Anda di halaman 1dari 16

A.

Pegertian typhoid
Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan
bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular.
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
B. Etiologi

1. Salmonella typhii
2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang
dikontaminasi oleh manusia lainnya.
5. Gaya hidup yang tidak sehat
C. Tanda dan Gejala
1. Peningkatan suhu tubuh diatas normal
2. Nyeri kepala
3. Mual
4. Muntah
5. Diare
6. Kulit terasa hangat
7. kejang
8. Batuk
9. Kulit kemerahan

D. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi

Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

A. Usus Halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan
serosa (sebelah luar).

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus
kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa
berotot (> 6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi atas
usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak


terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal
dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),


yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.

b. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong
berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan
dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit
untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

c. Usus Penyerapan (ileum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.

B. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar
terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri),
kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat
didalam usus besar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan membantu
penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.

C. Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian
kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.

D. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi
manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai
20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.

E. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan
tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam
rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke
usus besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk
dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

E. Patofisiologi dan pathways


Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <
2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel
khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran
ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar
limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai
organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah
hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari
darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita
melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk
dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012).
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu
ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan
ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial
dan limpa membesar. Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau
perdarahan. Kuman Salmonella typhi terutama menyerang jaringan tertentu,
yaitu jaringan atau organ limfoid seperti limpa yang membesar, juga jaringan
limfoid di usus kecil yaitu plak Peyer terserang dan membesar. Membesarnya
plak Peyer membuat jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan
makanan yang melaluinya. Inilah yang menyebabkan pasien tifus harus
diberikan makanan lunak, yaitu konsistensi bubur yang melalui liang usus tidak
sampai merusak permukaan plak Peyer ini. Bila tetap rusak, maka dinding usus
setempat yang memang sudah tipis, makin menipis, sehingga pembuluh darah
ikut rusak akibat timbul perdarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila
berlangsung terus, ada kemungkinan dinding usus itu tidak tahan dan pecah
(perforasi)., diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal.

F. Penatalaksanaan umum dan medis


1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien
harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah –
ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan
karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim
sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat
demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat antibiotik adalah
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.

b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi


ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c. amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d. kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg
BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali
sehari, intravena, selama 5-7 hari.
f. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

G. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4
– 6 jam. Perhatikan apakah pasien tidur gelisah, sering terkejut, atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata pasien cenderung melirik keatas,
atau apakah pasien mengalami kejang – kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam
kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya
intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya. Minuman
yang diberikan dapat berupa air putih, susu , air buah atau air teh. Tujuannya
agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh
gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh pasien.
PENGKAJIAN

Tempat Praktik : Rumah Sakit Islam Purwokerto

Tanggal Pengkajian : 2 mei 2016

Jam : 10.00 WIB

1. Biodata

Pasien Penanggung Jawab (Keluarga)

Nama : Tn.R Nama : Tn. S

Umur : 30 tahun Umur :


Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SD Pendidikan :

Status Pernikahan : menikah Status Pernikahan :

Alamat : desa Kober Hubungan dengan klien : sdr

Tgl Masuk RS : 1 mei 2016

Diagnosa Medis : typhoid

2. Keluhan utama saat masuk


Panas
3. Keluhan saat pengkajian
panas selama seminggu

4. Riwayat sekarang :
a. Riwayat penyakit sekarang :
Sebelum masuk ke rumah sakit pasien mengeluh demam selama seminggu. Pasien
mengatakan perut mual tetapi tidak muntah serta nafsu makan menurun. Pasien
sudah berganti-ganti rumah sakit. Pasien datang ke rumah sakit islam purwokerto
pada tanggal 1 mei 2016 di ruang IGD didapat pemeriksaan ttv sebagai berikut:
S : 36,7 O C
N : 80 x/menit
TD : 140/80 mmHg
RR : 20 x/menit
Terapi yang diberikan IGD
Infus RL 20 tpm
Injeksi cefotaxine 2x 1 gr
Injeksi ranitidin 2 x 1 amp
Pct 3x1
Pada tanggal 2 mei 2016 dilakukan pengkajian dengan hasil
S : 38 o C
N : 79 x/menit
TD : 140/100 mmHg
RR : 19 x/menit
Pasien mengeluh badan panas. Panas muncul pada malam hari dan menjalar
keseluruh tubuh.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah memiliki riwayat penyakit seperti ini. Pasien memiliki
alergi pada ampisilin.
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien belum pernah mengalami penyakit yang seperti ini.

Pemeriksaan penunjang

Tgl Jenis Hasil Nilai Normal


Pemeriksaan

1 mei 2015 Hemoglobin 14,0 % Pria: 13,0-18,0

Pemeriksaan Wanita: 12,0-14,0


lab
Eritrosit 4,6 it/emm Pria: 4,5-5,5

Wanita: 4,0-5,0

Leukosit 9.650/emm 5.000-10.000

Eosinophyl 1% 1-3

Basophyl 0% 0-1

Stab 2% 2-6

Segment 62 % 50-70

Lymposit 29% 20-40

Monosit 6% 2-8

Trombosicyt 332.000 /cmm 200.000-500.000

Hematacrit 40 % Pria: 40-48%

Wanita: 37-43%

MCV 86,6 U3 82-92


MCH 29,9 Pikogram 27-31

MCHC 34,5 % 32-36

GDS 336 <180

Tanggal 1 mei 2016


Uji serologi, imunologi,hormon
Tidal Ty.O = (-)
Tidal Ty.H = + 1/60
Tidal Pa.O = (-)
Tidal Pa.H = (-)

Tanggal 2 mei 2016


Pemeriksaan urin
Warna = kuning
Kejernihan = jernih
Berat jenis = 1.020
pH =6
Glukosa =+

Terapi medis
1.infuse RL 20 tpm
2.cefotaxim
3.Ranitidin

Obat peroral
1. pct
2. terasma sirup
3. cetirizine

SC

1. INSULIN

ANALISA DATA

Tgl/jam Data fokus Problem


2 mei 2016 Data subyektif Hipertermia
10.00 WIB 1. Pasien mengatakan badan panas
Data obyektif
1.Akral hangat
2.Badan kemerahan
TTV
Suhu : 38 o C
Nadi : 79 x/menit
TD : 140/100 mmHg
RR : 19 x/menit

2 mei 2016 Data subyektif Resiko kekurangan


10.00 WIB Pasien mengatakan sering haus
volume cairan
Pasien mengatakan sering BAK
Data objektif
bibir pasien terlihat pecah-pecah
mukosa pasien kering dan pucat
kulit pasien terlihat lembab

2 mei 2016 Data subyektif Defisiensi pengetahuan


10.00 WIB Klien mengatakan tidak mengerti
tentang penyakit dan pencegahannya.
Data objektif
Klien tampak agak bingung
Klien sering bertanya-tanya

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungandengan proses penyakit
2. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute normal
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Anda mungkin juga menyukai