Anda di halaman 1dari 2

 

seimbang, pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif (akal) semata

tapi perlu menyeleraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik 

(keterampilan). Oleh sebab itulah baru-baru ini terdengar isu bahwa menteri

pendidikan Mesir Ahmed Zaki Badr akan merubah kurikulum tahun akademik 

2011/2012 dengan menambahkan pelajaran tentang “etika”.

Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat

penaklukan Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dicapai Napoleon Bonaparte yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan

inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi

pendidikan di Mesir yang dianggapnya stagnan.

6. Jepang

Peraturan pendidikan di Jepang dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu

sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum perang, kebijakan pendidikan yang

berlaku adalah Salinan Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan ( Imperial Rescript 

on Education). Dinyatakan bahwa para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun

Kekaisaran dengan berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya

secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk 

kesetiaan dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang menggambarkan

keindahannya (Arifin, 2003: 89).

Itulah kejayaan dari karakter Kaisar, dan ia juga telah mengendalikannya

dengan sumber-sumber berpendidikan. Pendidikan hendaknya mampu

mengafiliasikan seseorang kepada orang tuanya, suami isteri secara harmoni,

sebagai sahabat sejati, menjadi diri sendiri yang sederhana dan moderat,

mencurahkan kasih sayang kepada semua pihak, serta menuntut ilmu dan

memupuk seni.

Dari situlah pendidikan tersebut dapat mengembangkan daya intelektual

dan kekuatan moralnya yang sempurna, selalu menghormati konstitusi, dan

menjalankan hukum. Dalam kondisi darurat sekalipun, diharapkan dapat

24

mempersembahkan keberanian demi negara, melindungi dan menjaga

kesejahteraan istana Kaisar seusia langit dan bumi. Maka, tidaklah menjadi orang

yang baik dan setia semata, melainkan mampu melanjutkan tradisi leluhur yang

amat mulia.

Pada Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan ( Fundamental

 Law of Education) yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat pendidikan

demokratis atau aliran filsafat pendidikan rekontruksionisme yang dalam banyak 

hal berbeda dengan Imperial Rescript on Education. Misalnya, dalam hubungan

antara warga dengan negara, dalam setiap warga memiliki kewajiban untuk 

mengembangkan daya intelektual dan moral mereka, melaksanakan hukum dan

mempersembahkan keberaniannya demi negara untuk melindungi dan menjaga

kesejahteraan istana Kaisar.

Sedangkan dalam  Fundamental Law of Education disebutkan


Sedangkan dalam  Fundamental Law of Education disebutkan

bahwa, Setiap warga memiliki kesempatan yang sama menerima pendidikan

menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas dasar ras, jenis kelamin,

status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga, bantuan finansial, bagi yang

memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab untuk membangun negara

dan masyarakat yang damai.

Perbedaan yang lain adalah mengenai tujuan pendidikan. Dalam  Imperial

 Rescript on Education disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk 

meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi Kaisar agar dapat memperoleh persatuan

masyarakat di bawah ayah yang sama, yakni Kaisar. Adapun tujuan pendidikan

menurut Fundamental Law of Education adalah untuk meningkatkan

perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan

menanamkan jiwa yang bebas.

25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka

dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak 

hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi

masalah yang lebih luas, dalam, serta kompleks, yang tidak dibatasi

pengalaman dan fakta pendidikan, dan tidak memingkinkan dijangkau oleh

sains pendidikan.

2. Filsafat akan menentukan arah pendidikan suatu negara, karena filsafat

mempengaruhi tujuan pendidikan, bagaimana guru menyelenggarakan proses

belajar mengajar, kurikulum yang diterapkan serta metode belajar yang harus

digunakan untuk mencapai tujuan.

3. Setiap negara memiliki sistem pendidikannya masing-masing yang lahir

berdasarkan aliran filsafat yang dianut oleh negara tersebut sesuai dengan

kondisi kebutuhan masyarakat dan berbagai perkembangan didalam

masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan yang dikemukakan

sebelumnya, maka disarankan agar mencari sumber informasi yang lebih banyak,

dan membahas negara yang lebih banyak juga.

26

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M. 2003.   Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakrta : Golden Terayon


press

Eka.2012.   Potret Sistem Pendidikan di Mesir . [online].


http://ekagoodlight.blogspot.com/2012/05/potret-sistem-pendidikan-di-mesir.
html [ diakses tanggal 20 Oktober 2013]

Rochman, Arif. 2012.   Pendidikan di Malasya. [online].


http://almasakbar45.blogspot.com/2012/04/bab-i.html [diakses 16 Oktober
2015]

Sadulloh, Uyoh. 2008.  Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Saifullah, Ali. 1981.   Antara Filsafat dan Pendidikan-Pengantar Filsafat 


Pendidikan. Surabaya :Usaha Nasional

Samantho, Ahmad. 2012. Potret Pendidikan di Cina. [online].


http://ahmadsamantho.wordpress.com [diakses 16 oktober 2013]

Simanjuntak, Junihot. 2013.   Filsafat Pendidikan dan Pendidikan Kristen.


Yogyakarta : Andi

Surip, Muhammad dan Mursini. 2010.   Filsafat Ilmu-Pengembang Wawasan


Keilmuan dalam Berpikir Kritis. Medan : Cita Pustaka Media Perintis

27

Anda mungkin juga menyukai