Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM

TEKNIK MESIN IRIGASI DAN DRAINASE


PERENCANAAN IRIGASI CINCIN

MOHD. ALDO PRATAMA


J1B116006

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB II
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1.1. Objek 2 (Perencanaan Irigasi Cincin)


2.1.1. Latar Belakang
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi
besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura (sayuran dan
buah-buahan) maupun tanaman tahunan. Permasalahan ketersediaan air ini
tentunya semakin berdampak terhadap produktivitas lahan kering yang tidak
memiliki infrastruktur irigasi dan mengandalkan air hujan. Untuk
meningkatkan dan menjaga stabilitas produktivitas lahan, salah satu yang bisa
diupayakan adalah menjaga ketersediaan air untuk tanaman pada setiap musim
tanam. Hal ini membutuhkan upaya untuk menggunakan air seefisien mungkin.
Salah satu cara pemberian air secara efisien adalah dengan sistem irigasi
tetes dimana pemberian air pada tanaman secara langsung baik pada
permukaan tanah maupun di dalam tanah secara sinambung dengan debit
yang kecil. Sistem irigasi yang hemat air lainnya adalah irigasi kendi (pitcher
irrigation) yang telah dikembangkan sebagai upaya meningkatkan efisiensi
penggunaan air irigasi untuk tanaman hortikultura di Indonesia. Sistem
pemberian air secara efisien masih terus dikembangkan baik dari segi teknologi
maupun sistem manajemen penggunaan air.
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini mencoba untuk
menghasilkan emiter yang berbentuk cincin (irigasi cincin) dimana air
dirembeskan oleh bahan porus (kain) secara sircle-shapeyang ditempatkan di
bawah permukaan tanah (sub-surface irrigation) di daerah perakaran tanaman.
Rancangan emiter ini menggunakan komponen lokal dan relatif murah sehingga
diharapkan petani dengan mudah membuat sendiri dan emiter ini juga mampu
menjaga kelengasan tanah pada rentan air tersedia bagi akar tanaman dengan
meminimalisasi laju evaporasi, aliran permukaan dan perkolasi. Sehingga
diharapkan diperoleh peningkatan bobot produk persatuan unit volume air yang
dipergunakan, atau yang dikenal sebagai produktivitas air (water productivity)
secara fisik. Oleh karena itu, dilakukan praktikum irigasi cincin untuk menambah
keterampilan dan wawasan mahasiswa mengenai irigasi tetes.

2.1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum perencanaan irigasi cincin adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan pemasangan (instalasi) komponen jaringan irigasi cincin.
2. Mengoperasikan jaringan irigasi cincin.
3. Melakukan pengukuran dan perhitungan pola pembasahan emitter dan debit.

2.1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum perencanaan irigasi curah adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa mengetahui komponen dan mampu melakukan pemasangan komponen
dari irigasi cincin.
2. Mahasiswa dapat menerapkan irigasi cincin di kehidupan sehari-hari.
3. Mahasiswa mampu mengoperasikan jaringan irigasi cincin.
4. mahasiswa mengetahui cara perhitungan dari pola pembasahan emitter dan debit
dari jaringan irigasi cincin.

2.1.4. Tinjauan Pustaka


2.1.4.1. Irigasi

Gambar 1. Jaringan Irigasi


Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni
dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Sebaliknya
pemberian air yang berlebih pada tanah yang diolah itu akan meruSakkan tanaman
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Irigasi mempunyai tujuan utama untuk memberikan menciptakan keadaan
lengas tanah dalam tanah yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Pemberian air
secara sistematis pada tanah olah adalah pemberian bahan atau pemberian air secara
buatan pada tanah yang kekurangan kadar air tanah akibat adanya evaporasi dan
transpirasi atau biasa disebut dengan evapotranspirasi. Pemberian air irigasi secara
berlebihan dapat merusak pertumbuhan tanaman (Lakova, 2016).
Menurut Doloksaribu dan Lolo (2012) irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, yang meliputi
irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi
tambak. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat
dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air
tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan
membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu
per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram.
Irigasi merupakan cara pemberian air dari sumber air ke tanaman atau secara
lengkap didefinisikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari komponen yang terdiri
dari upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan, dan pengaturan air untuk
meningkatkan produksi pertanian. Secara umum irigasi didefinisikan sebagai proses
pemberian air atau penggunaan air tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan cara pemberiannya, irigasi dibedakan menjadi empat sistem yaitu
sistem irigasi permukaan (surface irrigation), curah (sprinkler), tetes (drip/trickle)
dan sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).
Menurut Biswas (2015) irigasi bertujuan untuk menyediakan jumlah air yang
dibutuhkan untuk mempertahankan rezim kelembaban tanah yang diinginkan di zona
akar tanaman. Irigasi harus dilakukan dengan biaya, tenaga, dan tenaga yang optimal.
Keuntungan dari irigasi sprinkler atas irigasi permukaan dapat diringkas sebagai
berikut:
1. Cocok untuk hampir semua tanah tingkat infiltrasi kurang dari 4cm tiap jam.
2. Cocok untuk hampir semua tanaman.
3. Cocok untuk tanah yang tidak rata. Levelling tanah tidak diperlukan.
4. Pupuk, herbisida & fungisida dapat diterapkan dalam air irigasi secara ekonomis.
5. Dapat digunakan terhadap perlindungan di musim dingin dan untuk pendinginan
tanaman di musim panas.
6. Saluran pasokan dan bund tidak diperlukan.
7. Hemat dalam air dan tenaga kerja.
8. Izin pergerakan mesin pertanian.
9. Pertumbuhan tanaman yang sehat dan hasil yang lebih tinggi.
10. Kurang serangan hama dan penyakit.

2.1.4.2. Pengertian Irigasi Cincin

Gambar 2. Irigasi Cincin


Irigasi cincin adalah sebuah sistem irigasi yang merembeskan air pada tanaman
dengan debit yang kecil di daerah perakaran tanaman sehingga dapat menjaga
kelembaban tanah dan media yang berbentuk cincin sebagai emitter. Dimensi cincin
tergantung pada luas daerah perakaran tanaman dan dari hasil analisis konduktivitas
emiter. Jenis material cincin yang digunakan memberikan peranan penting dalam
mengendalikan laju air irigasi ke dalam tanah, terutama pada karakteristik
konduktivitas hidrolikanya. Irigasi cincin menggunakan dua prinsip kerja dari irigasi
tetes dan irigasi kendi dimana sistem tetes mampu menyediakan air sesuai kebutuhan
tanaman di daerah perakaran sehingga mengurangi kehilangan air irigasi berupa
perkolasi dan limpasan (run-off) dan sistem irigasi kendi memanfaatkan media porus
untuk mengendalikan kelembaban tanah (Reskiana, 2014).
Irigasi cakram dikembangkan dengan penerapan prinsip pemberian air secara
melingkar di sekeliling tanaman atau dapat disebutkan sebagai circular shaped emitter
(Saptomo et al., 2013). Bagian dasar dari cakram memiliki bahan porus yang dapat
meresapkan air secara perlahan ke seluruh permukaan kontak antara bahan porus
dengan tanah. Hal ini berbeda dengan irigasi tetes yang memberikan tetesan kontinyu
dengan laju tertentu pada satu titik di dekat tanaman. Pada perkembangan selanjutnya
emiter melingkar dikembangan dalam bentuk cincin atau ring yang lebih diarahkan
pada irigasi bawah permukaan (Reskiana, 2014).
Pemenuhan kebutuhan air dengan metode cakram ini lebih cepat karena air
diberikan dari segala arah. Namun aliran yang tidak terkendali akan menyebabkan
pemberian air yang berlebihan. Karena itu irigasi cakram harus dapat dikendalikan,
salah satunya adalah dengan mempergunakan sistem elektromekanik yang mencakup
sensor, valve elektrik dan mikrokontroler dengan suplai daya listrik dari tenaga
matahari (Rejekiningrum dan Saptomo, 2015).

2.1.4.3. Analisa Irigasi Cincin


Analisa irigasi cincindengan mengukur debit keluaran emitter cincin.
Pengukuran dilakukan dengan mencatat perubahan tinggi air (∆h) pada tabung
mariot/tendon air pada setiap waktu kemudian dihitung debit dengan
persamaan Q = V/A. Pengukuran jarak pembasahan dilakukan dengan cara
mengukur jarak tanah yang basah terhadap emitter dengan pita ukur pada waktu
(30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 1hari) (Reskiana, 2014).
Kinerja irigasi cincin ditentukan dari kemampuan emitter cincin
merembeskan air ke zona perakaran tanaman dalam hal ini laju rembesan air
(liter/jam) dan pola pembasahan tanah pada arah horizontal dan vertikal.
Komponen irigasi cincin terdiri dari reservoir (tabung mariot) yang berfungsi
sebagai wadah penampungan air. Penggunaan tabung mariot sebagai reservoir
agar supaya air yang keluar dari tabung tekanannya sama/stabil.
Meningkatkan efisiensi sistem irigasi cincin maka diperlukan
penjadwalan irigasi dengan mempertimbangkan waktu dan interval pemberian
air irigasi yang disesuaikan dengan konduktivitas hidrolika dan kelembaban
tanah. Selain itu juga dapat diterapkan sistem pengontrolan irigasi cincin secara
otomatis untuk meningkatkan efisiensi irigasi.

2.1.4.4. Sistem Irigasi Bawah Permukaan

Gambar 3. Irigasi Bawah Permukaan


Sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation) adalah salah satu
teknologi dalam bidang pertanian yang sangat efisein dan efektif dalam memenuhi
kebutuhan air tanaman dengan cara memberikan air langsung pada tanaman sesuai
dengan kebutuhan tanaman, selain itu sistem ini merupakan sistem yang tidak
membutuhkan tenaga kerja yang banyak, hanya dibutuhkan 1 orang pekerja dalam
memberikan air irigasi pada tanaman sehinggah sangat menghemat tenaga kerja
dalam hal penyiraman tanaman (Kasiran, 2006).
Pergerakan air dalam tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi. Pergerakan
air dalam tanah, pada umumnya air bergerak dengan aliran relatif lambat atau dalam
kondisi laminer. Ada dua tujuan utama pergerakan dalam pemodelan perembesan air
ke dalam tanah.
1. Pola perembesan dilakukan untuk mengetahui bagaimana distribusi pergerakan air
dalam tanah akibat perembesan itu.
2. Pola perembesan dilakukan untuk mengetahui bagaimana distribusi laju
perembesan.
Dengan mengetahui distribusi kecepatan perembesan dalam tanah maka dapat
diperhitungkan banyaknya air yang akan merembes dan kemana arah perembesan air
tersebut.

2.1.4.5. Emitter

Gambar 4. Emitter Cincin


Emitter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emitter
mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman.
Emitter mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari emitter air keluar
menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar
pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi emitter tergantung
pada jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah. Emitter harus menghasilkan
aliran yang relatif kecil dan menghasilkan debit yang mendekati konstan. Penampang
aliran perlu relatif kecil dan menghasilkan debit yang mendekati konstan. Penampang
aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emitter (Reskiana, 2014).
Pola penyebaran air dari dinding emitterdipengaruhi oleh beda potensial
tanah tidak jenuh dan kadar airtanah. penyebaran air ke arah horisontal lebih
sedikit karena air yang bergerak ke atas tersebut terjadi pada kecepatan yang
relatif rendah. Kecepatan pergerakan air ke atas dapat diperhitungkan dari
konduktivitas hidrolik tak jenuh. Tanah pada kondisi kering menyerap air lebih cepat
dibandingkan tanah pada kondisi lembab. Besarnya laju rembesan juga
mempengaruhi jarak pembasahan tanah. semakin besar laju rembesan dari
dinding emitter, semakin jauh jarak pembasahannya.
Pemberian air yang berlebih juga mempengaruhi pola pembasahan yang
terbentuk dan kadar air tanah menjadi tinggi melebihi kadar air pada kapasitas
lapangnya. Pemberian air irigasi sebaiknya diperhatikan agar kondisi tanah selalu
pada kapasitas lapang dimana pada kondisi ini pertumbuhan tanaman dapat
optimal dan kelebihan air dapat dikurangi.
Keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang
dihasilkan emitter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi maka variasi
tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh karena tekanan
berpengaruh pada debit emitter maka semakin besar tinggi air tangki penampungan
akan semakin tinggi pula tekanan sehingga debit akan semakin besar. Alat aplikasi
yang baik harus mempunyai karakteristik debit yang rendah dan konstan, toleransi
yang tinggi terhadap tekanan operasi, tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu, dan
umur pemakaian cukup lama.
Semakin dekat jarak emitter maka semakin banyak daerah yang terbasahi.
Emitter mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari emitter air keluar
menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar
pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi emitter tergantung
pada jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah. Penampang aliran perlu
relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emitter. Emitter harus menghasilkan
aliran yang relatif kecil menghasilkan debit yang mendekati konstan.

2.1.4.6. Manfaat Irigasi Cincin


Kelebihan dari sistem irigasi bawah permukaan tanah yang menggunakan
emitter dengan konduktivitas bahan porus sebagai penetes adalah:
1. Dapat meningkatkan efisien penggunaan air
2. Bahan emitter porus mudah diperoleh dan dibuat
3. Menghemat tenaga
4. Bersifat mengurangi irigasi berlebihan
5. Memberikan keseragaman pembahasan tanah pada perakaran tanaman
6. Sederhana dan mudah dipelajari
7. Satu instalasi/rangkaian dapat digunakan untuk beberapa musim tanam.
Kekurangan sistem ini adalah diperlukan keahlian khusus dalam proses pembuatan
dan instalasi awal.

2.1.4.7. Pengelolaan Sumber Daya Air


Pengairan atau irigasi merupakan proses pemberian air pada tanah untuk
memenuhi kebutuhan tanaman. Kegiatan pengairan meliputi penampungan dan
pengambilan air dari sumbernya, mengalirkannya melalui saluran-saluran ke tanah
atau lahan pertanian, dan membuang kelebihan air keseluruh pembuangan.Pengairan
bertujuan untuk memberikan tambahan air pada air hujan dalam waktu yang cukup
dan pada waktu diperlukan tanaman. Secara umum, pengairan berguna untuk
mempermudah pengelolahan tanah, mengatur suhu tanah dan iklim mikro,
membersihkan atau mencuci tanah dari garam-garam yang larut atau asam-asam
tinggi, membersihkan kotoran atau sampah dalam saluran air, dan menggenangi tanah
untuk memberantas tanaman pengganggu dan hama penyakit (Kurnia, 2004).
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian
(2004) menyatakan bahwa pengelolaan air berperan penting dan merupakan salah
satu kunci keberhasilan peningkatan produksi pertanian di lahan kering. Penelitian
dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi teknologi pengelolaan air telah
dilaksanakan pada kurun waktu tahun 2001-2014 dan telah menghasilkan produk-
produk sebagai berikut :
1. Teknologi identifikasi potensi ketersediaan air dan neraca ketersediaan- kebutuhan
air pertanian, serta pengembangan teknologi isotop untuk identifikasi potensi air
tanah.
2. Teknologi akses dan delivery data iklim dan hidrologi dengan sistem telemetri.
3. Teknologi panen hujan dan aliran permukaan: dam parit (channel reservoir) dan
embung.
4. Teknologi desain pengelolaan air (eksplorasi, distribusi, teknik irigasi: irigasi tetes
atau drip irrigation, irigasi semprot bentuk kipas atau fan spray jet, irigasi curah
bergerak atau big gun sprinkler), otomatisasi irigasi, tampungan air mini sistem
renteng (TAMREN), jaringan irigasi hemat energi dan air, pompa air tenaga surya,
nano hydrogel untuk efisiensi air
5. Teknologi pengelolaan air pada lahan kering (Food Smart Village)
6. Perangkat lunak: MAPDAS (model aliran permukaan daerah aliran sungai).
SISDA (sistem informasi sumber daya air), OptiWaSh (optimal water sharing).
Pasokan (supply) dan kebutuhan (demand) air yang timpang dalam ruang
dan waktu merupakan salah satu kendala dalam pengelolaan lahan kering untuk
budidaya: padi, palawija dan hortikultura di Indonesia. Keterbatasan sumberdaya air
pada lahan kering iklim kering belum banyak memberi peluang dan harapan bagi
petani untuk mengembangkan budidaya tanaman secara sungguh-sungguh, sehingga
walaupun mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, lahan kering beriklim kering
seringkali terbengkalai sebagai lahan yang tidak produktif. Kondisi tersebut
memerlukan penanganan pengelolaan sumberdaya air dalam menentukan strategi
pengembangan tanaman pangan terutama berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya
air.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya air lahan kering
terutama adalah terfragmentasinya potensi sumberdaya air (air permukaan dan air
tanah) di beberapa lokasi sehingga diperlukan upaya eksplorasi, eksploitasi, dan
penyusunan desain distribusi pengelolaan air dari sumber sampai ke lahan pertanian.
Informasi potensi sumberdaya air, daerah imbuhan, dan interkonektivitas sumberdaya
air sangat diperlukan sehingga pemanfaatan sumberdaya air di lahan kering dapat
dilakukan dengan optimal dan berkelanjutan.

2.1.5. Metoda Praktikum


2.1.5.1. Waktu dan Tempat
Praktikum teknik mesin irigasi dan drainase dilaksanakan pada hari Rabu, 13
Maret 2019 dimulai pada pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai di Kampus
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi.

2.1.5.2. Alat dan Bahan


Alat dan Bahan yang digunakan dalam pratikum ini yaitu media tanam dengan
perbandingan tanah dan pupuk kandang 2:1, emitter dengan 5 jenis bahan porus yang
berbeda, pipa 3/4 “, selang bening untuk emitter cincin, kran air, drum dan polybag 5
buah, stopwatch dan meteran, gelas ukur.

2.1.5.3. Prosedur Kerja


Tahap-tahap yang dilakukan dalam pembuatan atau perencanaan irigasi cincin,
yaitu :
1. Konduktivitas Material Emitter Cincin
a. Pengukuran dilakukan dengan cara material cincin atau bahan kain dimasukkan
ke tabung/ring dengan diameter 5 cm;
b. Tabung/ring diisi air sampai batas atas penuh;
c. Kemudian air yang menetes dari bahan kain atau material porus emitter
ditampung ke wadah penampung;
d. Air yang tertampung dialirkan oleh selang kecil ke gelas ukur kemudian
mengukur penurunan muka air pada pipet ukur pada waktu (t);
e. Mencatat data dalam tabel data;
f. Pengukuran dilakukan dengan 5 kali pengulangan;
g. Menghitung konduktivitas material emitter menggunakan persamaan berikut:
K(θs) = 2,3 (a*I)/(A*t) * LOG h1/h2 (1)
Keterangan:
K(θs) = Konduktivitas hidrolik jenuh (cm/detik)
a = Luas permukaan buret (cm2)
l = Tinggi/tebal sampel tanah (cm)
A = Luas permukaan sampel tanah (cm2)
t = Waktu (detik)
h1 = Tinggi muka air awal pengukuran (t=0) (cm)
h2 = Tinggi muka air akhir pengukuran (t=t) (cm)
2. Pola Pembasahan Emitter
Pengukuran pola pembasahan emitter dilakukan dengan melihat media tanam
yang basah di dalam polybag dari arah vertikal dan horizontal. Pengukuran jarak
pembasahan dilakukan dengan cara mengukur jarak tanah yang basah terhadap
emitter dengan mistar pada waktu (30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 1
hari).
3. Debit Aliran
Pengukuran debit air dilakukan dengan menghitung penurunan air pada drum
yang dipasang selang untuk melihat ketinggian air yag berada didalam drum.
Sehingga ketinggian air diselang sama dengan ketinggian air di dalam drum.
Menghitung debit air dapat dilakukan dengan persamaan berikut:
Q = V/T (2)
Keterangan:
Q = Debit air (m3/detik)
V = Volume (m3)
T = Waktu (detik)
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2014. Road


Map Penelitian Dan Pengembangan Lahan Kering. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor.
Indonesia

Biswas, R.K. 2015. Drip And Sprinkler Irrigation. New India Publishing Agency.
New Delhi – 110 034

Doloksaribu, A dan Lolo, D.P. 2016. Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi Melalui
Pembangunan Long Storage. Universitas Musamus Merauke. Papua.
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012 ISSN
2089-6697

Kasiran. 2006. Teknologi Irigasi Tetes “Ro Drip” untuk Budidaya Tanaman Sayuran
di Lahan Kering Dataran Rendah. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia. Vol. 8 (1) : 26 -30

Kurnia U. 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering.


Jurnal Litbangtan

Lakova, N.S. 2016. Analisa Pola Pembasahan Pada Sistem Irigasi Bawah Permukaan
(Subsurface Irrigation) Mortar Arang Sekam Padi. Universitas
Lampung. Lampung

Rejekiningrum, P dan Saptomo, S.K. 2015. Analisis Kelayakan Finansial


Pengembangan Sistem Irigasi Cakram Otomatis Bertenaga Surya Di
Nusa Tenggara Barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jurnal Irigasi
– Vol. 10, No. 2, Oktober 2015, Hal. 125 - 136

Reskiana. 2014. Uji Kinerja Emiter Cincin. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jurnal
Irigasi – Vol.9, No.1, Mei 2014

Saptomo, S.K., B.I. Setiawan, KMSF.Rahman, Y. Chadirin, P. R. D. Mustaningsih,


C. Arif. 2013. CircularShaped Emitter as Alternative to Increase
Irrigation Efficiency. International Conference on Sustainable Rural
Development. Purwokerto, Agustus 25-26.

Sosrodarsono, S dan Takeda, K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya


Paramita. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai