan arus pengelasan yang tepat diterapkan.
5. Perbedaan karakteristik sifat fisis dan mekanik pada cast wheel aluminium sebelum dan
sesudah dilakukan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan dengan metode MIG.

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang dilakuakan lebih mengarah dan tidak menyimpang dari permasalahan
yang diteliti, maka akan permasalahan akan dibatasi pada :

1. Raw material yang digunakan adalah cast wheel aluminium.


2. Pengujian difokuskan pada repair welding dengan metode MIG.
3. Jenis kampuh sambungan adalah kampuh V tunggal.
4. Jenis perlakuan yang diberikan adalah preheating dan variasi arus pengelasan.
5. Pengujian yang dilakukan adalah :
a. Pengujian komposisi kimia.
b. Pengujian struktur mikro.
c. Pegujian kekerasan.
d. Pengujian kekuatan impak.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka perlu dibuat
perumuskan permasalahan agar penelitian ini dapat terarah dan tidak menyimpang. Adapun
perumusan masalah yang akan diteliti :

1. Bagaimana komposisi kimia pada cast wheel aluminium?


2. Bagaimana pengaruh struktur mikro setelah dilakukan pengelasan metode MIG dengan
perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan pada cast wheel aluminium?
5

3. Bagaimana pengaruh tingkat kekerasan setelah dilakukan pengelasan metode MIG dengan
perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan pada cast wheel aluminium?
4. Bagaimana pengaruh tingkat kekuatan impak setelah dilakukan pengelasan metode MIG
dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan pada cast wheel aluminium?

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain :

1. Menyelidiki komposisi kimia pada cast wheel aluminium.


2. Menyelidiki kualitas repair welding metode MIG dengan perlakuan preheating dan variasi
arus pengelasan pada cast wheel aluminium terhadap struktur mikronya.
3. Menyelidiki kualitas repair welding metode MIG dengan perlakuan preheating dan variasi
arus pengelasan pada cast wheel aluminium terhadap tingkat kekerasannya.
4. Menyelidiki kualitas repair welding metode MIG dengan perlakuan preheating dan variasi
arus pengelasan pada cast wheel aluminium terhadap tingkat kekuatan impak.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis :
a. Menambah pengetahuan tentang repair welding pada cast wheel aluminium dengan
metode las MIG.
b. Sebagai sumber reverensi penelitian berikutnya tentang repair welding pada cast wheel
aluminium dengan metode las MIG.
c. Memberi masukan mengenai kualitas repair welding metode MIG dengan perlakuan
preheating dan variasi arus pengelasan pada cast wheel aluminium.
2. Manfaat Praktis :
6

a. Memberi alternatif solusi perbaikan pada cast wheel aluminium menggunakan metode
MIG dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan.
b. Sebagai bahan pustaka di lingkungan Universitas Sebelas Maret.
c. Memperoleh data yang jelas mengenai komposisi kimia, struktur mikro, tingkat
kekerasan dan kekuatan impak pada cast wheel aluminium.
7

BAB II

A. Kajian Pustaka

1. Repair Welding
Pengelasan merupakan salah satu jenis penyambungan yang bisa digunakan
diantara penyambungan yang lain seperti penyambungan pada baut dan keling. Menurut
Deutsche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam
paduan yang dilaksanakan dalam keadaan cair dari definisi tersebut dapat dijelaskan lebih
lanjut bahwa las adalah suatu proses dimana bahan dengan jenis yang sama digabungkan
menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan
dari pemakaian panas dan tekanan. Menurut welding Handbook, proses pengelasan adalah
“proses penyambungan bahan yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya
hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa logam
pengisisi”. Sedangkan menurut Wiryosumarto (1996) Proses pengelasan adalah proses
penyambungan dua logam material setempat dari beberapa batang logam menjadi satu
kesatuan dengan adanya energi panas. Energi panas yang digunakan untuk mencairkan
logam pada proses pengelasan dapat berasal dari pembakaran gas, sinar electron, gesekan,
gelombang ultrasonik, tahanan listrik, atau busur listrik. Sedangkan repair welding
merupakan perbaikan dengan mengunakan teknik pengelasan. Tujuan dari repair welding
adalah untuk memperbaiki bentuk suatu konstruksi yang mengalami kerusakan agar
menjadi sama seperti bentuk dan fungsi benda awalnya dan memiliki sifat yang sama
dengan logam dasarnya. Beda halnya dengan produk welding, yaitu pembuatan produk dari
bahan mentah atau logam dasar (wrought metal) menjadi suatu bentuk konstruksi baru,
sehingga memiliki fungsi baru yang berbeda dari bahan asal sebelum dilakukan pengelasan
Pengelasan pada umumnya digunakan pada logam dasar (wrought metal) yang
sudah melalui proses rolling, tempa maupun proses lainnya. Akan tetapi, dalam aplikasinya
proses pengelasan dapat juga dilakukan pada cast metal atau cast metal alloy. Proses
pengelasan yang dilakukan pada cast metal sering digunakan pada hasil produk pemesinan
yang mengalami cacat, retak ataupun penyok akibat kesalahan proses pemesinan
(machining) dengan mesin perkakas. Seperti kesalalahan pada letak lubang pengeboran,
8

kesalahan penyayatan dan kesalahan akibat benturan maupun yang disebabkan oleh
kesalahan manusianya sendiri.
Proses pengelasan dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk megisi
lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada mesin perkakas, mempertebal
bagian-bagian yang sudah aus dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan
tujuan utama dari rekonstruksi namun hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi
pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul
menperhatikan kesesuian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan
sekitarnya.

2. Las MIG (Metal Inert Gas)


Las atau pengelasan adalah suatu proses penyambungan dua logam atau lebih
menjadi suatu sambungan yang tetap atau permanen. Logam yang telah dilas dimaksudkan
agar tidak dapat lepas, sehingga untuk melepas harus dengan merusak sambungan tersebut.
Pengelasan juga dapat diartikan sebagai proses penyambungan logam dengan cara
peleburan bagian yang akan dihubungkan atau peleburan logam inert dengan memanasinya
dengan suhu yang sangat tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa
pemakanan logam pengisi dalam penyambungan.
Las MIG merupakan sebuah pengembangan dari pengelasan GMAW (gas metal
arc welding). Las GMAW mempunyai dua tipe gas pelindung yaitu inert-gas dan active-
gas yang kemudian sering dikenal dengan sebutan las MIG (metal inert gas) dan las MAG
(metal active gas). Las MIG merupakan proses penyambungan dua logam material atau
lebih menjadi satu melalui proses pencairan setempat dengan menggunakan elektroda
gulungan (filler) berupa kawat yang sama dengan logam dasar yang akan disambung (base
metal) dan menggunakan gas pelindung (inert gas).
Las MIG menggunakan arus listrik searah yang berasal dari arus AC yang
kemudian diubah menjadi arus DC. Adapun dalam penggunaan arus DC pada las MIG ini
dibagi lagi menjadi dua tipe pengkutuban, yaitu pengkutupan searah (DCPS/Direc Current
Straight Polarity) dan pengkutuban terbalik (DCRS/Direc Current Reverse Polarity). Pada
pengkutuban searah negative dihubungkan dengan filler sedangkan kutub positif
9

dihubungkan dengan benda kerja. Pada pengkutuban terbalik kutub positif dihubungkan
dengan elektroda sedangkan kutub negative dihubungkan dengan benda kerja.

Gambar 2.1. Proses pengelasan las MIG (Metal Inert Gas)

Gambar 2.2. Proses pemindahan sembur pada las MIG

1) Proses Pengelasan MIG (Metal Inert Gas)


Proses pengelasan MIG dilakukan dengan menggunkan arus searah (DC). Pada
umumnya las MIG menggunakan elektroda kawat positif (DCEP/Direct Current
Electrode Positive). Panas yang dihasilkan terbentuk dari busur las yang terjadi antara
elektroda kawat (filler) dengan benda kerja. Selama proses pengelasan MIG, filler akan
meleleh dan menjadi butiran-butiran logam (weld beads). Gas pelindung dari las MIG
digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi dari proses pengelasan hingga
terjadi pendinginan atau pembekuan setelah pengelasan.
Panas yang dihasilkan oleh las MIG berasal dari busur las (arc) yang terbentuk
diantara elektroda dengan benda kerja. Pada saat proses pengelasan logam inert akan
meleleh dan membentuk butiran las. Adapun logam inert las yang digunakan adalah
10

logam yang sama dengan objek yang akan dilas. Logam inert berbentuk gulungan
kawat ang gerakannya diatur oleh motor listrik. Sedangkan gas yang keluar bersamaan
dengan lelehan logam inert berfungsi melindungi hasil las dari oksidasi selama proses
pendinginan. Gas tersebut pada umumnya menggunakan gas argon dan helium.
2) Peralatan Utama Mesin Las MIG
Peralatan utama merupakan peralatan yang berhubungan langsung
denganproses pengelasan. Dalam proses pengelasan ini diperlukan beberapa komponen
las, antara lain :
a) Mesin Las
Sistem pembangkit tenaga pada mesin las MIG pada prinsipnya adalah
sama dengan mesin SMAW yang dibagi menjadi dua golongan, yaitu mesin las
arus bolak balik (Alternating Current / AC Welding Machine) dan mesin arus
searah (Direct Current / DC Welding Machine)
Umumnya mesin las arus searah (DC) mendapat sumber tenaga listrik dari
trafo las (AC) yang kemudian diubah menjadi arus searah dengan voltage yang
konstan (constant-voltage). Dalam pemasangan kabel las dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan, yaitu dengan cara :
(1) Pengkutuban langsung (Dirrect Current Straight Polarity/ DCSP)
Dengan pengkutuban langsung berarti kutub positif (+) mesin las
dihubungkan dengan benda kerja dan kutub negatif (-) dihubungkan dengan
kabel elektroda. Dengan hubungan seperti ini panas pengelasan yang terjadi 1/3
bagian panas memanaskan elektroda sedangkan 2/3 bagian memanaskan benda
kerja.
(2) Pengkutuban terbalik (Dirrect Current Reverce Polarity/ DCRP)
Pada pengkutuban terbalik, kutub negarif (-) mesin las dihubungkan dengan
benda kerja, dan kutub positif (+) dihubungkan dengan elektroda. Pada
hubungan semacam ini pada pengelasan 1/3 bagian memanaskan benda kerja
dan 2/3 bagian memanaskan elektroda.
11

Gambar 2.3. Rangkaian mesin las MIG

Gambar 2.4. Mesin las MIG


b) Unit Pengontrol Kawat Elektroda (Wire Feeder)
Alat pengkontrol kawat elektroda (wire feeder unit) adalah alat atau
perlengkapan utama pada proses pengelasan dengan metode MIG. Alat ini biasanya
tida menyatu dengan mesin las, tetapi merupakan bagian yang terpisah dan
ditempatkan berdekatan dengan pengelasan. Adapun fungsi utama dari wire feeder
adalah :
(1) Menempatkan rol kawat elektroda.
(2) Menepatakan kabel las termasuk welding gun dan nozzle dan sistem saluran
gas pelindung.
(3) Mengatur pemakaian kawat elektroda.
12

Gambar 2.5. Bagian-bagian Utama Wire Feeder


c) Welding Gun
Welding Gun merupakan handle elektroda dalam pengelasan MIG yang
berfungsi mengarahkan posisi obyek yang akan dilas.

Gambar 2.6. Welding gun las MIG


d) Kabel Las dan Kabel Kontrol
Pada mesin las terdapat kabel primer (primary powercable) dan kabel
sekunder atau kabel las (welding cable). Kabel primer ialah kabel yang
menghubungkan antara sumber tenaga dengan mesin las. Jumlah kawat inti pada
kawat primer disesuaikan dengan jumlah phasa pada mesin las ditambah satu kawat
sebagai hubungan penahan dari mesin las. Kebel sekunder ialah kabel-kabel yang
dipakai untuk keperluan mengelas, terdiri dari kabel yang dihubungkan dengan
tang las dan benda kerja serta kabel-kabel kontrol.
Inti penggunaan kabel pada mesin las hendaknya disesuaikan dengan
kapasitas arus maksimum dari pada mesin las. Semakin kecil diameter kabel atau
makin panjang ukuran kabel, maka tahanan atau hambatan kabel akan naik, begitu
pula sebaliknya.
e) Regulator Gas Pelindung
Untuk pemakaian gas pelindung yang relatif lama, terutama gas CO2
diperlukan pemanas (heater-vaporizer) yang dipasang antara silinder gas dan
13

regulator. Hal ini diperlukan agar gas pelindung tersebut tidak membeku yang
berakibat terganggunya aliran gas.

Gambar 2.7. Cilinder dan dan Regulator Gas Pelindung


f) Pipa Kontak
Pipa pengarah elektroda biasanya disebut juga dengan pipa kontak. Pipa
kontak terbuat dari tembaga, dan berfungsi untuk membawa arus listrik ke
elektroda yang bergerak dan mengarahkan elektroda tersebut ke daerah kerja
pengelasan. Torch dihubungkan dengan sumber listrik pada mesin las dengan
menggunakan kabel. Karena elektroda harus dapat terus bergerak dengan bebas dan
melakukan kontak listrik dengan baik, maka besarnya diameter lubang dari pipa
kontak sangat berpengaruh. Adapun gambar dari pipa kontak dapat dilihat dalam
gambar dibawah.

Gambar 2.8. Bentuk bentuk pipa kontak


g) Nozzle Gas Pelindung
Nozzle ini berfungsi untuk mengarahkan gas daerah pengelasan. Gas
diarahkan ke daerah pengelasan agar tidak timbul oksidasi.
14

Gambar 2.9. Nozzel gas pelindung


3) Pemasangan Mesin Las MIG
Dalam pemasangan mesin las ini harus denagn instalasi yang benar,
sebagaimana terlihat pada gambar di bawah.
4) Penyetelan Peralatan Las MIG
Penyetelan perlu dilakukan sebelum proses pengelasan dengan tujuan agar logam inert
dapat meleleh sesuai dengan titik leleh yang dibutuhkan sesuai logam yang akan dilas.
Hal lain yang juga diutamakan agar ga pelindung yang berfungsi sebagai anti oksidasi
dapat keluat sesuai kebutuhan. Penyetelan dapat dilakuakan pada beberapa komponen
yaitu :
a) Penyetelan Mesin Las
Pada mesin las tidak banyak diperlukan penyetelan, kecuali hanya
penyetelan penggunaan jenis arus pengelasan, yaitu DCRP atau DCSP atau
disesuaikan dengan jenis / tuntutan pekerjaan. Namun khusus untuk penggunaan
kawat elektroda solid (solid wire) selalu menggunakan pengkutuban DCRP
(welding gun dihubungkan dengan kutub positif)
b) Penyetelan wire feeder
Penyetelan pada wire feeder merupakan hal penting dalam pengelasan
dengan MIG, dimana pada wire feeder terdapat roda (rol) yang berjumlah 2 atau 4
buah yang berfungsi untuk memutar atau mendorong kawat elektroda pada saat
proses pengelasan terjadi. Adapun penyetelan wire feeder adalah sebagai berikut :
(1) Menyesuaikan ukuran alur roda dengan ukuran kawat elektroda.
(2) Mengatur/ menyetel tekanan roda terhadap kawat elektroda agar kawat
elektroda dapat berputar secara lancer.
15

Gambar 2.10. Penyetelan wire feeder


c) Penyetelan Pada Welding Gun
Dalam pengaturan pada welding gun ada dua pengaturan yang dapat
dilakukan, yaitu menyesuaikan dengan ukuran contact tip dengan diameter kawat
elektroda dan menyesuaikan dengan tipe nozzle dengan kebutuhan pekerjaan
5) Elektroda
Elektroda merupakan terminal kutub yang menghubungkan arus listrik pada
saat proses pengelasan. Elektroda pada las MIG terdiri dari beberapa komponen,
yaitu :
a) Kawat elektroda
MIG merupakan salah satu jenis proses las cair (fusion welding) yang
banyak digunakan pada pengerjaan konstruksi ringan sampai berat. Hasil maksimal
akan dapat dicapai apabila jenis kawat elektroda yang digunakan sama dengan jenis
logam yang di las. Jenis logam yang dapat di las menggunakan MIG ada beberapa
macam antara lain
(1) Baja tegangan tinggi dan menengah
(2) Baja paduan rendah
(3) Baja tahan karat
(4) Aluminium
(5) Tembaga
(6) Tembaga paduan, dll
b) Jenis-jenis elektroda
Pada dasarnya terdapat lima factor utama yang mempengaruhi pemilihan
jenis elektroda pada proses pengelasan MIG, yaitu :
(1) Komposisi kimia benda kerja
16

(2) Properti mekanik benda kerja


(3) Jenis gas pelindung
(4) Jenis layanan atau aplikasi yang dibutuhkan
(5) Jenis penyambungan las
Sedangkan macam-macam kandungan jenis elektroda sesuai dengan
kegunaannya antara lain :
(1) Elektroda Ferro
Pada umumnya yang digunakan untuk proses pengelasan logam ferro
adalah las MAG. Terdapat persamaan yang mendasar pada elektroda ferro
MAG, setiap elektroda memiliki unsur paduan. Untuk mengelas besi karbon
menggunakan proses pengelasan MAG, fungsi utama penambahan unsur
paduan pada elektroda adalah untuk mengatur deoksidasi genangan las (weld
puddle) dan untuk membantu menemukan property mekaniknya.deoksidasi
adalah kombinasi elemen dengan oksigen dari genangan las menghasilkan slag
atau formasi kaca (glass formation)
(2) Paduan Silikon (Si)
Silikon adalah elemen deoksidasi yang paling sering digunakan untuk
paduan elektroda las MAG (metal aktif gas). Umumnya, elektroda mengandung
0,40 % hingga 1,00 % silicon. Dalam jangkauan presentase, silicon menunjukan
kemapuan deosidasi yang baik. Memperbesar banyanya silokon akan menaikan
kekuatan kas dengan sedikit penurunan ketangguhan. Tetapi jika diatas 1
sampai 1,2 % silicon, logam las akan sangat sensitif terhadap retak.
(3) Paduan Mangan
Mangan juga digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan deoksidasi
logam las. Elektroda mild-steel mengandung 1,00 hingga 2,00 % mangan.
Dengan menaikan banyaknya mangan akan meningkatkan kekuatan dan akan
mengurangi sensitifitas keretakan karena panas dari logam
(4) Paduan Aluminium (Al), Titanium (Ti), Zirconium (Zr)
Ketiga elemen ini merupakan elemen deoksidasi yang sangat kuat. Dengan
menambahkan ketiga elemen ini maka akan menaikan kekuatan. Komposisi
jumlah keseluruhan ketiga elemen ini tidak lebih 0,2 %.
17

(5) Paduan karbon dan lainnya


Karbon mempengaruhi struktur dan property mekanik logam las yang lebih
besar dibandingkan dengan elemen paduan lainnya. Untuk kegunaan
pengelasan baja karbon, elektroda mengandung 0,05 hingga 0,12 % karbon.
Presentasi ini cukup untuk menghasilkan kekuatan logam las yang diinginkan
tanpa mempengaruhi ketangguhan dan porositi.
Nikel, krom dan molybdenum terkadang ditambahkan untuk meningkatkan
property mekanik dan ketahanan korosi. Dalam jumlah kecil, mereka dapat
digunakan dalam elektroda baja karbon untuk meningkatkan kekuatan dan
ketanguhan logam deposit.

Gambar 2.11. Elektroda aluminium

c) Standar penomoran elektroda


Elektroda untuk pengelasan MIG mempunyai berbagai jenis atau model
elektroda (kawat elektroda). Hal ini disebabkan pengelasan menggunakan las MIG
banyak sekali dibutuhkan tidak hanya untuk pengelasan baja karbon saja melainkan
juga digunakan untuk pengelasan stainless steel maupun Aluminium.
Elemen dasar yang digunakan dalam elektroda aluminium adalah
magneium, mangan, seng, silicon, tembaga. Alas an utama menambahkan elemen
tersebut adalah untuk meningkatkan kekuatan dan logam aluminium murni. Selain
itu ketahanan korosi dan weldability juga merupakan alasan penambahan elemen
tersebut. Elektroda yang paling sering digunakan adalah elektroda yang
mengandung magnesium ER 5356 dan mengandung silicon ER 4043. Elektroda
aluminium menggunakan standart penomoran menurut AWS A5.3.
18

Gas helium juga merupakan golongan gas mulia yang tidak bereaksi dengan
unsurlain sebagai mana gas argon. Gas helium biasanya digunakan untuk campuran
gas argon untuk meningkatkan bead wetting, penetrasi yang lebih dalam serta untuk
meningkatkan kecepatan pengelasan yang lebih baik.
d) Karbondioksida
Pada las MIG, gas karbon dioksida (CO2) sering digunakan pada pengelasan
ferro baik baja karbon maupun stainless steel.

6) Menentukan parameter pengelasan


Setelah memilih elektroda dan gas pelindung, maka kondisi pengoperasian harus
dipilih. Parameter yang paling penting dalam pengelassan adalah arus las, ekstansi
elektroda, tegangan las dan kecepatan pengelasan (arc travel speed). Parameter ini akan
mempengaruhi hasil las secara langsung.
a) Tegangan Las
Tegangan busur las adalah tegangan diantara ujung elektroda dan benda
kerja. Tegangan pengelasan memegang peranan penting pada jenis transfer logam
yang diinginkan. Transfer logam arus pendek membutuhkan tegangan rendah,
sementara transfer logam spray membutuhkan tegangan yang lebih tinggi. Jika arus
listrik dinaikkan untuk menghasilkan kestabilan.
b) Posisi Pengelasan
Berdasarkan objek benda kerjayangakan dilas, secara garis besar posisi
pengelasan dibagi menjadi dua yaitu posisi pengelasan objek flat dan posisi objek
pipa. Berdasarkan standar ISO posisi pengelasan objek berupa flat terdapat
beberapa jenis posisi pengelasan dengan kode-kode pengelasan, sebagai mana
gambar berikut.
Kelebihan menggunakan las MIG:
1. Las MIG lebih cepat dari pada dengan menggunakan metode pengelasan
tradisional dan menghasilkan hasil yang lebih tahan lama dan terus-menerus;
2. Dapat digunakan dengan berbagai paduan dan logam yang membuatnya
menjadi panutan dalam proses serbaguna;
Kekurangan menggunakan las MIG:
19

Walaupun ini adalah proses yang sangat khusus yang bekerja secara efisien
untuk banyak proyek ada beberapa kekurangan yang dimiliki antara lain :
1. Peralatan pengelasan yang kompleks dan besar untuk digunakan;
2. Peralatan yang menggunakan sumber arus yang kontinu dan terus-menerus
memberi makan kawat melalui pistol;
3. Metode ini merupakan proses yang sangat berbeda dari pengelasan tradisional
sehingga ada kurva belajar bagi semua tukang las yang akan menggunakan
metode ini;
4. Kare gas inert, pengelasan metode MIG tida bias digunakan di tempat yang
terbuka karena angina yang akan menyebabkan gas lebih bermasalah untuk
tukang las MIG;
5. Mengelas kurang bersih akan menghasilkan seperti hujan rintik-rintik

3. Preheating
Preheating menurut American Welding Society (AWS) adalah panas yang
diberikan kepada logam induk yang akan dilas untuk mendapatkan dan memelihara preheat
temperature. Sedangkan preheat temperature sendiri didefinisikan dengan suhu dari logam
induk (basemetal) di sekitar area yang akan dilas, sebelum pengelasan dimulai. Sedangkan
pada multipass weld preheat temperature adalah suhu sesaat sebelum pengelasan pada
celah selanjutnya dimulai. Pada multipass weld disebut juga interpass temperature.
Sedangkan menurut Daryanto (2012) preheating adalah pemanasan yang dilakukan
terhadap logam induk pada temperature yang tepat sehubungan dengan pelaksanaan
pengelasan, yang pada pengerjaan ini memungkinkan laju pendinginan dari daerah las
dapat turun, sehingga dapat mengurangi nilai kekerasan dari daerah pengaruh panas dan
mempercepat pelepasan hydrogen yang tercampur pada daerah las, sebagai dari hasilnya
retak dingin dapat dihindari. Namun pada multipass weld preheat temperature adalah suhu
sesaat sebelum pengelasan padacelah selanjutnya dimulai. Pada multipass weld disebut
juga interpass temperature. Pemanasan awal pada benda kerja dapat membantu
menghindari retak las. Suhu pemanasan awal tidak boleh melebihi 110 C untuk mencegah
panas berlebih, dan untuk dapat mengontrol suhu pemanasan dapat digunakan indikator
suhu laser.
20

4. Arus Pengelasan
Besar arus dan tegangan pengelasan adalah tergantung pada tebal bahan dan
diameter kawat elektroda serta posisi pengelasan atau berdasarkan WPS (welding
procedure specification) pekerjaan tersebut. Arus las adalah arus listrik yang digunakan
untuk melakukan proses pengelasan. Dalam proses pengelasan MIG, arus las secara
langsung berhubungan dengan kecepatan wirefed. Jika arus las dinaikan maka kecepatan
wirefeed juga seharusnya naik. Hubungan ini biasanya disebut karakteristik “burn-off”.
Tabel 2. 1 Ketentuan umum penyetelan besaran arus dan tegangan berdasarkan diameter
kawat elektroda
Diameter Kawat Arus (A) Tegangan (V) Tebal Bahan
0,6 mm 50-80 13-14 0,5-1,0 mm
0,8 mm 60-150 14-22 0,8-2,0 mm
0,9 mm 70-220 15-25 1,0-10 mm
1.0 mm 100-290 16-29 3,0-12 mm
1.2 mm 120-350 18-32 6,0-25 mm
1,6 mm 160-390 18-34 12,0-50 mm

5. Cast Wheel Aluminium


Cast wheel aluminium merupakan velg mobil yang proses pembuatannya
menggunakan proses die casting. Teknologi die casting menunjukan proses produksi yang
mencetak velg aluminium dengan cara meleburkan logam Aluminium hingga menjadi cair
untuk dicetak menggunakan cetakan atau molding. Setelah aluminium cair dicetak
menggunakan cetakan atau molding lalu cairan logam tersebut didinginkan agar menjadi
logam kembali. Produk dari proses produksi dengan teknologi die casting umumnya
dikenal dengan sebutan alloy wheels.
Teknologi ini dibagi menjadi dua berdasarkan teknologi percetakan velg yang
digunakan yaitu high preassure casting dan low pressure casting. Teknologi high pressure
adalah memasukan aluminium cair ke dalam cetakan (molding) dari samping atau atas
cetakan tersebut. Aluminium cair yang memenuhi cetakan kemudian didinginkan sehingga
terbentuk cetakan yang diinginkan. Sedangkan teknologi low pressure casting adalah
21

menggunakan tekanan udara yang dihasilkan oleh mesin pencetak velg untuk menyuntik
(inject) aluminium cair ke dalam cetakan yang tertutup dari bawah.
Aluminium dikenal sebgai logam dengan kekuatan mekanik yang kurang baik.
Oleh sebab itu banyak dilakukan rekayasa terhadap aluminum atau aluminium paduan guna
memperoleh sifat unggul yang lebih baik. Aluminium dirancang untuk produk tertentu,
dengan jenis dan spesifikasi paduan yang berbeda. Oleh karena itu paduan aluminium
diklasifikasikan dengan pemberian kode dan nomor seri. Kode tersebut dimaksudkan untuk
menunjukan jenis dan kompisisi utama pada aluminium paduan. Adapun unsur utama yang
biasa digunakan sebagai tambahan pada aluminium paduan antara lain Cu, Si, Mg, Zn, Tin
(Sn), dan unsur lain seperti Mn, Ti, Ni dan Fe. Berdasarkan standar AA (Aluminium
Association) komposisi utama penomoran pada aluminium ditulis dengan kode empat
angka, (xxxx) untuk jenis wrought-aluminium alloy dan (xxx.x) untuk cast aluminium
alloy.
Tabel 2.2. Daftar Seri Paduan Aluminium Wrought Alloy
No. Seri Paduan Unsur Paduan Utama
1xxx Aluminium Murni
2xxx Tembaga/ Copper (Cu)
3xxx Mangan (Mn)
4xxx Silikon (Si)
5xxx Magnesium (Mg)
6xxx Magnesium dan Silikon
7xxx Seng (Zn)
8xxx Unsur lain
9xxx Seri yang tidak digunakan
(Sumber: American Society for Metal)
Pada wrought-aluminium alloy, angka pertama menunjukan jenis komposisi utama
paduan. Angka ketiga dan keempat merupakan nomor seri dari paduan utama. Sebgai
contoh, aluminium 5183, angka 5 menunjukan bahwa tersebut modifikasi pertama dari
paduan asli 5083 dan 83 mengidentifikasi seri ke 83 dari jenis 5xxx.
Tabel 2.3. Daftar Seri Paduan Aluminium Cast Alloy
No. Seri Paduan Unsur Paduan Utama
22

1xx.x Aluminium Murni


2xx.x Tembaga/ Copper (Cu)
3xx.x Mangan (Mn)
4xx.x Silikon (Si)
5xx.x Magnesium (Mg)
6xx.x Magnesium dan Silikon
7xx.x Seng (Zn)
8xx.x Unsur lain
9xx.x Seri yang tidak digunakan
(Sumber: American Society for Metal)

Pada cast-aluminium alloy, angka pertama menunjukan jenis komposisi utama


paduan tersebut. Angka kedua dan ketiga menunjukan nomor seri dari paduan. Angka
keempat di belakang decimal menunjukan bentuk produk, dimana 0 adalah spesifikasi
coran, 1 adalah spesifikasi ingot, dan 2 adalah spesifikasi ingot yang lebih spesifik.
1) Sifat elemen pada aluminium paduan
a. Silicon (Si) merupakan paduan yang paling banyak digunakan pada aluminium cast
alloy. Silicon dapt membentuk fasa eutektik dengan aluminium dengan kadar Si
hingga 11,7%. Paduan Al-Si mencapai termasuk dalam kategori non heat-tretable,
tetapi untuk paduan Al-Si kurang dari 1,6% masih memungkinkan Al-Si mencapai
fasa tunggal jika dipanaskan di atas garis solvus. Padalm paduan pengecoran seperti
A356.2, Si ditambahkan untukmemberikan fluiditas tambahan pada titik leleh untk
memungkinkan kemudahan dalam pengecoran. Dengan adanya Si akan
meningkatkan kekerasan paduan akan tetapi keuletan dan sifat machinability akan
berkurang.
b. Magnesium (Mg) merupakan unsur utama dalam paduan seri 5xxx paduan
aluminium wrought alloy dan seri 5xx.x pada aluminium cast alloy. Maksimum
kelarutan magnesium padat dalam aluminium adalah 5,5% berat pada sekitar
546℃.
c. Besi (Fe) merupakan pengotor yang paling umum ditemukan dalam aluminium.
Besi memiliki kelarutan tinggi dalam aluminium cair dan mudah larut dalam semua
23

jenis pengecoran. Kelarutan besi dalam keadaan padat sangat rendah (sekitar
0,004%) oleh karena itu, sebagian zat besi yang ditambahkan dalam aluminium
melebihi dari jumlah tersebut akan muncul sebagai fase intermetalik dalam
kombinasi dengan aluminium dan dengan elemen lainnya seperti Si. Senyawa-
senyawa intermetalik yang bersifat rapuh dan bertindak sebagai situs konsentrasi
dengan tegangan untuk inisiasi fraktur.
d. Tembaga (Cu) pada umumnya digunakan pada aluminium paduan dengan kadar
4,5% seperti pada seri 2xx.x dan memiliki sifat-sifat mekanik seta mampu mesin
yang baik namun memiliki sifat mampu cor yag kurang baik. Paduan aluminium
tembaga-silisium dibuat dengan menambah 4,5% silium pada paduan aluminium
tembaga untuk memperbaiki sifat mampu cornya.
e. Titanium (Ti) ditambahkan ke dalam paduan untuk memperbaiki ukuran butir fasa
aluminium primer dengan terjadinya nukleasi berlebihan pada temperature fase
likuidus.
f. Strontium (Sr) ditambahkan ke paduan untuk mempengaruhi modifikasi morfologi
fase eutektik.
g. Seng (Zn), seng dalam paduan aluminium merupakan paduan yang memiliki
kekuatan tertinggi dibandingkan dengan paduan lainnya, aluminium dengan 5,5%
seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi sebesar 11%
dalam setiap 50 mm bahan. Paduan ini biasa digunakan untuk bahan badan dan
sayap pesawat terbang.
2) Paduan Aluminium Non Heat-treatable
Paduan aluminium pada umumnya merupakan logam yang bersifat non heat-
treatable karena pada dasarnya aluminium murni merupakan logam yang bersifat non
heat-treatable. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemaduan aluminium dengan
menambah unsur lain, agar memiliki sifat unggul yang lebih baik,termasuk
kemampuan non heat-treatable dan mampu las (weldability)
Heat-treatable adalah kemampuan logam untuk dapat ditingkatkan sifat
mekaniknya dengan diberi perlakuan panas. Non heat-treatable merupakan sifat logam
yang tidak akan bias ditingkatkan sifat mekaniknya dengan diberi perlakuan panas.
3) Paduan Aluminium Heat-treatable
24

Menurut American Society for Metal, beberapa jenis paduan aluminium tuang
memeliki kemampuan heat-treatable, akan tetapi tingkat kekuatannya tidak akan
melebihi panduan aluminium tempa heat-treatable. Adapun jenis paduan
aluminiumtuang yang heat-treatable yaitu seri 2xx.x (Al-Cu), 3xx.x (Al-Si+Cu or Mg),
7xx.x (Al-Zn), dan seri 8xx.x (Al-Sn). Sedangkan aluminium tempa paduan yang heat-
treatable adalah seri 2xxx (Al-Cu dan Al-Cu-Mg), 6xxx (Al-Mg-Si), 7xxx (Al-Zn-Mg
dan Al-Zn-Mg-Cu) dan seri 8xxx (Al-Sn)

6. Sifat Fisik dan Mekanik


Material mempunyai sifat-sifat yang membedakan dengan material lainnya, pada
bidang Teknik mesin material dibagi menjadi tiga sifat. Sifta-sifat itu akan mendasari
dalam pemiihan material, sifat tersebut adalah sifat mekanik, sifat fisis, sifat teknologis.
Namun dalam bahasan disini akan dijelaskan mengenai sifat mekanik dan sifat fisis saja
karena pengujian yang akan dilakukan hanya melipui dua hal tersebut.
Sifat mekanik material merupakan salah satu factor terpenting yang mendasari
pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanik dapat diartikan sebagai respon
atau perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau
gabungan keduanya. Dalam prakteknya pembebanan dibagi menjadi dua yaitu beban statis
dan beban dinamik. Perbedaan keduanya hanya ada pada fungsi waktu yang digunakan,
dimana beban static tidak dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan dinamik dipengaruhi
oleh fungsi waktu.
Untuk mendapatkan sifat mekanik, material harus dilakukan pengujian mekanik.
Pengunjian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test), dari pengujian
tersebut akan menghasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan material tersebut.
Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil atau specimen. Specimen
pengujian dapat mewakili seluruh material apabila berasal dari jenis, komposisi dan
perlakuan yang sama. Pengujian yang tepat hanya didapatkan pada material uji yang
memenuhi aspek ketepatan pengukuran, kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat
pada material dan ketelitian dalam membuat specimen. Sifat mekanik tersebut meliputi;
kekuatan tarik, ketangguhan, kelenturan, keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan
impak, kekuatan mulur dan sebagainya.
25

Sifat penting kedua dalam pemilihan material adalah sifat fisik. Sifat fisik adalah
kelakuan atau sifat-sifat material yang bukan disebabkan oleh pembebanan seperti
pengaruh pemanasan, pendinginan dan pengaruh arus listrik yang lebih mengarah pada
struktur material. Sifat fisik material antara lain: temperature cair, konduktifitas panas dan
panas spesifik.
Secara sederhana sifat fisis adalah sifat yang dapat dikenali dengan panca indera,
missal bentuk dapat dilihat. Ada beberapa sifat fisis bahan yang dapat mempengaruhi
kualitas lasan antara lain susunan kristal, daya hantar panas dan titik cairnya. Pada
pengelasan, terutama las fusi, daya hantar panas dan titik cair bahan erat hubungannya
dengan kecepatan pembekuan. Kecepatan pembekuan mempengaruhi susunan kristal
bahan yang selanjutnya akan mempengaruhi sifat mekanis lasan.
Sehingga struktur material bahan sangat erat hubungannya dengan sifat mekanik.
Sifat mekanik dapat diatur dengan serangkaian proses perlakuan fisik. Dengan adanya
perlakuan fisik akan membawa penyempurnaan dan pengembangan material bahkan
material baru.
7. Uji Komposisi Kimia
Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui seberapa
besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada suatu logam, baik
logam ferro maupun logam non ferro. Proses pengujian komposisi berlangsung dengan
pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu
rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Sedangkan
untuk penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Pengujian komposisi dapat
dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat presentase unsur
yang ada. Spectrometer metal scan adalah suatu tipe miskroskop electron yang
menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran
energi yang tinggi dari electron dalam suatu pola scan raster.
8. Uji Struktur Mikro
Struktur mikro bertujuan untuk mengamati bentuk, susunan, dan ukuran butir pada
struktur mikro. Dan struktur mikro ini akan tampak pada pembesaran minimal 100x.
Struktur mikro adalah struktur dimana bahan orde kecil yang tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang. Alat yang digunakan untuk mengamati srtuktur mikro diantaranya
26

miskroskop cahaya, miskroskop metalografi, miskroskop electron, miskroskop field on,


miskroskop field emission dan miskroskop sinar-X. Manfaat dari pengamatan struktur
mikro adalah untuk mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan
cacat pada bahan serta memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui.
Pengamatan mikro adalah pemeriksaan bahan logam dimana bentuk kristal logam
tergolong halus.
Benda yang akan dilakukan pengamatan mikro harus dihaluskan terlebih dahulu
dengan cara pengamplasan dan pemolesan dan dilanjutkan dengan pengetesan. Langkah
langkah yang dilakukan dalam pengujian stuktur mikro adalah sebagai berikut :
a. Bahan uji diratakan permukaanya dengan mengunakan mesin bubut atau lainnya,
pendinginan harus selalu terjaga agar tidak menimbulkan panas yang berlebih yang
dapat merusak struktur mikro;
b. Setelah rata kemudian digosok mengunakan kertas amplas dengan kekasaran
berurutan, mulai dari amplas paling kasr sampai amplas paling halus dan dengan arah
pengamplasan harus selalu berubah, pengamplasan yang konsisten dan penuh dengan
kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata;
c. Kemudian setelah tahap pengamplasan, selanjutnya pemolesan. Pemolesan dilakukan
dengan mengunakan bubuk pengosok (autosol, dll), tujuannya agar mendapatkan
permukaan yangrata dan halus tanpa goresan sehingga terlihat mengkilat seperti
cermin;
d. Langkah yang terakhir adalah pengetesan yaitu dengan mncelupkan specimen kedalam
etsa. Kemudian specimen dicuci, dikeringkan dan dilihat atau difoto dengan
miskroskop logam untuk memberikan informasi tentang bentuk struktur, ukuran butir
dan banyaknya bagian struktur yang berbeda.

9. Uji kekerasan
Kekerasan (hardness) merupakan salah satu sifat mekanik (Mechanical properties)
dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya dalam material
yang penggunaannya akan mengalami pegesekan. dan deformasi plastis. Deformasi
plastis sendiri adalah suatu keadaan material jika diberikan gaya maka struktur mikro dari
material tersebut tidak dapat kembali lagi kedalam bentuk semula ini berarti material tidak
27

dapat kembali ke bentuk semua. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai


kemampuan suatu material untuk menahan beban identitas atau penetrasi (penekanan).
Dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua
pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu
untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu.secara umum
pengujian kekerasan dapat dilakukan dengan berbagai metode pengujian, salah satunya
dengan metode Brinnel. Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk
menetukan kekerasan sutau material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaaan material uji (spesimen). Idealnya, pengujian
Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji
kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (bola baja) biasanya telah dikeraskan dan
diplating ataupun terbuat dari bahan karbida tungsten. Untuk mengetahui hasil uji
kekerasan dengan cara ini dapat dihitung dengan rumus :
2𝑃
BHN =
𝜋𝐷 (𝐷−√𝐷2 −𝑑2 )
Dimana:
BHN : Kekerasan Brinell (Kg/mm2)
P : Pembebanan (Kg)
D : Diameter bola (mm)
D : Lebar lekukan (mm)
10. Uji Impak
Dasar pengujian impak adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban
yang berayun dari suatu ketingggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji
akan mengalami deformasi. Secara umum metode pengujian impak terdiri dari dua jenis,
yaitu metode charpy dan metode izod.
Metode charpy merupakan pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi specimen
uji pada tumpuan dengan posisi horizontal, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah
takikan. Metode izod adalah pengujian tumbuk dengan meletakan posisi specimen uji pada
tumpuan dengan posisi dan arah pembebanan searah dengan arah takikan.
28

Metode charpy banyak digunakan di Amerika sedangkan izzod digunakan di Eropa.


Pengujian impak dengan charpy dan izzod pada umumnya dilakukan dengan standar
ASTM E23.
1. Perpatahan impak
Informasi lain yang dihasilkan dari pengujian impak adalah temperature transisi
bahan. Temperature transisi adalah temperature yang menunjukan transisi perubahan jenis
perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperature yang berbeda. Pada pengujian dengan
temperature yang berbeda maka akan terlihat bahwa temperatur tinggi material akan
bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperature rendah material akan bersifat rapuh atau
getas (brittle). Fenomena ini akan berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada
temperature yang beda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu dalam kondisi
kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikan. Vibrasi
atom inilah yang berperan sebagai atom penghalang (obstacle) terhadap pergerakan
dislokasi pada saat terjadi deformasi impak dari luar. Dengan demikian semakin tinggi
vibrasi maka pergerakan dislokasi menjadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang
besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur dibawah nol derajat
celcius, vibrasi atom relative sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan
dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah di patahkan dengan
energi yang relative lebih rendah.
Secara umum perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :
h. Perpatahan berserat (fibrous fracture)
Perpatahan berserat merupakan perpatahan yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal didalam logam yang ulet (ductile). Ditandai
dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimple yang menyerap cahaya
dan berpenampilan buram
i. Perpatahan granular/ kristalin
Perpatahan granular/ kristalin ditandai dengan permukaan patahan yang datar
yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat)
j. Perpatahan campuran (berserat dan granular)
Merupakan kombinasi dua jenis patahan granular dan patahan berserat
29

B. Penelitian Relevan
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang merujuk pada penelitian
sebelumnya.
Awi andoko (2012) melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis kualitas repair welding
terhadap sifat fisik dan mekanik pada cast wheel aluminium dengan metode pengelasan MIG “
penelitian ini dilakuan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi kimia dan standart kodifikasi
paduan aluminium pada cast wheel aluminium, mengetahui stuktur mikro, tingkat kekerasan dan
mengetahui tingkat kekuatan impak dengan menggunakan metode las MIG dan elektroda ER 5356.
Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah cast wheel aluminium dengan spesifikasi,
jenis E35 dimensi 16x7, PCD 4x120. Dengan hasil uji komposisi kimia yang menunjukan bahwa
cast wheel aluminium mengandung unsur Al 91,36%, Si 7,38% dan Fe 0,803% serta Cu dan Mg
sekitar 0,05%. Dari hasil uji struktur mikro menunjukan bahwa struktur mikro pada raw material
berupa paduan aluminium primer (α-Al) dengan dikelilingi butiran Al dan Si, sedangkan pada
dearah HAZ terjadi perpindahan Al menuju aluminium primer (α-Al) sehingga butiran Si
membentuk paduan Si primer diantara α-Al. Hasil uji tingkat kekerasan pada raw material adalah
57,56 kgf/mm2 , sedangkan pda daerah las memiliki tingkat kekerasan 44,20 kgf/mm2,sedangkan
pada daerah HAZ 37,73 kgf/mm2 dan memiliki tingkat kekuatan impak sebesar 0,118 J/mm2 pada
raw material sedangkan pada hail pengelasan 0,067 J/mm2.
Prihonggo (2015). Dalam penelitiannya yang berjudul “ kualitas repair welding metode
MIG dengan perlakuan preheating pada cast wheel aluminium sebagai suplemen materi mata
kuliah Teknik pengelasan” berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakuakan dapat
disimpulkan bahwa komposisi bahan utama penyususn velg adalah Al-7,22%Si. Dengan hasil
pengujian ketangguhan pengelasan 0,049 J/mm2 lebih rendah dibandingkan sebelum pengelasan
0,077 J/mm2. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa material hasil las lebih getas jika
dibandingkan dengan raw material. Hasil pengujian kekerasan menunjukan nilai kekerasan sebesar
466,26 BHN pada raw material, 550,31 BHN pada daearh HAZ dan 455,03 BHN pada daerah las.
Sedangkan dari hasil foto struktur mikro menunjukan adanya penyebaran logam Al dan Si yang
lebih merata pada daerah las dan raw material. Akan tetapi butiran logam pada daerah las lebih
kecil dibandingkan dengan daerah raw material.
30

Nuggroho (2017). Melakukan penelitian sebagai mana termuat dalam Jurnal Ilmiah Bidang
Teknologi Angkasa volume IX, Nomor 2 , November 2017 yang berjudul “ studi komparasi
pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kekuatan impak, kekerasan dan struktur mikro
sambungan las pegas daun baja sup 9 pada proses las SMAW ”. penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kekuatan impak, kekerasan dan struktur
mikro,dengan jenis las yang digunakan adalah las SMAW. Variasi arus yang digunakan adalah
100 Ampere, 120 Ampere dan 140 Ampere. Jenis kampuh yang digunakan dalam pengelasan ini
menggunakan kampuh V. Dari hasil pengujian didapat nilai kekuatan impak tertinggi pada variasi
arus 100 Ampere yaitu sebesar 1,698 J/mm2. Ini berarti nilai kekuatan impak cenderung semakin
turun dengan penggunaan arus pengelasan yang semakin tinggi. Sedangkan nilai kekerasan
memiliki pola yang sama untuk semua variasi arus pengelasan. Hasil kekerasan tertinggi diperoleh
pada variasi arus 140 Ampere yaitu sebesar 355,338 HVN. Stuktur mikro pada daerah las memiliki
ukuran butir yang semakin besar dan struktur perlit yang semakin banyak untuk variasi arus 140
Ampere.
Titahgusti dkk (2018) melakukan penelitian dan termuat dalam Jurnal Teknik Perkapalan
volume 6, nomor 4, tahun 2018 yang berjudul “pengaruh kuat arus listrik dan kecepatan las
terhadap kekuatan tarik, impak, dan mikrografiti pada sambungan las dissimilar aluminium AA
5052-aa 6061 dengan metode pengelasan metal inert gas (MIG)”. Besar arus listrik pada
pengelasan dapat mempengaruhi kekuatan dari suatu material hasil pengelasan seperti pada
penelitian sambungan las dissimillar aluminium 5052 dan aluminium 6061 menggunakan
pengelasan MIG dengan variasi arus 180 Ampere, 190 Ampere dan 200 Ampere menggunakan
jenis sambungan single v-butt joint 60°. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sambungan las
dengan arus 180 Ampere memiliki kekuatan tarik rata-rata 186.86 MPa dengan regangan 26.85%,
kekuatan impak rata-rata 0.41 J/mm2, dan pada struktur mikro memiliki tingkat kerapatan yang
tinggi. Spesimen dengan arus 190 Ampere memiliki kekuatan tarik rata-rata 178.01 MPa dengan
regangan 26.07%, kekuatan impak rata-rata 0.28 J/mm2, dan pada struktur mikro memiliki tingkat
kerapatan yang sedang. Spesimen dengan arus 200 Ampere memiliki kekuatan tarik rata-rata 91.53
MPa dengan regangan 20.76%, kekuatan impak rata-rata 0.23 J/mm2 dan pada struktur mikro
memiliki tingkat kerapatan yang rendah. Nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pada pengujian baik
dari pengelasan MIG dengan arus 180 A dan 190 A berada diatas standar BKI ( ≥ 170 MPa)
31

C. Kerangka Berfikir
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 jenis spesimen yaitu raw material (X1) dan
spesimen pengelasan metode MIG dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan (X2).
Spesimen tersebut akan dilakukan pengujian komposisi kimia (Y1), pengujian struktur mikro atau
metalografi (Y2), pengujian tingkat kekerasan brinell (Y3) dan penngujian tingkat kekuatan impak
carpy (Y4). Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh :

1. Hasil uji komposisi aluminium dapat diperoleh kandungan unsur kimia dari penyusun cast
wheel aluminium dan dapat digunakan sebagai dasar pengelompokan bahan aluminium
yang digunakan menurut standar kodifikasi aluminium
2. Hasil uji metalografi dapat diperoleh bentuk struktur mikro pada logam dasar (raw
material) dan sturktur mikro hasil pengelasan metode MIG dengan perlakuan preheating
dan variasi arus pengelasan.
3. Hasil uji kekerasan dapat diperoleh tingkat kekerasan pada cast wheel aluminium sebelum
dan sesudah dilakukan pengelasan metode MIG dengan perlakuan preheating dan variasi
arus pengelasan.
4. Hasil uji kekuatan impak dapat diperoleh tingkat kekuatan impak pada pada cast wheel
aluminium sebelum dan sesudah dilakukan pengelasan metode MIG dengan perlakuan
preheating dan variasi arus pengelasan.

Y1

Y2

X1 X2

Y3

Y4

Keterangan :
X1 = Raw Spesimen
32

X2 = Spesimen Hasil Pengelasan


Y1 = Uji Komposisi Bahan
Y2 = Uji Struktur Mikro
Y3 = Uji Kekerasan
Y4 = Uji Kekuatan Impak

D. Hipotesis Penelitian
Dalam suatu penelitian pada umumnya peneliti memiliki dugaan sementara sebagai alasan
yang mendorong dilakukannya penelitian tersebut. Dugaan tersebut akan dicari kebenarannya dan
nantinya dapat dibuktikan dengan melakukan penelitian berdasarkan kajian teori dan metodelogi
penelitian yan telah dipelajari sebelumnya.

Berdasarkan kajian teori dan rumusan maslah sebelumnya, peneliti akan mengambil
beberapa hipotesis :

1. Komposisi kimia paduan aluminium pada penyusun cast wheel aluminium adalah paduan
Aluminium-Silikon (Al-Si)
2. Ada perbedaan stuktur mikro pada cast wheel aluminium sebelum dan sesudah dilakukan
pengelasan MIG dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan.
3. Ada perbedaan nilai kekerasan pada cast wheel aluminium sebelum dan sesudah dilakukan
pengelasan MIG dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan.
4. Ada perbedaan nilai kekuatan impak pada cast wheel aluminium sebelum dan sesudah
dilakukan pengelasan MIG dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan.
33

BAB III

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini berlokasi di:
a. LKP Inlastek yang beralamat di Jl. Joko Tingkir No.5, Pajang, Laweyan Surakarta-
Jawa Tengah, Telp. (0271) 732339, sebagai tempat untuk pengelasan spesimen.
b. Pengujian komposisi kimia di Politeknik Manufaktur Ceper Klaten.
c. Laboratorium S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret sebagai
tempat pengujian tingkat kekerasan, kekuatan impak dan struktur mikro.

2. Waktu Penelitian

Tabel 3. 1. Waktu Penelitian

Jenis Kegiatan Bulan


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Persiapan Penelitian
b. Pengajuan Judul
c. Pembuatan Proposal
d. Seminar Proposal
e. Revisi Proposal
f. Perizinan Penelitian
g. Persiapan Alat dan Bahan
2. Pelaksanan Penelitian
a. Melaksanakan Penelitian
b. Analisis Data dan Hasil
3. Penyusunan Laporan
4. Pelaksanaan Ujian dan Revisi

B. Rancangan Penelitian
34

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode


eksperimen. Metode eksperimen digunakan untuk mengkaji hubungan sebab akibat dengan cara
mengkaji kelompok yang diberi perlakuan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan. Hasil
dari penelitian ini akan dijelaskan secara deskriptif berdasarkan data-data yang sudah diperoleh
dalam proses eksperimen. Dalam menggunakan desain eksperimen, beberapa variabel dapat
dipilih dan variabel lain yang dapat mempengaruhi proses eksperimen akan dapat dikontrol secara
ketat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi dasar, struktur mikro, tingkat
kekerasan dan tingkat kekuatan impak pada cast wheel aluminium menggunakan metode MIG
dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan. Terdapat beberapa variabel yang
digunakan dalam penelitian, yang akan dianalisis untuk membandingkan antara variabel yang satu
dengan variabel yang lain. Beberapa variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas

Variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau menjadi sebab


perubahannya atau timbulnya veriabel terikat (Sugiyono, 2014: 39). Variabel bebas ini
akan mempengaruhi dan menjadi penyebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.
Jenis variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis las yang digunakan
yaitu las MIG.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014: 39). Dalam penelitian ini variabel terikatnya
adalah komposisi dasar, struktur mikro, tingkat kekerasan dan tingkat kekuatan impak pada
cast wheel aluminium.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan


sehingga pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh factor
luar yang diteliti (Darmawan, 2013: 110). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah

1) Velg yang digunakan adalah cast wheel aluminium.


35

2) Preheating yang diterapkan suhunya adalah sama.


3) Besar arus yang digunakan 100 Ampere, 120 Ampere,140 Ampere.
4) Filler yang digunakan adalah bahan yang sama dengan komposisinya.
5) Titik pengujian kekerasan dilakukan masing-masing 3 kali di raw, las dan HAZ.
6) Bentuk dan ukuran spesimen mengacu pada standar ASTM E23.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan nantinya akan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013: 80). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua velg aluminium.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari semua jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. (Sugiyono, 2013: 81). Bila populasi besar maka peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi maka perlu adanya sampel yang digunakan
untuk dapat menarik kesimpulan . sampel yang digunakan harus benar-benar representative
dari populasi yang ada. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cast wheel
aluminium.
D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling purposive. Teknik
sampling purposive merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2014: 85). Sampel dalam penelitian ini berdasarkan pada tujuan dari penelitian yaitu
untuk menganalisis kualitas repair welding pada cast wheel aluminium dengan perlakuan suhu
preheating yang sama dan variasi arus pengelasan 100 Ampere, 120 Ampere,140 Ampere.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil eksperimen,
dokumentasi, dan observasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung.
36

1. Eksperimen
Pengumpulan data dengan cara melakukan penelitian dengan percobaan terhadap
suatu hal. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari hasil pengujian yang dilakukan
terhadap cast wheel aluminium dengan perlakuan suhu preheating yang sama dan variasi
arus pengelasan 100 Ampere, 120 Ampere,140 Ampere.
2. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini berupa data hasil pengujian spesimen, gambar
yang diambil selama proses penelitian.
3. Observasi
Observasi digunakan untuk memperoleh gambaran realistik yang terjadi selama
proses penelitian. Jenis observasi yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
observasi partisipasi pasif dimana peneliti datang ditempat kegiatan yang diamati, tetapi
tidak terlibat langsung dengan kegiatan tersebut.

Prosedur dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan eksperimen terhadap
material dengan menggunakan variabel tertentu. Dalam eksperimen ini menggunakan metode
pengelasan MIG dengan perlakuan suhu preheating yang sama dengan variasi arus pengelasan 100
Ampere, 120 Ampere,140 Ampere. Setelah proses pengelasan selesai lalu akan dilakukan
pengujian.

F. Instrument Penelitian
1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cast wheel aluminium.

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


a. Las MIG
b. Alat pemotong spesimen
c. Alat ukur (jangka sorong)
d. Alat uji komposisi
e. Alat uji struktur mikro
f. Alat uji kekerasan
37

g. Alat uji kekuatan impak


h. Alat keselamatan kerja
i. Alat tulis

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif. Data yang
diperoleh dalam penelitian akan dianalisis dengan cara melukiskan dan merangkum pengamatan
dari hasil penelitian yang sudah dilakukan. Analisis data hasil pengelasan MIG pada cast wheel
aluminium dengan perlakuan preheating dan variasi arus pengelasan adalah sebgai berikut.

1. Analisis uji komposisi bahan


Analisis uji komposisi digunakan untuk mengetahui kandungan komposisi kimia
yang terdapat dalam cast wheel aluminium. Alat yang digunakan untuk menguji komposisi
kimia ini adalah spectrometer. Dimana spectrometer mempunyai kemampuan untuk
membaca unsur-unsur logam dan campuran-campuran logam yang terkandung.
2. Analisis uji struktur mikro
Analisis uji struktur mikro menggunakan miskropkop optik. Manfaat dari analisis
ini adalah dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antara sifat-sifat pada bahan
dengan struktur dan cacat pada bahan. Pengujian ini akan didapatkan struktur penyusun
campuran bahan yang digunakan pada cast wheel aluminium.
3. Analisis uji kekerasan
Analisis hasil kekerasan di uji dengan pengujian kekerasan Brinnell. Pengujian
kekerasan Brinell menggunakan sebuah peluru kecil sebagai penetrator yang ditekankan
dengan kekuatan tertentu kedalam benda uji. Kekerasan benda tersebut didapat dari hasil
bagi dari gaya tekan dalam (Kg) pada sebuah bola dengan luas lekukan bekas penekanan
dalam (mm). Titik yang akan dilakukan pengujian adalah daerah haz, las dan raw material.
4. Analisis uji kekuatan impak
Analisis kekuatan impak mengunakan alat mesin impak Charpy. Hasil yang didapat
kemudian akan dihitung untuk mendapatkan nilai kekuatannya. Pengujian impak
didasarkan pada perubahan bentuk struktur seperti bengkokan atau patahan sesuai dengan
38

keuletan terhadap benda uji tersebut. Semakin bengkok spesimen maka spesimen tersebut
semakin getas dan begitu sebaliknya.
H. Prosedur Penelitian

1. Tahap eksperimen

Penelitian ini dilakukan dengan melalui beberapa tahap eksperimen. Adapun tahap-
tahap eksperimen penelitian ini dapat dilihat pada bagan dibawah .

Raw material

Uji komposisi Uji struktur mikro Uji kekerasan Uji impak

Pengelasan MIG
Preheating dan variasi arus
pengelasan

Uji struktur mikro Uji kekerasan Uji impak

Analisis data dan kesimpulan

2. Langkah eksperimen
39

Dalam penelitian ini langkah-langkah yang akan dilakuakan sudah sesuai dengan
prosedur penelitian secara umum. Adapun urutan langkah-langkah yang akan dilakukan
pada penelitian ini adalah :

a. Membuat spesimen dari bahan cast wheel aluminium.


b. Memasang, memeriksa, dan mengatur seluruh parameter las MIG yang akan digunakan.
c. Melakukan preheating terhadap spesimen.
d. Melakukan pengelasan pada spesimen yang sudah direkayasa, mengunakan kampuh V
tunggal, pengelasan dilakukan dengan mengunakan arus listrik sebesar 100 Ampere,
120 Ampere,140 Ampere.
e. Melakukan uji komposisi dasar, struktur mikro, tingkat kekerasan dan tingkat kekuatan
impak pada cast wheel aluminium menggunakan metode MIG.
f. Melakukan analisis dari hasil uji spesimen yang sudah dilakukan .
40

Anda mungkin juga menyukai