Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH MEDIKAL BEDAH

PERITONITIS

Dosen Pembimbing: Lutfi .S.Kep.Ns.,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 5

Tingkat II-C

Erna Pangestuti (201601080)

Maya Dyah Kusuma (201601093)

Risca Lestari (201601094)

Khoirun Nisa Sirojul U. (201601091)

Ferlian Firmanda Baskoro (201601102)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO TAHUN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum wr.wb

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, tuntunan serta hidayahnya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan dan menyajikan makalah. Penyusun makalah ini dimaksudkan agar
pembaca dapat memperoleh informasi tentang “Peritonitis”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan disebabkan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis.
Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tertinggi kepada semua pihak yang turut serta menyumbangkan materi,
tenaga, pikiran serta ide-ide yang dapat penulis gunakan untuk menyelesaikan makalah ini,
yaitu:

1. Selaku Ketua Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto.


2. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto.
3. Selaku Dosen Mata Kuliah Medikal Bedah II.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini termasuk rekan-
rekan kelompok 5.

Berharap makalah ini dapat memberikan kontribuksi bagi perkembangan wawasan


keperawatan bagi penulis sendiri, mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto. Penulis
sangat berharap adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif, mengingat penulis masih
jauh dari kesempurnaan.

Mojokerto, 01 Maret 2018

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat .............................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................ 3
2.1 Definisi Peritonitis .............................................................................................. 3
2.2 Etiologi ................................................................................................................ 4
2.3 Manifestasi Klinis ............................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ........................................................................................................ 5
Gambar 1.1 Pathway Peritonitis Nanda Nic-Noc. 2015 ............................................. 6
2.5 Pemeriksaan penunjang ...................................................................................... 7
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................. 7
2.7 Komplikasi ......................................................................................................... 9
2.8 Masalah yang lazim muncul ............................................................................... 9
2.9 Discharge planning ........................................................................................... 10
2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Peritonitis ............................................... 10
2.11 Kasus Asuhan Keperawatan Peritonitis ............................................................ 20
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan ....................................................................................30
3.2 Saran ...................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
perforasi, perdarahan intra abdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran
cerna sehingga terjadilah peritonitis (WHO 2010, dikutip dalam sabiston 2012, h.192).
Peritonitis awalnya terjadi setelah kebocoran mikroorganisme dari organ yang sakit atau
trauma. Sifat luka atau penyakit yang mendasarinya, adanya perlekatan akibat operasi
sebelumya, lamanya penyakit sekarang, serta efisiensi mekanisme imun penderitanya
(Sabiston 2012, h.192).
Peritonitis adalah inflamasi membran peritonium. Peritonium adalah kantong
berlapis dua yang semipermeabel dengan cairan bervolume 1.500 ml. Kantong ini
membungkus semua organ yang ada di dalam rongga perut. Oleh karena itu diinervasi
oleh saraf somatik, stimulus peritonium parietal yang membungkus rongga perut dan
pelvis menyebabkan nyeri yang tajam dan terlokalisasi (Black & Hawks 2014, h.1041).
Inflamasi peritonium-lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi viserela.
Biasanya akibat dari infeksi bakteri seperti organisme yang berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduksi internal (Brunner & Sudarth
2002, dikutip dalam Nurarif & Kusuma 2015, h.59).
Peritonitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri yang menginvasi atau
masuk kedalam rongga peritonium pada saluran makanan yang mengalami perforasi.
Kuman yang paling sering adalah bakteri E Colli, streptokokus α dan β hemolitik,
strapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
Salah satu penanganan peritonitis adalah operasi laparatomy, yaitu pembedahan perut
sampai membuka selaput perut atau peritonium (Padila 2012, h.198).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2008, jumlah pasien yang
menderita penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia
atau sekitar 199.000 orang. Sedangkan berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Tengah
tahun 2009, jumlah kasus peritonitis dilaporkan sebanyak 7.785 dan 270 diantaranya
menyebabkan kematian (Dinkes Jateng, 2009).

1
1.2. Rumusan Masalah
1.1.1 Apa definisi dan etiologi dari Peritonitis?
1.1.2 Apa saja manifestasi klinisPeritonitis?
1.1.3 Bagaimana patofisiologi Peritonitis?
1.1.4 Apa saja pemeriksaan Penunjang Peritonitis?
1.1.5 Bagaimana penatalaksanaan pasien Peritonitis?
1.1.6 Apa saja komplikasi dari Peritonitis?
1.1.7 Apa sajamasalah yang lazim muncul pada Peritonitis?
1.1.8 Apa sajaDischarge planning pada Peritonitis?
1.1.9 Bagaimana Konsep dasar asuhan keperawatan peritonitis?
1.1.10 Bagaimana Asuhan keperawatan pada kasus Peritonitis?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan Umum
Agar Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami teori-teori dalam
memahami tentang “Peritonitis “ selama proses belajar mengajar, sehingga dapat
menerapkan secara nyata dan untuk menambah pengetahuan secara luas serta
meningkatkan pemahaman tentang Peritonitis.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mengetahui dan memahami definisi dan etiologi Peritonitis.
2. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Peritonitis.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi Peritonitis.
4. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang Peritonitis.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaanPeritonitis.
6. Mengetahui dan memahamikomplikasi Peritonitis.
7. Mengetahui dan memahamimasalah yang lazim muncul pada Peritonitis.
8. Mengetahui dan memahamidischarge planning Peritonitis.
9. Mengetahui dan memahamiAsuhan keperawatan Peritonitis.
10. Mengetahui dan memahami Asuhan keperawatan pada pasien Peritonitis.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Peritonitis


Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membran serosarongga
abdomendan meliputi viresela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri, organisme yang
berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif
internal. (Brunner & suddarth, 2002).
Klasifikasi primer:
1. Peritonitis primer
Terjadi biasanya pada anak-anak dengan syndroma nefritis atau sirosis hati
lebih banyak terdapat pada anak-anak perempuan dari dar pada anak laki-laki.
Peritonitis terjadi tanpa adanya sumberinfeksi di rongga peritonium, kuman
masuk ke rongga peritonium melalui aliran darah atau pada pasien perempuan
melalui saluran alat genital.
2. Peritonitis sekunder Peritonitis terjadi bila kuman masuk ke rongga peritonium
dalam jumlah yang cukup banyak. Biasanya dari lumen saluran cerna.
Peritonium biasanya dapat masuknya bakteri melalui saluran getah bening
diafragma tetapi bila banyak kuman masuk secara terus-menerus akan terjad
peritonitis, apabila ada rangsangan kimiawi karena masuknya asam lambung,
makanan, tinja Hb dan jaringan nekrotik atau bila imunitas menurun. Biasanya
terdapat campuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis, sering kuman-
kuman aerob dan anaerob, peritonitis juga sering terjadi bila ada sumber intra
peritoneal seperti appendixitis, divertikulitis, salpingitis, kolesistitis
pangkreatitis, dan sebagainya. Bila ada trauma yang menyebabkan ruptur pada
saluran cerna perforasi setelah endoskopi, kateterisasi. Biopsi atau polipektomi
endoskopik, tidak jarang pula setelah perforasi spontan pada tukak peptik atau
keganasan saluran cerna, tertelannya benda asing yang tajam juga dapat
menyebabkan perforasi dan peritonitis.
3. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneon yang
menimbulkan peritonitis adalah Kateter ventrikulo peritoneal yang dipasang
pada pengobatan hidro sefalus Kateter peritoneal-jugular untuk mengurangi
asites Continous ambulatory peritoneal dialysis. (Soeparman S, 1990: 174)

3
2.2 Etiologi
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung/dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukak disentri amuba/colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
i. Kuman yang paling hemolitik, stapilokokus aurens,b dan u sering ialah
bakteri coli, streptokokus enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
2. Secara langsung dariluar
a. Operasi yang tidak steril.
a. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.
b. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, rupturhati.
c. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk
pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus,
4. Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infeksi (umum dan
abses abdomen (lokal infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat
bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonits ialah
spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP
terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya pada pasien yang
asites terjadi kontaminasi hinga ke rongga peritoneal sehingga menjadi
translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium,
kadang terjadi penyebaran hematogen terjadi bakterimia dan penyebab penyakit
hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites semakin tinggi

4
risiko terjadinya peritonitis dan abses, ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang
rendah antar mol Komponen asites pathogen yang sering menyebabkan infeksi
adalah bakt gram negative E. coli 40% klebsiella pneumoniae 7%, spesies
pseudomonos' proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu
strptoko pneumoniae 15%, jenis streptokokus lain 15%dan golongan staph 3%.
Selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

2.3 Manifestasi Klinis


1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) erjadi pada beberapa penderita
peritonitis umum.
2. Demam, Distensi abdomen.
3. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofiumum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis ising usus tak terdengar pada peritonitis umum
dapat terjadi pada daerah yang jauh darilokasi peritonitisnya.
4. Nausea, vomiting, Penurunan peristaltik.

2.4 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi
tumor (Dahlan 2004, dikutip dalam padila 2012, h.195). Awalnya mikroorganisme
masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapi dalam beberapa jam terjadi
kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat.
Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein,
sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran
intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara
dan cairan di dalam usus besar. Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya
yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritonium terhadap invasi
bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses)
terbentuk di antara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang
bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa yang kelak
dapat mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritonium dapat menimbulkan peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus

5
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit menghilang ke dalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oligouria,
perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus sehingga menyebabkan obstruksi usus. Gejala
berbeda- beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis organisme
yang bertanggung jawab. Gejala utamanya adalah sakit perut (biasanya terus
menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa bunyi, dan
demam (Price 1995, dikutip dalam Padila 2012, h.195).

Gambar 1.1 Pathway Peritonitis Nanda Nic-Noc. 2015

6
Peritonitis (peradangan dari peritonium) terjadi akibat apendik yang
mengalami perforasi, secara cepat perlengketan terbentuk dalam usaha untuk
membatasi infeksi dan membantu untuk menutup daerah peradangan, membentuk
suatu abses. Ketika penyembuhan terjadi, perlengketan fibrosa dapat terbentuk dan
mengakibatkan obstruksi usus. Reaksi-reaksi lokal dari peritonium meliputi
kemerahan, edema, dan produksi cairan dalam jumlah besar berisi elektrolit dan
protein. Jika infeksi tidak teratasi dapat terjadi hipovolemia, ketidakseimbangan
elektolit, dehidrasi dan akhirnya syok. Peristaltik usus dapat terhenti dengan infeksi
peritonium yang berat (Long 1996, dikutip dalam Padila 2012, h.195).

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Tes laboratorium
a. GDA: alkaliosis respiratori dan asidosis mungkin ada.
b. SDP meningkat kadang kadang lebih besar dari 20.000 SDM mungkin
meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi.
c. Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan
darah.
d. Protein /albumin serum mungkin menurun karena penumpukkan cairan
(di intra abdomen).
e. Amilase serum biasanya meningkat.
f. Elektrolit serum hipokalemia mungkin ada.
g. X-ray:
1) Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral).
2) Foto dada: dapat menyatakan peninggian diafragma.
3) Parasentesis contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah,
pus eksudat, emilase, empedu dan kretinum.
4) CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses

2.6 Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuaskan pasien,pemberian antibiotic yang sesuai,dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastric atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
dilakukan secara intravena,pembangunan focus septik (apendiks) atau penyebab

7
radang lainya,bila mungkin dengan mengalirkan nana keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4,antara lain :

1) Control infeksi yang terjadi


2) Membersikan bakteri dan racun
3) Memperbaiki fungsi organ
4) Mengontrol proses inflamasi
Eksplorasi laparatomi segera perlu di lakukan pada pasien dengan akut
peritonitis.

Penatalaksanaan pritonis meliputi,antara lain :


1. Pre oprasi
a. Resusitasi cairan
b. Oksigenasi
c. NGT,DC
d. Antibiotic
e. Pengendalian suhu tubuh
2. Durate oprasi
a. Control sumber infeksi
b. Pencucian rongga peritoneum
c. Debridement radikal
d. Irigasi kontinyu
e. Etapen lavase/stage abdominal repair
3. Pasca oprasi
a. Balance cairan
b. Perhitungan nutrisi
c. Monitor vital sign
d. Pemeriksaan laboratorium
e. Antibiotika

8
2.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok Hipovolemik.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan mu;ti system.
d. Abses residual intraperitoneal.
e. Portal pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren

2.8 Masalah yang lazim muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (mokus dalam
jumlah berlebih),jalan napas alergik (respon obat anastesi).
2. Hipertermi b.d respon terhadap trauma (proses peradangan pada peritoneum).
3. Kekuranga volume cairan b.d kegagalan dalam mekanisme
pengaturan,kehilangan cairan sekunder akibat muntah,mual.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual/peningkatan
kebutuhan metabolic.
5. Disfungsi motilitas gastrointestinal.
6. Nyeri akut b.d iritasi kimia pritonium perifer.
7. Resiko infeksi terhadap septikimia b.d tidak adekuatnya pertahanan primer.
8. Ketakutan b.d ancaman kematian/perubahan status kesehatan.
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
10. Resilo ketidakefektifan elektrolit.
11. Resiko ketidakefektifanperfusi gastrointestinal.
12. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit dan
penatalaksanaan pengobatan.

9
2.9 Discharge planning
1) Hindari konsumsi makanan yang dapat penyebabkan penyakit.
2) Hindari konsumsi alcohol dan merokok.
3) Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pola makan yang benar.
4) Biasakan hidup bersih dan sehat.
5) Cucilah tangan sebelum dan sesudah aktivitas.
6) Jika postop konsultasikan dengan tenaga medis cara perawatan dan
penanganan di rumah sehingga menghindarkan infeksi bertambah.

2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Peritonitis


Pengkajian klien dengan peritonitis menurut Padila (2012, h.197)
1. Riwayat Kesehatan:
a. Keluhan Utama.
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
pasien berobat atau keluhan saat awal dilakukan pengkajian pertama
kali masuk rumah sakit. Pada klien dengan peritonitis biasanya
mengeluh nyeri di bagian perut sebelah kanan.
b. Riwayat kesehatan Sekarang.
Riwayat kesehatan sekarang adalah menggambarkan riwayat
kesehatan saat ini. Pada klien dengan peritonitis umumnya mengalami
nyeri tekan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang,
demam, mual, muntah, bising usus menurun bahkan hilang, takikardi,
takipnea.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan
predisposisi terjadinya penyakit saat ini. Pada klien dengan peritonitis
mempunayai riwayat ruptur saluran cerna, komplikasi pasca operasi,
operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
2. Pada penulisan ini menggunakan pendekaatan pola fungsi kesehatan menurut
Gordon:
a) Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan.
Menggambarkan persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialami
klien, dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.

10
Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan
tindakan dengan obat anti-nyeri.
b) Pola Nutrisi-Metabolik.
Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit
dan rambut, nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi,
instruksi diet sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan yang
masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan, kebutuhan jumlah zat
gizinya, dan lain-lain. Pada pasien peritonitis akan mengalami mual.
Vomitus dapat muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti
obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal, selain itu
terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltik
usus turun (<12x/menit). Diet yang diberikan berupa makanan cair
seperti bubur saring dan diberikan melalui NGT.
c) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem
pencernaan, perkemihan, integumen, dan pernafasan. Pada klien
dengan peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan
defekasi, turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan,
takipnea.
d) Pola Kognitif Perseptual.
Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat
kesadaran, dan kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba,
dan mencium, serta sensori nyeri. Pada klien dengan peritonitis tidak
mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan
kesadaran, adanya nyeri tekan pada abdomen.
e) Pola Aktivitas/Latihan.
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu,
fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi. Pada klien dengan peritonitis
mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan pergerakan sendi terbatas,
kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas iregular (RR>
20x/menit), klien mengalami takikardi, akral : dingin, basah, dan pucat.
f) Pola Istirahat dan Tidur.

11
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien
mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami saat
istirahat tidur. Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami
kesulitan tidur karena nyeri.
g) Pola Nilai dan Kepercayaan.
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama
selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama
mempengaruhi sikap tentang penyakit yang sedang dialaminya.
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
h) Pola Peran dan Hubungan Interpersonal.
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan
gangguan terhadap peran yang dilakukan. Adanya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan mengalami
hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
i) Pola Persepsi atau Konsep Diri.
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah- masalah
yang ada seperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap
diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan
identitas tentang dirinya. Pada klien dengan peritonitis terjadi
perubahan emosional.
j) Pola Koping/Toleransi Stres.
Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung. Pada klien dengan
peritonitis didapati tingkat kecemasan pada tingkat berat.
k) Pola Reproduksi dan Seksual.
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan pemerikasaan
payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang
berhubungan dengan penyakit. Pada laki-laki berhubungan dengan
kebiasaan seks, sehingga penting untuk menghindari aktivitas
seksual yang bebas. Pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.
3. Pemeriksaan Fisik.

12
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien Peritonitis: Kesadaran dan
Keadaan Umum Klien. Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatis seperti kompos mentis, apatis, somnolen, spoor,
koma dan delirium, dan status gizinya, GCS (Glasow Coma Scale).
4. Pemeriksaan Penunjang.
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi
intra abdomen menunjukan adanya luokositosis.
b. Cairan peritoneal.
c. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus.
b. USG.
c. Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus
perforasi organ viceral. Foto tersebut menunjukan udara bebas di
bawah diafragma.
d. Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma.
5. Pengkajian pasca operasi
Pada umumnya klien dengan pasca operasi akan mengalami nyeri yang
hebat sehingga diperlukan pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST (Muttaqin
2008, h.120).
a. Provoking Incident.
Merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya nyeri,
biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur
pembedahan.
b. Quality of Pain.
Merupakan jenis rasa nyeri yang dialami klien. Klien dengan pasca
operasi laparatomy biasa menghasilkan sakit yang bersifat menusuk
atau seperti disayat-sayat.
c. Region, Radiation, Relief.

13
Area yang dirasakan nyeri pada klien terjadi di area luka operasi.
Imobilisasi atau istirahat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
agar tidak menjalar atau menyebar.
d. Severity (Scale) of Pain.
Biasanya klien pasca operasi akan menilai sakit yang dialaminya
dengan skala 5-7 dari skala pengukuran 0-10.
e. Time.
Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam
kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. Klien akan merasa lebih
nyeri saat bagian yang mengalami pembedahan dilakukan pergerakan.

6. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan pasca operasi
Laparatomy adalah (Herdman 2012) :
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. Batasan katakteristik :
1. Kram abdomen dan nyeri abdomen.
2. Menghindari makanan.
3. Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal atau
penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
4. Kerapuhan kapiler.
5. Diare.
6. Kehilangan rambut berlebih.
7. Bising usus hiperaktif.
8. Kurang makanan dan kurang informasi.
9. Kurang minat terhadap makanan.
10. Tonus otot menurun.
11. Mengeluh gangguan sensasi rasa.
12. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recommended Daily
Allowance).
13. Sariawan rongga mulut.
14. Steatore.
15. Kelemahan otot mengunyah dan otot untuk menelan.

14
Faktor yang berhubungan :
a. Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
b. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
c. Ketidakmampuan menelan makanan.
d. Faktor psikologis.
b. Nyeri akut.
Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenagkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa,
awitannya yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung selama < 6 bulan. Batasan karakteristik :
1. Perubahan selera makan.
2. Perubahan tekanan darah
3. Perubahan frekuensi jantung.
4. Perubahan frekuensi pernafasan.
5. Laporan isyarat.
6. Diaforesis.
7. Perilaku distraksi.
8. Mengekspresikan perilaku (merengek, menangis,gelisah).
9. Sikap melindungi area nyeri.
10. Melaporkan nyeri secara verbal.
11. Perubahan posisi untuk melindungi nyeri.
12. Gangguan tidur.
Faktor yang berhubungan :
a. Agens cidera (misalnya, biologi, fisik, zat kimia,
psikologis)
c. Hambatan mobilitas fisik.
Definisi : keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Batasan karakteristik :
1. Penurunan waktu reaksi.
2. Kesulitan membolak-balik posisi.
3. Dispnea setelah beraktivitas.
4. Perubahan cara berjalan.

15
5. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik
kasar.
6. Keterbatasan rentang pergerakan sendi.
7. Pergerakan lambat.
8. Pergerakan tidak terkoordinasi.
Faktor yang berhubungan :
a. Intoleransi aktivitas
b. Ansietas.
c. Kontraktur.
d. Penurunan kekuatan otot.
e. Ketidaknyamanan.
f. Nyeri.
g. Progam pembatasan gerak.
d. Resiko infeksi.
Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang organisme
patogenik. Faktor risiko :
1. Penyakit kronis (DM/Obesitas)
2. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan
patogen.
3. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peristaltik.
b. Kerusakan integritas kulit.
c. Trauma jaringan
d. Penurunan hemoglobin
7. Fokus intervensi
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan pasca operasi laparotomi (Nurarif & Kusuma
2015):
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, ketidakmampuan menelan
makanan, faktor psikologis (Nurarif & Kusuma 2015, h.294).
Nursing Outcome Classification (NOC)

16
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.... x 24 jam
diharapkan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan.
2. Berat badan ideal sesuai tinggi badan.
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
4. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Nursing Interventions Calssification (NIC). Aktivitas keperawatan :
1. Kaji status nutrisi klien dan kemampuan pemenuhan nutrisi
klien.
2. Identifikasi klien tentang riwayat alergi makanan dan kaji
makanan kesukaan klien.
3. Instruksikan kepada klien tentang cara pemenuhan kebutuhan
nutrisi yang optimal (misalnya dengan pelaksanaan diet sesuai
anjuran).
4. Hitung kebutuhan kalori klien setiap hari dan sediakan aneka
ragam makanan kesukaan klien.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendukung nafsu
makan klien.
6. Anjurkan klien/ keluarga untuk membantu klien melakukan
perawatan rongga mulut (sikat gigi) sebelum makan untuk
meningkatkan kenyamanan.
7. Rencanakan pemberian obat untuk mengatasi gejala yang
mengganggu nafsu makan (nyeri, mual muntah).
8. Sajikan makanan dengan menarik dan suhu hangat.
9. Atur diet makanan klien sesuai kondisi penyakit (indikasi dan
kontraindikasi).
10. Berikan nutrisi tinggi serat untuk memperlancar proses
pencernaan.
11. Monitoring asupan nutrisi dan kalori tiap hari.
12. Monitoring trend peningkatan/ penurunan berat badan tiap hari.
2. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Nursing Outcomes Clasification (NOC) : Setelah dilakukan tindakan

17
keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri klien terkontrol atau
dapat teratasi (Nurarif & Kusuma 2015, h.299). Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan).
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
3. Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Nursing Interventions Calssification (NIC) Aktivitas keperawatan :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan fraktor presipitasi.
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, bebat atau traksi
c. Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
d. Ajarkan pada pasien tekhnik non farmakologi mengurangi nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
f. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal,
perubahan tanda-tanda vital)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terapi restriktif
(Nurarif & Kusuma 2015, h. 267).
Nursing Outcomes Clasification (NOC) : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan
mobilitas fisik sesuai kemampuan, mampu melakukan mobilisasi di
tempat tidur, mampu melakukan aktivitas. Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Klien mengerti tujuan dan penngkatan mobilitas fisik
3. Klien mampu memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
Nursing Interventions Calssification (NIC) Aktivitas keperawatan
1. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai kebutuhan

18
2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. Lakukan pendekatan kepada pasien untuk melakukan aktivitas
sebatas kemampuan.
4. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang
sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
5. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien
6. Ajarkan pasien mengubah posisi secara periodik sesuai keadaan
klien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur
invasiv/pembedahan) (Nurarif & Kusuma 2015, h.309).
Nursing Outcomes Clasification (NOC) : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi,
meningkatnya status kekebalan tubuh, mengetahui tentang cara
mengontrol infeksi. Kriteria Hasil
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, kalor, rubor, tumor dan
fungsiolaesa)
3. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
Nursing Intevension Clasifications (NIC) Aktivitas keperawatan :
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain dan
pertahankan lingkungan aseptik
b. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
c. Batasi pengunjung bila perlu, instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien.
d. Kolaborasi pemberian antibiotika, bila perlu infection
protection (proteksi terhadap infeksi)

19
e. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (hitung darah lengkap,
LED, kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang).

2.11 Kasus Asuhan Keperawatan Peritonitis


A. Kasus
Ny M usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 3 juni 2014, datang dengan
keluhan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah Ny M post op Apendixitis.
Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang rasa nyeri ringan kadang juga
berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan berat), ketika kambuh nyeri
disertai panas tubuh yang tinggi dan kembung. sejak 2 hari yang lalu pasien
mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai pusing, tidak nafsu makan,
porsi makan tidak pernah habis, klien tampak cemas dan lelah, minum hanya 700
cc/hari. Klien mengatakan tubuh terasa panas sehingga klien sering keluar
keringat. Klien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 5-6 hari, sehingga
perutnya terlihat membesar dan terasa tidak nyaman.
Hasil inspeksi: membran mukosa kering, mata cowong, turgor kulit
menurun., wajah tampak kemerahan, pasien terlihat menghindari semua gerakan
dan menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut, hasil
palpasi terdapat nyeri tekan abdomen, akral hangat. hasil perkusi terdapat nyeri
ketuk dan bunyi hipertimpani. bissing usus tidak terdengar (Bunyi peristaltik = O).
BB menurun sebelum sakit 75 kg waktu sakit 60 kg. Berdasarkan observasi TTV
dihasilkan TD: 130/80 mmHg, N: 120 x/menit, S: 40˚C. Hasil pemeriksaan
laboratorium di dapatkan leukosit: 15.000 sel µ/l. HB: 10 g/dl, dari hasil foto
polos abdomen di dapatkan usus halus dan usus besar berdilatasi, nilai elektrolit
normal. Dx Medis: Peritonitis

B. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Identitas pasien :
- Nama : Ny. M
- Umur : 25 tahun
- MRS : 03 Juni 2014
- Pekerjaan : Ibu rumah tangga
- Dx Medis : Peritonitis

20
b. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri abdomen setelah post op apendixitis.
c. Riwayat penyakit sekrang
Ny M usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 3 juni 2014, datang
dengan keluhan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah Ny M post
op Apendixitis, Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang rasa
nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu
dan berat), ketika kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi disertai
kembung. 2 hari yang lalu pasien mengeluh sering mual dan muntah
4x/hari disertai pusing, tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah
habis, klien tampak cemas dan lelah, minum hanya 700 cc/hari. Klien
mengatakan tubuh terasa panas sehingga klien sering keluar keringat.
Klien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 5-6 hari, sehingga perutnya
terlihat membesar dan terasa tidak nyaman. Karena kondisi tersebut klien
MRS pada tanggal 03 Juni 2014
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit apendixitis
e. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan keluarga mempunyai riwayat apendixitis dan
gastritis

2. Data Obyektif
1. Kesadaran : composmentis 3-4-5
2. Kondisi umum : lemah, lelah, kesakitan
3. Skala nyeri : Skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan berat)
4. Observasi TTV :
-TD: 130/80 mmHg S : 40˚C
- N : 120x/mnt RR: 20x/mnt
5. Pemeriksaan fisik :
1) B1 (Breating) :
a. Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
napas.
b. Palpasi : fokal fremitus kanan kiri sama
c. Perkusi : sonor

21
d. Auskultasi: vesikuler, tidak ada suara tambahan

2) B2 (Blood) :
a. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : PMI teraba
c. Perkusi : pekak
d. Auskultasi : S1, S2 terdengar bunyi tunggal
3) B3 (Brain) :
Kesadaran composmentis (3-4-5)
4) (Bowel) :
a. Inspeksi : Simetris, kembung
b. Auskultasi : Bissing usus menghilang (bunyi perstaltik = 0)
c. Perkusi : Hipertimpani, hepar dan lien redup
d. Palpasi :Hepar lien tidak teraba, gastritis positif,
apendisitis negatif
e. Frekuebsi BAB : 1 kali dalam 5-6 hari
f. Konsistensi feses : Keras
5) B5(Bladder) :
a. Frekuensi BAK : 1X/hari
b. Intake minum : 700cc/hari
6) B6 (Bone) :
a. Inspeksi :Pasien terlihat kesakitan dan lemah, mata cowong,
wajah memerah. pasien terlihat menghindari semua gerakan
dan menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan
dinding perut.
b. Palpasi :Akral hangat
6. Pemeriksaan penunjang :
a. Leukosit : 15.000 sel µ/l.
b. foto polos abdomen di dapatkan usus halus dan usus besar
berdilatasi, nilai elektrolit normal.

22
3. Analisa Data

Data Etiologi Problem


Ds: Ny. M mengatakan nyeri abdomen Pertemuan Ag, Nyeri
sejak 4 hari yang lalu setelah post op AB.
Apendixitis. Pasien mengatakan rasa nyeri
terlokalisasi kadang rasa nyeri ringan
kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri Respon inflamasi

sangat mengganggu dan berat), perut terasa pada peritonium.

kembung.

Do: Distensi abdomen

- pasien terlihat kesakitan dan lemah

- O: Nyeri dirasakan sejak 4 hari yang Nyeri


lalu

- P: Nyeri dirasakan setelah 4 hari yang


lalu setelah post op Apendixitis.

- Q: Nyeri terasa berat, seperti ditekan


dan sanagt mengganggu

- R: Nyeri diarea seluruh dinding


abdomen (peritoneum)

- S: Intensitas nyeri 7 (nyeri berat)

- T : pasien terlihat menghindari semua


gerakan dan menjaga pinggul tertekuk
untuk mengurangi ketegangan dinding
perut

- Observasi TTV:

TD: 80/50 mmHg N : 120x/menit.

- Foto polos:usus halus dan usus besar


berdilatasi.

23
Ds: pasien mengatakan tubuh terasa Respon mediator Hiperterm
panas saat nyeri perut kambuh kimia terhadap i
inflamasi.
DO: Akral hangat, Wajah kemerahan
Vasodilatasi
- Observai TTV :
pembuluh darah.
S: 40˚C N: 120 X/Menit TD: 130/80
Peningktan suhu
mmHg
tubuh.
- Hasil pemeriksaan laborat:
Hipertermi
Leukosit: 15.000 sel µ/l.

Ds: pasien mengeluh sering mual dan Proses inflamasi Nutrisi


muntah 4x/hari disertai pusing, tidak nafsu peritonium. kurang dari
makan, porsi makan tidak pernah habis dan kebutuhan
Anoreksia.
perut terasa kembung.
Nausea, Vomiting.
DO:

-BB menurun sebelum sakit 75 kg waktu Intake nutrisi tidak


sakit 60 kg adekuat.

-HB: 10 g/dl

Ds: Paien mengatakan sejak 2 hari yang Peningkatan suhu Ketidaksei


lalu sering mual muntah 4x/hari, minum tubuh, intake cairan mbangan
hanya 700cc/hari, sering keluar keringat kurang. cairan
akibat suhu tubuhnya yang tinggi elektrolit
Output cairan
Do: melalui keringat
berlebih.
-Pasien mengeluh pusing, membran
mukosa kering, turgor kulit menurun, mata Intake cairan tidak
cowong. adekuat.

-TTV: Ketidakseimbanga
n cairan dan
N: 120x/mnt TD: 130/80 mmHg

24
S: 40˚C elektrolit.

Ds: Pasien mengatakan BAB jarang satu Peradangan pada Gangguan


kali dalam 5-6 hari, sehingga perutnya peritonium. eliminasi
terlihat membesar dan terasa tidak nyaman. Alvi
Vegetasi dan
DO: infiltrat
mikroorganisme.
-Bunyi peristaltic = 0
Mempengaruhi
-Frekuensi BAB = 1X dalam 5-6 hari
peristaltik usus.

Proses pencernaan
makanan terganggu.

Konstipasi.

4. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d peradangan/ inflamasi pada peritoneum
2. Hipertermi b.d respon mediator kimia terhadap inflamasi pada peritoneum
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake cairan yang kurang
5. Gangguan eliminasi alvi b.d peristaltic usus yang menghilang

5. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi peritoneum
a. Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri hilang.
b. Kriteria Hasil:
1) Nyeri tekan abdomen berkurang
2) Skala nyeri normal 0-1
3) Bissing usus normal (5-30x/menit)
4) Observasi TTV (dalam batas normal):
TD: 90-140 mmHg N: 60-80x/mnt S: 40˚C

25
Intervensi Rasional

1. Bina hubungan saling percaya. 1. Membina hubungan


2. Ajarkan teknik distraksi- kepercayaan untuk
relaksassi: mempermudah memberikan
- Mendengarkan music pelayanan secara maximal.
- Nafas dalam 2. Menurunkan rasa nyeri pasien.
3. Observasi TTV: Td, N, S. 3. Mengetahui perkembangan
4. Observasi skala nyeri kondisi pasien.
- 1-3 nyeri ringan 4. Mencegahperkembangan
- 4-6 nyeri sedang tingkat nyeri pasien
- 7-9 nyeri berat 5. Mengetahui fungsi gerakan
- 10 sangat nyeri peristaltic lambung.
5. Observasi bissing usus 6. Meringankan peradangan dan
6. Pemberian obat sesuai advis nyeri abdomen
dokter.
- Antibiotic
- Analgesic

2. Diagnosa keperawatan :
Hipertemi b.d respon mediator kimia terhadap inflamasi peitonium
a. Tujuan :
Setelah dilakukan suhan keperawatan selam 2x24 jam panas
tubuh berkurang
b. Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh menurun (N: 36,5˚ – 37,5˚C)
2) Akral dingin
3) Wajah tidak memerah
Intervensi Rasional

1. Anjurkan klien 1. Penguapan panas dari


menggunakanpakaian yang tubuhdapat diminimalisir oleh
mudah meresap keringat. tubuh.

26
2. Anjurkan kompres hangat. 2. Menstabilkan autoregulasi suhu
3. Anjurkan mengurangi aktivitas dalam tubuh.
dan banyak istirahat. 3. Mengetahui perkembangan
4. Observasi TTV: S, N, TD vital pasien.
5. Kolaborasi dengan team medis 4. Inflamasi berkurang, suhu
pemberian : tubuh menurun.
- Antibiotic 5. Meringankan peradangan dan
- Paracetamol nyeri abdomen

3. Diagnose keperawatan:
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan nutrisi yang kurang
a. Tujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam
klien dapat memenugi asupan nutrisi yang seimbang.
b. Kriteria Hasil:
1) Mual muntah berkurang
2) BB meningkat
3) Porsi makan habis
4) Nafsu makan meningkat
5) HB: 11,4 – 15 g/dl
Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan kepada klien 1. Mengatur pola makan pasien


tentang diit yang benar sesuai dengan lebih baik lagi dan teratur.
penyajian. 2. Membantu pencernaan
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering. pasien dan meningkatkan
3. Ciptakan suasana makan yang rileks. nafsu makan.
4. Sajikan makanan dalam keadaan 3. Mengetahui perkembnagan
hangat. pasien.
5. Observasi TTV: TD, N, S, 4. Mempertahankan
6. Ukur kadar HB secara berkala, keseimbangan nutrisi pasien
timbang BB. 5. Mengetahui perkembangan
7. Kolaborasi ahli gizi/para medis untuk vital pasien.
menentuknan diit yang tepat dan 6. Kehilangan/peningkatan dini

27
pemberian vitamin antiemetic. menunjukkan perubahan
hidrasi tetapi kehilangan,
7. Membantu proses
pemenuhan kebutuhan nutrisi

4. Dignosa Keperawatan 4
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake cairan makanan tidak
adekuat.
a. Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
kebutuhan cairan terpenuhi dengan baik.
b. Kriteria Hasil:
1) Turgor kulit normal
2) Mata tidak cowong
3) Turgor kulit normal
4) mukosa lembap
Intervensi Rasional

1. Bina hubungan saling percaya. 1. Membinahubungan kepercayaan


2. Observasi TTV: (TD, S, HR, untuk mempermudah memberikan
RR) pelayanan secara maximal.
3. Anjurkan minum banyak (1-2 2. mengetahui perkembangan
litr/hari) kondisi pasien.
4. Berikan obat sesuai advis 3. Mempertahankan cairan dalam
dokter: Infus RL tubuh.
4. Mengganti caian dan elktrolit
secara adekuat dan cepat

5. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan eliminasi alvi b.d hilangnya peristaltic usus
a. Tujuan:

28
Konstipasi berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1X24 jam.

b. Kriteria Hasil:
1) Bunyi peristaltic normal: 5-30x/menit
2) Frekuensi BAB normal 1-2X/hari
3) Konsistensi BAB padat dan lunak

Intervensi Rasional

1. Anjurkan klien makan-makanan yang 1. Memudahkan sistem


tinggi serat: sayuran hijau dan buah- pencernaan untuk mengolah
buahan. makanan dengan baik.
2. Observasi TTV:N. S, RR, TD. 2. Memantau perkembangan
3. Observasi peristaltic usus setiap kondisi pasien.
selesai makan. Norml: 5-30X/menit 3. Memantau fungsi peristaltic
4. Pemberian obat sesuai advis dokter. dalam system pencernaan.
4. Merangsang peristaltic usus
dan memudahkan proses BAB
yang normal.

29
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium (lapisan membran serosa
rongga abdomen). peradangan peritonium merupakan komplikasi yang berbahaya
yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen(misalnya
apendiksitis, salpingitis) ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen.
organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada
kasus ruptura apendiks sedangkan stavilokok dan streptokok sering masuk dari luar.

3.2 Saran
Kelompok menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari sempurna.
Untuk itu, kelompok mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.Untuk para mahasiswa hendaknya mempunyai
kesadaran bahwa pentingnya pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien
peritonitis.

30
DAFTAR PUSTAKA

Inayah Iin. 2004. ASKEP pada Klien Gangguan Sistem Pencernaan.Salemba


Medika: Jakarta.
Muttaqin Arif, dkk. 2011. Gangguan GIT Aplikasi ASKEP Medikal
Bedah.Salemba Medika: Jakarta.
Price AS, dkk. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
4.EGC: Jakarta.
Nurarif, Amin Hadi, 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC Edisi
Revisi Jilid 3. MediAction: Yogjakarta.

31
RANGKUMAN JURNAL

NO JUDUL NAMA TAHUN TEMPAT HASIL


1 Pola Kasus dan Aiwi Japanesa, 2013 Dirawat inap Penelitian ini telah dilakukan berdasarkan data rekam medis
Penatalaksanaan Asril Zahari, Selfi di Bagian dari Bagian Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang
Peritonitis Akut Di Renita Rusjdi. Bedah RSUP periode 01 Januari 2013-31 Desember 2013. Data yang
Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 98 kasus
Dr. M. Djamil Padang Padang peritonitis.
Dalam penelitian ini hasilnya adalah :
1. frekuensi kejadian penderita laki-laki lebih banyak
daripada penderita perempuan. Data laki-laki adalah 67
orang (68,4%) dan perempuan 31 orang (31,6%).
Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2,16:1.
2. Persentase kategori umur terbanyak adalah kelompok
umur 10-19 tahun, yaitu 24,5%. Peringkat kedua adalah
kategori 20-29 tahun (23,5%), kemudian diikuti oleh
kelompok umur 0-9 tahun dan 30-39 tahun (11,2%), 40-
49 tahun (10,2%), 60-69 tahun (8,2%), 50-59 tahun
(7,1%), 70- 79 tahun (3,1%), serta >= 80 tahun (1,0%).
3. Jenis peritonitis terbanyak adalah peritonitis sekunder
umum akibat perforasi apendiks, yaitu 53 orang
(54,1%).
4. Sebagian besar pasien peritonitis mendapatkan
tatalaksana bedah yaitu laparatomi eksplorasi dan
apendektomi sebanyak 63 orang (64,3%).
5. Lama perawatan peritonitis terbanyak pada kelompok 4-
7 hari, yaitu 45 orang (45.9%).
6. Frekuensi pasien peritonitis menurut kondisi keluar
sebagian besar dalam keadaan hidup, yaitu 84 orang
(85,7%).

32
2 Studi Analisis Kejadian Supono, Suwanto, 2004 Di Rumah 1. Karakteristik Responden
Komplikasi Peritonitis Endang Sri H.S Sakit Dr. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang dan
Terhadap Kemampuan Saiful Anwar perempuan 19 orang, mayoritas pasien berusia lebih
Perawatan Mandiri Malang dari 20 tahun sebanyak 48 orang, mayoritas pasien
Klien CAPD
berpendidikan SLTA sebanyak 19 orang.
2. Responden dengan riwayat peritonitis mayoritas
memiliki kemampuan melakukan perawatan mandiri
dengan tidak baik, yaitu sebanyak 6 orang.
3. Responden tanpa riwayat peritonitis mayoritas
memiliki kemampuan melakukan perawatan mandiri
dengan baik, yaitu sebanyak 6 orang.
4. Terdapat perbedaan kemampuanperawatan mandiri
dengan komplikasi kejadian peritonitis, hal ini
berdasarkan nilai X2 hitung > X2 tabel (6,667>3,841) dan
nilai sig < a (0,05).

33

Anda mungkin juga menyukai