DISUSUN OLEH :
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL (ISTN)
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena akhirnya
Makalah ini kami buat mengacu dengan referensi yang ada yang semoga dapat
Kami menyadari bahwa Makalah Krim Wajah Anti Jerawat ini masih perlu
disempurnakan, maka diharapkan pada berbagai pihak untuk memberikan koreksi, baik segi
Akhirnya, kami harap semoga Makalah Krim Wajah Anti Jerawat ini berguna dan
Tim penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dan penulisan adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui dan memahami pengertian, cara pembuatan krim anti jerawat?
2. Mengetahui komponen dari krim anti jerawat?
3. Mengetahui cara mengevaluasi krim anti jerawat?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dibawah dermis terdapat subkutis atau jaringan bawah kulit. Para ahli
histology histology membagi epidermis dari bagian terluar hingga kedalam menjadi 5
lapisan yakni:
Absorbsi perkutan
Ada 4 jenis kulit wajah, yakni kulit kering, berminyak, normal dan kombinasi:
a. kulit kering
Pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat hanya dalam jumlah
sedikit. Jenis kulit kering mempunyai ciri-ciri penampakan kulit terlihat kusam.
b. kulit berminyak
Pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan keringat terdapat dalam jumlah
banyak. Jenis kulit berminyak mempunyai ciri kulit wajah mudah berjerawat.
c. kulit normal
Pada jenis kulit normal, jumlah sebasea dan keringat tidak terlalu banyak
karena tersebar secara merata. Ciri jenis kulit normal: kulit tampak lembut, cerah dan
jarang mengalami masalah.
d. kulit kombinasi.
Pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea dan keringat tidak
merata. Jenis kulit kombinasi mempunyai ciri kulit dahi, hidung dan dagu tampak
mengkilap, berjerawat, tetapi kulit dibagian pipi tampak lembut.
2.2 JERAWAT
Jerawat adalah suatu keadaan di mana pori-pori kulit tersumbat sehingga
menimbulkan kantung nanah yang meradang. Jerawat adalah penyakit kulit yang cukup
besar jumlah penderitanya. Kligmann, seorang peneliti masalah jerawat ternama di dunia
berpendapat,"Tak ada satu orang pun di dunia yang melewati masa hidupnya tanpa sebuah
jerawat di kulitnya." Kemungkinan penyebabnya adalah perubahan hormonal yang
merangsang kelenjar minyak di kulit. Perubahan hormonal lainnya yang dapat menjadi
pemicu timbulnya jerawat adalah masa menstruasi, kehamilan, pemakaian pil KB, dan
stress.
Penyebab-Penyebab Jerawat
1. Propionibacterium acnes
Jenis bakteri ini hidup di folikel kulit rambut yang dapat memproduksi zat yang
menyebabkan kemerahan dan iritasi (peradangan). Bakteri ini juga membuat enzim
yang melarutkan sebum dari kelenjar minyak di kulit menjadi meradang lebih buruk
lagi.
2. Hormon androgen
Androgen adalah hormon laki-laki yang terdapat pada pria dan wanita, tapi lebih
tinggi pada pria. Androgen melakukan dua hal. Yakni, memperbesar kelenjar
sebaceous di kulit dan meningkatkan produksi sebum dari kelenjar sebaceous.
Peningkatan sebum dapat memperburuk pembentukan komedo yang berfungsi
sebagai “makanan” ekstra bagi bakteri. Androgen biasanya meningkat saat pubertas.
Itulah mengapa banyak anak remaja cenderung berjerawat.
3. Hormon estrogen
Merupakan hormon wanita yang dapat membantu meningkatkan jerawat pada anak
perempuan. Siklus menstruasi bulanan seorang wanita terjadi karena adanya
perubahan kadar estrogen ini. Itulah mengapa jerawat pada wanita bisa menjadi lebih
buruk ketika haid.
4. Genetik
Beberapa orang percaya, jerawat juga bisa disebabkan karena faktor genetik. Namun
penelitian mengenai hal ini belum terbukti.
6. Lesi Jerawat
Ada dua jenis utama dari lesi jerawat, yaitu peradangan dan inflamasi. Yang termasuk
peradangan adalah komedo (komedo terbuka) dan whiteheads (komedo tertutup).
Komedo terbuka dan tertutup yang disertai dengan papules and pustules
dikategorikan sebagai jerawat papulopustular, salah satu bentuk dari jerawat
inflamasi. Sedangkan jerawat nodular merupakan jenis jerawat yang paling parah dari
jerawat inflamasi.
2.3 KRIM
Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar.
Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai.
Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m)
atau minyak dalam air (m/a) (Budiasih, 2008).
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit
badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan
ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka,
obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi, dan lainnya.
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas,
stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Anief, 1994).
Secara garis besar kosmetik pengobatan (cosmedics) yang dapat mengatasi kelainan
kulit dan adneksanya adalah: untuk mengatasi kelainan kulit, terutama jerawat dan
noda-noda hitam (hiperpigmentasi).
Preparat untuk Pengobatan Jerawat dan Hiperpigmentasi
Jerawat adalah penyumbatan disertai peradangan pada muara saluran kelenjar minyak
kulit, sehingga sekresi minyak kulit tersumbat, membesar, dan mengering, menjadi isi
jerawat.
Jerawat ringan berupa komedo terbuka (blackhead) atau komedo tertutup (white
head). Jika parah disertai dengan infeksi, yang menyebabkan terjadinya jerawat
bernanah, berkantung-kantung dan bersambung-sambung dan memerlukan
penanganan dari dokter.
a. Zat berkhasiat.
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat menentukan cara
pembuatan dan tipe krim yang dapat dibuat, apakah krim tipe minyak dalam air atau
tipe air dalam minyak.
b. Minyak.
Salah satu fase cair yang bersifat nonpolar
c. Air.
Salah satu fase cair yang bersifat polar. Untuk pembuatan digunakan air yang telah
dididihkan dan segera digunakan setelah dingin.
d. Pengemulsi:
Umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonion. Pemilihan surfaktan
didasarkan atas jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe minyak-air
digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat dan golongan sorbitan,
polisorbat, poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe air-minyak digunakan zat
pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil alkohol, stearil alkohol, setaseum dan
emulgida.
e. Bahan tambahan:
Untuk sediaan semi solid agar peningkatan penetrasi pada kulit:
Zat untuk memperbaiki konsistensi
Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang
maksimal, selain itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan
“acceptable”. Konsistensi yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan,
tidak meninggalkan bekas, tidak terlalu melekat dan berlemak. Hal penting lain adalah
mudah dikeluarkan dari tube. Perbaikan konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur
komponen sediaan emulsi, diperhatikan ratio perbandingan fasa. Untuk krim adalah
jumlah konsentrat campuran zat pengemulsi.
Zat pengawet
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan
untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi
mikroorganisme. Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka
pada sediaan ini mudah ditumbuhi bakteri dan jamur. Oleh karena itu perlu
penambahan zat yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Untuk
pembuatan krim digunakan air yang telah dididihkan dan segera digunakan setelah
dingin. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil paraben 0.12 % sampai 0,18 %
atau propil paraben 0,02% sampai 0,05 %.
Pendapar
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga
stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan pendapar
harus diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam
sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet. Perubahan pH sediaan dapat terjadi
karena: perubahan kimia zat aktif atau zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan
karena mungkin pengaruh pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses
produksi atau wadah (tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia
dari bahan sediaan.
Pelembab
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan
untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi
lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif.
Contoh zat tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.
Pengompleks (sequestering)
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat
membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul
pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik.
Contoh: Sitrat, EDTA, dsb.
Antioksidan
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat
oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi, antioksidan
terbagi atas :
Anti oksidan sejati (anti oksigen). Kerjanya: mencegah oksidasi dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas dan mencegah reaksi cincin. Contoh: tokoferol, alkil
gallat, BHA, BHT.
Anti oksidan sebagai agen produksi. Zat-zat ini mempunyai potensial reduksi
lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat lain yang kadang-
kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas. Contoh: garam Na dan K
dari asam sulfit.
Anti oksidan sinergis. Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks
dengan logam, karena adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi
oksidasi. Contoh: sitrat, tartrat, EDTA.
Peningkat penetrasi
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang
terpenetrasi agar dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal
(kulit). Syarat-syaratnya:
Tidak mempunyai efek farmakologi.
Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan).
Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.
Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.
Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
Dapat menyebar pada kulit.
Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.
Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Pada umumnya senyawa peningkat penetrasi akan meningkatkan permeabilitas
kulit dengan mengurangi tahanan difusi stratum corneum dengan cara merusaknya
secara reversible. Contoh: dimetil sulfida (DMSO), zat ini bersifat dipolar, aprotik dan
dapat bercampur dengan air, pelarut organik pada umumnya.
Zat pengemulsi
Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Sebagai zat pengemulsi dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba,
setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolaminil stearat dan golongan sorbitan,
polisorbat, polietilen glicol, sabun.
2. Metode Triturasi.
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan terakhir.
Di sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat khasiatnya. Pada
skala industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan keberhasilan produksi sangat
tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap pembuatan ke
tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan perlu
diperhatikan, antara lain:
Kontaminasi dengan kotoran
Kondisi temperatur/suhu
Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap.
Dasar – dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:
Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan. Bahan padat dalam suatu
sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen. Skrining partikel dimaksudkan untuk
menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi akibat adanya partikel yang terflokulasi dan
aglomerisasi selama proses.
Pemanasan dan pendinginan. Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan
bahan berkhasiat, pencampuran bahan-bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi.
Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi
bahan- bahan yang digunakan tidak membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila
didalam sediaan tersebut ada bahan-bahan yang termolabil.
Pencampuran. Pencampuran terdiri tiga macam:
1. Pencampuran bahan padat. Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah
menghancurkan aglomerat yang terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.
2. Pencampuran untuk larutan. Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan
yaitu: adanya transfer panas dan homogenitas komponen sediaan.
3. Pencampuran semi solida. Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan
alat pencampuran dengan bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma
blade dapat membersihkan salep/krim yang menempel pada dinding wadah dan menjamin
homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.
Penghalusan dan Homogenisasi. Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah
penghalusan dan homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.
2.7 EVALUASI
Di Indonesia, sebelum suatu produk kosmetik diproduksi atau diedarkan ke
masyarakat, formulasi, komposisi, nama dan sifat masing-masing bahan, serta cara
pembuatan, sifat dan hasil test keamanan produk harus dilaporkan kepada Badan
pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) utuk diteliti, dikoreksi. Jika disetujui produk
diberi nomor surat izin produksi. Tetapi walaupun sudah disetujui, jika dikemudian hari
produk ini mengandung bahan di luar yang dilaporkan atau menimbulkan gangguan yang
parah pada pemakai, peredaran produk tersebut dapat dilarang dan produksinya
dihentikan.
Karena itu sangat penting bagi produsen unntuk memilih bahan baku yang aman dan
berkualitas tinggi, melakukan pengujian atau uji keamanan bahan baku sebelum
dimasukkan dalam produk (patch test), menguji keamanan produk akhir sebelum
dipasarkan (usage test), dan menguji keamanan produk akhir pada konsumen setelah
berapa lama dipasarkan (efficacy test) melalui pemeriksaan, wawancara dan kuesioner
dengan para pemakai.
Uji Krim
Pengujian yang dilakukan terhadap krim ini yaitu uji sifat fisik dan uji mikrobiologi.
a. Uji Sifat Fisik
Viskositas
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya tahanan suatu cairan untuk
mengalir. Makin tinggi viskositas, makin besar tahanannya.
Daya sebar
Dilakukan untuk mengetahui kecepatan penyebaran krim pada kulit yang sedang
diobati dan untuk mengetahui kelunakan dari sediaan tersebut untuk dioleskan pada
kulit.
Daya lekat
Pengujian tehadap daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan krim melekat
pada kulit.
Pengukuran pH sediaan.
Digunakan untuk mengetahui pH krim apakah sesuai dengan pH kulit.
b. Uji mikrobiologi.
Untuk mengetahui besarnya pelepasan zat aktif untuk menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri.
Patch Test
Digunakan untuk memeriksa kepekaan kulit terhadap suatu bahan dan untuk
mendiagnosa penyakit kulit : allergic contact dermatitis.
Bahan alergan yang akan diperiksa lebih baik dalam bentuk cair, diletakkan pada filter paper
disc, lalu kertas patch tester ini diaplikasikan ke kulit menggunakan plester adhesive.
1) Uji Organoleptis
Ambil sample secukupnya lalu teteskan diatas plat tetes, amati warna dan cium
baunya.
2) Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses
pembuatan krim bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain
yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen sehingga
krim yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaan
pada kulit. Sediaan dioleskan pada kepingan kaca atau bahan transparan lain yang
cocok untuk melihat susunan yang homogen.
Pada skala besar, alat yang digunakan untuk pengujian homogenitas ialah
roller mill, colloid mill. Homogenizer tipe katup. Dispersi yang seragam dari obat
yang tidak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran agregat lemak dilakukan
dengan melalui homogenizer atau mill pada temperatur 30-400C. Krim harus tahan
terhadap gaya gesek yang timbul akibat pemindahan produk, maupun akibat aksi
mekanis dari alat pengisi. (Anief, 1995)
3) Uji Ph
Dengan mengunakan kertas indikator universal pH.
Cara : Kertas indicator dicelupkan kedalam sediaan cream, kemudian angkat dan
bandingkan dengan standar yang sudah ada.
4) Test Type Emulsi (Cara Pengecatan)
Sejumlah kecil zat warna yang larut dalam air (misal Methylen Blue atau Briliant
Blue FCF) ditaburkan pada permukaan emulsi. Jika air sebagai dase luar (emulsi tipe
o/w), maka zat warna tersebut akan melarut didalamnya dan berdifusi merata ke
seluruh bagian dari air tersebut. Jika emulsi tersebut bertipe w/o, partikel-partikel zat
warna akan tinggal bergerombol pada permukaan.
5) Uji Sensitivitas
Kulit dioleskan sampel, bila terjadi reaksi pada kulit seperti iritasi, terbakar, bercak,
dsb
6) Test Iritasi :
Mengevaluasi potensi iritasi bahan kimia pada binatang dengan memakai
kelinci albino.
Test dilakukan dengan teknik Patch Test pada kulit kelinci yang dilukai dan
pada kulit yang utuh.
Minimal binatang yang dites enam ekor, bulu-bulunya telah dicukur.
Bahan yang akan dites diletakkan pada bahan berbentuk segiempat (dapat
berupa surgical gauze).
Bahan yang dites untuk bahan setengah padat : 0,5 gram.
Lalu selurut badan kelinci dibungkus dengan bahan yang bersifat elastic
(rubberized cloth) selama 24 jam. Ini untuk menjaga agar bahan yang akan
dites tetap di posisi semula dan mencegah bahan menguap. Setelah 24 jam
bahan diangkat dan hasil reaksi dievaluasi, diulang setelah 72 jam.
7) Uji Isi Minimum ( FI Edisi IV )
Pengujian krim yang dikemas dalam wadah dengan etiket yang
mencantumkan bobot bersih tidak lebih dari 10 g.
Ambil 10 contoh, isi wadah dikeluarkan, bersihkan dan
keringkan, timbang wadah.
Timbang lagi masing-masing wadah yang kering dan bersih
beserta bagian-bagiannya.
Perbedaan antara kedua penumbangan adalah bobot bersih isi
wadah.
Bobot bersih + isi dan wadah tidak kurang dari bobot yang tertera
pada etiket dan tidak satu pun wadah yang bobot bersih isinya kurang dari
90% dan bobot yang tertera pada etiket untuk bobot ≤ 60 g dan tidak kurang
dari 95% dari bobot yang tertera pada etiket. Untuk bobot lebih besar dari
60 g dan lebih dari 150 g. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, tetapkan
bobot minimum.
8) Uji Stabilitas
Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap batch obat
yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah
cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar
penentuan batas kadaluarsa, cara-cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam
label. (Lachman, 1994).
Ketidakstabilan formulasi dapat dideteksi dengan pengamatan pada perubahan
penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan
perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia.
(Ansel,1989).
Cream dikatakan stabil jika :
Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau
distribusi partikel dari globul fasa dalam selama life time produk.
Distribusi globul yang teremulsi adalah homogen.
Memiliki aliran tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar tetapi
memiliki viskositas yang tinggi untuk meningkatkan stabilitas fisiknya).
Tidak terjadi koalesen fasa internal, creaming dan perubahan
penampilan, bau, warna, serta sifat fisik yang lain.
Uji Stabilitas Dipercepat :
Analisis frekuensi ukuran dari emulsi dari waktu kewaktu dengan makin
duk etrsebut. Untuk emulsi yang pecah dengan cepat, penyelidikan
mikroskopik dari fase dalam yang terpisah sudah cukup.
9) Uji Sifat Aliran (Viskositas)
Menggunakan viskometer ostwald
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran
yang diberikan oleh suatu cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju
aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Viskositas ostwald digunakan
untuk menentukan laju aliran kuat kapiler. Pada viskositas ostwald yang diukur
adalah waktu yang diperlukan oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir
melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri.
Viskositas ostwald digunakan untuk untuk menentukanviskositas dengan nilai
tinggi (kental).
10) Uji Mikrobiologi
Uji Angka Lempeng Total
Metode ini digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil
dalam sampel makanan, minuman,kosmetik, dan obat tradisional.
Prosedur
1. Homogenisasi sampel
Dilakukan dengan cara prosedur homogenisasi sampel sesuai jenis
sampel sehingga diperoleh suspensi sampel dengan konsentrasi 10-1
dalam pengencer yang sesuai.
2. Pengenceran
Dari suspensi pengenceran 10-1 dipipet 1 mL ke dalam tabung berisi 9 mL
pengencer pertama dikocok homogen hingga diperoleh suspensi
pengenceran 10-2. Pengenceran dilanjutkan dengan cara yang sama hingga
diperoleh suspensi dengan pengenceran sesuai dengan yang diperlukan
(dua digit di bawah syarat SNI).
3. Inokulasi dan Inkubasi
Dari tiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri steril masing-
masing dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri yang telah dimasukkan
sampel, dituangkan 15 – 20 mL media PCA cair suhu ± 45°C yang telah
ditambahkan pereaksi TTC, segera cawan digoyang dan diputar
sedemikian rupa sehingga suspensi tercampur merata dalam media
kemudian dibiarkan memadat. Untuk mengetahui sterilitas media dan
pengenceran dibuat uji kontrol (blanko). Pada satu cawan diisi 1 mL
pengencer tanpa sampel dan media agar, pada cawan yang lain diisi
media. Setelah agar memadat, cawan diinkubasi pada suhu 35 – 37 °C
selama 24 – 48 jam dengan posisi dibalik.
Kekurangan :
1. Susah dalam pembuatan krim karena krim harus tetap dalam keadaan panas
2. Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas
3. Mudah kering danmudah rusak khususnya tipe W/O karena terganggu
sistem campuran terutama disebabkan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.
BAB III
METODELOGI
3.1 FORMULASI SEDIAAN
gliserin - 10 g - 11 g pelembab
a. Pemerian : zat padat kemiri mengkilat menunjukan susunan hablur: putih atau
kuning pucat mirip lilin.
b. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air , larut dalam 20 bagian etanol(95) dalam
2 bagian klorofrom dan 3 bagian eter.
d. Stabilitas : bahan stabil, harus di simpan wadah di tempat sejuk dan kering.
• Gliserin
a. Pemerian : cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna , rasa manis hanya boleh berbau
khas lemah.
b. Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol , tidak larut dalam
klorofrom dalam eter dalam minyak dan dlm minyak menguap.
d. Stabilitas : gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi
pada suasana kondisi di luar penyimpanan biasa tetapi terurai pada pemanasan .
• Cetyl alkohol
a. Pemerian : bentuk sepert lilin, serpihan berwarna putih, granul. Memiliki bau khas
lemah
b. Kelarutan : sangat mudah larut dalam etanol (95) eter. Tidak larut dalam air. Larut jika
dilelehkan dengan lemak
d. Stabilitas : stabil dengan asam , alkali cahaya dan udara tidak manimbulkan bau
tengik.
a. Pemerian : kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih , tidak berbau, rasa sedikit
membakar.
c. Kelarutan : larut dalam 400 bagian air larut dalam 10 bagian eter, sedikit larut dalam
etanol,60 bagian gliserin.
• Nipasol/ propilparaben
a. Pemerian : berwarna putih , bentuk kristal tidak berbau tidak berwarna dan tidak
berasa
b. Kelarutan mudah larut dalam aseton, dalam eter dalam air bagian etanol 95%
c. Kelarutan : larut dalam minyak , pelarut organik, tidak larut dalam air
a. Pemerian : berbau kadang terasa pahit berupa cairan minyak berwarna kuning.
b. Fungsi pengemulsi, surfaktan nonionik
c. Stabilitas : stabil dengan adanya elektrolit , asam lemah dan basa lemah
• Aqua dest
c. pH : antara 5- 7
a. Penyiapan ekstrak
100 gram serbuk simplisia pegagan di rendam dalam 7,12 L larutan etanol 96 % dlm
1 hari
Fase minyak (asam stearat,cetil alkohol , span 60 , nipasol) dan fase air ( tween 80 ,
gliserin,nipagin dan aquadest ) masing – masing dipanaskan di atas penanggas air
dengan suhu 70 C hingga melebur sempurna.
Fase minyak di tambahkan ke dalam fase air , di aduk ad homogen diamkan hingga
dingin terbentuk masa krim.
Dimasukkan ekstrak etanol herba pegagan dalam mortir kemudian tambahakan basis
krim sedikit demi sedikit hingga homogen
PEMBAHASAN
Pada pembuatan krim ini , sediaan kosmetik yang dibuat adalah krim antijerawat. Krim
adalah sediaan setengah padat, mengandung satu atau dua lebih bahan obat terlarut terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi
mikrokristal asam –asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, dapat di cuci dengan
air dan ditunjukkan terutama sebagai kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan
untuk pemberian obat melalui vaginal.
Pembuatan krim memerlukan zat ppengemulsi. Zat pengemulsi yang biasa digunakan berupa
surfaktan anionik kationik dan nonionik. Untuk emulsi air dalam minyak dapat digunakan
sabun polivalen , span, adeps lanae, natrium laudryl sulfat , kuning telur , gelatinum , keseum,
CMC. Sediaan membutuhkan zat pengemulsi, krim juga membutuhkan penstabil. Bahan
penstabil yang dapat digunakan adalah zat antioksidan dan zat pengawet yang bisa digunakan
ialah nipagin dan nipasol/
Teknik pembuatan krim secara umum ada dua yaitu , pertama dilakukan pencampuran dengan
peleburan (metode fusion ) zat pembawa dan zat berkhasiat di bawa bersama ( harus
diperhatikan stabilitas zat aktif terhadap suhu) kedua dilakukan pencampuran titrasi ( metode
triturasi) zat aktif tidak larut di campur sedikit basis , dilanjutkan dengan penambahn sisa
basis, atau zat aktif dilarutkan dalam larutan organik terlebih dahulu. Kemudian di campur
basis yang digunkan.
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan krim antijerawat ini adlah ekstrak etanol
pegagan. Tripenoid dari pegagan diklam berpotensi sebagai anti bakteri , antijamur dan
antioksidan. Senyawa golongan tripenoid bereaksi dengan porin pada membran luar dinding
sel bakteri membentuk ikatan polimer yang kuat sehinggamengakibatkan rusaknya porin.
Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi
pemeabilitas dinding sel sehingga pertumbuhan bakteri terhambat dan mati. Falvoniod juga
menyebkan perubahan pada membran sel bakteri , ini menyebabkan pembengkakan sel
bakteri dan kahirnya membran sel bakteri pecah. Salah satu seyawa yang terhadap pada
minyak atsiri pegagan adalah fenol. Mekanisme kerja fenoldalam membunuh sel bakteri yaitu
dengan cara mendenaturasi proteinsel bakteri.akibat terdenaturasinya protein sel bakteri maka
semua aktivitas metabolisem sel bakteri terhenti, sebab semuaaktivitas metabolisme sel
bakteri dikatalis oleh enzim yang merupaka protein.
Pengambilan ekstrak etanol dari pegagan dilakukan secara meserasi menggunakan etanol
selama 1 hari, etanol dipilih sebgaia pelarut karena komponen senyawa yang terkandung
dalam pegagan ada bersifat polar ataupun nonpolar. Untuk menarik kedua senyawa tersebut,
perlu dilakukan ekstraksi dengan pelarut yang bersifat universa. Etanol merupakan pelarut
yang mampu melarutkan senyawa polar maupun nonpolar
BAB V
KESIMPULAN
Krim yang baik menurut Formularium Kosmetik Indonesia harus memiliki kriteria :
1. Mudah dioleskan merata pada kulit.
2. Mudah dicuci besih dari daerah lekatan.
3. Tidak menodai pakaian.
4. Tidak berbau tengik.
5. Bebas partikulat keras dan tajam.
6. Tidak mengiritasi kulit.
7. Dalam penyimpanan, harus memiliki sifat sebagai berikut :
- Harus tetap homogen dan stabil.
- Tidak berbau tengik.
- Bebas partikulat keras dan tajam.
- Tidak mengiritasi kulit.
Komponen Sediaan
Hasil Formulasi
2. Indikator pH 5-7 6
Horizontal 3,9
cm
Vertical 3,7
cm
Diagonal 3,8
cm
Beban 20 gram
Horizontal 4,0
cm
Vertical 4,1
cm
Diagonal 4,2
cm
Dalam sebuha sediaan tentunya di perlukan standart atau parameter penilaian apakah
sediaan tersebut telah memenuhi spesifikasi yang diinginkan atau tidak. Oleh karena itu
dilakukan beberapa pengujian krim :
Uji yang dilakukan meliputi penampilan, warna dan bau secara visual.
Oleskan sediaan krim pada kertas indicator. Dan diperoleh ph 6. Hal ini berarti pH
sediaan krim yang kami buat sesuai dengan Kriteria yang diinginkan dan dapat masuk
rentang pH 5-7.
3. Uji homogenitas
Parameter Pengamatan
Sebaran warna Merata
Pemisahan fase Tidak terjadi
Kesimpulan Memenuhi syarat
homogenitas
4. Uji kelengketan
krim
Alat : Pelat kaca
Ambil sejumlah krim, Letakkan pada alat uji kelengketan. Beri beban sebesar 80 gram .
Hitung waktu terlepasnya kedua lempeng alat uji setelah di beri beban pelepasan sebesar 80
gram.
6. Uji stabilitas
pemeriksaan stabilitas terhadap suhu dilakukan pada 2 kondisi. Untuk suhu di bawah 0
derajat C sebanyak 20 gr krim dimasukkan kedalam wadah krim kemudian letakkan dalam
lemari es dengan temperatur -4 derajat C. dibiarkan selama 24 jamlalu keluarkan setelah itu
amati apakah terjadi pemisahan atau tidak. Untuk suhu kamar biarkan selma 2- 3 bulan pada
suhu kamar kemudian amati terjadinya pemisahan.
8. Uji iritasi
0,1 gr krim dioleskan di lengan bagian dalam kemudian di tutupi dengan kain kasa dan
plester setelah itu di lihat gejala yang di timbulkan setelah 24 jam pemakaian. Uji iritasi ini
dilakukan pada 6 orang selama tiga hari berturut turut.
1. Metode pengenceran
ambil 1 gram sediaan kemudian diencerkan dengan air dalam botol vial apabila sediaan larut makan
sediaan tipe 0/W
Pengamatan Terlarut
Kesimpulan Tipe minyak dalam air
2. Metode pewarnaan
ambil 1 gram sediaan kemudian ditetesi dengan metilen blue
bila sediaan berwarna biru maka sediaan termaksud tipe o/ w
Kesimpulan
Formulasi digunakan dalam pembuatan sediaan krim anti jerawat ini yaitu :
Zat Formula Fungsi
kelompok
Water Ad 100 Pelarut
Hasil Formulasi :
2. Indikator pH 5-7 6
Horizontal 3,9
cm
Vertical 3,7 cm
Diagonal 3,8
cm
Beban 20 gram
Horizontal 4,0
cm
Vertical 4,1 cm
Diagonal 4,2
cm
DAFTAR PUSTAKA
- Tranggono, R.I.S, dan Latifah, Fatma, 2007, ‘Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik’, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama
- Emerson GW and Strauss .IS. Acne and Acne Care. Arch Dermatol. 1972; 105 : 407
— 11.
- Selfie P. J. 2015. Pembuatan Salep Anti Jerawat dari Ekstrak Rimpang Temulawak.
Skripsi Jurusan Farmasi, Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado.
- Anonim, 1995., Departemen Kesehatan Republik Indonesia, , Farmakope Indonesia,
Edisi IV. Dirjen POM Depkes RI, Jakarta.
- Rika Yulianti. 2015. Formulasi Krim Anti Jerawat Kombinasi Ekstrak Daun Sirsak
dan Jambu biji. Skripsi Fakultas Farmasi S1, STIKES BTH. Tasikmalaya.
- Deni Anggraini. Formulasi Krim Serbuk Getah Buah Pepaya Sebagai Anti Jerawat.
Universitas Andalas. Padang.
- Nur Hatidjah, dkk. 2012. Formulasi Krim Rumput Laut Sebagai Anti Jerawat.
Universitas Haluoleo. Kendari.
LAMPIRAN