A. Penyerapan Sebagian besar analgesik opioid diserap baik jika diberikan melalui rute subkutis,
intramuskulus, dan oral. Namun, karena efek firstpass , dosis oral opioid (mis. morfin) mungkin harus
jauh lebih tinggi daripada dosis parenteral untuk menghasilkan efek terapeutik. Terdapat variabilitas
antarpasien yang cukup besar dalam metabolisme first-pass opioid sehingga prediksi dosis oral yang
efektif sulit dibuat. Analgesik tertentu seperti kodein dan oksikodon efektifjika diberikan per oral karena
metabolisme first-passnya rendah. Insuflasi hidung opioid tertentu dapat menghasilkan kadar terapeutik
dalam darah secara cepat dengan menghindari metabolisme first-pass . Rute lain pemberian opioid
adalah mukosa oral melalui tablet isap, dan transdermis melalui tempelan transdermis. Terakhir dapat
menyalurkan analgesik poten selama berhari-hari. Baru-baru ini diperkenalkan sistem transdermis
iontoforetik yang memungkinkan pemberian fentanil tanpa-jarum untuk analgesia yang dikontrol sendiri
oleh pasien ( patient-controll ed analgesia ).
B. Distribusi Penyerapan opioid oleh berbagai organ dan jaringan adalah suatu fungsi dari berbagai
faktor fisiologik dan kimiawi. Meskipun semua opioid berikatan dengan protein plasma dengan afinitas
beragam, obat-obat ini cepat meninggalkan kompartemen darah dan mengendap paling tinggi di
jaringan yang banyak mendapat darah, misalnya otak, paru, hati, ginjal, dan limpa. Konsentrasi obat di
otot rangka mungkin jauh lebih rendah, tetapi jaringan ini berfungsi sebagai cadangan utama karena
jumlahnya yang besar. Meskipun aliran darah ke jaringan lemak jauh lebih rendah daripada ke jaringan
dengan tingkat perfusi tinggi namun faktor faktor akumulasi dapat menjadi penting, terutama setelah
pemberian dosis-tinggi dengan frekuensi tinggi atau infus kontinu opioid yang sangat lipofilik dan
dimetabolisasi lambat mis. fentanil
D. Ekskresi
Metabolit polar, termasuk konjugat glukuronida analgesik opioid, diekskresikan terutama di urin.
Sejumlah kecil obat yang tidak mengalami perubahan juga dapat ditemukan di urin. Selain itu, konjugat
glukuronida ditemukan di empedu, tetapi sirkulasi enterohepatik hanya merupakan sebagian kecil dari
proses ekskresi.
3. Pemakaian selama kehamilan—Pada wanita hamil yang secara kronik menggunakan opioid, janin
dapat mengalami ketergantungan fisik in utero dan memperlihatkan gejala-gejala lucut pada periode
pascapartus dini. Dosis harian serendah 6 mg heroin (atau ekivalennya) yang digunakan oleh ibu sudah
dapat menyebabkan sindrom lucut ringan pada bayi, dan jumlah dua kali lipat dari itu dapat
menimbulkan gejala dan tanda yang parah, termasuk iritabilitas, menangis, diare, atau bahkan kejang.
Dikenalinya masalah ini dibantu oleh anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Jika gejala lucut
dinilai ringan, terapi ditujukan untuk mengontrol gejala-gejala ini dengan menggunakan obat seperti
diazepam; pada gejala lucut yang lebih parah, digunakan tingtur opium berkamfora (paregorik; 0,4 mg
morfin/mL) dalam dosis oral 0,12-0,24 ml/ kg. Metadon oral (0,1-0,5 mg/kg) juga dapat diberikan.