Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

TINJAUAN TEORI KEJANG DEMAM

1.1 Pengertian
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden, 2002).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai > 38 ºc), kejang demam dapat terjadi karena proses
intrakarnial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Nanda, 2013).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam (Mansjoer, 2001).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >380C). Kejang demam dapat terjadi karena proses
intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan s/d. 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan
(IDAI, 2004).

1.2 Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor
otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit
dan gejala putus alkohol dan obat, gangguan metabolik, uremia, overhidrasi,
toksik subkutan dan anoksia serebral.
1) Intrakranial
Kelainan bawaan, infeksi, trauma/ perdarahan, asfiksia
2) Ekstrakranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipoksemia, gangguan elektrolit.
Toksik : Sindrom putus obat
Infeksi ekstrakranial : misalnya OMA dan ISPA
3) Idiopatik
Kejang neonatus, kejang hari ke lima
1.3 Manifestasi Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
1.3.1 Kejang parsial ( fokal, lokal )
1.3.1.1 Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut
ini:
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
2) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
1.3.1.2 Kejang parsial kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

1.3.2 Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )


1.3.2.1 Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
1.3.2.2 Kejang mioklonik
1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot
yang terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
1.3.2.3 Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini berupa pergerakan
tonik satu ekstermitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi
lengan dan tungkai yang menyerupai deserbasi atau ekstensi tungkai dan
fleksi lengan bawah dengan bentuk dekotikasi.
1.3.2.4 Kejang Klonik
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
permulaan fokal dan multifokal yang berpindah – pindah. Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik terlokalisasi dengan baik, tidak
disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti dengan fase tonik.
1.3.2.5 Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

1.4 Komplikasi
1) Aspirasi
2) Asfiksia
3) Retardasi mental
4) Kerusakan sel otak
5) Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih
dari 15 menit dan bersifat unilateral
6) Kelumpuhan
1.5 Patofisiologi
Infeksi ekstrakranial, infeksi bakteri, kelainan bawaan : suhu tubuh meningkat

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na dan K berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih melalui


neurotransmitter ke seluruh tubuh

Kejang

parsial umum

sederhana kompleks absens mioklonik tonik klonik atonik

Kesadaran Ggn peredaran Aktivitas otot


darah
Metabolisme
Koordinasi Reflek hipoksi
otot menelan
Kebutuhan Hipertermia
Permeabilitas
Resiko Tinggi aspirasi O2
kapiler
Cidera Sel neuron
asfiksia Ketidakefektifan
otak rusak
Termoregulasi
Retardasi mental Resiko
tinggi
kejang
berulang
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium dan sangat
sulit dilalui oleh ion Natrium dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida.
Akibatnya konsentrasi Kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Natrium
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran
ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler,
rangsangan yang datang mendadak, misalnya mekanisme kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi ion Kalium maupun Natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

1.6 Uji Laboratorium dan Diagnostik


1) Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu
menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2) Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif
dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3) Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna
untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT
4) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

5) Uji laboratorium
(1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
(2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
(3) Panel elektrolit
(4) Skrining toksik dari serum dan urin
(5) GDA
(6) Kadar kalsium darah
(7) Kadar natrium darah
(8) Kadar magnesium darah

1.7 Penatalaksanaan Medis


1) Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke-2 masih kejang diberikan suntikan ke-3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan
penunjang :
(1) Semua pakaian ketat dibuka
(2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
(3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
(4) Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
3) Pengobatan rumat
(1) Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipiretika. Profilaksis ini diberikan sampai
kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana
yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
(2) Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan :
- Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
- Kejang demam yang mempunyai ciri :
a) Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral
palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
b) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal
atau diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
c) Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetic
d) Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan

7) Mencari dan mengobati penyebab


Dilakukan pemereiksaan cairan serebrospinal untuk mengetahui
kemungkinan meningitis terutama pada pasien dengan kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal
hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis. Misalnya bila kejang
demam berlangsung lama.

Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis yaitu :
1) Profilaksis intermitten saat demam, pada kasus ini diberikan diazepam
secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat
pasien demam
2) Profilaksis terus menerus. Profilaksis ini berguna ubtuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakkan
otak, tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari.

1.8 Pengkajian
1.8.1 Data Subyektif
1) Biodata/identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
2) Riwayat penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah
betul ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak, ada tidaknya demam yang menyertai
kejang.
Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
morbili, dan lain-lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalam serangan kejang ini, ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang
selaput otak, OMA, dan lain-lain.
4) Riwayat kehamilan dan persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan, atau dengan
tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksia, dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
5) Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapatkan imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang
dapat menimbulkan kejang.
6) Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan, yang meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25% penderita kejang
demam mempunyai faktor keturunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang
dapat mencetuskan terjadinya kejang demam?
8) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak? Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebaya?
9) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit,
penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
10) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak? Makanan
apa saja yang disukai dan yang tidak disukai? Bagaimana selera makan
anak? Berapa kali minum, jenis, dan jumlahnya per hari?
11) Pola eliminasi
BAK : Ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau dan apakah terdapat darah?
Serta apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : Ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?
12) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak sering bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai?
Pola tidur/istirahat :
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam
berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?

1.8.2 Data Obyektif


1.8.2.1 Pemeriksaan umum (Cory S, 2000; 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan
suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti
sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

1.8.2.2 Pemeriksaan fisik


a) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau mikrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, yaitu ubun-ubun
besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?
b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
c) Muka/wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trismus? Apakah ada gangguan
nervus kranial?

d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva?
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
g) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cyanosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi?
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat?
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis?
j) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostae? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan?
k) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan? Adakah bradikardia atau takikardia?
l) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar?
m) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat udema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
n) Ektremitas
Apakah terdapat udema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?

o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk, udema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi?

1.9 Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi


1.9.1 Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan peningkatan
metabolisme, hipertermia
Batasan karakterisitik :
1) Mayor (harus terdapat)
Suhu > 37,5 º C
Akral teraba panas, hangat
2) Minor ( Mungkin terdapat)
Kulit memerah
Peningkatan kedalaman pernafasan
Malaise
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam peningkatan suhu
tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
- Suhu dalam batas normal (36 – 37,5 o C)
- Anak bebas demam
- RR : < 40 x/mnt , N : 60-100 x/mnt
Intervensi :
1) Observasi adanya faktor-faktor yang memperberat risiko
hipertermia
R: Mencegah terjadinya risiko peningkatan suhu tubuh
2) Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu) secara berkala/
sewaktu-waktu diperlukan
R: Peningkatan suhu tubuh diawasi untuk menentukan intervensi
3) Berikan kompres air hangat
R: Merangsang vasodilatasi pori-pori, merangsang pengeluaran
keringat dan mengurangi panas tubuh.
4) Berikan/ anjurkan memakai pakaian yang tipis dan menyerap
keringat
R : Dapat membantu menyerap keringat
5) Atur suhu/ sirkulasi udara ruangan.
R : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kelembaban
tinggi akan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat antipiretik


dan pengobatan lain yang sesuai
R: Efek obat diharapkan dapat menurunkan panas
1.9.2 Resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam klien
tidak mengalami kejang selama hipertermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang berulang
2. Suhu 36,5-37,5oC (bayi), 36-37,5oC (anak)
3. Nadi 110-120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30-40 x/menit (bayi), 24-28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana tindakan :
1) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam.
Rasional :
Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
2) Observasi tingkat kesadaran
Rasional :
Fase kejang biasanya diikuti penurunan kesadaran
3) Berikan ekstra cairan dan kalori (susu, sari buah, dan lain-lain)
jika memungkinkan, pastikan intake cairan melalui terapi infus
Rasional :
Saat demam, kebutuhan cairan tubuh meningkat. cairan dan kalori
adekuat menurunkan panas dan mencegah kejadian kejang berulang.
4) Batasi aktivitas selama anak panas.
Rasional :
Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas,
meningkatkan resiko kejang.
5) Berikan antikonvulsan dan pengobatan sesuai advis.
Rasional :
Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai profilaksis,
menurunkan resiko kejang.

1.9.3 Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kurangnya koordinasi


otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam tidak
terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
- Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang
- Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang
Rencana tindakan :
1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat
tidur yang rendah.
Rasional :
Meminimalkan injuri saat kejang.
2) Tinggallah bersama klien selama fase kejang.
Rasional :
Meningkatkan keamanan klien.
3) Berikan tongue spatel di antara gigi atas dan bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko trauma pada mulut.
4) Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional :
Membantu menurunkan resiko injury fisik pada ekstremitas ketika
kontrol otot volunter berkurang.
5) Catat tipe kejang (lokasi, lama) dan frekuensi kejang.
Rasional :
Membantu menurunkan lokasi area serebral yang terganggu.
6) Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang.
Rasional :
Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.
1.9.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
keterbatasan informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam
pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
- Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya
- Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan
- Keluarga mentaati setiap proses keperawatan
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga
2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
3) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
4) Berikan health education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang demam, antara lain :
a. Jangan panik saat kejang.
b. Baringkan anak di tempat yang rata dan lembut.
c. Kepala dimiringkan.
d. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang
basah, lalu dimasukkan ke mulut.
e. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar, segera
minumkan obat, tunggu sampai keadaan tenang.
f. Jika suhu tinggi saat kejang, lakukan kompres dingin dan
beri banyak minum.
g. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional :
Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri
dalam mengatasi masalah kesehatan.
5) Berikan health education agar selalu sedia obat penurun panas,
bila anak panas.
Rasional :
Mencegah peningkatkan suhu tubuh lebih tinggi dan serangan kejang
berulang.
6) Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi
dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit
menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional :
Sebagai upaya preventif serangan ulang.
7) Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
menderita kejang demam.
Rasional :
Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat
menyebabkan kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA

Betz & Sowden, (2002). Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC.

Carpenitto, Linda Juall, (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek


Klinis. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Darto Suharso, (1994). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan Infomedika


IDAI (2004). Kesehatan Anak. Infomedika , Jakarta
Marilyn E., Doengus, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ketiga.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta :
Media Aesculapius.
Nanda, (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Professional.
Yogyakarta. Media Ation Puplishing.
Ngastiyah, (1997). Perawatan Anak sakit. Jakarta : EGC.
BAB 2
TINJAUAN KASUS

Nama Mahasiswa : Kili Astarani


NIM : B2.09.32
Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2010
No. Register : 10-05901
Ruang : 212-3

2.1 Pengkajian
1.1.1 Biodata
Nama Pasien : An. R
Alamat Pasien : Gampengrejo – Kediri
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 1 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : -
Suku Bangsa : Jawa
Penanggung Jawab : Ayah

1.1.2 Keluhan Utama


± 2 hari ini badan panas naik turun, kemarin kajang 1 kali ± 3 menit

1.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang


Ibu pasien mengatakan sudah 2 hari ini badan panas, batuk dan pilek,
muntah 2 kali. Siang harinya, An. R kejang 1 kali ± 3 menit, mata
melotot, kaku pada ektermitas atas dan bawah.

1.1.4 Riwayat Kesehatan Yang Lalu


1) Prenatal :
Gravida I, ANC di bidan sebanyak 8 kali. Sewaktu hamil per
trimester, ibu tidak pernah mengalami infeksi atau sakit panas. Tidak
ada riwayat trauma, perdarahan per vaginam, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. An. R dikandung oleh ibu selama 9
bulan.
2) Natal :
Lahir bayi perempuan dengan spontan vertex, langsung menangis
keras. Lahir dengan berat badan 2700 gram, dan panjang badan 49
cm.
3) Post natal (neonatus) :
Segera menangis setelah lahir. Selama neonatal, An. R mau menetek,
tidak pernah mengalami panas, diare, muntah ataupun kejang-kejang.
4) Infant (1 bulan – 1 tahun) :
An. R hanya pernah sakit batuk pilek biasa. Imunisasi dasar yang
sudah didapatkan adalah BCG, DPT, polio, campak, Hepatitis B.
Setelah diberi imunisasi DPT, An. R tidak pernah mengalami panas
karena langsung diberi obat penurun panas.
5) Toddler (1-3 tahun) :
An. R minum ASI sampai berumur sampai sekarang, ibu pasien
mengatakan An. R tidak pernah mengalami sakit sebelumnya.

1.1.5 Pertumbuhan dan Perkembangan


1) Perkembangan
Motorik halus :
6. An. R dapat menggambar garis
7. An. R dapat membuat tumpukan benda-benda sehingga
menghasilkan menara
Motorik kasar :
8. An. R dapat dapat berdiri dengan 1 kaki selama 1 detik
9. An. R dapat melempar bola
Kemampuan berbahasa :
10. An. R dapat menyusun dua kata
11. An. R dapat bicara sebagian dimengerti
12. An. R dapat menyebutkan satu gambar
Kemampuan kognitif :
13. An. R dapat megenali anggota keluarganya
14. An. R dapat menunjuk bagian badan
Perkembangan sosial :
15. An. R dapat memakai baju dengan sedikit bantuan ibunya
16. An. R dapat bermain dengan anak seusianya
2) Pertumbuhan
Tinggi badan : 76 cm
Berat badan : 6,8 kg
Lingkar kepala : 44 cm
Lingkar dada : 39 cm
Panjang badan : 76 cm
Lingkar lengan atas : 13 cm

1.1.6 Imunisasi
1 bulan : Hepatitis 1, Polio 1, BCG
3 bulan : DPT 1, Polio 2
5 bulan : DPT 2, Polio 3
7 bulan : DPT 3, Polio 4

1.1.7 Riwayat Kesehatan Keluarga


1) Penyakit yang pernah atau masih diderita keluarga :
Anggota keluarga An. R tidak ada yang menderita penyakit syaraf,
penyakit menular, dan penyakit keturunan.
2) Struktur keluarga :

Keterangan :
: Laki – laki : Hubungan suami istri
: Perempuan : Tinggal serumah

2 : Pasien

3) Fungsi keluarga :
Keluarga berfungsi sebagai pelindung dan pendidik bagi An.R. Peran
ibu sebagai pengasuh anak tidak terganggu, karena ibu tidak bekerja
sehingga bisa sepenuhnya mengasuh An. R

1.1.8 Mental Psikologi


1) Pola interaksi
Anak hanya dapat berinteraksi dengan orang tua dan keluarga. Anak
kurang kooperatif dengan orang lain yang tidak dikenal.
2) Pola kognitif
Anak bersedia diberi tindakan keperawatan dengan diberi penjelasan
terlebih dahulu.
3) Pola emosi
Anak sering menangis bila didekati oleh perawat/dokter atau orang
yang belum dikenal.
4) Konsep diri
Anak selalu dekat dengan orang tua, tidak mau dirawat oleh orang
lain.
5) Pola pertahanan keluarga
Orang tua menganggap kesehatan keluarga itu sangat penting,
sehingga bila ada anggota keluarga yang mengalami sakit maka akan
segera diperiksakan ke dokter.

1.1.9 Sosial
1) Kultural
Pasien bersuku bangsa Jawa, berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia.
2) Pola interaksi
Keluarga An. R mau bersosialisasi dengan orang lain.
3) Lingkungan rumah
Rumah berada di lingkungan desa Kejuron, Gampengrejo, dengan
keadaan lingkungan yang bersih, memiliki halaman yang cukup luas
sebagai tempat bermain.
1.1.10 Spiritual
1) Anak
Anak mulai belajar untuk beribadah dengan bimbingan orang tua.
2) Orang tua
Orang tua beragama Islam dan menjalankan ibadah sholat.

1.1.11 Pengetahuan Keluarga


Pendidikan terakhir orang tua adalah SD. Pekerjaan orang tua buruh tani.
Ibu pasien mengatakan kurang begitu mengerti tentang sakit yang dialami
anaknya saat ini.

1.1.12 Kebutuhan Dasar Neonatus/Anak


1) Asuh (kebutuhan biomedis)
Asupan gizi cukup : meliputi karbohidrat, protein, lemak, dan
vitamin. An. R samapi sekarang (umur 2 tahun) hanya minum ASI,
air putih dan the, tidak mau susu tambahan.
Kebutuhan tempat tinggal : bersih, luas.
Pakaian : layak dan aman.
Perawatan kesehatan dini berupa imunisasi dan deteksi serta
intervensi timbulnya gejala penyakit.
2) Asih (kebutuhan emosional)
Orang tua memberikan rasa aman dengan kontak fisik dan psikis
sedini mungkin. Kebutuhan anak akan kasih sayang, diperhatikan
dan dihargai, pengalaman baru, pujian, tanggung jawab untuk
kemandirian. Tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan,
tetapi lebih banyak memberikan contoh-contoh penuh kasih sayang.
3) Asah (kebutuhan akan stimulasi mental dini)
Orang tua memberikan pembelajaran, pendidikan dan pelatihan
sedini mungkin dan sesuai mungkin.

1.1.13 Pola Aktivitas Sehari-hari


No. Pola Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit
1 2 3 4
1 Pola nutrisi :
a. Makan Makan 3 x/hari, jenis : Makan 3 x/hari, jenis :
nasi, sayur, lauk. Makan LP (lauk pauk) halus,
habis 1 porsi. habis ½ porsi.
b. Minum + 1500 cc/hari, jenis : air + 900 cc/hari, jenis :
putih, ASI. air putih, teh, ASI
2. Pola eliminasi :
a. BAB 1 x/hari dengan konsis- 3 x dengan konsistensi
tensi berbentuk ampas dan air
b. BAK + 10 x/hari Sering (An. R
memakai diapers)
3. Pola tidur Siang tidur + 2 jam. Tidur + 16 jam/hari.
Malam tidur + 10 jam
(mulai jam 20.00 – 06.00)
4 Pola aktivitas Bermain dengan teman Hanya bermain di
sebaya, menggambar, dll. sekitar tempat tidur.
5 Kebersihan diri Mandi 2x/hari. Mandi dengan diseka
(personal Keramas 1 x/hari. 2 x/hari.
hygiene) Belum keramas.

1.1.14 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum dan kesadaran :
Kesadaran composmentis, badan panas, batuk. An. R tampak rewel

Tanda-tanda vital :
Suhu : 38oC
Nadi : 120 x/menit
Napas : 28 x/menit

Pengukuran Pertumbuhan :
1. Tinggi badan : 76 cm
2. Berat badan : 6,8 kg
3. Lingkar kepala : 44 cm
4. Lingkar dada : 39 cm
5. Lingkar perut : 40 cm
6. Lingkar lengan atas : 13 cm
7. Kepala :
Bentuk simetris, UUB rata. Rambut lurus, warna kecoklatan, tidak
rontok, distribusi merata.
8. Mata :
Bola mata simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil
isokor.
9. Telinga :
Bentuk simetris, lunak, bersih, tidak terdapat nyeri tekan.
10.Hidung :
Tidak terdapat pernapasan cuping hidung, polip, dan sekret.
11.Mulut :
Bibir tidak terdapat sariawan, warna mukosa bibir merah muda dan
kering.
Lidah bersih, tidak terdapat sariawan.
Gigi tumbuh 4 (2 atas, 2 bawah).
Faring, tonsil hiperemi, tidak edema, tidak terdapat abses/eksudat.
12.Leher :
Tidak terdapat pembesaran vena jugularis, dan tidak terdapat massa
pada kelenjar getah bening.
13.Dada :
Inspeksi : dada mengembang bersama antara dada kanan dan
kiri. Frekuensi napas 28 x/menit.
Palpasi : simetri
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, inspirasi > ekspirasi, tidak
terdapat suara napas tambahan (seperti ronchi,
wheezing, rales).
14.Jantung :
Iramanya teratur, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.

15.Abdomen :
Inspeksi : Perut agak membuncit, tidak terdapat distensi abdomen.
Umbilikus bersih.
Auskultasi : Bising usus terdengar 24 x/menit.
Perkusi : Terdengar timpani pada seluruh bagian abdomen.
Palpasi : Tidak terdapat massa dan nyeri tekan. Tidak terdapat
pembesaran lien dan hepar.
16.Lengan :
Bersih, tidak terdapat luka, massa, edema atau paralise. Suhu axila
38oC.
17.Punggung :
Tidak terdapat massa, bentuk lurus (tidak ada skoliosis, lordosis, dan
kifosis).
18.Genetalia :
Bersih.
19.Pinggul, bokong dan anus :
Bokong tidak terdapat ruam popok.
Anus bersih, tidak terdapat hemoroid.
20.Tungkai dan kaki :
Simetris, reflek hammer +/+, berjalan tegak dengan kedua kaki.

1.1.15 Tes Diagnostik


1) Kimia darah (tgl 14 Juni 2010)
Sadium (Na) 134 mEq/L 136-145 mEq/L
Kalilum (K) 3.86 mEq/L 3.6 -5.0 mEq/L
Chlorides 110 mmol/L 96 – 110 mmol/L
2) CBC (tgl. 14 Juni 2010)
WBC 4.5 K/µL 103/µL 4.1 – 10.9
RBC 4.47 mg/dL 106/µL 4.2 – 6.30
HGB 10.8 mg/dL g/dL 12.0-18.0

HCT 32.6 mg/dL % 37.0-51.0


MCV 68.7 L fL 80.0-97.0
MCH 22.8 L ρg 26.0-32.0
MCHC 33.1 g/dL 31.0-36.0
RDW 17.1 % 11.5-14.5
PLT 467 K/µL 103/µL 140 – 440
(%) (103/µL) (%)
LY 5.1 35.4 10.0-58.0
GR 8.5 58.4 37.0-92.0

1.1.16 Terapi Medis


1) Infus Kaen 4B 28 cc/jam
2) Yekadryl 4 cc Tid
3) Erytromycin 2,5 cc Tid
4) Oradexon 1,5 mg IV q 8 jam/hr
5) Diazepam 2 mg Tid PO bila dan selama panas
6) Dazepam 2 mg IV prn kejang maksimal 3x selang 5 menit
7) Paracetamol 4 cc q 5 jam / hr lalu bila panas
8) Curvit 4 cc/hr
9) Ambroxol ¼ (2½ tab)
10) GG ¼ (2½ tab)
11) Salbutamol 1 mg (2½ tab @ 4 mg) Tid (Puyer)
12) Nasafed ¼ (2 tab)
13) Glukosa
14) Cefotaxim 200 mg IV q 8 jam
2.2 Analisa Data
No Data Interpretasi Diagnosis
. (Patofisiologi) keperawatan
1. Data subyektif : Infeksi Gangguan rasa
Orang tua mengatakan badan ↓ nyaman
anaknya panas berhubungan
Hipertermi
Data obyektif :
↓ dengan hipertermi
17. An.R rewel
18. Batuk Ggn.keseimbangan membran
19. Akral panas sel neuron
20. Suhu 38oC

21. Nadi 120 x/menit
22. Napas 28 x/menit Difusi Na-K berlebih
23. TD 100/60 mmHg ↓
Depolarisasi membran dan
2. Data subyektif : Kurang
24. Ibu pasien lepas muatan listrik berlebih pengetahuan
mengatakan badan An.R ↓ berhubungan
panas dan disertai kejang Kejang dengan
1x + 3 menit
↓ keterbatasan
25. Ibu pasien
mengatakan kurang begitu Aktivitas otot ↑ informasi
mengerti tentang sakit yang ↓
dialami anaknya saat ini. Metabolisme tubuh ↑
26. Ibu pasien

mengatakan hanya lulusan
SD Suhu tubuh makin ↑
Data obyektif ↓
27. Ibu pasien banyak Gangguan rasa nyaman
bertanya tentang sakit yang
dialami anaknya.
3. Keterbatasan informasi Potensial terjadi
Data Subyektif : ↓ kejang berulang
Ibu pasien mengatakan berhubungan
Kurang Pengetahuan
badan An.R panas dan
dengan hipertermi
disertai kejang 1x + 3 menit
Data obyektif :
28. Akral panas Potensial kejang berulang
29. Kesadaran
composmentis
30. Suhu 38oC
31. Nadi 120 x/menit
32. Napas 28 x/menit
33. TD 100/60 mmHg

2.3 Diagnosa Keperawatan


1) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi.
2) Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan
informasi
3) Potensial terjadi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.
2.4 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan
No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
.
1. Gangguan rasa nyaman Rasa nyaman terpenuhi. 1. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan 1. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan
berhubungan dengan Kriteria hasil : pasien banyak minum sesuai toleransi. tubuh meningkat.
hipertermi 34. Anak tidak rewel 2. Batasi aktivitas fisik selama anak panas 2. Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme tubuh
35. Kesadaran compos- sehingga suhu tubuh juga meningkat.
mentis 3. Atur sirkulasi udara ruangan. 3. Penyediaan udara bersih dan segar
36. Suhu 36-37oC mempengaruhi suhu badan.
37. Nadi 100-110 4. Anjurkan untuk menggunakan pakaian 4. Proses hilangnya panas akan terhalangi oleh
x/menit tipis dan terbuat dari kain katun. pakaian yang tebal dan tidak dapat menyerap
38. Napas 24-28 keringat.
x/menit 5. Pertahankan suhu tubuh normal. 5. Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggi
akan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
6. Ajarkan pada keluarga tentang pemberian 6. Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu
kompres hangat pada kepala/ketiak. bahan perantara
7. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, 7. Pemantauan tanda-tanda vital yang teratur dapat
napas, TD) tiap 4 jam. menentukan perkembangan kepera-watan
selanjutnya.
8. Kaji faktor-faktor terjadinya hipertermi. 8. Mengetahui penyebab terjadinya hipertermi
karena penambahan pakaian/selimut dapat
menghambat penurunan suhu tubuh.
Perencanaan
No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
.
2. Kurang pengetahuan Pengetahuan keluarga 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga 1. Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga
keluarga berhubungan bertambah tentang penyakit tentang kejang demam
dengan keterbatasan anaknya. 2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan 2. Menambah informasi keluarga tentang
informasi Kriteria hasil : akibat kejang demam penyebab kejang demam
39. Keluarga tidak sering 3. Berikan HE tentang cara menolong anak
bertanya tentang penyakit kejang dan mencegah kejang demam, antara 3. Sebagai upaya alih informasi dan mendidik
keluarga agar mandiri dalam mengatasi
anaknya lain :
masalah kesehatan.
40. Keluarga mampu a. Jangan panik saat kejang.
diikutsertakan dalam b. Baringkan anak di tempat yang rata dan
proses keperawatan lembut Kepala dimiringkan
41. Keluarga mentaati c. Pasang gagang sendok yang telah
setiap proses keperawatan dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
d. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar,
segera minumkan obat, tunggu sampai
keadaan tenang.
e. Jika suhu tinggi saat kejang, lakukan
kompres dingin dan beri banyak minum.
f. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang
lama.
4. Berikan HE agar selalu sedia obat 4. Mencegah peningkatkan suhu tubuh lebih
penurun panas, bila anak panas. tinggi dan serangan kejang berulang.

Perencanaan
No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
.
5. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak 5. Sebagai upaya preventif serangan ulang.
terkena penyakit infeksi dengan menghindari
orang atau teman yang menderita penyakit
menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan
suhu.

3. Potensial terjadi kejang Klien tidak mengalami 1. Berikan kompres air hangat. 1. Perpindahan panas secara konduksi,
berulang berhubungan kejang selama hipertermi pori-pori mengalami vasodilatasi yang
dengan hipertermi. Kriteria hasil : memper-cepat proses penguapan.
42. Tidak terjadi 2. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, 2. Saat demam, kebutuhan cairan tubuh
serangan kejang berulang dll) dan cairan parenteral sesuai advis. meningkat sehingga cairan dibutuhkan untuk
43. Akral hangat mengganti cairan tubuh yang hilang.
44. Kesadaran compos- 3. HE / pendidikan kesehatan kepada 3. Keluarga dapat memberikan pertolongan
mentis keluarga tentang pemberian kompres air pertama saat anak demam dengan cara yang
45. Suhu 36-37oC hangat. efektif dan efisien.
46. Nadi 100-110 x/menit 4. Proses konveksi akan terhalang oleh
47. Napas 24-28 x/menit 4. Longgarkan pakaian, beri-kan pakaian pakaian yang ketat dan yang tidak menye-rap
48. WBC 4.0 – 10.2 tipis yang mudah menyerap keringat. keringat.
K/µL 5. Pemantauan tanda-tanda vital yang
5. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, teratur dapat menentukan perkembangan
napas, TD) tiap 4 jam. kepera-watan selanjutnya.

Perencanaan
No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian 6. Menurunkan panas pada pusat hipotalamus
antikon-vulsan dan antipiretika. dan sebagai antikonvulsan selama panas.
2.5 Implementasi Keperawatan
2.5.1 Evaluasi
No. Hari/Tgl No.DX Implementasi Evaluasi Paraf
1 Senin 1 S : Ibu An. R mengatakan badan anaknya
14-06-2010 panas
Jam 09.00 1. Memberi ekstra cairan dengan menganjurkan O : - An.R rewel
pasien banyak minum sesuai toleransi.
49. Akral panas
Jam 09.00 2. Membatasi aktivitas fisik selama anak panas
50. Suhu 38oC
Jam 09.05 3. Mengatur sirkulasi udara ruangan.
Jam 09.05 4. Menganjurkan untuk menggunakan pakaian 51. Nadi 112 x/menit
tipis dan terbuat dari kain katun. 52. Napas 24 x/menit
Jam 10.00 5. Mempertahankan suhu tubuh normal. A : Tujuan belum tercapai
Jam 10.00 6. Mengajarkan pada keluarga tentang pemberian P : Intervensi no. 1-8 dilanjutkan
kompres hangat pada kepala/ketiak.
Jam 11.00 7. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi,
napas, TD) tiap 4 jam.
Jam 11.00 8. Mengkaji faktor-faktor terjadinya hipertermi.
No. Hari/Tgl No.DX Implementasi Evaluasi Paraf
2 Senin 2 S: Ibu pasien mengatakan mengerti tentang
14-06-2010 penjelasan perawat
Jam 09.00 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga Ibu pasien mengatakan mengerti cara
Jam 10.00 2. Memberi penjelasan kepada keluarga sebab dan penanganan kejang demam
akibat kejang demam O:
Jam 10.00 3. Memberikan HE tentang cara menolong anak 53. Ibu pasien mengaggukkan kepala setelah
kejang dan mencegah kejang demam, antara lain : dijelaskan perawat
a. Jangan panik saat kejang. A: Tujuan tercapai
b. Baringkan anak di tempat yang rata dan P: Intervensi dihentikan
lembut.
c. Kepala dimiringkan
d. Pasang gagang sendok yang telah
dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke
mulut.
e. Setelah kejang berhenti dan pasien
sadar, segera minumkan obat, tunggu sampai
keadaan tenang.
Jam 10.00 f. Jika suhu tinggi saat kejang, lakukan
kompres dingin dan beri banyak minum.
Jam 10.15 g. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang
lama.
4. Memberikan HE agar selalu sedia obat penurun
panas, bila anak panas.
5. Jika anak sembuh, menjaga agar anak tidak
terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang
atau teman yang menderita penyakit menular
sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
No. Hari/Tgl No.DX Implementasi Evaluasi Paraf
3. Senin, 3 S : Ibu An.R mengatakan badan anaknya masih
14-06-2010 panas
Jam 09.30 1. Memberikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) O : - Akral panas
dan cairan parenteral sesuai advis.) 54. Suhu 38oC
Jam 10.00 2. Memberi HE / pendidikan kesehatan kepada 55. Nadi 112 x/menit
keluarga tentang pemberian kompres air hangat. 56. Napas 24 x/menit
Jam 09.05 3. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis A : Tujuan belum tercapai
yang mudah menyerap keringat. P : Intervensi no. 1,2,4,5 dilanjutkan
Jam 11.00 4. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi,
napas, TD) tiap 4 jam.
Jam 10.00 5. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antikonvulsan dan antipiretika.
2.5.2 Catatan Perkembangan
No. Hari/Tgl No.DX Implementasi Evaluasi
1. Selasa, 1 S : Ibu pasien mengatakan An. R sudah tidak panas
15-06-2010 Ibu pasien menanyakan apakah sudah boleh
Jam 09.00 1. Memberikan ekstra cairan (susu, sari buah) dan pulang
cairan parenteral (infus Kaen 4B 28 cc/jam sesuai O : - Akral dingin
Jam 09.10 advis). 60. Suhu 36,4oC
2. Memberikan pakaian tipis yang mudah menyerap 61. Nadi 100 x/menit
Jam 10.00 keringat. 62. Napas 24 x/menit
3. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian A : Tujuan tercapai
Jam 10.30 Paracetamol sirup 4 cc PO dan Diazepam 2 mg PO P : Intervensi no. 1-4 dihentikan, pasien pulang hari ini
4. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, napas)
tiap 4 jam.
STIKES RS. BAPTIS KEDIRI
HEALTH EDUCATION (HE) / PENYULUHAN KLIEN DENGAN KASUS MEDIS : KEJANG DEMAM
HE untuk diagnosa keperawatan : Resiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi Sasaran Penyuluhan : Ibu pasien
Sub Pokok Bahasan : Penanganan pertama pada anak dengan kejang Hari / Tanggal : Senin, 14 Juni 2010
Tempat : R. Anak (212-3)

TUJUAN INSTRUKSIONAL
No RINCIAN MATERI AVA EVALUASI
UMUM KHUSUS
1. Setelah diberikan Setelah diberikan HE, ibu 1. Penanganan anak dengan kejang adalah Ceramah S: Klien mengatakan sudah
HE, ibu mampu dapat : melakukan tindakan pertolongan pertama pada memahami tentang pena-
memahami tentang 1. Menjelaskan pengertian saat anak mengalami kejang. nganan pertama pada anak
penanganan pertama penanganan anak dengan 2. Tujuan penanganan anak dengan kejang adalah dengan kejang
pada anak dengan kejang agar saat mengalami kejang, anak bebas dari O: - Klien mampu menjelaskan
kejang. 2. Menjelaskan tujuan cidera dan tidak terjadi aspirasi. pengertian penanganan anak
penanganan anak dengan 3. Cara penanganan anak dengan kejang dengan kejang
kejang demam - Berikan tempat yang aman, jauh-kan - Klien mampu menjelaskan
3. Menjelaskan cara tujuan penanganan anak
penanganan anak saat dengan kejang
mengalami kejang

TUJUAN INSTRUKSIONAL
No RINCIAN MATERI AVA EVALUASI
UMUM KHUSUS
- Letakkan anak pada tempat yang datar/alas - Klien mampu menjelaskan
yang tidak keras dengan posisi badan cara penanganan anak saat
terlentang dan kepala dimiringkan ke mengalami kejang
kanan/kiri. A: Masalah teratasi
- Longgarkan pakaian yang terlalu mengikat P: Tindakan dihentikan
- Berikan kompres air hangat
- Bila sudah tidak kejang, berikan obat
penurun panas dan obat anti kejang (bila
ada)

Mengetahui, Kediri, 14 Juni 2010


Pembimbing Klinik Mahasiswa

Uswatun Khasanah, A. Md Kep Kili Astarani

Anda mungkin juga menyukai