I. PENDAHULUAN
Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistem gastrointestinal
sangat bervariasi dari satu negara ke negara yang lainnya. Ini dapat disebabkan oleh bakteri,
parasit atau jamur. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang
terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. 1,2
Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amoebic (AHA) dan abses hati piogenik
(AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess).
AHA merupakan salah satu komplikasi amoebiasis ekstraintestinal yang paling sering
dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebih sering terjadi endemik
di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh Entamoeba
Histolytica. 2
AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the
liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang. AHP ini tersebar di
seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang. 2
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain
virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses hati amebik merupakan
komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada
1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. Pria lebih sering
menderita AHA dibanding wanita. Pravelensi terbanyak ditemukan pada umur antara 30 – 50
tahun dengan perbandingan 4 : 1 lebih sering pada orang – orang dewasa.1,3
AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi
hygiene /sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 ± 15 per 100.000 kasus
AHP yang memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 ± 1,47% sedangkan prevalensi di RS
antara 0,008 ± 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan
rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke ± 6. 2
II. ETIOLOGI
Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain
virulen Entamoeba histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Abses hati amebik merupakan
komplikasi ekstra intestinal yang paling sering terjadi akibat infeksi E. histolytica yaitu pada
1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. 1
Entamoeba histolytica mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan
bentuk aktif (vegetatif). Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana
kering dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron)
dan berukuran besar (yaitu 20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana
kering atau asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu
mengakibatkan destruksi jaringan.1,3
1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu.
2. Viscera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pieloflebitis atau
embolisasi. Biasanya berasal dari apendisitis, diverticulitis atau penyakit Crohn.
Kolitis ulseratif jarang dengan abses hati.
4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum, ginjal,
rongga subdiafragma atau pankreas.
6. Kriptogenik.
a. Anatomi Hepar
Hati adalah organ terbesar dalam tubuh kita, dengan berat 1.200 gram – 1.500 gram.
Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat bayi.
Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki
permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan
sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal
kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri.
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan
yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke
diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis,
kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma.
Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah
peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi
permukaan seluruh organ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis,
membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu. Porta
hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat
keluarnya duktus hepatika.3,4
Struktur Mikroskopis
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan
heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial
mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus. Hati manusia memiliki
maksimal 100.000 lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut
sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kuppfer merupakan
sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain
dalam darah. Sejumlah 50 % dari semua makrofag dalam hati adalah sel Kuppfer, sehingga
hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen
toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer
lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler
empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai kanalikuli, yang berjalan ditengah lempengan
sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi duktus
koledokus.4
b. Fisiologi Hepar
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya adalah ikut mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit, ikut mengatur volume darah, dan sebagai alat penyaring
(filter) semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestinal
yang akan dialirkan ke organ melalui sistem portal. Selain itu sel- sel hati berfungsi sebagai
pusat metabolisme diantaranya (metabolisme hidrat arang, protein, lemak, empedu), Sebagai
alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme, sebagai alat sekresi untuk
keperluan badan (seperti enzim, glukosa, protein, faktor koagulasi dan empedu). Adapun sel
kuppfer berfungsi sebagai sel retikuloendotelial yang mengurai Hb menjadi bilirubin,
membentuk α- globulin dan immune bodies, dan sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan
elemen makromolekular.3
V.PATOGENESIS
a. Skema bagan
1. Terjadinya Amoebiasis hepar
Cabang-cabang
Leucosi kecil Vena porta
t
Amoebic hepatitis
Sembuh Spontan
Kemudian lesi
membesar
Bacterio
steril
Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang
tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan yang buruk. Pada
kelompok homoseksual disebutkan insidens amebiasis lebih tinggi dikaitkan dengan masalah
hubungan oro-anal atau oro-genital yang dilanjutkan dengan genito-oral. Sesudah masuk per
oral hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam intestinal tanpa dirusak oleh asam
lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit. Di dalam usus trofozoit menyebabkan
terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa
aliran darah portal masuk ke hepar. Amoeba kemudian tersangkut menyumbat venul porta
intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi mencerna sel
parenkim hati sehingga kemudian terbentuk abses. Didaerah sentralnya terjadi pencairan
yang berwarna coklat kemerahan “anchovy sauce” yang terdiri dari jaringan hati yang
nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat
jarang ditemukan di dalam cairan dibagian sentral abses. Kira-kira 25 % abses hati amoebik
mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.1
Terdapat periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang
sampai bertahun-tahun diantara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati. Jarak
waktu antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda. Bentuk
yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu, tetapi bentuk yang kronis lebih dari 6
bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun. Disamping itu hanya lebih kurang 10 % penderita
abses hati yang dapat ditemukan adanya kista E.histolytica dalam tinjanya pada waktu yang
bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33 %. Faktor yang berperan dalam keaktivan invasi amoeba
ini belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit
flora bakteri usus dan daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.1,3
Abses hati piogenik paling sering disebabkan oleh penyakit saluran empedu (35-45 %
kasus). Perluasan infeksi di dalam perut (diverticulitis, apendistis, penyakit crohn) lewat vena
porta merupakan penyebab untuk 20 % lainnya. Sisa kasus disebabkan oleh perluasan infeksi
lokal secara langsung, penyebaran hematogen lewat arteri hepatika dari tempat yang jauh,
atau penyebab idiopatik (10-20 %). 8,9
Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit sistim biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli
akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk
formasi abses filelebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen
sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan
inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul
menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu
sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya
bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan
pus.2
VI. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara mendadak
(bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan
stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
setelah keluhan intestinal sembuh. 3
Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari
3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri
terasa seperti tertusuk – tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat
juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada
pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda – tanda pleuritis. Rasa nyeri
pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis.
Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa
nyeri di dada dapat timbul batuk – batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya
perforasi abses hepatis ke paru – paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu
memperkuat diagnosis yang dibuat.3,9
Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar.
Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah
badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90
% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau
kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas
daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti
pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan
dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan
dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini
menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang
besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru
hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. 3,8,10
Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada pemeriksaan toraks
didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub” dari pleura
yang disebabkan iritasi pleura.1,8,10
Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat
bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi.
Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan
tidak klasik. 1
- Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut
kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.
Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus.1
- Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam perut (seperti bukan
kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pankreas),
Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga
ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala kardiak bila ruptur abses ke
rongga perikardium, gejala pleuropulmonal, abdomen akut.1
Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai
adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas,
yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (68
%), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah pemakain antibiotik yang
adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi
dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses
hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga
terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah
rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan
badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.1,2
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada
palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat
dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi
kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya
ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang
disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.1,2
Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai peran yang besar
dalam diagnostik, dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut yang patognomonik untuk
abses hati amebik. Ditemukan leukositosis, sebagian besar penderita menunjukkan
peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan
akan kembali normal dengan penyembuhan abses. Pemeriksaan serologik sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 91 – 93 % dan spesifitas 94-99%.
Pemeriksaan serologik positif berarti sedang atau pernah terjadi amebiasis invasif. Didaerah
endemik amebiasis, seseorang tanpa sedang menderita amebiasis invasif sering memberikan
reaksi serologik positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Cara
pemeriksaan yang paling sensitif ialah cara ELISA. Pemeriksaan parasit E. Hystolitica
dilakukan pada isi abses atau cairan aspirasi lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi
kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan hasil dari penderita 1/3 penderita.1,2
Pada pemeriksaan radiologis dengan foto thoraks tampak diafragma kanan meninggi
dengan gerakan terbatas, dan mungkin ada efusi pleural. Pada foto toraks bisa didapatkan
pula kelainan lain seperti corakan bronkhovaskuler paru kanan bawah bertambah, infiltrat,
atelektasis, garis adhesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses paling sering di
bagian superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian anteromedial diafragma
kanan. Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan sabit di daerah
curvatura minor pada foto memakai barium. Secara angiografik abses tampak sebagai daerah
avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan hipervaskularisasi.1,2
- Lesi hipoeekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada “gain” tinggi
jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.
- Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,
terletak dekat permukaan hati.
Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada 60-87 % kasus.
Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada 50 %, sedangkan peninggian
alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu protrombin
memanjang (34-54 %) menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan abses di
dalam hati.1,9,11
Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini adalah E. Coli,
S.aurens dan S.hemolyticus, tetapi semenjak ditemukannya dan digunakannya
antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif seperti P. vulgaris, A.aerogenes,
S. Faecalis dan P.aeroginosa secara tersendiri atau bersama-sama dapat ditemukan pada
kultur dari pus abses hati. Selain itu kuman anaerob ( Bacteriodes, Fusobacterium,
Clostridium, dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau busuk.1
Pada foto thoraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi
pleural, atelektasis basiler,empiema atau abses paru. Kelainan-kelainan ini ditemukan pada
20-82 % kasus. Pada foto thoraks PA sudut kardio-frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut
kosto-frenikus anterior tertutup. Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau
“air fluid level”. Abses di lobus kiri akan mendesak kurvatura minor seperti tampak pada foto
dengan kontras barium. Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler.1
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI, ultrasonografi
abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki nilai diagnostik
semakin tinggi. Abdominal CT-scan memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi
luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80-90 %,
Ultrasound Gided Aspirate for Culture and Special Stain, dengan kultur hasil aspirasi
terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90 % kasus, sedangkan gallium dan
technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-90 %. 2
VIII. DIAGNOSIS
- Leukositosis, tanpa anemia pada penderita abses amoebik yang akut atau
leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik. Adanya “pus amoebik”
yang mungkin mengandung trofozoit E. Histolytica.
a. Hepatitis virus
Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia HCC
dtemukan tersering pada median umur 50-60 tahun dengan predominasi pada laki-
laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan sekitar 2-6 : 1. Mekanisme
karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya,
transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan (turnover) sel hati
yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan
kerusakan oksidatif DNA. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik
(seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin alfa1) dapat menyebabkan cedera
kronik,regenerasi dan sirosis pada hepar.2
X. KOMPLIKASI
a) Infeksi sekunder
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus
kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitoneum. Perforasi paling sering ke
pleuropulmonal (10-20 %), kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9 %) selanjutnya
perikardium (0,01 %) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal.
c) Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang
terjadi.
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti : 1,2
b) Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka, abses
rekuren, perdarahan sekunder, gagal hati dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses.
XI. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan pertama dengan
dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah emetin-hidroklorida atau
dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid
jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat
ini tidak bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek sampingnya,
biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan
uterus karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung (kecuali perkarditis
amebik) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB selama 7-10 hari atau 1,5
mg dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang toksik
dibanding dengan emetin.1
Amebisid jaringan yang lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai kuratif sama
dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi didapat pada
hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang
diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2 x 150
mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan klorokuin 1 gr/hari selama 2 hari,
diteruskan 500 mg/hari sampai 21 hari.1
Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3 x 500 mg/hari selama 10
hari atau diiodohidroksikuin 3 x 600 mg/hari selama 21 hari atau klefamid 3 x 500 mg/hari
selama 10 hari. 1
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara diatas tidak berhasil, dalam
arti kata masih membesar, masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut kanan atas,
tanda ludwig positif dan gejala lainnya, dapat dilakukan tindakan aspirasi. 3
XII. PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati
piogenik yaitu dengan cara : 1
- Segera dekompresi pada keadaan obstruksi biliar baik akibat batu empedu maupun
proses keganasan.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Rekam Medik : 07.46.69
Alamat : Jl. Manuruki
Tanggal Masuk RS : 19 April 2012
Ruang : Perawatan 5/ Lantai 3/kamar 505
B. ANAMNESIS
Tipe anamnessis : Autoanamnesis
Keluhan utama : Nyeri Perut Kanan Atas
Anamnesis terpimpin
- Dialami sejak ± 2 bulan SMRS, nyerinya terus – menerus, dirasakan makin
memberat dalam 1 minggu terakhir. Nyeri dirasakan memberat bila batuk dan
bergerak, dirasakan seperti tertusuk-tusuk sampai tembus kebelakang. Bila
berjalan pasien lebih merasa nyaman dengan posisi membungkuk dan pada waktu
tidur lebih nyaman dengan posisi tidur terlentang .
- Demam (+) diakui dialami sejak 1 minggu SMRS, tidak terus-menerus, turun bila
minum obat penurun panas, menggigil ( + ), berkeringat malam (-).
- Batuk (+) sesekali, sesak napas (+) kadang – kadang, nyeri dada (-).
- Sakit kepala (+) bersamaan jika pasien demam, pusing (-).
- Nyeri uluhati (+), Mual(+), Muntah (+) dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, muntah berisi cairan dan makanan, berwarna putih. Nafsu makan dan berat
badan menurun dalam 1 bulan terakhir. Perut terasa kembung bila sehabis makan.
BAB : Sedikit, berwarna kuning, flatus (+)
- Riwayat meminum alkohol (+) sejak masih muda, 1 botol/hari, pasien baru berhenti
meminum alkohol dalam 1 tahun terakhir.
- Riwayat Merokok sejak masih muda, 1 bungkus/hari.
- Riwayat berak encer sebelumnya (-)
- Riwayat Tekanan darah tinggi tidak diketahui
- Riwayat Penyakit gula (-)
- Riwayat Penyakit kuning (-)
- Riwayat Asam Urat (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK :
Status Present : SS/GK/CM; BB = 48 kg; TB = 164 cm; IMT = 19,6 kg/m2 (Normal)
Tanda Vital : TD = 100/60 mmHg; N = 80 x/i; P = 20 x/i; S = 37,7 0C.
Kepala :
- konjungtiva : anemis (+)
- sklera : ikterus (-)
- Bibir : Kering (+)
- Mulut : Tidak ditemukan kandidiasis oral
- Leher : Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran kelenjar leher. DVS R-2 cmH2O.
Thoraks :
- Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest
- Palpasi : tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus simetris
kiri dan kanan
- Perkusi : sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior dextra
- Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada bunyi tambahan
Jantung :
Abdomen :
- Inspeksi : Cembung ikut gerak napas,defans lokal (+), Cullen Sign (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
- Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) di regio hipokondrium dextra,
teraba hepar 4 jari bac, kosistensi kenyal dan tepinya tumpul, lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani, Asites (-)
Ekstremitas :
- Edema (-)/(-)
- Akral hangat (+)
Lain – lain:
RT :
- Sfingter : mencekik
- Mukosa : licin
- Handschoen :
Feses (-),Darah (-), Lendir (-)
A : Abses Hepar
dd/ - Amoeba
- Piogenik
Day II S : Nyeri perut (+), demam (-) - R/ Diet Lunak
20/04/2012 O : Abdomen : Nyeri Tekan (+) - IVFD Asering : Dextrosa = 1 : 1 32
quadran kanan, defans muskular tpm
T : 100/70 (+), Bising Usus (+), peristaltik
N : 96 menurun. 1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV
P : 24 BAB : Belum hari ini 2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV
S : 37,1 BAK : Perkateter, warna teh 3. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV
S rektal : 41 pekat 4. Paracetamol 500 mg, 3x1 (k/d)
Lab : WBC : 48.800
Hb : 8,8 - Guyur cairan Nacl 0,9% 1 kolf
PLT : 520.000
GOT/GPT : 101/105 - Pemeriksaan :
UR/CR : 121/36 USG Abdomen, BNO 3 Posisi,
Elektrolit
Chest X-Ray : Normal
A: - Abses Hepar
- Suspek.Peritonitis
- AKI Pre Renal
Day III S : Nyeri perut (+), demam (-), - R/ Diet Lunak = STOP
21/04/2012 BAB (+) 2x biasa, Flatus (+). - IVFD Asering : Dextrosa = 1 : 1 32
tpm
T : 100/70 O : Abdomen : Nyeri Tekan (+)
N: 92 seluruh Abdomen, Defans 1. Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV
P: 20 Muskular (+), Bising usus (+) 2. Ceftriaxon vial 2 gr/24 jam/IV
S: 37 peristaltik menurun. 3. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV
4. Paracetamol 500 mg, 3x1 (k/d)
BNO 3 Posisi : Sesuai Gmabaran 5. Alinamin F 1 amp/8 jam/IV
ileus Paralitik 6. Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
A: - Sepsis
- Abses Hepar
- Ileus
22/04/2012 Elektrolit
Na : 132 (136-145)
K : 5,3 (3,5-5,1)
Klorida : 102 (97-111)
GDS
124 g/dl
Darah Rutin
Hb: 7,8 g/dl
WBC : 25.100 u/L
Hematokrit : 23,6 %
Trombosit : 508.000 u/L
RESUME
Seorang laki-laki umur 44 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut
kanan atas Dialami sejak ± 2 bulan SMRS, nyerinya terus – menerus, dirasakan makin
memberat dalam 1 minggu terakhir. Nyeri dirasakan memberat bila batuk dan bergerak,
dirasakan seperti tertusuk-tusuk sampai tembus kebelakang. Bila berjalan pasien lebih merasa
nyaman dengan posisi membungkuk dan pada waktu tidur lebih nyaman dengan posisi tidur
terlentang . pasien demam (+) diakui dialami sejak 1 minggu SMRS, tidak terus-menerus,
turun bila minum obat penurun panas, menggigil ( + ). Batuk (+) sesekali, sesak napas (+)
kadang – kadang. Sakit kepala (+) bersamaan jika pasien demam dan nyeri uluhati (+),
Mual(+), Muntah (+) dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah berisi cairan
dan makanan, berwarna putih. Nafsu makan dan berat badan menurun dalam 1 bulan terakhir.
Perut terasa kembung bila sehabis makan. BAB : Sedikit, berwarna kuning, flatus (+), BAK :
Lancar, berwarna kuning. Pasien juga punya riwayat meminum alkohol (+) sejak masih
muda, 1 botol/hari, pasien baru berhenti meminum alkohol dalam 1 tahun terakhir, riwayat
merokok sejak masih muda, 1 bungkus/hari dan riwayat berak encer sebelumnya (-).
Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi kurang, composmentis.Tanda vital
dalam batas normal, namun didapatkan suhu meningkat (37,7oC). Pada pemeriksaan kepala
didapatkan anemis (+). Thorak dan Jantung dalam batas normal, pada abdomen terdapat
MT(-), NT (+) regio hipokondrium Dextra, hepar teraba 4 jari bac tepi tumpul permukaan
rata, konsistensi padat, Timpani (+), ascites (-). Lien tidak teraba.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan, pada darah rutin leukositosis dan Hb
menurun,anemia dan trombositosis. Pada enzim hati ditemukan peningkatan GOT dan GPT,
Dari hasil USG didapatkan kesan abses hepar. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisis
dan hasil laboratorium, pasien di diagnosa dengan penyakit Abses hepar DD/ abses hepar
amoebik dan abses hepar piogenik.