Anda di halaman 1dari 9

“TUGAS”

STANDAR PENYUSUNAN RANSUM TERNAK BABI

OLEH:
I Putu Maha Candradiarta
1881311002

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA


MAGISTER ILMU PETERNAKAN
DENPASAR
2019
BAB I
PENDAHALUAN

I.1 Latar Belakang


Sektor peternakan merupakan sektor yang sangat penting dalam memenuhi
kebutuhan protein hewani bagi manusia selain sektor perikanan. Ternak babi
merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peranan penting dalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat akan daging sebagai sumber protein hewani.
Pemenuhan kebutuhan tersebut memerlukan usaha peningkatan produksi dan
kualitas dari daging babi yang dihasilkan. Ternak babi ideal dikembangkan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan protein asal hewan dalam jumlah besar dan waktu
yang relatif singkat, hal ini didasarkan pada sifat ternak babi yang menguntungkan
seperti prolifik, efisien dalam mengkonversi bahan pakan menjadi daging, umur
mencapai bobot potong yang singkat dan persentase karkas yang tinggi. Usaha
peternakan babi dewasa ini tidak hanya ditujukan untuk konsumsi daging dalam
negeri, namun terdapat juga pengusaha yang memasarkan daging babi keluar
negeri, seperti Singapura dan Malaysia. (GEA, 2009).
Salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan pada peternakan
babi adalah ransum. Ransum yang mengandung zat-zat makanan yang imbangan
nutrisinya baik atau sempurna dan sesuai dengan kebutuhan ternak yang bertujuan
untuk lebih meningkatkan mutu, produktifitas ternak.

I.2 Rumusan Makalah


Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan permasalahan yaitu
a) Bagaimana tinjauan umum babi?
b) Bagaimana kebutuhan ransum babi?

I.3 Tujuan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
yaitu :
a) Untuk mengetahui tinjauan umum babi.
b) Untuk mengetahui kebutuhan ransum babi.
BAB II
ISI

II.1 Tinjauan Umum Babi


Semua babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam
sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang
belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mamalia
(menyusui), Ordo: Artiodactyla (berjari/berkuku genap), Genus: Sus, Species: Sus
scrofa, Sus vittatus/Sus strozzli, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis,
Sus verrucosus, Sus barbatus (Sihombing, 1997).
Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (banyak anak tiap
kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat
dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa
pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).
Ternak babi merupakan penghasil sumber daging dan untuk pemenuhan
gizi yang sangat efisien di antara ternak-ternak yang lain karena babi memiliki
konversi terhadap pakan yang cukup tinggi, semua bahan pakan bisa diubah
menjadi daging dan lemak dengan sangat efisien. Ternak babi bersifat peridi
(Prolific), satu kali beranak bisa 6-12 ekor dan setiap beranak 2 kali di dalam satu
tahun. Persentase karkas babi cukup tinggi, bisa mencapai 65-80%, sedangkan
persentase karkas kambing dan domba 45-55%, kerbau 38%, sapi 50-60%. Dan
ternak babi juga sangat efisien dalam mengubah sisa-sisa makanan serta hasil
ikutan pertanian maupun pabrik (Lubis ,1963).
Sifat-sifat fisik yang tampak pada babi adalah warna tubuh, besar dan
gemuk serta cepat dewasa. Sifat fisik berdasarkan warna bulu digolongkan
menjadi 5, yakni: putih, hitam, coklat atau kemerah-merahan, berselempang
(belted) dan bercak-bercak (spotted). Sifat fisik yang tampak pada babi
berdasarkan besar dan kegemukan dapat dibagi menjadi 2, yakni: tipe babi besar
yaitu bila babi besar dan lambat dewasa (cold blood atau tipe rainbow), dan babi
kecil yaitu bila babi kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah
panas (hot blood atau chuffy) (Tanaka dkk., 1980).
Peternakan babi disamping sebagai sarana untuk menghasilkan protein
hewani, juga merupakan sarana untuk mendatangkan keuntungan bagi pengusaha.
Hal ini karena ternak babi dapat mengubah atau memanfaatkan sisa makanan yang
sudah tidak digunakan oleh manusia menjadi daging dan lemak yang mempunyai
nilai gizi tinggi (Pond dan Manner, 1974).

II.2 Kebutuhan Ransum Babi


Ransum adalah makanan yang diberikan pada ternak tertentu selama 24
jam, pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapa kali selama 24 jam
tersebut. Ransum sempurna adalah kombinasi beberapa bahan makanan yang bila
dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat makanan kepada ternak dalam
perbandingan jumlah, bentuk, sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis
dalam tubuh berjalan dengan normal (GEA, 2009) dalam (Parakkasi, 1983).
Rekomendasi dari NRC (1998) menyatakan bahwa konsumsi ransum harian
babi periode starter adalah 950-1425 gr/hari atau dengan rata-rata 1250 gr. Tingkat
konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan dari energi dan protein yang
tersedia (North, 1984).
Ternak babi membutuhkan ransum yang imbangan nutrisinya baik atau
sempurna, untuk memperoleh reproduksi dan produksi daging yang optimal. Ternak
babi membutuhkan energi, protein, mineral, vitamin dan air. Setiap zat mempunyai
fungsi dan kaitan spesifik di dalam tubuh. Kekurangan atau ketidakseimbangan
zat-zat makanan dapat memperlambat pertumbuhan dan berdampak pada
performans. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu cara
pemberian pakan, aroma pakan, kondisi lingkungan atau suhu kandang, ketersedian
air minum, jumlah ternak dan kesehatan ternak (Sihombing, 1997).
Tabel 1. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode

Umur Konsumsi Air minum


Macam Ransum
Fase Produksi (kg/hari/ekor) (l/ekor/hari)
1-4 mg Susu Pengganti 0.02-0.05 0.25-0.5
4-8 mg Pre Starter 0.5-0.75 0.75-2.0
8-12 mg Starter 1.00-1.25 2.0-3.5
12-16 mg Grower 1.5-2.00 3.5-4.0
16-20 mg Grower 2.25-2.75 4.0-5.0
20 – di jual Finisher 2.75-3.5 5.0-7.0
Induk / Bibit
Dara (6 bln) Grower 1.5-2.00 6.0-8.0
Jantan (6 bln) Grower 1.5-2.00 6.0-8.0
Induk Kering Bibit 2.50-3.50 7.0-9.0
Bunting Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0
Induk Laktasi Bibit 3.00-4.50 15.0-20.0
Jantan aktif Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0
Sumber: Sinaga (2010).

Pengaruh temperatur lingkungan terhadap performans babi menunjukan


bahwa temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau
suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian besar
energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk
produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan babi
akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat dan terjadi perubahan tingkah
laku mengakibatkan stres atau kematian (Sihombing, 2006).
Hasil fermentasi dapat meningkatkan palatabilitas ransum, sehingga konsumsi
ransum dapat meningkat (Brata, 1997). Palatabilitas merupakan faktor penting yang
menentukan tingkat konsumsi ransum dan tergantung pada bau, rasa, tekstur dan
suhu, faktor umum yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas ternak
terhadap ransum yang diberikan, namun semuanya itu tergantung daripada
kandungan zat bahan makanan yang terkandung dalam ransum, salah satunya
dengan penambahan zat aditif yang diharapkan ternak mencapai produktivitas yang
tinggi. Feed Additive dapat digunakan untuk memperbaiki aroma ransum dan
meningkatkan konsumsi ransum, selain itu mampu mengoptimalkan daya serap
makanan oleh usus halus akibat rangsangan feed additive terhadap organ
pencernaan tertentu pada ternak. Bentuk feed additive yang dipergunakan dapat
berasal dari bahan kimia sintetis ataupun ekstraksi tanaman seperti curcuminoid
dimana tujuannya adalah untuk memperoleh konsumsi ransum yang optimal
(Prasetyo, 2011).
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%)
20-30 kg 35-60 kg 60-100 kg
Zat-zat makanan Satuan
Bobot badan Bobot badan Bobot badan
Energi dpt dicerna Kkal/kg 3.380 3.390 3.395
Protein kasar % 16 14.0 13.0
Asam Amino Esl :
Arginin % 0.2 0.18 0.16
Fenilalanin % 0.7 0.61 0.57
Histidin % 0.18 0.16 0.15
Isoleusin % 0.5 0.44 0.41
Leusin % 0.6 0.52 0.48
Lisin % 0.7 0.61 0.57
Metionin % 0.45 0.40 0.30
Treonin % 0.45 0.39 0.37
Triptophan % 0.12 0.11 0.10
Valin % 0.50 0.44 0.41

Mineral
Besi mg 60.00 50 40
Fosfor % 0.5 0.45 0.4
Yodium % 0.14 0.14 0.14
Kalium % 0.23 0.20 0.17
Kalsium % 0.6 0.55 0.5
Khlorin % 0.13 0.13 0.13
Magnesium % 0.04 0.04 0.04
Mangan mg 2.0 2.00 2.0
Natrium % 0.1 0.1 0.10
Selenium mg 0.15 0.15 0.10
Tembaga mg 4.0 3.0 3.0
Zink mg 60.0 60 50.0
Vitamin
Vitamin A IU 1.300 1.300 1.300
Vitamin D IU 200 150 125
Vitamin E IU 11 11.0 11.0
Vitamin K Mg 2 2.0 2.0
Sumber : NRC (1979)
NRC (1998), yang menyatakan nilai pertambahan bobot badan babi stater (8
minggu sampai dengan 12 minggu) sebesar 450 - 575 gr/ekor/hari.
Sihombing (1997), menyatakan laju pertumbuhan babi sangat dipengaruhi
oleh berat sapih, anak babi dengan berat sapihnya besar akan bertumbuh lebih cepat
dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai bobot potong
dibanding anak babi dengan berat sapihnya lebih kecil.
Menurut Tillman et al.,(1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-
lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi
atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk
sigmoid.
Parakkasi (1985) menyatakan bahwa dalam pertumbuhan seekor hewan ada
2 hal yang terjadi: 1) Bobot badannya meningkat mencapai bobot badan dewasa
yang disebut pertumbuhan dan 2) Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk
tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi
wujud penuh yang disebut perkembangan.
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan,
yaitu:
a) Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (banyak anak tiap
kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat
dipasarkan. Sifat-sifat fisik yang tampak pada babi adalah warna tubuh, besar
dan gemuk serta cepat dewasa.
b) Konsumsi ransum harian babi periode starter adalah 950-1425 gr/hari atau
dengan rata-rata 1250 gr. Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh
keseimbangan dari energi dan protein yang tersedia
DAFTAR PUSTAKA

Brata, B. 1997. Selesksi dan Penggunaan Galur Trichoderma Harzianum untuk


Meningkatkan Mutu Isi Rumen Serta Pengaruhnya Terhadap
Performans Ayam Broiler. Tesis. Program Pascasarjana Universitas
Andalas. Disitasi dari Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 2006.
Siwitri K, Bieng Brata, dan Roslin Lubantoruan.

Ensminger, M.E. 1991. Feeds and Nutrition. Second Edition. The Ensminger
Publising Company. USA.

Gea, M. (2009). Penampilan Ternak Babi Lokal Periode Grower. 13.

North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Third Edition.


The Avi Publishing company inc, Westport. Connecticut.

National Research Council. 1979. Nutrient Requirement Of Domestic Animals.


National Academy Press. Washington DC.

National Research Council. 1998. Nutrient Requirement Of Swine. Tenth Revised


Edition. National Academy Press. Washington DC.

Parrakasi, A. 1985. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Parrakasi, A. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Pond, W. G. dan J. H. Maner. 1974. Swine Production in Temperature and


Tropical Environmnets. W. H. Freeman and Company. San Francisco.
Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak, 2010, Vol, 10. No 2, 95-100 oleh Sauland
Sinaga.

Sihombing, D.T.H. 1984. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta.

Sihombing, D.T.H. 1997. Petunjuk Praktis Beternak Babi. Fakultas Peternakan,


IPB. Edisi Pertama. Bogor.

Sinaga, S., 2010. Peternakan Babi Kereman di Kretek Wonosobo. Artikel.


http://blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga. [Diakses tanggal 12 April 2014].

Tanaka, K,. T. Tomita, H, Martojo dan D. T. H. Sihombing 1980. Morphological


and Genetical Ivestigation on He Ancestries Of Domestic Animal in
Indonesia ith Special Reference to the Native Pigs. Report to the
Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Anda mungkin juga menyukai