PERITONITIS
Tingkat II-C
Assalamuallaikum wr.wb
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, tuntunan serta hidayahnya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan dan menyajikan makalah. Penyusun makalah ini dimaksudkan agar
pembaca dapat memperoleh informasi tentang “Peritonitis”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan disebabkan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis.
Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tertinggi kepada semua pihak yang turut serta menyumbangkan materi,
tenaga, pikiran serta ide-ide yang dapat penulis gunakan untuk menyelesaikan makalah ini,
yaitu:
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
1.1.1 Apa definisi dan etiologi dari Peritonitis?
1.1.2 Apa saja manifestasi klinisPeritonitis?
1.1.3 Bagaimana patofisiologi Peritonitis?
1.1.4 Apa saja pemeriksaan Penunjang Peritonitis?
1.1.5 Bagaimana penatalaksanaan pasien Peritonitis?
1.1.6 Apa saja komplikasi dari Peritonitis?
1.1.7 Apa sajamasalah yang lazim muncul pada Peritonitis?
1.1.8 Apa sajaDischarge planning pada Peritonitis?
1.1.9 Bagaimana Konsep dasar asuhan keperawatan peritonitis?
1.1.10 Bagaimana Asuhan keperawatan pada kasus Peritonitis?
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
2.2 Etiologi
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung/dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukak disentri amuba/colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
i. Kuman yang paling hemolitik, stapilokokus aurens,b dan u sering ialah
bakteri coli, streptokokus enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
2. Secara langsung dariluar
a. Operasi yang tidak steril.
a. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.
b. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, rupturhati.
c. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk
pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus,
4. Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infeksi (umum dan
abses abdomen (lokal infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat
bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonits ialah
spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP
terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya pada pasien yang
asites terjadi kontaminasi hinga ke rongga peritoneal sehingga menjadi
translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium,
kadang terjadi penyebaran hematogen terjadi bakterimia dan penyebab penyakit
hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites semakin tinggi
4
risiko terjadinya peritonitis dan abses, ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang
rendah antar mol Komponen asites pathogen yang sering menyebabkan infeksi
adalah bakt gram negative E. coli 40% klebsiella pneumoniae 7%, spesies
pseudomonos' proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu
strptoko pneumoniae 15%, jenis streptokokus lain 15%dan golongan staph 3%.
Selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.
2.4 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi
tumor (Dahlan 2004, dikutip dalam padila 2012, h.195). Awalnya mikroorganisme
masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapi dalam beberapa jam terjadi
kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat.
Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein,
sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran
intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara
dan cairan di dalam usus besar. Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya
yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritonium terhadap invasi
bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses)
terbentuk di antara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang
bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa yang kelak
dapat mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritonium dapat menimbulkan peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
5
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit menghilang ke dalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oligouria,
perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus sehingga menyebabkan obstruksi usus. Gejala
berbeda- beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis organisme
yang bertanggung jawab. Gejala utamanya adalah sakit perut (biasanya terus
menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa bunyi, dan
demam (Price 1995, dikutip dalam Padila 2012, h.195).
6
Peritonitis (peradangan dari peritonium) terjadi akibat apendik yang
mengalami perforasi, secara cepat perlengketan terbentuk dalam usaha untuk
membatasi infeksi dan membantu untuk menutup daerah peradangan, membentuk
suatu abses. Ketika penyembuhan terjadi, perlengketan fibrosa dapat terbentuk dan
mengakibatkan obstruksi usus. Reaksi-reaksi lokal dari peritonium meliputi
kemerahan, edema, dan produksi cairan dalam jumlah besar berisi elektrolit dan
protein. Jika infeksi tidak teratasi dapat terjadi hipovolemia, ketidakseimbangan
elektolit, dehidrasi dan akhirnya syok. Peristaltik usus dapat terhenti dengan infeksi
peritonium yang berat (Long 1996, dikutip dalam Padila 2012, h.195).
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuaskan pasien,pemberian antibiotic yang sesuai,dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastric atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
dilakukan secara intravena,pembangunan focus septik (apendiks) atau penyebab
7
radang lainya,bila mungkin dengan mengalirkan nana keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4,antara lain :
8
2.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok Hipovolemik.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan mu;ti system.
d. Abses residual intraperitoneal.
e. Portal pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren
9
2.9 Discharge planning
1) Hindari konsumsi makanan yang dapat penyebabkan penyakit.
2) Hindari konsumsi alcohol dan merokok.
3) Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pola makan yang benar.
4) Biasakan hidup bersih dan sehat.
5) Cucilah tangan sebelum dan sesudah aktivitas.
6) Jika postop konsultasikan dengan tenaga medis cara perawatan dan
penanganan di rumah sehingga menghindarkan infeksi bertambah.
10
Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan
tindakan dengan obat anti-nyeri.
b) Pola Nutrisi-Metabolik.
Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit
dan rambut, nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi,
instruksi diet sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan yang
masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan, kebutuhan jumlah zat
gizinya, dan lain-lain. Pada pasien peritonitis akan mengalami mual.
Vomitus dapat muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti
obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal, selain itu
terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltik
usus turun (<12x/menit). Diet yang diberikan berupa makanan cair
seperti bubur saring dan diberikan melalui NGT.
c) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem
pencernaan, perkemihan, integumen, dan pernafasan. Pada klien
dengan peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan
defekasi, turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan,
takipnea.
d) Pola Kognitif Perseptual.
Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat
kesadaran, dan kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba,
dan mencium, serta sensori nyeri. Pada klien dengan peritonitis tidak
mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan
kesadaran, adanya nyeri tekan pada abdomen.
e) Pola Aktivitas/Latihan.
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu,
fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi. Pada klien dengan peritonitis
mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan pergerakan sendi terbatas,
kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas iregular (RR>
20x/menit), klien mengalami takikardi, akral : dingin, basah, dan pucat.
f) Pola Istirahat dan Tidur.
11
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien
mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami saat
istirahat tidur. Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami
kesulitan tidur karena nyeri.
g) Pola Nilai dan Kepercayaan.
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama
selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama
mempengaruhi sikap tentang penyakit yang sedang dialaminya.
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
h) Pola Peran dan Hubungan Interpersonal.
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan
gangguan terhadap peran yang dilakukan. Adanya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan mengalami
hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
i) Pola Persepsi atau Konsep Diri.
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah- masalah
yang ada seperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap
diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan
identitas tentang dirinya. Pada klien dengan peritonitis terjadi
perubahan emosional.
j) Pola Koping/Toleransi Stres.
Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung. Pada klien dengan
peritonitis didapati tingkat kecemasan pada tingkat berat.
k) Pola Reproduksi dan Seksual.
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan pemerikasaan
payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang
berhubungan dengan penyakit. Pada laki-laki berhubungan dengan
kebiasaan seks, sehingga penting untuk menghindari aktivitas
seksual yang bebas. Pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.
3. Pemeriksaan Fisik.
12
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien Peritonitis: Kesadaran dan
Keadaan Umum Klien. Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatis seperti kompos mentis, apatis, somnolen, spoor,
koma dan delirium, dan status gizinya, GCS (Glasow Coma Scale).
4. Pemeriksaan Penunjang.
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi
intra abdomen menunjukan adanya luokositosis.
b. Cairan peritoneal.
c. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus.
b. USG.
c. Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus
perforasi organ viceral. Foto tersebut menunjukan udara bebas di
bawah diafragma.
d. Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma.
5. Pengkajian pasca operasi
Pada umumnya klien dengan pasca operasi akan mengalami nyeri yang
hebat sehingga diperlukan pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST (Muttaqin
2008, h.120).
a. Provoking Incident.
Merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya nyeri,
biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur
pembedahan.
b. Quality of Pain.
Merupakan jenis rasa nyeri yang dialami klien. Klien dengan pasca
operasi laparatomy biasa menghasilkan sakit yang bersifat menusuk
atau seperti disayat-sayat.
c. Region, Radiation, Relief.
13
Area yang dirasakan nyeri pada klien terjadi di area luka operasi.
Imobilisasi atau istirahat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
agar tidak menjalar atau menyebar.
d. Severity (Scale) of Pain.
Biasanya klien pasca operasi akan menilai sakit yang dialaminya
dengan skala 5-7 dari skala pengukuran 0-10.
e. Time.
Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam
kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. Klien akan merasa lebih
nyeri saat bagian yang mengalami pembedahan dilakukan pergerakan.
6. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan pasca operasi
Laparatomy adalah (Herdman 2012) :
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. Batasan katakteristik :
1. Kram abdomen dan nyeri abdomen.
2. Menghindari makanan.
3. Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal atau
penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
4. Kerapuhan kapiler.
5. Diare.
6. Kehilangan rambut berlebih.
7. Bising usus hiperaktif.
8. Kurang makanan dan kurang informasi.
9. Kurang minat terhadap makanan.
10. Tonus otot menurun.
11. Mengeluh gangguan sensasi rasa.
12. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recommended Daily
Allowance).
13. Sariawan rongga mulut.
14. Steatore.
15. Kelemahan otot mengunyah dan otot untuk menelan.
14
Faktor yang berhubungan :
a. Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
b. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
c. Ketidakmampuan menelan makanan.
d. Faktor psikologis.
b. Nyeri akut.
Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenagkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa,
awitannya yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung selama < 6 bulan. Batasan karakteristik :
1. Perubahan selera makan.
2. Perubahan tekanan darah
3. Perubahan frekuensi jantung.
4. Perubahan frekuensi pernafasan.
5. Laporan isyarat.
6. Diaforesis.
7. Perilaku distraksi.
8. Mengekspresikan perilaku (merengek, menangis,gelisah).
9. Sikap melindungi area nyeri.
10. Melaporkan nyeri secara verbal.
11. Perubahan posisi untuk melindungi nyeri.
12. Gangguan tidur.
Faktor yang berhubungan :
a. Agens cidera (misalnya, biologi, fisik, zat kimia,
psikologis)
c. Hambatan mobilitas fisik.
Definisi : keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Batasan karakteristik :
1. Penurunan waktu reaksi.
2. Kesulitan membolak-balik posisi.
3. Dispnea setelah beraktivitas.
4. Perubahan cara berjalan.
15
5. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik
kasar.
6. Keterbatasan rentang pergerakan sendi.
7. Pergerakan lambat.
8. Pergerakan tidak terkoordinasi.
Faktor yang berhubungan :
a. Intoleransi aktivitas
b. Ansietas.
c. Kontraktur.
d. Penurunan kekuatan otot.
e. Ketidaknyamanan.
f. Nyeri.
g. Progam pembatasan gerak.
d. Resiko infeksi.
Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang organisme
patogenik. Faktor risiko :
1. Penyakit kronis (DM/Obesitas)
2. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan
patogen.
3. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peristaltik.
b. Kerusakan integritas kulit.
c. Trauma jaringan
d. Penurunan hemoglobin
7. Fokus intervensi
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan pasca operasi laparotomi (Nurarif & Kusuma
2015):
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, ketidakmampuan menelan
makanan, faktor psikologis (Nurarif & Kusuma 2015, h.294).
Nursing Outcome Classification (NOC)
16
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.... x 24 jam
diharapkan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan.
2. Berat badan ideal sesuai tinggi badan.
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
4. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Nursing Interventions Calssification (NIC). Aktivitas keperawatan :
1. Kaji status nutrisi klien dan kemampuan pemenuhan nutrisi
klien.
2. Identifikasi klien tentang riwayat alergi makanan dan kaji
makanan kesukaan klien.
3. Instruksikan kepada klien tentang cara pemenuhan kebutuhan
nutrisi yang optimal (misalnya dengan pelaksanaan diet sesuai
anjuran).
4. Hitung kebutuhan kalori klien setiap hari dan sediakan aneka
ragam makanan kesukaan klien.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendukung nafsu
makan klien.
6. Anjurkan klien/ keluarga untuk membantu klien melakukan
perawatan rongga mulut (sikat gigi) sebelum makan untuk
meningkatkan kenyamanan.
7. Rencanakan pemberian obat untuk mengatasi gejala yang
mengganggu nafsu makan (nyeri, mual muntah).
8. Sajikan makanan dengan menarik dan suhu hangat.
9. Atur diet makanan klien sesuai kondisi penyakit (indikasi dan
kontraindikasi).
10. Berikan nutrisi tinggi serat untuk memperlancar proses
pencernaan.
11. Monitoring asupan nutrisi dan kalori tiap hari.
12. Monitoring trend peningkatan/ penurunan berat badan tiap hari.
2. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Nursing Outcomes Clasification (NOC) : Setelah dilakukan tindakan
17
keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri klien terkontrol atau
dapat teratasi (Nurarif & Kusuma 2015, h.299). Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan).
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
3. Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Nursing Interventions Calssification (NIC) Aktivitas keperawatan :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan fraktor presipitasi.
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, bebat atau traksi
c. Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
d. Ajarkan pada pasien tekhnik non farmakologi mengurangi nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
f. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal,
perubahan tanda-tanda vital)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terapi restriktif
(Nurarif & Kusuma 2015, h. 267).
Nursing Outcomes Clasification (NOC) : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan
mobilitas fisik sesuai kemampuan, mampu melakukan mobilisasi di
tempat tidur, mampu melakukan aktivitas. Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Klien mengerti tujuan dan penngkatan mobilitas fisik
3. Klien mampu memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
Nursing Interventions Calssification (NIC) Aktivitas keperawatan
1. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai kebutuhan
18
2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. Lakukan pendekatan kepada pasien untuk melakukan aktivitas
sebatas kemampuan.
4. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang
sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
5. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien
6. Ajarkan pasien mengubah posisi secara periodik sesuai keadaan
klien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur
invasiv/pembedahan) (Nurarif & Kusuma 2015, h.309).
Nursing Outcomes Clasification (NOC) : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi,
meningkatnya status kekebalan tubuh, mengetahui tentang cara
mengontrol infeksi. Kriteria Hasil
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, kalor, rubor, tumor dan
fungsiolaesa)
3. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
Nursing Intevension Clasifications (NIC) Aktivitas keperawatan :
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain dan
pertahankan lingkungan aseptik
b. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
c. Batasi pengunjung bila perlu, instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien.
d. Kolaborasi pemberian antibiotika, bila perlu infection
protection (proteksi terhadap infeksi)
19
e. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (hitung darah lengkap,
LED, kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang).
B. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Identitas pasien :
- Nama : Ny. M
- Umur : 25 tahun
- MRS : 03 Juni 2014
- Pekerjaan : Ibu rumah tangga
- Dx Medis : Peritonitis
20
b. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri abdomen setelah post op apendixitis.
c. Riwayat penyakit sekrang
Ny M usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 3 juni 2014, datang
dengan keluhan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah Ny M post
op Apendixitis, Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang rasa
nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu
dan berat), ketika kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi disertai
kembung. 2 hari yang lalu pasien mengeluh sering mual dan muntah
4x/hari disertai pusing, tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah
habis, klien tampak cemas dan lelah, minum hanya 700 cc/hari. Klien
mengatakan tubuh terasa panas sehingga klien sering keluar keringat.
Klien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 5-6 hari, sehingga perutnya
terlihat membesar dan terasa tidak nyaman. Karena kondisi tersebut klien
MRS pada tanggal 03 Juni 2014
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit apendixitis
e. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan keluarga mempunyai riwayat apendixitis dan
gastritis
2. Data Obyektif
1. Kesadaran : composmentis 3-4-5
2. Kondisi umum : lemah, lelah, kesakitan
3. Skala nyeri : Skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan berat)
4. Observasi TTV :
-TD: 130/80 mmHg S : 40˚C
- N : 120x/mnt RR: 20x/mnt
5. Pemeriksaan fisik :
1) B1 (Breating) :
a. Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
napas.
b. Palpasi : fokal fremitus kanan kiri sama
c. Perkusi : sonor
21
d. Auskultasi: vesikuler, tidak ada suara tambahan
2) B2 (Blood) :
a. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : PMI teraba
c. Perkusi : pekak
d. Auskultasi : S1, S2 terdengar bunyi tunggal
3) B3 (Brain) :
Kesadaran composmentis (3-4-5)
4) (Bowel) :
a. Inspeksi : Simetris, kembung
b. Auskultasi : Bissing usus menghilang (bunyi perstaltik = 0)
c. Perkusi : Hipertimpani, hepar dan lien redup
d. Palpasi :Hepar lien tidak teraba, gastritis positif,
apendisitis negatif
e. Frekuebsi BAB : 1 kali dalam 5-6 hari
f. Konsistensi feses : Keras
5) B5(Bladder) :
a. Frekuensi BAK : 1X/hari
b. Intake minum : 700cc/hari
6) B6 (Bone) :
a. Inspeksi :Pasien terlihat kesakitan dan lemah, mata cowong,
wajah memerah. pasien terlihat menghindari semua gerakan
dan menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan
dinding perut.
b. Palpasi :Akral hangat
6. Pemeriksaan penunjang :
a. Leukosit : 15.000 sel µ/l.
b. foto polos abdomen di dapatkan usus halus dan usus besar
berdilatasi, nilai elektrolit normal.
22
3. Analisa Data
kembung.
- Observasi TTV:
23
Ds: pasien mengatakan tubuh terasa Respon mediator Hiperterm
panas saat nyeri perut kambuh kimia terhadap i
inflamasi.
DO: Akral hangat, Wajah kemerahan
Vasodilatasi
- Observai TTV :
pembuluh darah.
S: 40˚C N: 120 X/Menit TD: 130/80
Peningktan suhu
mmHg
tubuh.
- Hasil pemeriksaan laborat:
Hipertermi
Leukosit: 15.000 sel µ/l.
-HB: 10 g/dl
-TTV: Ketidakseimbanga
n cairan dan
N: 120x/mnt TD: 130/80 mmHg
24
S: 40˚C elektrolit.
Proses pencernaan
makanan terganggu.
Konstipasi.
4. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d peradangan/ inflamasi pada peritoneum
2. Hipertermi b.d respon mediator kimia terhadap inflamasi pada peritoneum
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake cairan yang kurang
5. Gangguan eliminasi alvi b.d peristaltic usus yang menghilang
5. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi peritoneum
a. Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri hilang.
b. Kriteria Hasil:
1) Nyeri tekan abdomen berkurang
2) Skala nyeri normal 0-1
3) Bissing usus normal (5-30x/menit)
4) Observasi TTV (dalam batas normal):
TD: 90-140 mmHg N: 60-80x/mnt S: 40˚C
25
Intervensi Rasional
2. Diagnosa keperawatan :
Hipertemi b.d respon mediator kimia terhadap inflamasi peitonium
a. Tujuan :
Setelah dilakukan suhan keperawatan selam 2x24 jam panas
tubuh berkurang
b. Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh menurun (N: 36,5˚ – 37,5˚C)
2) Akral dingin
3) Wajah tidak memerah
Intervensi Rasional
26
2. Anjurkan kompres hangat. 2. Menstabilkan autoregulasi suhu
3. Anjurkan mengurangi aktivitas dalam tubuh.
dan banyak istirahat. 3. Mengetahui perkembangan
4. Observasi TTV: S, N, TD vital pasien.
5. Kolaborasi dengan team medis 4. Inflamasi berkurang, suhu
pemberian : tubuh menurun.
- Antibiotic 5. Meringankan peradangan dan
- Paracetamol nyeri abdomen
3. Diagnose keperawatan:
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan nutrisi yang kurang
a. Tujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam
klien dapat memenugi asupan nutrisi yang seimbang.
b. Kriteria Hasil:
1) Mual muntah berkurang
2) BB meningkat
3) Porsi makan habis
4) Nafsu makan meningkat
5) HB: 11,4 – 15 g/dl
Intervensi Rasional
27
pemberian vitamin antiemetic. menunjukkan perubahan
hidrasi tetapi kehilangan,
7. Membantu proses
pemenuhan kebutuhan nutrisi
4. Dignosa Keperawatan 4
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake cairan makanan tidak
adekuat.
a. Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
kebutuhan cairan terpenuhi dengan baik.
b. Kriteria Hasil:
1) Turgor kulit normal
2) Mata tidak cowong
3) Turgor kulit normal
4) mukosa lembap
Intervensi Rasional
5. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan eliminasi alvi b.d hilangnya peristaltic usus
a. Tujuan:
28
Konstipasi berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1X24 jam.
b. Kriteria Hasil:
1) Bunyi peristaltic normal: 5-30x/menit
2) Frekuensi BAB normal 1-2X/hari
3) Konsistensi BAB padat dan lunak
Intervensi Rasional
29
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium (lapisan membran serosa
rongga abdomen). peradangan peritonium merupakan komplikasi yang berbahaya
yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen(misalnya
apendiksitis, salpingitis) ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen.
organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada
kasus ruptura apendiks sedangkan stavilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
3.2 Saran
Kelompok menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari sempurna.
Untuk itu, kelompok mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.Untuk para mahasiswa hendaknya mempunyai
kesadaran bahwa pentingnya pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien
peritonitis.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
RANGKUMAN JURNAL
32
2 Studi Analisis Kejadian Supono, Suwanto, 2004 Di Rumah 1. Karakteristik Responden
Komplikasi Peritonitis Endang Sri H.S Sakit Dr. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang dan
Terhadap Kemampuan Saiful Anwar perempuan 19 orang, mayoritas pasien berusia lebih
Perawatan Mandiri Malang dari 20 tahun sebanyak 48 orang, mayoritas pasien
Klien CAPD
berpendidikan SLTA sebanyak 19 orang.
2. Responden dengan riwayat peritonitis mayoritas
memiliki kemampuan melakukan perawatan mandiri
dengan tidak baik, yaitu sebanyak 6 orang.
3. Responden tanpa riwayat peritonitis mayoritas
memiliki kemampuan melakukan perawatan mandiri
dengan baik, yaitu sebanyak 6 orang.
4. Terdapat perbedaan kemampuanperawatan mandiri
dengan komplikasi kejadian peritonitis, hal ini
berdasarkan nilai X2 hitung > X2 tabel (6,667>3,841) dan
nilai sig < a (0,05).
33