Anda di halaman 1dari 3

Pencegahan Preeklampsia

Berbagai pencegahan preeklampsia seperti kalsium dan antioksidan telah dicoba dan diteliti, beberapa
penelitian bahkan dirancang baik, luas, dan secara acak; namun, sebagian besar hasil penelitian cukup
mengecewakan. Hasilnya dirangkum pada Tabel 2.

Diet Rendah Garam/Penggunaan Diuretik

Walaupun konsep penggunaan diet rendah garam dengan atau tanpa diuretik cukup menarik karena
adanya gejala hipertensi dan edema pada preeklampsia, didapatkan bukti yang berlawanan. Berdasarkan
review historis ditemukan bahwa tidak ada bukti meyakinkan mengenai restriksi garam membantu dalam
pencegahan preeklampsia, diikuti dengan RCT mengenai diet rendah garam (≤ 50 mmol natrium/d)
versus diet normal juga tidak menunjukkan perbedaan pada tekanan darah diastolik, admisi untuk
hipertensi, atau dampak obstetrik. Dalam hal penggunaan diuretik, sebuah meta analisis mengenai 9
randomized trials menunjukkan bahwa pemberian diuretik, walaupun dapat menurukan insiden edema
dan hipertensi, tidak dapat menurunkan insiden preeklampsia. Demikian, restriksi garam dan penggunaan
diuretik tidak direkomendasikan.

Suplementasi kalsium

Ide dibalik suplementasi kalsium berawal dari data epidemiologis yang menunjukkan hubungan
berkebalikan antara asupan kalsium dengan tekanan darah maternal dan preeklampsia. Hal ini
mengarahkan pada penelitian hewan yang diikuti dengan 10 penelitian random manusia. Yang terbesar
adalah penelitian dengan 1000 wanita sehat nullipara yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
signifikan mengenai kejadian preeklampsia pada wanita yang menerima kalsium atau placebo; hanya
subkelompok wanita dengan defisiensi kalsium probable yang mendapatkan keuntungan. Salah satu
penelitian RCT menunjukkan bahwa penurunan gangguan hipertensi pada pasien yang menerima 2 gr
kalsium elemental versus plasebo (OR 0,63; CI 95% 0,44-0,90) yang dilakukan di negara dengan asupan
kalsium rendah. Demikian, dilakukan penelitian CPEP follow-up di US. Penelitian ini menggunakan 4589
pasien nullipara secara acak untuk menerima 2 gr kalsium versus plasebo, tetapi, tidak
mendemonstrasikan perbedaan signifikan pada insidensi preeklampsia atau pengukuran tekanan darah
tinggi. Terfokus pada wanita dengan asupan kalsium rendah, penelitian komplementer dilakukan oleh
WHO dengan 8000 pasien yang secara acak menerima 1,5 gr kalsium atau placebo. Walaupun tidak ada
perbedaan signifikan pada preeklampsia, terdapat penurunan morbiditas maternal dan mortalitas neonatal.
Penelitian terbaru Cochrane Review oleh Hofmeyr et al menemukan bahwa suplementasi kalsium (>1
gr/hari) dapat menurukan risiko timbulnya gangguan hipertensi berat khususnya pada subkelompok
dengan asupan kalsium rendah, tetapi perlu disadari bahwa hasil positif mungkin bisa dianggap
overestimated karena efek penelitian kecil atau bias publikasi.

Antioksidan

Beberapa teori patofisiologi preeklampsia adalah disebabkan oleh ketidakseimbangan antara aktivitas
oksidan dan antioksidan . Sumber aktivitas antioksidan berada pada plasenta, yang menjadi tempat
NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate) oksidase fungsional yang merupakan enzim
penghasil superoksida. Wanita dengan preeclampsia onset dini ditemukan memiliki produksi superoksida
lebih tinggi dibanding dengan yang onset lanjut. Sebagaimana diketahui, antioksidan vitamin E dapat
menghambat aktivasi NADPH oksidase dan respon inflamasi, sehingga vitamin E dianggap memiliki
kemampuan untuk mencegah preeklamsia. Vitamin C juga diketahui sinergis dengan vitamin E, sehingga
mengkombinasi 2 vitamin ini tampak masuk akal. Walaupun demikian, hipotesis ini belum terbukti oleh
penelitian-penelitian uji coba acak, terkontrol dengan plasebo yang dilakukan dengan baik. Sebuah
penelitian lanjutan oleh WHO menggunakan 1365 pasien untuk mengkonsumsi vitamin C 1000 mg
ditambah 400 IU vitamin E versus plasebo perhari, juga ditemukan tidak terdapat perbedaan kejadian
preeklampsia atau dampak maternal atau fetal lainnya. Penelitian terbesar, sejauh ini, dengan 2410 wanita
antara 14 dan 22 minggu gestasi, lagi-lagi menunjukkan tidak ada perbedaan pada angka kejadian
preeklampsia, tetapi justru ditemukan peningkatan jumlah bayi dengan BBLR yang dalam perawatan.
Sebagai tambahan, komplikasi hipertensi ditemukan lebih tinggi pada kelompok dengan pengobatan
dalam uji coba acak yang dilakukan oleh Rumbold et al. Karena bukti negatif banyak ditemukan,
suplementasi vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk mencegah preeklampsia.

Agen Antitrombotik

Teori dibalik penggunaan agen antitrombotik awalnya dari pemikiran bahwa preeklampsia adalah kondisi
vasospasme, disfungsi endotel, dan aktivasi sistem koagulasi. Terdapat pula peningkatan aktivasi
trombosit dengan produksi tromboksan. Beberapa faktor ini dapat dikurangi dengan penggunaan agen
antitrombotik. Agen antitrombotik yang paling luas dilakukan penelitiannya adalah aspirin. Pada dosis
rendah aspirin dari 50 sampai 150 mg dapat menghambat biosintesis platelet tromboksan A2 tanpa
berefek perubahan berlebihan pada produksi prostasiklin. Penelitian sebelumnya, acak dan terkontrol
plasebo, dengan 1200 pasien pada tiap kelompok menunjukkan bahwa pada wanita yang memiliki risiko
tinggi untuk terjadinya preeclampsia, penggunaan aspirin dosis rendah tidak menurunkan kejadian
penyakit ini. Kemudian, pada meta analisis dari Paris Collaborative Group yang meneliti 32,317 wanita
dari 31 uji coba acak ditemukan RR (risiko relative) untuk terjadinya preeklampsia sebesar 0,90 (95% CI
0,84-0,97), maka dapat disimpulkan bahwa penurunan kejadiannya tidak terlalu tinggi. Dampak
preeclampsia lainnya, seperti melahirkan sebelum 34 minggu dan memiliki kehamilan dengan dampak
buruk yang serius, juga membawa reduksi R sebesar 0,90 (CI 0,83-0,98) dan 0,90 (CI 0,85-0,96). Meta
analisis oleh Bujold et al menunjukkan bahwa aspirin secara signifikan mencegah kejadian preeclampsia
dan IUGR jika diberikan sebelum 16 minggu gestasi (RR 0,47; 95% CI 0,34-0,65) dan (RR 0,44; 95% CI
0,30-0,65). Namun demikian, pemberian aspirin setelah 16 minggu tidak efektif dalam mencegah
preeklampsia (RR 0,81; 95% CI 0,63-1,03) atau IUGR (RR 0,98; 95% CI 0,87-1,10). Setelah
dipertimbangkan semuanya, disetujui bahwa dibutuhkan dosis cukup besar untuk mendapatkan hasil
positif, jadi ACOG merekomendasikan penggunaan aspirin hanya untuk individu dengan risiko tinggi. Uji
coba besar, randomized, terkontrol plasebo menggunakan penanda angiogenik (PIGF) dan faktor maternal
lainnya untuk mengidentifikasi individu berisiko tinggi pada awal kehamilan (11 sampai 13 minggu) dan
menguji peran aspirin dalam pencegahan preeklampsia onset dini dan efek samping lainnya.

Karerna tingginya kejadian lesi trombotik plasenta yang terlihat pada preeklampsia berat, tambahan
pemberian LMWH juga diteliti sebagai profilaksis penyakit rekuren. Aplikasi ini tampak tepat untuk
wanita dengan trombofilia yang diturunkan. Sebelumnya, sebuah penelitian kasus kontrol menunjukkan
bahwa LMWH secara signifikan menurunkan risiko rekurensi dari dampak tak diinginkan seperti
preeklampsia, dengan odd rasio 0,05 sampai 0,30. Sebuah meta analisis Cochrane yang meneliti terapi
antitrombotik, baik sendiri atau kombinasi dengan agen lain, menunjukkan penurunan risiko preeklampsia
dan eklampsia pada kelompok antitrombotik versus placebo atau tanpa pengobatan; walaupun begitu,
tidak terdapat perbedaan signifikan pada mortalitas perinatal atau kelahiran preterm kurang dari 34
minggu gestasi. Hal ini diikuti meta analisis terbaru 6 uji coba randomized terdiri dari 848 wanita yang
menunjukkan penurunan kejadian preeklampsia, kecil untuk masa gestasi, abruption plasenta, atau
kehamilan kurang dari 20 minggu (RR 0,52 dengan 95% CI 0,32-0,86; P=,01). Walaupun demikian,
luaran dari angka kelahiran hidup diantara wanita yang mengalami abortus berulang tidak tampak
meningkat. Maka dari itu, keputusan untuk memberikan pengobatan harus secara individual terutama
untuk yang memiliki riwayat obstetrik buruk dengan bukti patologis plasentasi abnormal. Tanpa adanya
histologi plasenta, pengganti klinis seperti IUGR, riwayat preeklampsia dengan IUGR, abruption
plasenta, atau bayi lahir mati dapat digunakan untuk menentukan kandidat untuk profilaksis.

Pencegahan dan Pengobatan Eklampsia

Pathogenesis pasti dari kejang eklampsia masih belum jelas, walaupun dipercaya bahwa terdapat
hubungan vasospasme dengan iskemia dan ensefalopati hipertensif. Penggunaan magnesium sulfat adalah
pertama kali digunakan untuk mengobati tetanus pada awal tahun 1900 sebelum dicoba pada pasien
pasien eklamptik. Walaupun efektif, mekanisme aksinya masih belum diketahui. Penggunaannya
dipertanyakan oleh ahli saraf dan diuji dalam RCT terhadap antikonvulsan pada masa itu. Lima uji coba
randomized membandingkan magnesium sulfat dengan antikonvulsan untuk wanita dengan berbagai
penyakit hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terbesar dilakukan oleh Lucas et al yang meneliti lebih
dari 2000 wanita dengan hipertensi gestasional dan mengacak mereka untuk mendapatkan magnesium
sulfat intramuscular atau fenitoin intravena/oral. Perbedaan insidensi kejang adalah 0% versus 0,8%
(P=,004) mendukung magnesium sulfat. Pada tahun yang sama, penelitian randomized trial, internasional,
multicenter lainnya dilakukan oleh Eclampsia Collaborative Group, merekrut 1687 wanita,
membandingkan magnesium sulfat dengan regimen antikonvulsan standard an menemukan wanita dengan
pengobatan magnesium sulfat memiliki resiko lebih rendah terjadinya kejang sebesar 52% dibandingkan
dengan yang menggunakan diazepam. Magnesium sulfat juga ditemukan memiliki 67% resiko lebih
rendah kejang rekuren dibandingkan dengan fenitoin. Mortalitas maternal juga ditunjukkan menurun
dengan penggunaan magnesium sulfat. Walaupun begitu, efek samping magnesium sulfat berkisar mulai
dari gejala minor seperti flushing intense, mual, muntah dan kelemahan otot hingga efek major seperti
depresi pernapasan. Sejauh ini, secara umum dipercaya bahwa magnesium sulfat adaah obat pilihan
dalam pencegahan eklampsia. Dosis yang tepat dan pemantauan sangat penting terutama pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal

Anda mungkin juga menyukai