Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

“ Depresi Post Partum, Pelaksanaan ,Pemeriksaan dan Diagnosis ”

DosenPembimbing :Atun Raudatul.m S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 14:

1. Nur Baety Rumandani (170103065)


2. Nur Baety Sadiyah (170103066)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO 2018

1
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah MATERNITAS 2.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran yang membangun dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi lebih baik lagi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kami dalam
menulis makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Purwokerto, 26 Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI.................................................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ................................................................................... Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. DEFINISI ........................................................................................... Error! Bookmark not defined.
B. EPIDEMIOLOGI ............................................................................... Error! Bookmark not defined.
C. ETIOLOGI ......................................................................................... Error! Bookmark not defined.
D. PENATALAKSANAAN ................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP ....................................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ........................................................................................ Error! Bookmark not defined.
B. Saran .................................................................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... Error! Bookmark not defined.

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan yang penuh dengan
potensi stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan periode melahirkan cenderung
mengalami stres yang cukup besar karena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus
membatasi aktivitas. Di samping ia juga harus waspada dalam menjaga janinnya. Adanya
berbagai potensi stres dalam rentang waktu kehamilan hingga proses melahirkan memungkinkan
munculnya masalah psikologis pada diri seorang wanita pada periode tersebut. Sebagai contoh,
kelahiran bayi dapat menimbulkan gejala depresi pada ibu, dan salah satu bentuk depresi tersebut
adalah Depresi Pasca Melahirkan (DPM) (Simpson, Rholes, Campbell, Tran & Wilson, 2003).

Crockenberg dan Leekers (2003) mengemukakan bahwa sekitar 10-30% ibu setelah
melahirkan mengalami kondisi depresi hingga derajat tertentu dan kondisi depresi tersebut dapat
mempengaruhi munculnya disfungsi interaksi antara ibu dan bayi di kemudian hari. Depresi
postpartum yang merupakan salah satu bentuk depresi mayor ini dialami oleh satu di antara
sepuluh ibu yang melahirkan bayi pertama dan berlangsung pada tahun pertama setelah kelahiran
bayi (adakalanya berlangsung segera setelah bayi lahir). Depresi mayor pada periode melahirkan
diperkirakan dialami oleh 8-15% dari ibu yang baru melahirkan. Tujuh puluh persen diantara
para ibu yang baru melahirkan mengalami gangguan psikologis selama lebih kurang 12 bulan
(National Mental Health Association, 2003) atau 1 tahun dengan rentang episode antara 4
minggu hingga 6 bulan (Clark, Tluczek, & Wenzel, 2003).

Depresi postpartum merupakan salah satu masalah kesehatan mental khususnya bagi para
ibu yang baru saja melahirkan. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah dalam hubungan ibu dan
bayi, gangguan psikopatologis pada bayi dan keterlambatan perkembangan bayi (Clark et al,
2003; National Mental Health Association, 2003). Ragam gangguan tersebut terjadi karena
perempuan yang mengalami Depresi postpartum cenderung diliputi perasaan sedih sehingga
kurang peka untuk memberikan afek positif pada bayinya. Akibatnya, bayi juga tidak belajar
mengembangkan afek positif dan menimbulkan rasa kurang aman pada diri bayi dalam proses
perkembangan mereka kelak (Clark, et al, 2003). Bayi-bayi dari ibu yang mengalami Depresi

4
postpartum cenderung mengalami gangguan orientasi, afek depresi, gangguan tidur (irregular
sleep), dan beberapa jenis gangguan fisik lain di samping hambatan perkembangan verbal,
gangguan perilaku dan keterlambatan perkembangan skolastik (Clark, et al 2003).

Depresi postpartum merupakan gangguan mood setelah melahirkan yang merefleksikan


disregulasi psikologikal yang merupakan tanda dari gejala-gejala depresi major.1 Mood yang
tertekan, hilangnya ketertarikan atau senang dalam beraktivitas, gangguan nafsu makan,
gangguan tidur, agitasi fisik atau pelambatan psikomotor, lemah, merasa tidak berguna, susah
konsentrasi, keinginan untuk bunuh diri merupakan gejala-gejala yang dapat dijumpai pada ibu
dengan depresi postpartum.1,2

Penegakan diagnosis suatu depresi postpartum dapat ditegakkan melalui gejala-gejala


klinis yang tampak seperti mood yang tertekan, hilangnya ketertarikan atau senang dalam
beraktivitas, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, agitasi fisik atau pelambatan psikomotor,
lemah, merasa tidak berguna, susah konsentrasi, keinginan untuk bunuh diri. Untuk menegakkan
diagnosis tersebut selain dari riwayat serta penampakan gejala, dapat ditunjang melalui test
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Depresi postpartum?
2. Apa yang dimaksud Epidemiologi depresi post partum?
3. Bagaimana gejala dari post partum?
4. Apa itu Etiologi dari depresi post partum ?
5. Bagaimana cara menentukan Diagnosis depresi post partum ?
6. Bagaimana penatalaksanaan depresi postpartum ?

C. Tujuan Penulisan
a. Memahami apa itu Depresi postpartum
b. Memahami apa yang dimaksud Epidemiologi depresi post partum
c. Memahami bagaimana gejala dari post partum
d. Memahami apa itu etiologi dari depresi post partum
e. Memahami bagaimana cara menentukan diagnosis depresi post partum
f. Memahami bagaimana penatalaksanaan depresi post partum

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang mengalami
berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan, khususnya pada gangguan depresi
spesifik yang terjadi pada 10%-15% wanita pada tahun pertama setelah melahirkan. Pasien akan
mengalami gejala affektive selama periode postpartum, 4 sampai 6 minggu setelah melahirkan.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV),
sebuah depresi dipertimbangkan sebagai postpartum jika dimulai selama empat minggu setelah
kelahiran. Pola gejala pada wanita dengan depresi postpartum sama pada wanita yang mengalami
masa depresi selama tidak hamil. Susah berinteraksi dengan perawat dalam keadaan stres dan
bayi meningkatkan resiko pendekatan yang tidak aman dan terjadinya masalah kognitif dan sifat
pada anak1,3.

1. Batasan Depresi postpartum

Depresi postpartum adalah salah satu bentuk depresi mayor yang dialami ibu yang
melahirkan bayi pertama dan berlangsung pada tahun pertama setelah kelahiran bayi. Hal ini
dikarenakan periode pasca melahirkan bayi pertama merupakan periode transisi kehidupan baru
yang cukup membuat stres, dan tidak hanya pada ibu baru melainkan juga dengan ayah baru.
Kondisi transisi ini dapat menurunkan kepuasan pernikahan dan meningkatkan masalah depresi
pada beberapa ibu pada beberapa bulan pertama masa kelahiran bayi hingga 1 tahun (Simpson et
al, 2003; The Cleveland Clinic, 2004). Adapun Depresi postpartum merupakan perubahan
fisikal, emosional, tingkah laku yang kompleks yang terjadi setelah melahirkan dan dilengkapi
dengan perubahan kimia dalam tubuh, sosial dan psikologis yang diasosiasikan dengan kehadiran
bayi (The Cleveland Clinic, 2004). Terdapat 3 bentuk depresi yang berkaitan dengan stres pasca
melahirkan, yaitu postpartum blues, postpartum depression, dan postpartum psychosis.

a. Postpartum blues

Postpartum blues sering dikenal sebagai babyblues. Kondisi ini mempengaruhi 50%-75%
ibu setelah proses melahirkan. Ibu yang mengalami babyblues ini seringkali menangis secara

6
terus menerus tanpa sebab yang pasti dan mengalami kecemasan. Keadaan ini berlangsung pada
minggu pertama setelah melahirkan. Meskipun pengalaman ini tidak menyenangkan, namun
biasanya kondisi ini akan kembali normal setelah 2 minggu tanpa penanganan khusus. Jadi yang
dibutuhkan adalah menentramkan dan membantu ibu baru ini mengasuh bayi dan melakukan
pekerjaan rumah.

b. Postpartum depression

Depresi postpartum merupakan kondisi yang lebih serius dari babyblues dan
mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru. Individu yang sebelumnya telah memiliki depresi akan
meningkatkan resiko Depresi postpartum sebesar 30%. Ibu dengan Depresi postpartum akan
mengalami perasaan sedih dan emosi yang meningkat atau merasa tertekan, menjadi sensitif,
lelah, perasaan bersalah, cemas dan ketidakmampuan untuk merawat diri dan merawat bayi.
Simtom Depresi postpartum meliputi rentang gejala ringan hingga parah yang muncul secara
mendadak atau bertahap, sejak beberapa hari setelah melahirkan bahkan hingga setahun setelah
melahirkan. Penanganan melalui psikoterapi dan pemberian antidepresan biasanya efektif baik
bagi simtom yang berlangsung hanya beberapa hari maupun simtom yang sudah berlangsung
setahun.

c. Postpartum psychosis

Kondisi ini merupakan bentuk depresi postpartum yang parah dan membutuhkan
penanganan medis segera. Kondisi ini jarang terjadi, dan mempengaruhi 1 dari 1000 perempuan
yang melahirkan. Gejalanya muncul secara cepat setelah melahirkan dan berlangsung antara
beberapa minggu hingga beberapa bulan. Gejalanya meliputi agitasi yang amat kuat, perilaku
yang menunjukkan kebingungan, perasaan hilang harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi,
halusinasi, hiperaktif, bicara cepat dan mania. Penanganan medis harus dilakukan sesegera
mungkin dengan memasukkan penderita ke rumah sakit, karena kondisi ini juga biasanya disertai
risiko bunuh diri atau menyakiti bayi.

7
Tabel 1. Symptoms of Postpartum Illness from Cleveland Clinic (2004) and National Mental
Health Associassion (2003)

Postpartum
No Baby Blues Postpartum Depression
Psychosis
1 Simtom Kurang tidur Cepat lelah Menolak makan
Fisik Hilang tenaga Tidak mampu
Gangguan tidur
Hilang nafsu makan menghentikan
atau sangat bernafsu Selera makan menurun aktivitas
untuk makan Kebingungan akan
Merasa lelah setelah Sakit kepala kelebihan energi
bangun tidur Sakit dada
Jantung berdebar-debar
Sesak nafas
Mual dan muntah
2 Simtom Cemas dan khawatir Mudah tersinggung Sangat bingung
Emosional berlebihan
Perasaan sedih Hilang ingatan
Bingung
Hilang harapan Tidak koheren
Mencemaskan kondisi
fisik secara berlebihan Merasa tidak berdaya Halusinasi
Tidak percaya diri
Mood swings
Sedih
Perasaan diabaikan Perasaan tidak adekuat
sebagai ibu
Hilang minat
Pemikiran bunuh diri
Ingin menyakiti orang lain
(termasuk bayi, diri
sendiri, dan suami)
Perasaan bersalah
Simtom Sering menangis Panik Curiga
Perilaku
Hiperaktif atau senang Kurang mampu merawat Tidak rasional
berlebihan diri sendiri
Preokupasi terhadap
Terlalu sensitif Enggan melakukan
hal-hal kecil
Perasaan mudah aktivitas menyenangkan
tersinggung Motivasi menurun
Tidak perduli terhadap Enggan bersosialisasi
bayi Tidak perduli pada bayi

8
Terlalu perduli terhadap
perkembangan bayi
Sulit mengendalikan
perasaan
Sulit mengambil keputusan

B. EPIDEMIOLOGI

Depresi postpartum dikeluhkan 10-20% ibu di Amerika maupun Afrika. Depresi tersebut
biasanya berlangsung sejak 24 jam, atau 4-5 hari setelah melahirkan hingga beberapa bulan
kemudian (Kompas Cyber Media, 2004). Di Indonesia, Depresi postpartum terjadi 11-30%
wanita dibandingkan dengan wanita dari negara lain di Asia. Prevalensi DPM berdasarkan
penelitian bagian kebidanan RSUP DR.Sardjito Yogyakarta diperoleh 11,3% ibu mengalami
depresi ringan; 1,9% mengalami depresi sedang dan 0,5% mengalami depresi berat setelah
melahirkan. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Lelly Resna yang meneliti mengenai
karakteristik para ibu penderita Depresi Postpartum di RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun
1995-1996 menyimpulkan bahwa Depresi postpartum banyak dialami oleh ibu yang tidak
bekerja dengan latar pendidikan SD, namun terjadinya Depresi postpartum kurang dipengaruhi
oleh faktor usia (Papayungan, 2005).

Depresi postpartum merupakan sebuah permasalahan kesehatan serius di dunia. Sebuah


review yang luas pada 59 studi didapat bahwa 13% dari primipara mengalami depresi
postpartum selama 12 minggu pasca melahirkan. Laporan yang terbaru didapatkan sama
tingginya pada 15% sampel komunitas. Prevalensi keinginan bunuh diri pada periode postpartum
antara 0.2%-15.4% diantara populasi berbeda. Beberapa populasi seperti pada etnis dengan status
sosial minoritas didapatkan 40% sampai 50% kasus ini.

Gejala yang Terjadi.

 Sang ibu tidak akan merasa tidur jika bayi tersebut tidur
 tidak nafsu makan dan tidak memikirkan kebutuhan nutrisi sang bayi
 Ibu merasa bersalah dan hal yang terjadi biasanya terjadi diluar kuasanya namun mereka merasa
bersalah dan menanggungnya sendiri

9
 Biasanya mereka tidak memiliki keindahan dalam memiliki bayi dan memiliki tekanan akan
kesalahan hal yang kecil.
 Sang ibu tidak bisa berkonsentrasi dengan baik
 ibu merasa bahwa a tidak normal dan melakukan hal yang berbahaya
 ibu tidak mampu memutuskan hal kecil bahkan seperti kapan anaknya akan dimandikan dan
bagaimana menjemur anaknya di bawah sinar matahari di pagi hari.

C. ETIOLOGI

Penurunan cepat tingkat reproduksi hormon yang terjadi setelah melahirkan dikatakan
dapat berkembang menjadi depresi pada wanita dengan depresi postpartum. Penurunan hormon
progesteron signifikan berhubungan dengan perubahan suasana hati dengan sebuah pengaruh
tambahan pada pola makan.8 Pada studi lainnya, didapatkan peningkatan serum Cu yang sejalan
dengan terjadinya inflamasi atau disregulasi auto-imun.9 Ketika tingkat inflamasi tinggi,
penderita akan mengalami gejala depresi seperti lemas, dan lesu. Kedua, inflamasi akan
meningkatkan level kortisol dan akhirnya akan menurunkan serotonin dengan menurunkan
prekursornya, yaitu trypthopan4.

Walaupun penyebab depresi cenderung pada tingkat penurunan hormon, beberapa faktor
lain mungkin menjadi penyebab terjadinya depresi post partum. Kejadian stress dalam hidup,
riwayat depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan mood, semua
dikenal sebagai prediktor depresi mayor pada wanita1.

Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebab depresi postpartum sebagai berikut :

a. Faktor konstitusional.

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang
meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan
persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih
umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses
adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham
perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.

10
b. Faktor fisik.

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu
pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan
faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua
hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada
keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah
melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

c. Faktor psikologis.

Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu
yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina
dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk
memulai hubungan baik antara ibu dan anak.

d. Faktor sosial.

Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering
menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi


pascasalin dipengaruhi oleh faktor :

1. Biologis.

Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti
estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau
mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.

2. Karakteristik ibu, yang meliputi :

a. Faktor umur.

11
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan
untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah
periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan
yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan
kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.

b. Faktor pengalaman.

Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan
Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak
ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan
segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi
dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le
Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan
hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.

c. Faktor pendidikan.

Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran,
antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau
melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga
dan orang tua dari anak–anak mereka (Kartono, 1992).

d. Faktor selama proses persalinan.

Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama
proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat
persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan
kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.

e. Faktor dukungan sosial.

Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin,
beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.

12
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum adalah
faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal,
faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.

Namun demikian, secara lebih spesifik sejumlah laporan mengemukakan bahwa DPM
dipicu oleh (a) dampak masa transisi (Curran, Hazen, Jacobvitz, & Feldman, 2005), (b)
ambivalensi dan rasa tidak aman (Simpson et al, 2003), dan (c) masalah dengan suami (Clark et
al, 2003). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Periode Transisi Akibat Kelahiran bayi

Kelahiran bayi pertama di dalam keluarga merupakan periode transisi bagi pasangan
suami istri. Sebagai pasangan rumah tangga yang tadinya hanya hidup berdampingan berdua kini
harus mempersiapkan diri menyambut kedatangan anggota baru dalam keluarga. Perhatian
khusus yang diberikan kepada bayi yang baru lahir dapat menyita waktu kebersamaan suami dan
istri. Berkurangnya waktu bersama antara suami dan istri dapat menimbulkan kesenjangan
hubungan suami-istri. Kesenjangan tersebut mempengaruhi hubungan komunikasi serta afeksi
antara suami dan istri, dan hal ini berpotensi menimbulkan Depresi Postpartum (Curran et al,
2005).

Oleh karena itu, pasangan suami istri harus mewaspadai kesenjangan yang mungkin
terjadi antara mereka akibat kelahiran bayi mereka, dan pasangan suami istri harus berupaya
untuk mempertahankan hubungan mereka dalam periode transisi ini.

b. Ambivalensi dan Perasaan Tidak Aman

Para wanita yang bersikap ambivalen merupakan wanita yang merasa tidak aman, dan
individu yang merasa tidak aman cenderung rentan terhadap depresi (Simpson et al, 2003).
Individu yang merasa tidak aman cenderung bersikap negatif dalam menilai dirinya sendiri
(seperti merasa tidak berharga untuk dicintai atau diberikan dukungan) dan beranggapan bahwa
sosok individu yang dekat dengan mereka (attachment figure) cenderung bersikap tidak
mencintai dan tidak mendukung (Bowlby, 1980). Mereka yang ambivalen di satu pihak sangat
mengharapkan keberadaan sosok lain yang amat dekat dengan mereka untuk memberikan
dukungan bila dibutuhkan. Namun di lain pihak mereka diselimuti kecemasan bahwa sosok yang

13
dekat dengan diri mereka itu justru tidak akan ada bersama mereka atau tidak akan mampu
menolong mereka di saat yang amat dibutuhkan (Simpson et al, 2003).

Simpson et al (2003) menjelaskan bahwa kondisi pra dan pasca melahirkan merupakan
salah satu rentang kondisi yang menimbulkan stres yang cukup besar bagi wanita, khususnya
mereka yang ambivalen. Kondisi pra dan pasca melahirkan ini menimbulkan persepsi pada ibu
yang melahirkan bahwa dukungan suami mereka jauh berkurang daripada biasanya, walaupun
sesungguhnya bantuan suami pada dirinya sama sekali tidak berkurang. Artinya, kondisi pra dan
pasca melahirkan cenderung menimbulkan persepsi negatif wanita terhadap kualitas
hubungannya dengan suami, dan keadaan ini menurunkan kualitas hubungan emosional dirinya
dengan suami dan dengan bayi mereka.

c. Masalah dengan Suami

Kurangnya dukungan emosional dari suami dan ketidakpuasan perkawinan berperan


penting dalam mempengaruhi munculnya depresi Postpartum (Simpson et al, 2003). Kurangnya
keselarasan antar suami-istri besar kemungkinan akan menimbulkan kesenjangan afeksi di antara
mereka berdua (Curran et al, 2005); kesenjangan afeksi akan menurunkan kepuasan perkawinan
sehingga kualitas hubungan rumah tangga akan semakin menurun dan dukungan suami juga
menjadi semakin menurun. Akibatnya, istri semakin merasa dirinya kurang diperhatikan atau
bahkan merasa ditelantarkan oleh suaminya, dan istri menjadi lebih rentan terhadap gejala
depresi postpartum.

DIAGNOSIS

Kriteria yang digunakan dalam menegakkan diagnosis berdasarkan pada riwayat dan
gejala-gejala mengikuti Diagnostic And Statisctical Manual of Mental Disorders, edisi keempat
(DSM-IV). Sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosis, secara luas menggunakan uji
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

EPDS adalah suatu kuesioner untuk mengevaluasi ada tidaknya simtom depresi pada
seseorang, yang berupa self report scale terdiri dari kumpulan 10 pokok, setiap pernyataan skala

14
mengukur intensitas simtom depresi dari 0 sampai 3 (ya, hampir sepanjang waktu hingga tidak
sama sekali) total skor dari 0 sampai 30. Skor 13 atau lebih mengindikasikan depresi.

Gejala Depresi Mayor dengan Onset Postpartum.*


 Depresi mayor adalah didefinisikan dengan adanya lima dari gejala berikut, yang mana
salah satu harus adanya mood yang tertekan atau penurunan ketertarikan atau
kesenangan**.
 Mood yang tertekan sering berhubungan dengan kebingungan yang berat.
 Adanya penurunan ketertarikan atau kesenangan dalam beraktivitas
 Gangguan nafsu makan, biasanya diikuti dengan kehilangan berat badan
 Gangguan tidur, paling sering insomnia atau tidur yang tidak nyaman bahkan ketika
bayinya tertidur.
 Agitasi fisik, atau pelambatan psikomotor
 Lemah, penurunan energi
 Merasa kurang berguna
 Penurunan konsentrasi
 Adanya keinginan bunuh diri

DIAGNOSIS BANDING

Depresi postpartum dibedakan dari baby blues yang timbul pada mayoritas perempuan. Pada gejala ini
terdapat gangguan perubahan gejala yang tidak konsisten mempengaruhi kemampuan dalam
menjalankan fungsinya. Psikosis postpartum muncul sebagai emergensi psikiatrik yang memerlukan
intervensi segera karena resiko dapat membunuh bayi dan melakukan bunuh diri.Biasanya timbul pada
dua minggu pertama setelah melahirkan.

15
D. PENATALAKSANAAN

Secara umum, dalam menatalaksanaan ibu dengan depresi postpartum diberikan dengan
farmakologis, psikoterapi, hormonal therapy, dan prophylactic treatment.
(i) Farmakologis
Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi postpartum, diberikan
pengobatan dengan antidepressant. Pemberian selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs)
seharusnya diberikan pada karena golongan obat tersebut mempunyai resiko efek toksik yang
rendah. SSRis bisa membantu pasien yang tidak mempunyai respon bagus terhadap tricyclic
antidepressant, golongan antidepressant lainnya dan cenderung ditoleransi lebih baik dengan
dosis yang rendah10. Bagaimanapun, jika pasien sebelumnya mempunyai respon baik terhadap
obat antidepressant jenis lainnya, obat tersebut secara kuat dipertimbangkan untuk diberikan
kembali.

Golongan obat lainnya yang digunakan pada pasien depresi postpartum adalah tricyclic
antidepressant (TCAs). Cara kerja obat golongan untuk menurunkan gejala depresi tidak
diketahui tetapi jenis obat ini dapat menghalangi re-uptake berbagi neurotransmiter termasuk
serotonin dan norepinephrine pada membran neuronal.
Pada pasien multipara sensitif terhadap efek samping dari pengobatan, pengobatan
semestinya dimulai setengah dosis awal selama empat hari, dan selanjutnya akan ditingkatkan
dosisnya secara perlahan sampai dosis yang direkomendasi tercapai. Peningkatan dosis secara
perlahan sangat menolong dalam mengatasi adanya efek samping dari obat.
Jika pasien merespon terhadap percobaan awal selama enam sampai delapan minggu,
dosis yang sama harus diberikan selama minimal enam bulan setelah toleransi penuh tercapai,
dalam hal untuk mencegah kambuhnya efek samping. Jika tidak ada perkembangan setelah enam
bulan terapi pengobatan atau jika pasien merespon namun gejalanya timbul lagi, dirujuk ke
psikiater dapat dipertimbangkan.

16
BAB III
KESIMPULAN

Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang mengalami
berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan, khususnya pada gangguan depresi
spesifik yang terjadi pada 10%-15% wanita pada tahun pertama setelah melahirkan. Pasien akan
mengalami gejala affektiv selama periode postpartum, 4 sampai 6 minggu setelah melahirkan.
Susah berinteraksi dengan perawat dalam keadaan stres dan bayi meningkatkan resiko
pendekatan yang tidak aman dan terjadinya masalah kognitiv dan sifat pada anak. Penurunan
cepat tingkat reproduksi hormon yang terjadi setelah melahirkan dipercaya dapat berkembang
menjadi depresi pada wanita dengan depresi postpartum. Walaupun penyebab depresi ini
cenderung pada tingkat penurunan hormon, beberapa faktor mungkin menjadi preidisposisi pada
penderita. Kejadian stress dalam hidup, riwayat depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga yang
mengalami gangguan mood, semua dikenal sebagai prediktor depresi mayor pada wanita.

Kriteria yang digunakan dalam menegakkan diagnosis berdasarkan pada riwayat dan
gejala-gejala yang tampak mengikuti Diagnostic And Statisctical Manual of Mental Disorders,
edisi keempat (DSM-IV) Secara umum, dalam menatalaksanaan ibu dengan depresi postpartum
diberikan dengan farmakologis, psikoterapi, hormonal replacement therapy, dan profilaksis
treatment. Pasien yang telah didiagnosis menderita gejala depresi postpartum, diberikan
pengobatan dengan pemberian obat antidepressant. Menyusui tidak hanya untuk mengurangi
stress untuk ibu, namun juga menguragi tingkat stress pada bayi ketika ibunya mengalami
depresi. Menyusui melindungi suasana hati ibu dengan mengurangi tingkat stress. Ketika tingkat
stress rendah, respon inflamasi ibu tidak aktif dan akan mengurangi resiko depresi. Pemberian
psikoterapi yang berfokus pada interpersonal terapi. sangat efektif untuk meredakan gejala
depresi dan meningkatkan fungsi psikososial.

17
SARAN

Diharapkan ibu yang baru melahirkan perlu meningkatkankualitas komunikasi dengan


pasangan, keluarga atau teman dekat agar ibu yang baru melahirkan mendapatkan perhatian dan
kasih sayang.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Wisner, Katherine MD, Barbara L. Parry MD, Catherine M Piontek MD. Postpartum
Depression. The New England Journal of Medicine, 2002, p :194-199.
2. Leitch, Sarah. Postpartum Depression : A Review of the Literature. Elgin-St. Thomas Health
Unit, 2002, p: 1-17
3.Saju Joy. Postpartum Depression. Mei-Juni [diakses 3 April 2014]; 1[1]:[15 screen]. Diunduh
dari:URL: http://emedicine.medscape.com/article/271662-overview.
4. James McKena. A Breastfeeding-Friendly Approach to Depression In New Mothers. Mei-Juni
[diakses 3 April 2014]; 1[1]:[11 screen]. Diunduh dari : URL:
http://www.NHbreastfeedingTaskForce.org,
5. David Chelmow. Postpartum Depression. Mei-Juni [diakses 3 April 2014]; 1[1]:[12 screen].
Diunduh dari : URL: http://www.medscape.com/viewarticle/408688_5.
6. Doucet and Letourneau. Coping and Suicidal Ideations In Women With Symptomps of
Postpartum Depression. University of New Brunswick, 2009, p : 9-19

19

Anda mungkin juga menyukai