Anda di halaman 1dari 41

I.

Skenario
Seorang laki-laki 45 tahun, datang ke poliklinik dengan jalan pincang, karena
nyeri yang hebat pada sendi ibu jari kaki kanan. Dialami penderita saat bangun pagi
tadi, menurut penderita semalam ia masih sempat belanja di mall bersama keluarga.
Riwayat keluhan seperti sudah sering dialami penderita.

II. Kata Sulit


Nyeri :Merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan
Sendi: Merupakan struktur khusus, penggerak tubuh dan sebagai penghubung antar
tulang

III. Kata/kalimat kunci


1. Laki-laki 45 tahun
2. Jalan pincang
3. Nyeri hebat pada sendi ibu jari kaki kanan
4. Dialami saat bangun pagi
5. Semalam belum merasakan keluhan
6. Riwayat keluhan sudah sering dialami

IV. Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi dari sistem muskuloskeletal !
2. Jelaskan bagaimana reaksi biokimia pada kasus !
3. Jelaskan definisi nyeri sendi !
4. Sebutkan faktor penyebab nyeri sendi !
5. Jelaskan patomekanisme nyeri karena inflamasi dan gangguan mekanik !
6. Jelaskan patomekanisme tiap gejala !
7. Hubungan usia dengan gejala pada skenario?
8. Bagaimana gambaran kelainan-kelainan sendi yang dikarenakan oleh
inflamasi dan gangguan mekanik ?
9. Jelaskan penyakit-penyakit yang menyebabkan nyeri sendi !
10. Bagaimana cara pencegahan nyeri sendi ?
11. Jelaskan langkah-langkah diagnosis !
12. Jelaskan DD dan DS !

V. Jawaban Pertanyaan
1. Anatomi sistem muskuloskeletal
 Otot

Jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik
sebagai respon tubuh terhadap perubahan lingkungan.

 Rangka (Skeletal)

Bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, & tulang rawan (cartilago)
sebagai tempat menempelnya otot & memungkinkan tubuh untuk
mempertahankan sikap & posisi.

 OTOT
a. Otot Polos

Memiliki satu inti yang berada ditengah, dipersarafi oleh saraf otonom
(involunter), serat otot polos (tidak berserat), terdapat diorgan dalam tubuh
(viseral), sumber Ca2+ dari CES, sumber energi terutama dari metabolisme
aerobik, awal kontraksi lambat, kadang mengalami tetani, tahan terhadap
kelelahan.

b. Otot Rangka (skelet)

Memiliki banyak inti, dipersarafi oleh saraf motorik somatik (volunter),


melekat pada tulang, sumber Ca2+ dari retikulum sarkoplasma, sumber energi
dari metabolisme aerobik & anaerobik, awal kontraksi cepat, mengalami
tetani & cepat lelah.

c. Otot Jantung
Memiliki 1 inti yang berada ditengah, dipersarafi oleh saraf otonom
(involunter), serat otot berserat, hanya ada dijantung, sumber Ca+ dari CES &
RS, sumber energi dari metabolisme aerobik, awal kontraksi lambat, tidak
mengalami tetani & tahan terhadap kelelahan.

 TULANG

Berdasarkan bentuknya ada 5 yaitu :

a. Ossa longa (tulang panjang) : tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contoh
Os humerus
b. Ossa breva (tulang pendek) : tulang yang ketiga ukurannya hampir sama
besar, contoh Os carpi
c. Ossa plana (tulang pipih) : tulang yang ukuran lebarnya terbesar, contoh Os
parietale
d. Ossa Irreular (tulang tak beraturan) : contoh Os Sphenoidale
e. Ossa pneumatica (tulang berongga udara) : contoh Os maxilla

 TULANG RAWAN
a. Tulang rawan hialin : matriks mengandung serat kolagen, jenis kartilago yang
paling banyak dijumpai, misalnya pada hidung, laring, trakhea.
b. Tulang rawan elastis : lebih banyak serat elastis yang mengumpul pada
dinding lakuna yang mengelilingi kondrosit, misalnya auricula dan tube
eustachia
c. Fibrokartilago : menyatu dengan tulang rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa
yang berdekatan, misalnya pada meniscus dan diskus intervertebralis.

 SENDI
a. Sinarthrosis yaitu sendi yang terdapat kesinambungan karena diantara kedua
ujung tulang yang bersendi terhadap suatu jaringan.
b. Diarthrosis yaitu sendi yang terdapat ketidaksinambungan karena diantara
tulang yang bersendi terdapat rongga.
Dari skenario, organ terkait adalah sendi yaitu sendi pada ibu jari kaki atau
Articulationes Metatarsophalangeae. Sendi tersebut berada diantara Os. Metatarsi I
dan Os. Phalanx Proximalis I, yang dihubungkan dengan Lig. Metatarsale
transversum profundum dan Lig. Collateralia.
Sendi-sendi jari kaki bisa dikelompokkan sebagai Articulationes
metatarsophalangeae dan Articulationes interphalangeae pedis proximales et
distales. Rentang pergerakan semua sendi jari tersebut dibatasi oleh Ligg. collateralia
yang ketat dan di inferior oleh Ligg. plantaria.
Ibu jari kaki kanan, Ossesamoideum laterale dan mediale adalah tulang yang
berbentuk separuh bola. Masing-masing tulang memiliki permukaan sendi dorsal
yang sedikit cembung, yang berartikulasi dengan permukaan sendi plantar Caput
ossis metatarsi I yang menyerupai lekukan sebuah alur. Ossa sesamoidea melindungi
tendo-tendo dari friksi yang terlalu besar. Revalensi fungsionalnya terletak pada
perpanjangan lengan ungkit otot yang bekerja sehingga menghemat tenaga.
Terbentuknya ossasesamoidea merupakan hasil dari adaptasi fungsional di daerah
tendo yang tertekan.
2. Reaksi Biokimia
Manusia mengubah nukleosida purin utama, adenosine dan guanin menjadi
asam urat melalui intermediate serta reaksi. Reaksinya sebagai berikut:
Adenosine mengalami proses deminase menjadi inosin dengan bantuan enzim
adenosine deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosidat inosin dan guanine, yang
dikatalis oleh enzim nukleosida purin fosforilase,akan melepas senyawa basa purin
dan amonium (NH4+ ). Hipoxantin dan guanine selanjutnya membentuk xantin dalam
reaksi yang dikatalis masing-masing oleh enzim xantin oksidase dan guanase.
Kemudian, xantin teroksidase menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalis
oleh enzim xantin oxidase. Dengan demikian, xantin oksidase merupakan lokus yang
essensial bagi intervensi farmakologis penderita hiperurisemia atau gout

3. Definisi Nyeri Sendi


Nyeri sendi adalah suatu akibat yang diberikan tubuh karena pengapuran atau
akibat penyakit lain. Rasa sakit pada bagian tubuh yang menghubungkan tulang
dengan tulang menyebabkan pergerakan dan kualitas hidup yang terganggu. Dan
nyeri sendi sendi dapat berlangsung dengan singkat atau lama. Tingkat keparahan
sakitnya pun juga bervariasi, mulai dari ringan, menengah, hingga parah.
Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau
dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut.

4. Faktor Penyebab Nyeri Sendi


 Strain otot
 Avascular necrosis
 Kanker tulang
 Patah tulang
 Osteoartritis
 Radang sendi
 Rakhitis
 Hemochromatosis
 Artritisreaktif
 Osteomielitis
5. Patomekanisme Nyeri Karena Inflamasi dan Gangguan Mekanik
a. Inflamasi

Nyeri akibat adanya inflamasi diawali dengan adanya antigen yang berupa mikroba, dan
agen-agen lain yang dapat menimbulkan inflamasi. Kemudian terjadilah aktivasi sel T helper
yang selanjutnya memberi respon terhadap antigen tersebut dan akan mengaktifkan sel T
CD4+.

Dari hasil aktivasi sel T CD4+ ini kemudian terbentuklah sitokinin. Sitokinin tersebut,
kemudian akan mengaktifkan sel B, anti makrofag, dan aktifasi sel endotel. Dari ketiga
proses aktifasi tersebut, proses aktivasi selanjutnya yang menimbulkan nyeri adalah proses
aktivasi makrofag yang kemudian mengaktifkan lagi sitokin, dari hasil aktivasi sitokin ini
kemudian terbentuk fibroblas, kondrosit, dan sel sinovial yang selanjutnya merangsang
pelepasan kolagenase, stromelisin, elastase, PGE2( yang merupakan salah satu mediator nyeri
yang dibentuk melalui jalur metabolit asam arakidonat), dan enzim lain. Jalur lain yang
menimbulkan nyeri adalah proses dari aktivasi sel endotel yang kemudian memicu
pengeluaran molekul adhesi dan selanjutnya mengakumulasi sel radang yang kembali
merangsang terbentuknya prostaglandin.

Dari proses di ataslah yang kemudian terbentuk rasa nyeri pada inflamasi sendi.

AA (Asam Arakidonat) merupakan suatu asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty
acid) yang dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase sel. Proses metabolitnya melalui
salah satu dari dua jalur utama, yaitu jalur siklooksigenase yang menyintesis prostaglansin
(sebagai mediator dari nyeri yang akan terjadi) dan juga menyintesis tromboksan, jalur lain
dinamakan jalur lipoksigenase yang menyintesis leukotrien dan lipoksin.

Melalui dua jalur dari proses metabolit asam arakidonat inilah mediator-mediator nyeri sendi
akibat adanya inflamasi terbentuk, contohnya prostaglandin.

b. Gangguan mekanik

Mekanisme nyeri akibat gangguan mekanik pada dasarnya sama seperti mekanisme
nyeri akibat inflamasi. Perbedaannya hanya penyebab stimulus atau rangsangannya saja.
Nyeri akibat gangguan mekanik disebabkan oleh adanya stimulus atau rangsangan akibat
penuaan atau efek mekanik, misalnya: pengapuran, kekurangan atau kelebihan cairan
sinovial, dll. Proses mekanisme nyeri terdiri dari: transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi.

Transduksi Proses rangsangan yang menggangu sehingga menimbulkan aktivitas


listrik (potensial aksi) di reseptor nyeri (nosiseptor). Saraf perifer merupakan reseptor
pertama yang menangkap satu rangsangan. Saraf perifer terdiri dari tiga tipe neuron yang
berbeda: neuron aferen (sensorik), neuron motorik, dan neuron pascaganglion simpatik.
Nosiseptor merupakan saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan
nyeri. Saraf aferen primer terdiri dari serat-serat yang diklasifikasikan berdasarkan ukuran,
kecepatan hantaran, dan karakternya. Berikut ini tabel serat-serat aferen primer.

Tipe Kecepatan konduksi Diameter Karakteristik


Serat (m/s) (𝜇m)
A𝛼 60-120 12-22 Bermielin, sensasi kinestetik
A𝛽 50-70 4-12 Bermielin, sensasi sentuhan,
tekanan
A𝛿 12-30 2-5 Bermielin, nosiseptor, sensasi
nyeri yang cepat (first pain),
tajam, terlokalisasi
C 0,5-2 0,4-1,2 Tidak bermielin, nosiseptor,
sensasi nyeri yang lambat
(second pain), nyeri tumpul,
intens, dan menyebar
Salah satu kemungkinan proses transduksi adalah pengaktifan nosiseptor oleh zat-zat
kimia penghasil nyeri yang dibebaskan di tempat cedera jaringan. Ada dua pengaktivan yaitu:
aktivasi primer dan aktivasi sekunder. Aktivasi primer merupakan aktivasi langsung dengan
tekanan intensif yang menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel menyebabkan
dibebaskannya kalium (𝐾 + ) intrasel dan sintesis prostaglandin (PG) dan bradikinin (BK).
Prostaglandin meningkatkan sensivitas reseptor nyeri terhadap bradikinin, yaitu zat kimia
penghasil nyeri yang paling kuat. Sedangkan pada aktivasi sekunder, impuls yang dihasilkan
reseptor nyeri disalurkan tidak saja ke medula spinalis tetapi juga ke cabang-cabang terminal
lain. Tempat impuls tersebut menyebabkan pelepasan substansi P (SP) dan peptida lain. SP
menyebabkan vasodilatasi dan edema neurogenik disertai pelepasan lebih lanjut bradikinin.
Selain itu SP juga menyebabkan pelepasan histamin (H) dari sel mas dan serotonin (5-HT)
dari trombosit.

Berikut ini gambaran aktivasi primer dan sekunder.

Proses selanjutnya transmisi. Transmisi adalah proses penyaluran implus nyeri


dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis
dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Proses
ini berlangsung di SSP jalur asendens. Transmisi impuls nyeri di medula spinalis
bersifat kontralateral (berlawanan) terhadap sisi tubuh tempat impuls tersebut berasal.
Sama halnya seperti nosiseptor yang memiliki dua tipe serat yang berbeda, maka
terdapat pula dua jalur spinotalamikus yang menyalurkan impuls-impuls ke otak:

 Traktus neospinotalamikus, merupakan satu sistem langsung yang membawa


informasi diskriminatif sensorik serat A𝛿 atau nyeri cepat ke daerah Talaud.
Setelah itu diteruskan ke korteks somatosensorik. Sistem ini untuk
mengetahui nyeri akut yang dirasakan seperti, lokasi, sifat, dan intensitas
nyeri.
 Traktus paleospinotalamikus, merupakan satu jalur Multisinaps difusi yang
membawa impuls serat C atau nyeri lambat ke formasi retikularis batang otak
sebelum berakhir di nukleus parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di
Talaud, hipotalamus, nukleus sistem limbik, dan korteks otak depan. Sistem
ini mempengaruhi ekspresi nyeri dalam hal toleransi, perilaku dan respons
otonom simpatis.
Modulasi adalah aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak
yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi-nyeri
atau analgesik adalah jalur yang mencakup tiga komponen berikut :

1. Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia


grisea periventrikel (PVG) menekan proses nyeri hasil input dari cortex
frontalis dan hipotalamus.
2. Neuron-neuron daerah 1 mengirim implus ke nukleus rafe magnus (NRM) di
pons bagian bawah dan medula bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
3. Impuls ditransmisikan dari nukleus di 2 kebawah ke kolumnis dorsalis medula
spinalis ke suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis
medula spinalis.
Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau
meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Zat-zat kimia, yang disebut
neueroregulator, juga mungkin memengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis.
Neuroregulator ini dikenal sebagai neurotransmitter atau neuromodulator.
Neurotransmitter adalah neurokimia yang menghambat atau merangsang aktivitas di
membran pascasinaps. Ada dua neurotransmitter, serotonin (5-HT) dan norepinefrin,
diketahui terlibat dalam inhibisi terhadap sinyal nyeri yang datang.
Dan proses terakhir adalah persepsi. Persepsi nyeri adalah pengalaman
subjektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh
saraf.

6. Patomekanisme tiap Gejala


6.1 Nyeri sendi pada ibu jari kaki kanan
Terdapat empat tahap yaitu :
1. Hiperurisemia asimtomatik. Pada tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-
gejala selain peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia
asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.
2. Tahap artritis gout akut. Pada tahap ini terjadi awitatan mendadak
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi
metatarofalangeal yang bersifat monoartikular yang dipicu oleh pembedahan, trauma,
obat-obatan, alkohol, atau stres emosional. Radang sendi pada tahap ini sangat akut
dan yang timbul sanagat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala
apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Pada
serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa jam
atau hari. Pada seranagn akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu.
3. Tahap Interkritikal. Pada tahap ini terjadi periode interkritik asimptomatik.
Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pada
aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukan bahwa proses peradangan
tetap berlanjut, walau tanda keluhan. Keadaan ini dapat satu atau beberapa kali
pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Manajemen yang tidak
baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan
pembentukan tofi.
4. Tahap artritis gout kronik/menahun. Peradangan kronik akibat kristal-kristal
asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan
sendi yang bengkak. Pada tahap ini juga biasanya disertai tofi yang sering pecah,
banyak, dan sulit sembuh dengan obat dan terdapat poliartikular. Lokasi tofi yang
paling sering pada kuping telinga, MTP-1, olekranon, tendo achilles dan jari tangan
atau kaki. Pada tahap ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit
ginjal menahun.

6.2 Nyeri pada pagi hari


Hal ini menandakan pasien sudah pada tahap ke dua pada penyakit artritis gout
yaitu tahap artritis gout akut, dimana radang sendi pada tahap ini sangat akut dan
yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa.
Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Bersifat
monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.

6.3 Nyeri berulang


Pada penyakit artritis gout terjadi empat tahap sebelum penyakit tersebut
menjadi kronik dan pada setiap tahap terjadi rasa nyeri yang berulang dan mulai
dirasakan pada tahap pertama dan sering sekali berulang pada tahap ke dua dimana
terjadi rasa nyeri yang laur biasa dan singkat lalu berulang lagi.

7. Hubungan usia dengan gejala pada skenario


Iya sangat berhbungan. Dikarenakan semakin bertambahnya usia bertambah
pula kemungkinan penderitanya. Sebagai proses penuaan normal, sebab insidens
bertambah dengan meningkatnya usia.

8. Gambaran Kelainan-Kelainan Sendi yang Dikarenakan oleh Inflamasi dan


Gangguan Mekanik
8.1 Inflamasi
Disebabkan oleh adanya akumulasi cairan dengan karakteristik nyeri,
kemerahan, immobilitas, dan panas, contohnya seperti penyakit asam urat (gout).
Umumnya akan dirasakan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan di
sertai kaku sendi/nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan
aktivitas.

8.2 Gangguan Mekanik


Terjadi secara traumatis seperti tertusuk paku/jarum. Tidak memiliki
karakteristik seperti inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hialng setelah
istirahat serta tidak timbul pada pagi hari.
9. Penyakit- Penyakit Penyebab Nyeri Sendi

9.1 Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan
kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan
kekakuan pada sendi.

9.2 Artritis Reumatoid


Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun
sistemik. RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum
diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis. Penyakit ini
merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan
sendi yang simetris. Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima
sendi (poliartritis).

9.3 Artritis Gout / Pirai


Atritis Gout adalah suatu kumpulan gejala yang timbul akibat adanya deposisi
kristalmono sodium urat pada jarigan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraseluler. Istilah tersebut perlu dibedakan dengan hiperurisemia, yaitu
peninggian kadar asam urat serum lebh dari 7,0 mg/dl pada laki-laki dan 6,0 mg/dl
pada perempuan. Hiperurisemia adalah gangguan metabolisme yang mendasari
terjadinya gout.
Disebut atritis gout apabila serangan inflamasi terjadi pada artikular atau
periartikular seperti bursa dan tendon. Tingginya kadar asam urat serum juga dapat
menyebabkan kelainan pada ginjal, deposisi pada jarigan lainnya, serta berkaitan
dengan jejadian dan mortalitas kardiovaskuler.
9.4 Kristal Antropati Non Gout
Kristal antropati selain gout merupakan kristal penyebab peradangan sendi
yang disebabkan selain kristal monosodium urate. suatu penyakit yang mempunyai
gejala-gejala peradangan yang sama dengan arthritis gout, kristal nya dikenal sebagai
Calcium Phyrophospate Dehidroginase Crystal(CPPD). Penimbunan kristal CPPD
hanya di temukan di sendi dan ditandai dengan kalsifikasi dari rawan sendi,
meniskus,sinovium sendi dan jaringan sekitar sendi.

10. Pencegahan
Untuk mencegah kekakuan dan nyeri sendi, dapat dilakukan dengan edukasi
pasien tentang diet dan lifestyle. Beberapa lifestyle yang dianjurkan antara lain
menurunkan berat badan, mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari
merokok, dan konsumsi air yang cukup. Modifikasi diet pada penderita obesitas
diusahakan untuk mencapai indeks masa tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu
ketat dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat (diet atkins) sebaiknya dihindari.
Pada penderita artritis gout dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk
mengkonsumsi 2 liter air tiap harinya dan menghindari kondisi kekurangan cairan.
Untuk latihan fisik penderita artritis gout sebaiknya berupa latihan fisik yang ringan.
Latihan fisik ringan berupa latihan gerak sendi seperti senam, bersepeda atau
berenang dan tidak dianjurkan untuk melakukan aktifitas berat seperti lari ataupun
mengangkat benda yang berat yang menyebabkan beban yang besar pada persendian
kaki pasien. karena dikhawatirkan akan menimbulkan trauma pada sendi.

11. Langkah- langkah penegakan diagnosis


 Anamnesis
- Identitas pasien : Nama, alamat, pekerjaan
- Keluhan utama : Nyeri sendi
Merupakan keluhan utama pasien rematik. Pasien sebaiknya menjelaskan
lokasi nyeri serta puctum maximumnya, karena mungkin sekali nyeri tersebut
menjalar ke tempat jauh merupakan keluhan yang disebabkan pleh
penekanan radiks saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang
disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi.
Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak
timbul pagi hari merupakan tanda mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan
bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau
nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan
aktivitas.
 Pada artritis rheumatoid nyeri yang berat biasanya pada pagi hari, membaik
pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari.
 Osteoartritis nyeri paling hebat pada malam hari, pagi hari terasa lebih
ringan dan mambaik pada siang hari.
 Pada artritis gout nyeri yang terjadi berupa serangan yang hebat pada waktu
bangun pagi hari sedangkan malam hari sebelumnya pasien belum
merasakan apa- apa, rasa nyeri biasanya self limiting dan sangat responsif
dengan pengobatan.
- Keluhan penyerta : bengkak sendi dan deformitas, kaku sendi, dan gejala
sistemik seperti panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu, dan mudah
terangsang. Kadang- kadang pasien mengeluh hal yang tidak spesifik seperti
merasa tidak enak badan, pada orang usia lanjut sering disertai kekacauan
mental.
- Menggalai penyakit keluarga dan lingkungan dengan mananyakan apakah
ada anggota keluarga yang menderita/ pernah menderita penyakit/ gangguan
yang sama.
 Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan gaya berjalan (GAIT)
Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase yaitu
1. Heel strike phase : lengan diayun diikuti gerakan tungkai yang berlawanan
yang terdiri dari flexi sendi koksea dan ekstensi sendi lutut.
2. Loading/stance phase : pelvis bergerak secara simetris dan teratur
melakukan rotasi kedepan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai pada
heel strike phase.
3. Toe off phase : sendi koksea ekstensi dan tumit mulai terangkat dari lantai
4. Swing phase : sendi lutut flexi diikuti dorsoflexi sendi talokruralis.
Gaya berjalan abnormal terdiri dari :
1. Antalgic gait : berjalan pincang, pasien bergerak lebih ceoat pada sisi yang
sakit, dengan berkurangnya fase stance
2. Trendelenburg gait : condong ke aral lateral pada sisi dimana tubuh
bertumpu (kelemahan otot gluteus medius)
3. Spastic gait : kelainan cara berjalan dimana tungkai bawah bergerak dengan
kaku, jari- jari kaki saat berjalan diseret
4. Wadling gait : kelainan cara berjalan dimana langkah tubuh dengn garakan
selang seling yang berlebihan disertai peninggian hip joint, berjalan seperti
bebek
- Sikap/ postur tubuh
Diperhatikan bagaimana cara pasien mengtur bagian badan yang sakit. Sendi
yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikular yang tinggi oleh
karena itu pasien akan berusaha menguranginya dengan mengatur sendi
tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi.
- Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan
lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas tersebut
dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau tidak
dapat dikoreksi (misalnya retriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi).
- Perubahan kulit
Kelinan kulit sering menyertai penyakit rematik atau penyakit kulit sering
pula disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara
lain psoriasis dan eritema nodosum. Kemerahan disertai deskuamasi pada
kulit sekitar sendi menunjukan adanya inflamasi periartikuler yang sering
pula merupakan tanda artritis septik atau artritis kristal.
- Bengkak sendi
Dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang
- Nyeri raba
Nyeri raba kapsular/ artikular terbatas pada daerah sendi merupakan tanda
artropati atau penyakit kapsular. Nyeri raba periartikuler agak jauh dari batas
daerah sendi merupakan tanda bursitis dan entesopati.
- Evaluasi sendi satu persatu misalnya kaki (dalam skenario disebutkan nyeri
sendi pada ibu jari kaki kanan)
Yang dimaksud dengan kaki yaitu mid foot yang terdiri dari 5 tulang- tulang
tarsal selain talus dan kalkaneus dan fore foot mempunyai struktur
melengkung ke dorsal yang memungkinkan penyebaran berat badan ke
kalkaneus di posterior dan ke-2 tulang sesamoid pada tulang metatarsal I dan
kaput metatarsal II-V di anterior. Nyeri pada tumit sering disebabkan oleh
platar, spur, sedangkan peradangan pada MTP I, sering disebabkan oleh
artritis gout.
 Pemeriksaan labolatorium
a. Artrosintesis (aspirasi cairan sendi)
Indikasi :
Indikasi diagnosis :
- Membantu diagnosis artritis
- Memberikan konfirmasi diagnosis klinis
- Selama pengobatan artritis septik, artrosentesis dilakukan secara serial untuk
menghitung jumlah leukosit, pengecatan gram dan kultur cairan sendi.
Indikasi terapeutik :
- Artrosentesis saja
1. Evakuasi kristal untuk mengurangi inflamasi pada pseudogout akut dan
crystal induced artritis yang lain
2. Evakuasi serial pada artritis septik untuk mengurangi destruksi sendi
- Pemberian kortikosteroid intaartikular
1. Mengontrol inflamasi steril pada sendi, bila obat anti inflamasi nin steroid
telah gagal, kemungkinan akan gagal atau merupakan kontraindikasi
2. Mempersingkat periode nyeri pada artritis gout
3. Menghilangkan nyeri inflamasi dengan cepat
4. Membantu terapi fisik pada kontraktur sendi
Kontraindikasi :
Kontaindikasi diagnostik
1. Infeksi jaringan lunak yang menutupi sendi
2. Baktereriemi
3. Secara anatomis tidak bisa dilakukan
4. Pasien tidak kooperatif
Kontraindikasi terapeutik
1. Kontraindikasi diagnostik
2. Instabilitas sendi
3. Nekrosis avaskuler
4. Artritis septik
b. Analisis cairan sendi
 Pemeriksaan makroskopik
- Bekuan
Cairan sinovia sedikit sekali kandungan protein pembekuan seperti
fibrinogen, protombin, faktor V, faktor VII dan tromboplastin jaringan.
Sehingga cairan sinovia tidak akan membeku. Tetapi pada kondisi inflamasi
“membran dialisat” sendi enjadi rusak sehingga protein dengan berat
molekul yang lebih besar seperti protein pembekuan akan merobos masuk ke
cairan sinovia, sehingga cairan sinovia pada penyakit sendi inflamasi bisa
membeku dan kecepatan terbentuknya bekuan bekorelasi dengan derajat
inflamasi sinovia.
- Volume
Sendi umumnya hanay mengandung sedikit cairan sendi, bahkan sendi besar
sperti lutut hanya mengandung 3-4 ml cairan sinovia
- Viskositas
Cairan sendi normal sangat kental karena tingginya konsentrasi polimer
hyaluronat. Asalam hyaluronat merupakan komponen non protein utama
cairan sinovia dan berperan penting pada lubrikasi pada caairan sinovia.
Viskositas meripakan penilaian tidak langsung dari konsentrasi asam
hyaluronat pada cairan sinovia.
- Warna dan kejernihan
Cairan sendi normalnya tidak berwarna seperti air atau putih telur. Pada
sendi inflamasi jumlah leukosir dan eritrosit pada cairan sinovia meningkat.
Eritrosit pada sinovia selanjutnya akan mengalami kerusakan yang akan
memberikan warna kekuningan (xantochrome) pada cairan sendi inflamasi.
Leukosit akan membuat warna pada cairan sendi menjadi putih sehingga
semakin tinggi jumlah laukosit cairan sendi akan berwarna putih atau krem
seperti pada artritis septik. Selain dipengarui oleh jumlah eritrosit dan
leukosit warna cairan sendi juga dipengarui oleh kristal yang ada
dalamcairan sendi.
 Pemeriksaan mikroskopik
- Jumlah dan hitung jenis leukosit
Pemeriksaan jumlah dan hitung jenis leukosit sangat membantu dalam
mengelompokan cairan sendi. Paling tidak pemeriksaan ini dapat
membedakan kelompok inflamasi dan non inflamasi. Pada cairan sendi
kelompok II seperti artritis rheumatoid jumlah laukosit umunya 3000-
50.000 sel/ml, sedang oada kelompok III jumlah leukosit biasanya diatas
50.000/ml. Pada cairan sendi normal umunya PMN kurang dari 25%, sedang
pada kelompok inflamasi PMN umumnya lebih dari 70% (inflamasi
kelompok II PMN > 70% kelompok III >90% )
- Kristal
Pemeriksaan kristal sebaiknya dilakukan pada sediaan basah segera setelah
aspirasi cairan sendi. Kristal monosodium urat dapat diperiksa dengan
mikroskop cahaya biasa, tetapi untuk pemeriksaan yang lebih baik
memerlukan mikroskop polarisasi. Kristal MSU berbentuk batang dengan
ukuran sekitar 40 um (4 kali leukosit). Kristal ini sangat berpendar sehingga
pada pada mikroskop polarisasi tampak sangat terang. Pada mikriskop
polarisasi yang ditambahkan kompresor merah, MSU akan berwarna kuning
bila ahra kristal paralel dan berwarna biru bila arah kristal tegak lurus
dengan aksis dari slow vibration dari kompensator.
 Pemeriksaan mikrobiologi
Artritis septik harus selalu dipikirkan terutama pada artritis inflamasi yang
terjadi bersama dengan infeksi di tempat lain (endokarditis, selutis,
pneumonia), sebelumnya terdpat kerusakan sendi serta pasien- pasien
diabetes dan pasca transplantasi. Pada pengelompokan cairan sendi, artritis
septik termasuk kelompok III, yang biasanya jumlah leukosirnya lebih dari
50.000/ml. Tetapi kadang- kadang cairan sendi septik dapat memberi
gambaran sebagai kelompok II, sebaliknya cairan sendi kelompok III dapat
juga terjadi pada artritis inflamasi non infeksi seperti gout dan pseudogout.
Pada umumnya pemeriksaan dengan pengecatan gram dan kultur bakteri
cukup untuk analisis cairan sendi, tetapi beberapa pengecatan dan biakan
pada media khusus sangat membantu pada kondisi tertentu seperti misalnya
untuk mycobacterium tuberculosis dan jamur.
 Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos
Pemeriksaan foto polos merupakan titik tolak sebagian besar pemeriksaan
pencitraan penyakit- penyakit rematik walaupun mungkin setelah itu skan
dilakukan pemeriksaan MRI. Biayanya murah dan resolisi spatial tinggi,
sehingga detil trabekula dan erosi kecil tulang dapat dilihat dengan baik. Jika
di perlukan, resolusi dapat diangkatkan dengan dengan teknik pembesaran.
Resolusi kontransnya memang tidak sebaik CT Scan dan MRI. Keterbatas
ini terutama dirasakan jika ingin mengevaluasi jaringan lunak. Meskipun
foto polos merupakan sarana yang berguna untuk menilai pengaruh masa
jaringan lunak terhadap tulang yang berdekatan atau untuk mendeteksi
kalsifikasi dalam jaringan lunak, teknik ini tidak cocok untuk mengevaluasi
jaringan lunak.

2. CT-Scan
CT-Scan merupakan teknik yang sangat baik untuk mengevaluasi penyakit
degenatif diskus intervertebralis dan kemungkinan herniasi diskus pada
orang tua. CT-Scn bermanfaat untuk mengevaluasi struktur didaerah dengan
anatomi yang kompleks dimana struktur yang saling berhimpitan
menyulitkan pandangan pada foto konvensional. Misalnya koalisi
talokakaneus yang tidak dapat dilihat pada foto konfensional, sakroilitis
(terutama yang disebabkan infeksi ) dan kolap capu femoris akibat
osteonekrosis yang memerlukan joint replacement. Sendi stemiklavicular
yang sangat sulit di lihat dengan foto konvensional cukup jelas terlihat
dengan CT- Scan.
3. MRI
MRI membawa keuntungan bagi pencitraan muskuloskeletal karna
kesanggupannya memperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak dapat di
perlihatkan oleh pemeriksaan radiologi konvensional. Struktur jaringan
lunak sendiri seperti meniskus dan ligamen crusiatum lutut dapat di
perlihatkan dengan jelas. Jaringan sinovium juga dapat dilihat, terutama
dengan menggunakan bahan kontras paramagnetik intavena seperti
gadolinium. Demikian juga kelainan lain seperti efusi sendi, kistapoplitea,
gangliona, kista meniskus dan burusitis dapat dilihat dengan jelas dengan
integritas tendo dapat dilihat. MRI makin populer untuk mengevaluasi
ligamen antara tulang- tulang carpal dan fibrokartilago triangular.
4. USG (Ultrasonografi)
Pada beberapa pusat pemeriksaan telah terbukti bahwa USG dapat
mendeteksi robekan rotator cuff dengan tepat. Hasilnya juga baik dalam
mengevaluasi penumpukan cairan seperti efusi sendi, kista poplitea dan
ganglioma, sehingga dapat dipakai untuk menuntun aspirasi cairan sendi
maupun ditempat lain tendo yang terletak superfisial seperti tendi achiles
dan patela dapat diperiksa untuk kemungkinan adanya robekan. USG tampak
menjajikan untuk evaluasi osteoporosis. Hantaran gelombang melalui tulang
memberikan informasi tentang struktur mikrotrabekula yang berkaitan
dengan kekuatan tulang, tetapi tidak dapat deinilai langsung dengan teknik
radiografi. Informasi ini saling melengkapi dengan informasi tentang
komposisi mineral tulang dan mengevaluasi resiko fraktur pada pasien. USG
juga telah dipakai untuk menilai sifat permukaan rawan sendi.
12. DD dan DS

Kata Kunci DS DD
AG OA RA
Laki-laki ++ +/- +/-

Umur 45 tahun + + +

Nyeri sendi ibu jari kaki + + +/-

Nyeri pagi hari + - -

Riwayat nyeri berulang + + +

12.1 Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan
kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan
kekakuan pada sendi.

12.1.1 Epidemiologi
Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan
epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang
menderita osteoartritis lutut. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik
sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan
prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah
adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensinya cukup
tinggi yaitu sekitar 27% Prevelensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi,
yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita.Diperkirakan 1 sampai 2 juta
orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan
terhadap dampak OA akan semakin besar karena semakin banyaknya populasi yang
berusia tua.

12.1.2 Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak
diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun
perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA yang ditengarai
oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja,
olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer
lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder.

12.1.3 Faktor Resiko


 Usia
Osteoartritis adalah salah satu patologi yang tidak dapat dihindari seiring
dengan bertambahnya usia, diakibatkan oleh degenerasi permukaan sendi dan
pemakaiannya. Pemakaian yang tidak adekuat adalah penyebab utama degenerasi
permukaan sendi. Penderita osteoartritis secara umum memiliki porsi tubuh yang
lebih kuat, dan densitas tulang yang lebih tebal, yang menyebabkab penderita
osteoartritis memiliki insidensi yang sangat rendah bersamaan menderita patah tulang
rapuh atau akibat osteoporosis. Sebaliknya, belum jelas kenapa penderita
osteoporosis memiliki lapisan sendi yang tebal dan fungsi sendi yang baik hingga
usia 80 – 90 tahunan.
 Beban Pada Sendi
Permukaan sendi yang normal pada lutut dirancang untuk dapat menerima
beban yang normal atau fisiologis selama hidup, namun beban yang berlebih dapat
meningkatan resiko terjadinya osteoartritis. Sebagai contoh; trauma, berat badan yang
bertambah saat kehamilan, obesitas, kesemuanya dapat menyebabkan terjadinya
osteartritis di kemudian hari. Para pekerja berat seperti penambang, tukang angkat di
pelabuhan dan petani memiliki insidensi yang lebih tinggi untuk mengalami
osteoartiris panggul dan lutut.
 Faktor Genetik
Pernyataan bahwa osteoartritis dapat diturunkan dalam keluarga, baik apakah
itu dengan faktor genetika atau lingkungan keluarga yang sama, belum dapat
dipastikan secara objektif. Pada beberapa tahun terakhir ini banyak penelitian yang
mencari tahu hubungan osteoartritis secara genetik dalam keluarga. Sebagai contoh
kekurangan dari collagen tipe II yang dijumpai pada keluarga Finnish di Amerika.

12.1.4 Manifestasi Klinis


OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat
mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
- Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi,
instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika
melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya dengan aktifitas
minimal sudah dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
- Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari
ketika setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
- Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi
rawan.
- Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai
nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau
nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan
sendi yang progresif.
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan
mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.
- Tanda – tanda peradangan : Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (
nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat
dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut.
- Perubahan gaya berjalan : Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan
pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.

12.1.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik. Gambaran
Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian
yang menanggung beban seperti lutut ).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi


e. Perubahan struktur anatomi sendi.

12.1.6 Penatalaksanaan Osteoartritis


Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA
yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
 Terapi non-farmakologis
Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai.
Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh
karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk
melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih.
 Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi
klinis dari ketidakstabilan sendi.
Obat Antiinflamasi Nonsteroid, Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan
Asetaminofen Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan
obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan
asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada
asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan
rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS
adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk
dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.

 Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas
sendi yang mengganggu aktivitas sehari – hari.
12.1.7 Komplikasi
Komplikasi dari Osteoartritis adalah osteonekrosis spontan sendi lutut, bursitis,
artropati mikrokristal (sendi lutut dan tangan)

12.1.8 Prognosis
Prognosis pada pasien dengan osteoarthritis bergantung pada sendi yang terlibat
dan pada kondisi tingkat keparahan.

12.2 Artritis Reumatoid


Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun
sistemik. RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum
diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis. Penyakit ini
merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan
sendi yang simetris. Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima
sendi (poliartritis).

12.2.1 Epidemiologi
Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1% di seluruh dunia.
Dalam buku ilmu penyakit dalam Harrison edisi 18, insidensi dan prevalensi RA
bervariasi berdasarkan lokasi geografis dan diantara berbagai grup etnik dalam suatu
negara. Misalnya, masyarakat asli Ameika, Yakima, Pima, dan suku-suku Chippewa
di Amerika Utara dilaporkan memiliki rasio prevalensi dari berbagai studi sebesar
7%. Prevalensi ini merupakan prevalensi tertinggi di dunia. Beda halnya, dengan
studi pada populasi di Afrika dan Asia yang menunjukkan prevalensi lebih rendah
sekitar 0,2%-0,4% (Longo, 2012). Prevalensi RA di India dan di negara barat kurang
lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Di Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang
dari 0,4% baik didaerah urban ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa
Tengah mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah
urban.
Prevalensi RA yang hanya sebesar 1 sampai 2 % diseluruh dunia, pada wanita
di atas 50 tahun prevalensinya meningkat hampir 5%. Puncak kejadian RA terjadi
pada usia 20-45 tahun. Berdasarkan penelitian para ahli dari universitas Alabama,
AS, wanita yang memderita RA mempunyai kemungkintan 60% lebih besar untuk
meninggal dibanding yang tidak menderita penyakit tersebut.

12.2.2 Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan
dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.
a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
b. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA),
yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi
esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon
imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan
progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini.
c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA.
d. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai
respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino
homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T
mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan
terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi
imunologis.
e. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok
12.2.3 Faktor Resiko Artritis Reumatoid
Faktor resiko dalam peningkatan terjadinya RA antara lain jenis kelamin
perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur lebih tua, paparan
salisilat dan merokok. Resiko juga mungkin terjadi akibat konsumsi kopi lebih dari
tiga cangkir sehari, khusunya kopi decaffeinated. Obesitas juga merupakan faktor
resiko

12.2.4 Manifestasi Klinis


RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di
tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut.
Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi
tulang dan destruksi tulang disekitar sendi.
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan
manifestasi ekstraartikular.
 Manifestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi,
bursa, dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan
sendi, serta hidrops ringan. Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama
kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada
RA kronik. Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi
klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah
bertahun-tahun dari onset terjadinya. Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup
bervariasi. Tidak semua sendi proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk
mengalami inflamasi, misalnya sendi sendi kecil pada tangan
 Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA. Secara umum,
manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi ekstraartikular
pada RA, meliputi:
a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan
gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan (fatigue),
malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum
merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada
kerusakan sendi.
b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level
tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan
dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru, pleura,
pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan
infeksi, ulserasi dan gangren.
c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary sjogren’s
syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry eyes)
atau xerostomia.
d. Paru, contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan penyakit
paru interstitial.
e. Jantung, pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung yang
disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri
koreoner atau disfungsi diastol.
f. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan
penyakit RA yang sudah kronis.
g. Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated trombocytopenia
dan keadaan dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly,dan nodular RA sering
disebut dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA tahap akhir.
h. Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar
dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell lymphoma sercara
luas.

12.2.5 Diagnosa Artritis Reumatoid


Untuk menegakkan diagnosa RA ada beberapa kriteria yang digunakan, yaitu
kriteria diagnosis RA menurut American College of Rheumatology (ACR) tahun 1987
dan kriteria American College of Rheumatology/European League Against
Rheumatism (ACR/EULAR) tahun 2010.

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosa RA antara lain,


pemeriksaan serum untuk IgA, IgM, IgG , antibodi anti-CCP dan RF, analisis cairan
sinovial, foto polos sendi, MRI, dan ultrasound.

12.2.6 Penatalaksanaan
Terapi non-Farmakologik Artritis Reumatoid
Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi komplementer.
Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan suplementasi minyak
ikan cod), kompres panas dan dingin serta massase untuk mengurangi rasa nyeri,
olahraga dan istirahat, dan penyinaran menggunakan sinar inframerah. Terapi
komplementer berupa obat-obatan herbal, accupressure, dan relaxasi progressive.
 Terapi Farmakologik Artritis Reumatoid
Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year 2000”,
Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu:
1. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan sendi.
2. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok
obat ini akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi
respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping dan harus di monitor
dengan hati-hati.
3. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis
dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka
panjang yang serius.

4. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil


untuk pasien dengan penyakit sistemik.
5. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi.
Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapi RA.

 Terapi Bedah
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan
kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi ruptur
tendo. Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila destruksi sendi tidak
luas, bila luas dilakukan artrodesis atu artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis
digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari.

12.2.7 Komplikasi
Komplikasi RA umumnya tidak bersifat fatal. Namun penyakit ini bersifat
progresif sehingga keterbatasan dan nyeri sendi dapat semakin berat bila tidak
diobati.

12.2.8 Prognosis
Diagnosis dan pengobatan yang terlambat dapat membahayakan pasien. Sekitar
40% pasien rheumatoid arthritis ini menjadi cacat setelah 10 tahun. Akan tetapi,
hasilnya sangatlah bervariasi. Beberapa pasien menunjukkan progresi yang nampak
seperti penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya, sedangkan pasien lain
mungkin menunjukkan progresi penyakit yang kronis. Prognosis yang buruk dapat
dilihat dari hasil tes yang menunjukkan adanya cedera tulang pada tes radiologi awal,
adanya anemia persisten yang kronis dan adanya antibodi anti-CCP Rheumatoid
arthritis yang aktif terus-menerus selama lebih dari satu tahun cenderung
menyebabkan deformitas sendi serta kecacatan. Morbiditas dan mortalitas karena
masalah kardiovaskular meningkat pada penderita rheumatoid arthritis. Secara
keseluruhan, tingkat mortalitas pasien rheumatoid arthritis adalah 2,5 kali dari
populasi umum.
12.3 Artritis Gout / Pirai
Atritis Gout adalah suatu kumpulan gejala yang timbul akibat adanya deposisi
kristalmono sodium urat pada jarigan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraseluler. Istilah tersebut perlu dibedakan dengan hiperurisemia, yaitu
peninggian kadar asam urat serum lebh dari 7,0 mg/dl pada laki-laki dan 6,0 mg/dl
pada perempuan. Hiperurisemia adalah gangguan metabolisme yang mendasari
terjadinya gout.
Disebut atritis gout apabila serangan inflamasi terjadi pada artikular atau
periartikular seperti bursa dan tendon. Tingginya kadar asam urat serum juga dapat
menyebabkan kelainan pada ginjal, deposisi pada jarigan lainnya, serta berkaitan
dengan jejadian dan mortalitas kardiovaskuler.

12.3.1 Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam urat dalam
darah dengan akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di dalam
sendi. Keterkaitan antara gout dengan hiperurisemia yaitu adanya produksi asamurat
yang berlebih, menurunya eksresi asam urat melalui ginjal atau mungkin karena
keduanya.

12.3.2 Epidemiologi
Prevalensi atritis gout di Amerika Serikat sekitar 13.6 kasus per 1000 lelaki dan
6,4 kasus per 1000 perempuan. Prevalensi ini berada di tiap negara,
berkisar antara 0,27% di Amerika hingga10,3% di Selandia Baru. Peningkatan
insidensgout dikaitkan dengan perubahan pole diet dan gaya hidup, peningkatan
kasus obesitas dan sindrom metabolik.

12.3.3 Gejala klinik


- radiologi : tidak spesifik pada kondisi awal penyakit, swelling pada Kaku pagi
hari ± 1 jam, terutama saat bangun tidur atau setelah lama tidaK beraktivitas
- Poliarthritis (arthritis pada 3 daerah persendian atau lebih)
- Arthritis pada persendian tangan
- Arthritis simetris
- Pembengkakan pergelangan tangan bisa mengakibatkan terjadinya sindroma
terowongan karpal
- Lelah dan lemah terutama menjelang sore hari
- Di belakang lutut yang terkena, bisa terbentuk kista, yang apabila pecah bisa
menyebabkan nyeri dan pembengkakan pada tungkai sebelah bawah
- Bisa terjadi demam ringan dan kadang terjadi peradangan pembuluh darah
(vaskulitis)
- Nodul rheumatoid
- Faktor rheumatoid serum positif
- Perubahan gambaran radiologis

12.3.4 PemeriksaanPenunjang
- Pemeriksaan laboratorium serum : Serum urat darah, asam urat urin 24 jam
- Pemeriksaan analisis cairan sendi :
- Temuan kristal monosodium urat
- Cairan sendi sesuai kondisi inflamasi (leukosit 5.000-80.000/mm)
- Pemeriksaan sekitar sendi.
12.3.5 Prognosis
Rata-rata, setelah serangan awal, diramalkan 62% yang tidak diobati akan
mendapat serangan ke 2 dalam 1 tahun, 78% dalam 2 tahun, 89% dalam 5 tahun serta
93% dalam 10 tahun.Seiring perjalanan waktu, pasien yang tidak diobati dengan
serangan berulang akanmempunyai periode interkritikal yang lebih pendek,
meningkatnya juml ah sendi yang terserang, dan meningkatnya disability.
Diperkirakan 10-20% pasien dengan pengendalian yang jelek atau tidak diobatiakan
mengalami perkembangan tofi dan 29% nefrolitiasis pada kurang lebih 11tahun
setelah serangan awal.

12.3.6 Penatalaksanaan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
OAINS di gunakan untuk memungkinkan stabilisasi membran lisomal,
menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin,
enzim lisomal, dan enzim lainnya), menghambat migrasi sel ke tempat peradangan,
menghambat proliferasi selular, menetralisasi radikal oksigen, menenkan rasa nyeri.
Yang paling banyak digunakan adalah aspirin dan ibuprofen.
Obat ini mengurangi pembengkakan pada sendi yang terkena dan meringankan rasa
nyeri.
Aspirin merupakan obat tradisional untuk artritis rematoid; obat yang lebih baru
memiliki lebih sedikit efek samping tetapi harganya lebih mahal. Dosis awal adalah 4
kali 2 tablet (325 mgram)/hari. Telinga berdenging merupakan efek samping yang
menunjukkan bahwa dosisnya terlalu tinggi. Gangguan pencernaan dan ulkus
peptikum, yang merupakan efek samping dari dosis yang terlalu tinggi, bisa dicegah
dengan memakan makanan atau antasid atau obat lainnya pada saat meminum
aspirin.
Misoprostol bisa membantu mencegah erosi lapisan lambung dan
pembentukan ulkus gastrikum, tetapi obat ini juga menyebabkan diare dan tidak
mencegah terjadinya mual atau nyeri perut karena aspirin atau obat anti peradangan
non-steroid lainnya.
Obat slow-acting
Obat slow-acting kadang merubah perjalanan penyakit, meskipun perbaikan
memerlukan waktu beberapa bulan dan efek sampingnya berbahaya. Pemakaiannya
harus dipantau secara ketat.
Obat ini biasanya ditambahkan jika obat anti peradangan non-steroid terbukti
tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera jika
penyakitnya berkembang dengan cepat.
Kortikosteroid
Kortikosteroid (misalnya prednison) merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan di bagian tubuh manapun.Kortikosteroid efektif pada
pemakaian jangka pendek dan cenderung kurang efektif jika digunakan dalam jangka
panjang, padahal artritis rematoid adalah penyakit yang biasanya aktif selama
bertahun-tahun. Untuk menghindari resiko terjadinya efek samping, maka hampir
selalu digunakan dosis efektif terendah
Imunosupresif
Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin dan cyclophosphamide)
efektif untuk mengatasi artritis rematoid yang berat.
Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau
diberikan kortikosteroid dosis rendah.
Efek sampingnya berupa penyakit hati, peradangan paru-paru, mudah terkena
infeksi, penekanan terhadap pembentukan sel darah di sumsum tulang dan perdarahan
kandung kemih (karena siklofosfamid).
Selain itu azatioprine dan siklofosfamid bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker.
Metotreksat diberikan per-oral (ditelan) 1 kali/minggu, digunakan untuk
mengobati artritis rematoid stadium awal. Siklosporin bisa digunakan untuk
mengobati artritis yang berat jika obat lainnya tidak efektif.
Pendidikan
Penerangan tentang kemungkinan faktor etiologi, patogenesis, riwayat alamiah
penyakit dan penatalaksanaan AR kepada pasien merupakan hal yang amat penting
untuk dilakukan. Dengan penerangan yang baik mengenai penyakitnya, pasien AR
diharapkan dapat melakukan kontrol atas perubahan emosional, motivasi, dan
kognitif yang terganggu akibat penyakitnya.
Peningkatan pengetahuan pasien tentang penyakitnya telah terbukti akan
meningkatkan motivasinya untuk melakukan latihan yang dianjurkan, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri yang dialami.
Terapi lainnya
Bersamaan dengan pemberian obat untuk mengurangi peradangan sendi, bisa
dilakukan latihan-latihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang dan
kadang pembedahan.
LAPORAN TUTORIAL
SISTEM MUSKULOSKELETAL
MODUL 1
“NYERI SENDI”

Dosen Pengampuh : dr. Ashaeryanto, M. Med. Ed


Tutor : dr. Nur Yuniarti
Kelompok VII

WA ODE NAFISAH (K1A114 127)


NURHASANAH SSYIFAA (K1A118 019)
NUR FITRASARI LAIRU (K1A118 020)
ZAHWA FATIMAH ROCKY (K1A118 021)
FERISA PARASWATI (K1A118 047)
UTAMI CHAIRUNNISA M. (K1A118 049)
AYIKACANTYA SUDAYASA (K1A118 079)
MUH. SYUKUR SAKARIA (K1A118 080)
YUSRIL MARHAEN (K1A118 081)
NADIA DARWIS (K1A118 082)
VIRA ADININGSI (K1A118 106)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
Daftar Pustaka

Braunwald, Fauci, Hauser, editor. Harrison’s Principals of Internal Medicine.


17thed. USA: McGraw Hill, 2008.

Davey, P. Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2003.

Hall, JE., Guyton, AC.. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11.
Amerika: Saunders Elsevier; 2008.

Hikmatyar, Gulbuddin. 2014. Penatalaksanaan Komprehensif Arthritis Gout dan


Osteoarthritis pada Buruh Usia Lanjut. http://repository.lppm.unila.ac.id

Kuntarti, SKp, M.Biomedik. Anatomi Sistem Muskuloskeletal. Staff Universitas


Indonesia 2007

Misnadiarly A.P.U., 2008. Mengenal Penyakit Arthritis.


https://indonesia.digitaljournals.org/index.php/tes/article/download/66/71 (15
Maret 2016)

Schunke, M., Schulte, E., & Schumacher, U. (2013). Atlas Anatomi


ManusiaPrometheus : Anatomi Umum dan Sistem Gerak (3 ed). EGC.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, AW.,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam Vol. III. Ed ke-
4 Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, AW., dkk. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Ed ke-
5.Jakarta; Internapublishing; 2015.
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, AW., dkk. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed ke-6.
Jakarta; Internapublishing; 2015.

T. Edward Stephanus., Dr. DR, DKk, 2009 “ Ilmu Penyakit Dalam Jilid III“ balai
penerbit FKUI : Jakarta. Hal 2556-2560

Tanto, C., Calistania, C., Mulansari, N.. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Ed. Ke-4.
Jakarta: FK UI; 2014.

Widyanto, Fandi Wahyu. 2017. Artritis Gout Dan Perkembangannya.


http://ejournal.umm.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai