SKRIPSI
Diajukan oleh :
P27227014037
2018
i
PENGARUH PENGGUNAAN TRANSTIBIAL PROSTHESIS TERHADAP
SKRIPSI
Diajukan oleh :
P 27227014 037
2018
ii
DAFTAR ISI
C. Kerangka Teori.............................................................. 36
iv
D. Kerangka Konsep .......................................................... 38
E. Hipotesis........................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
Pasien paska Amputasi Transtibial”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas dan
Penulis menyadari bahwa skripsi yang penulis susun masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharap masukan, kritik dan saran yang
3. Bapak dr. Yopi Harwinanda Ardesa, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Ortotik
vi
6. Segenap Dosen dan seluruh staf perpustakaan yang telah memberikan
referensi.
7. Bapak, Ibu serta keluarga tecinta yang selalu memberikan do’a, kasih
skripsi.
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk
Penulis
vii
MOTTO
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
serta dukungan.
5. Retno Dwi Wulandari yang selalu sabar menemani, mendengar keluh kesah,
ix
PERNYATAAN
NIM : P 27227014037
saya sendiri. Hal - hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi dan
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang Saya peroleh
Surakarta,
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
ABSTRAK
Latar Belakang : Amputasi membawa perubahan yang signifikan dan drastis dalam
kehidupan seseorang, dimulai dengan syok, kemudian mengakui dan menerima
dengan berat. Perubahan drastis ini memiliki efek pada kualitas hidup dan
penerimaan diri individu karena keterbatasan aktivitas fisik setelah amputasi serta
memiliki implikasi jangka panjang dalam berbagai kehidupan. Untuk membantu
mengatasi permasalahan fisik dan psikis aktivitas yang terjadi pada seseorang yang
kehilangan kaki akibat amputasi, digunakanlah transtibial prosthesis yang bertujuan
untuk mengembalikan bentuk tungkai bawah dan dapat mengganti fungsi secara
anatomis maupun fungsional yang diharapkan juga mampu menambah kepercayaan
diri secara fisik maupun psikis terhadap penerimaan diri (self acceptance) pasien.
Pada penelitian ini, tindakan yang dilakukan dengan memberikan kuisioner
penerimaan diri yang akan diisi oleh subyek. Bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi
transtibial.
Metode dan Subyek: Jenis penelitian ini adalah quasy eksperiment dengan
rancangan pre test post test only design. Subyek yang digunakan adalah pasien
amputasi transtibial di Klinik APOC Boyolali bulan januari 2016-Desember 2017
yang berada di wilayah Karesidenan Surakarta dan sekitarnya yang berjumlah 17
orang.
Hasil : Menggunakan uji hipotesis will coxon didapatkan nilai P = 0,00 (p < 0,05). Ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan transtibial prosthesis terhadap
penerimaan diri pasien paskan amputasi transtibial.
xiii
ABSTRACT
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Amputasi adalah menghilangkan satu atau lebih bagian tubuh dan belum
pernah terjadi sebelumnya yang bisa disebabkan oleh malapetaka atau bencana
alam seperti kecelakaan, gempa, terorisme, dan perang, atau dilakukan karena
alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup
jiwa untuk melindungi mereka dari keganasan lebih lanjut dari bagian tubuh yang
satu ketubuh lainnya. Pada pasien kusta dan gangrene ekstremitas, amputasi
(Demet, 2003)
periode Januari 2010 s/d Mei 2010 diketahui 323 pasien mengalami gangguan
tertinggi yaitu amputasi anggota gerak bawah sekitar 55% dari keseluruhan
amputasi yang terjadi (Aryani R,2011). Sedangkan menurut data bagian alat bantu
diketahui terdapat 108 pasien amputasi dimana amputasi bawah lutut menempati
1
2
jumlah terbanyak dengan 59 pasien dan disusul pasien dengan amputasi atas lutut
dari semua kasus amputasi dan usia rata – rata diatas 70 tahun. Di Amerika
Serikat masalah pembuluh darah menyumbang 82% dari semua kasus amputasi.
di Negara – Negara yang banyak memiliki ranjau darat juga menjadi penyebab
fungsi, hilangnya sensasi dan perubahan citra tubuh. Perumahan drastis ini
memiliki efek pada kualitas hidup dan penerimaan diri individu karena
panjang dalam berbagai kehidupan. Hal ini juga mempengaruhi individu pada
bisa menerima diri dengan baik. Penerimaan diri merupakan suatu tingkatan
hidup dengan keadaan tersebut. Penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya
3
merasa puas dengan diri sendiri, potensi yang dimiliki serta pengakuan akan
Penerimaan diri merupakan suatu sikap akan kepuasan terhadap diri akan
perubahan yang terjadi pada kondisi fisiknya (Chaplin, 1999). Rasa puas yang
diikuti rasa bangga, percaya diri akan kondisi diri yang meningkatkan penerimaan
diri yang positif pada dirinya. Menurut Perls (dalam Schultz, 1991) orang yang
sehat secara psikologis memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap diri
Penerimaan akan kondisi fisik diri penderita amputasi bawah lutut tidak
begitu saja muncul, memerlukan waktu dan proses yang lama terlebih karena
kecacatannya tersebut bukan berasal dari kecil atau lahir. Penderita amputasi
bawah lutuh membutuhkan bantuan alat bantu untuk mendukung kegiatan sehari –
fisik adalah salah satu yang utama yang harus dilakukan sebagai proses pemulihan
amputasi.
Transtibial prosthesis adalah suatu intervensi alat yang berupa alat gerak
ganti ( Prosthesis ) dengan cara dipasangkan diluar tubuh yang bertujuan untuk
kepercayaan diri secara fisik maupun psikis terhadap penerimaan diri (self
sebuah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Ortotis Prostetis dalam hal alat
bantu kesehatan berupa orthosis maupun prosthesis untuk kesehatan fisik psikis
gangguan fungsi dan gerak anggota tubuh dan trunk (batang tubuh) serta
Klinik APOC (Afiyah Prosthetic and Orthotic Care) , salah satu klinik Ortotik
Prostetik besar di Solo dalam kurun waktu Januari 2016 – Desember 2017 sudah
prosthesis, jumlah pasien yang berada di area Jawa tengah sebnayak 37 pasien.
lower limb memiliki persepsi citra tubuh dan kualitas hidup yang rendah,dan
memiliki kemiripan dengan beberapa sub-skala dari keduanya. Begitu juga level
penghargaan diri mirip dengan kedua studi grup tersebut. Kehilangan bagian
tubuh menggangu intergritas tubuh dan berdampak pada kondisi fisik dan
psikologi.
ekstremitas bawah berdampak signifikan pada klien. Dampak tersebut terlihat dari
kesehatan yang diterima merupakan faktor pentinhg yang dapat membantu dan
( self confidence ) dan harga harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih
dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai
individu akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura , mereka merasa puas dengan
menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan menjadi orang lain (Hurlock,1999)
berdasar dari kasus diatas dikarenakan pasien merasa kurang nyaman dengan
prosthesisnya ataukah dikarenakan hal lain yang berkaitan dengan penerimaan diri
pasien terhadap kondisi fisik tubuhnya yang mungkin justru tidak merasa percaya
diri saat menggunakan prosthesis. Untuk itu peneliti ingin melakukan penyebaran
angket serta wawancara kepada responden yang berbeda untuk mengetahui besar
ganti gerak yakni Transtibial Prosthesis dengan harapan pasien bisa menggunakan
prosthesis sebagai alat yang bisa membantu mereka menjadi lebih nyaman,
optimis dan lebih mandiri serta lebih bisa menerima kondisi fisiknya setelah
mengalami amputasi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meliahat apakah ada pengaruh
amputasi transtibial.
7
D. Manfaat Penilitian
Hasil dari penilitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
transtibial prosthesis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan
pada pasien pasca amputasi yang megakibatkan hilangnya sebagian lower limb
dengan memberikan alat pengganti bagian tubuh yang hilang yakni prostesis.
3) Bagi peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Penerimaan Diri
a. Definisi
Penerimaan diri merupakan suatu sikap akan kepuasan terhadap diri akan
perubahan yang terjadi pada kondisi fisiknya (Chaplin, 1999). Rasa puas yang
diikuti rasa bangga, percaya diri akan kondisi diri yang meningkatkan penerimaan
diri yang positif pada dirinya. Menurut Perls (dalam Schultz, 1991) orang yang
sehat secara psikologis memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap diri
untuk memiliki mental yang sehat. Seseorang yang memiliki Self acceptance akan
mampu menyadari dan mampu menerima segala kelebihan dan kekurangan yang
terhadap diri sendiri, tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri.” Senada dengan hal
pribadinya dan mau hidup dengan karakteristik tersebut”. Dengan penerimaan diri
8
9
diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-
sendiri.” Penerimaan diri dalam hal ini mengandung makna bahwa individu bisa
menghargai segala aspek yang ada pada dirinya entah itu yang bersifat positif
karena individu yang memiliki Self acceptance akan bisa berpikir positif tentang
dirinya.
Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh Helmi (dalam Nurviana, 2010: 04)
adalah suatu sikap dimana individu memiliki penghargaan yang tinggi terhadap
segala kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri tanpa menyalahkan orang lain
masalah.
dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa rendah diri
3) Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada
harapan ditolak orang lain. Ini berarti individu tersebut tidak merasa sebagai
orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain, sehingga mampu
menyesuikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan ditolak
6) Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini tampak
dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan kritikan dari
mereka apa adanya dan bukan seperti yang diinginkan. Individu juga dapat
keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan baik tanpa harus melarikan diri
Beranjak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu harus bisa
sikap tersebut dapat tercipta serta mencoba untuk menghargai dan menyayangi
diri sendiri, fikiran pun akan menjadi lebih terbuka untuk menerima semua
perubahan yang terjadi. Individu yang senantiasa memiliki kepercayaan diri, tidak
mudah menyalahkan diri sendiri maupun orang lain merupakan individu yang
menjadi lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa setiap individu
acceptance, individu cenderung sulit untuk dapat berinteraksi dengan individu lain
“semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula
penyesuaian diri dan sosialnya”. Tanpa self acceptance, individu cenderung akan
memiliki keyakinan diri (self confidence). Selain itu juga lebih dapat menerima
akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. Penerimaan diri biasanya disertai
dengan adanya penerimaan dari orang lain. Orang yang memiliki penerimaa diri
menunjukkan rasa empati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri
yang merasa rendah diri atau merasa tidak adekuat sihingga mereka itucenderung
untuk bersikap berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Penerimaan diri
yang positif. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat
dikatakan memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu pada
gambaran diri ideal, sehingga bisa menerima gambaran dirinya yang sesuai
dengan realita.
kekurangan apa yang dimilikiya dan potensi apa saja yang dimilikinya dalam
penerimaan dari orang lain. Dari sini selanjutnya dapat menjadi proses
1) Jenis Kelamin
yang mencolok antara pria dan wanita. Pria dinilai memiliki penerimaan diri yang
lebih positif bila dibandingkan dengan wanita, hal ini berkaitan dengan sifat serta
perlakuan orang tua mereka. Selain itu juga karena wanita relatif lebih sensitif
penyandang cacat tubuh sejak lahir atau pada masa kanak-kanak lebih positif
dibandingkan penyandang cacat tubuh pada masa remaja atau dewasa (Siswoyo,
1986). Hal itu terjadi karena mereka sejak kecil terbiasa diperlakukan sebagai
kejutan psikis, sehingga mereka mengalami gangguan emosi, berupa rasa rendah
3) Intelegensi
dapat membuat seseorang lebih mampu untuk membentuk tinjauan yang lebih
tepat tentang arti positif dari kenyataan dirinya berdasarkan nilai-nilai sosialyang
ada. (siswojo,1986).
4) Pendidikan
untuk mempermudah penyesuaian diri. Tetapi ada kalanya pendidikan yang tinggi
justru akan menghambat penerimaan diri pada penyandang cacat tubuh (Siswojo,
1986).
2. Amputasi
a. Definisi
adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari
kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan
karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas
hidup pasien. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak
bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas,
dihasilkan dari sebuah kondisi medis yang serius seperti diabetes, trauma atau
b. Penyebab Amputasi
Penyakit vaskular perifer adalah penyebab utama amputasi pada individu non
diabetes dan memberikan kontribusi sekitar setengah dari semua amputasi pada
manajemen penyakit pembuluh darah perifer juga ada meskipun beberapa pusat
enam hingga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes. Setelah
dalam waktu 3-5 tahun, (Lipsky, Weigelt, Sun, 2011). Menurut Jumeno dan
Adliss (2010) amputasi dapat juga disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit,
Menurut Wahid tahun 2013, amputasi dapat dilakukan pada kondisi sebagai
berikut :
4) Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5) Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6) Deformitas organ
c. Jenis Amputasi
terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-
ekstremitas berat atau lanjut usia dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda
rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, klien
mendadak citra diri dan menerima stress akibat hospitalisasi, rehabilitasi jangka
panjang, dan penyesuaian gaya hidup. Klien ini memerlukan waktu untuk
sudah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan (Liu, William,
terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan klien
dari nyeri, disabilitas, dan ketergantungan. Klien ini biasanya sudah siap
e. Tingkatan Amputasi
Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Batas amputasi pada
cedera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas amputasi pada tumor
maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.
ekstremitas dan daya sembuh luka sisa tungkai (puntung) (Sjamsuhidajat, 2005)
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (misalnya sesuai
adalah telapak dan pergelangan kaki, bawah lutut, disartikulasi dan atas lutut,
amputasi ada dua yaitu, terbuka (provisional) yang memerlukan teknik aseptik
ketat dan revisi lanjut, serta tertutup atau flap (Doengoes, 2004).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor
disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif
dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan
beban berat badan yang penuh. Amputasi bawah lutut lebih disukai dibandingkan
amputasi atas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untuk
berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang lanjut usia
antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk dikursi roda.
Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu
19
akan tergantung pada kursi roda untuk mobilitasnya. Amputasi ekstremitas atas
Amputasi bawah lutut disebut juga amputasi Transtibial atau dalam bahasa
yang lebih populer dikenal dengan below knee amputation. Amputasi ini
tungkai)
diperhatikan sebelumnya mengenai kondisi pasien dan tindakan apa yang akan
dilakukan. Oleh karena itu amputasi yang baik yakni harus (1) melepaskan bagian
yang sakit / terluka dan memastikan luka itu sembuh dengan baik, (2) memastikan
20
sendi dan fungsional kaki tetap terjaga, (3) membuat stump yang baik agar bisa
bagaimana kondisi jaringan pasien. Level amputasi transtibial yakni (1) Short, (2)
Medium, (3) Long. Prinsip dari amputasi itu sendiri yaitu menyisakan sebanyak
mungkin tungkai yang masih bisa digunakan karena semakin panjang sisa stump
maka semakin baik pula digunakan untuk fungsional. Namun pada kondisi yang
lain prosedur amputasi tidak tertuju pada prinsip itu saja tapi juga memerlukan
pertimbangan agar stump bisa sesuai dengan prosthesis yang akan digunakan (
E.M.Burgess, 1988 ).
Gambar 2.1
Tingkatan amputasi transtibial (Harte H,1994)
mengalami kehilangan anggota tubuh sering menghadapi perasaan luar biasa akan
ekstremitas, perubahan citra tubuh dan kurangnya tentang penerimaan diri. Dia
perasaan bahwa dirinya tidak berguna. Bagi pasien yang masih berada dalam usia
masa depan dan membatasi hubungan social dengan penarikan diri. Hal ini
(Mugo,2004).
dari kisaran 20% hingga 60%. Depresi yang terjadi pasca-amputasi akibat trauma
lebih berisiko dibanding amputasi dengan sebab lainnya. Depresi terjadi karena
reaksi terhadap pembedahan dan kecacatan yang terjadi secara tiba-tiba. Studi
yang dilakukan Misbah Ghous et al (2015) pada 110 pasien yang diamputasi
(8,2%) depresi sangat berat, dan 28 pasien (25,2%) tidak mengalami depresi.
dan ditangani dengan baik. Depresi yang ada dapat menghambat proses
resiko lebih tinggi timbulnya gangguan psikiatri seperti depresi, cemas, PTSD,
22
dan lain-lain. Kesempatan dan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas baik
diluar dan didalam rumah juga terbatas. Masyarakat masih banyak yang belum
menyediakan fasilitas yang memadai bagi kaum difabel (Srivastava et al, 2010 ;
Mugo, 2010). Pengaruh negatif baik fisik, psikis, maupun sosial dapat
menurunkan kualitas hidup pasien. Pada beberapa studi didapatkan kualitas hidup
mendapatkan hasil 2 orang (40%) memiliki gambaran konsep diri : harga diri
positif dan 3 orang (60%) memiliki gambaran konsep diri : harga diri negatif.
4. Transtibial Prosthesis
bawah yang didesain untuk mengganti anggota gerak tubuh yang hilang tepatnya
pada bawah lutut, sehingga seseorang yang kehilangan anggota gerak bawah
dapat kembali berjalan dengan menggunakan transtibial prostesis. Pola jalan saat
menggunakan prostesis harus dapat semirip mungkin seperti pola jalan normal.
1) Socket
Komponen teratas pada transtibial prostesis dimana material nya terdapat soft
dan hard. Desain untuk socket itu tersendiri yaitu : (1) patella tendon bearing (2)
patella tendong bearing with supra condylar (3) patella tendon bearing with
supra condylar and supra patella. PTB socket PTB-SC socket PTB-SCSP socket
Prostesis PTB SC sesuai untuk stump yang pendek dan sendi lututnya cukup
stabil. Tipe suspension dari PTB SC adalah menggunakan sistem Supra Condylar
Indikasi untuk prostesis tipe ini ialah (1) pasien membutuhkan pergerakan
yang banyak dan (2) sama seperti PTB - SCSP. Sedangkan kontraindikasinya
adalah (1) pasien yang membutuhkan kontrol hiperekstensi pada lutut, (2) medial
lateral socket yang tidak mampu dikontrol oleh socket ini. Kelebihan pergerak
Gambar 2.2
Socket PTB – SC (Harte H,1994)
Prostesis PTB with tight corset cocok untuk sendi lutut yang kurang stabil dan
menggunakan plat besi (bracing) sebagai knee joint dan korset untuk stabilitas
jenis ini, untuk kasus yang khusus dimana pasien yang memiliki pekerjaan yang
posterior yang maksimal dan pada kasus kronik yaitu odema pada distal.
Kelemahan bisa meningkatkan odema pada distal dan kecenderungan atropi pada
daerah femur.
Gambar 2.3
Socket PTB with thigh corset (Harte H,1994)
Prostesis PTB with strap diindikasikan untuk stump yang dapat menumpu
berat badan, kondisi paha dan femur yang baik (Handicap International,2006 ).
Indikasinya panjang stump normal dan stabilitas knee yang bagus. Kontraindikasi
stump yang sangat pendek, pada daerah distal sirkulasi darah tidak baik, dan tidak
25
stabilnya knee joint. Keuntungan sangat budah diatur dan pasien mudah untuk
memakai ataupun melepas. Kelemahan soft tissue pada daerah popliteal akan
Gambar 2.4
Socket PTB with strap (Harte H,1994)
Para pemakai PTB SCSP prosthesis sering tidak nyaman ketika berlutut.
Penempatan relief patela dan paha depan bar membutuhkan keterampilan dan
waktu ekstra dan perhatian selama fabrikasi (Berke, G.M., 2000). Indikasi
prostesis dengan tipe ini antara lain (1) memiliki stump yang pendek , (2)
ketidakstabilan medial lateral knee derajat ringan , (3) pasien yang memiliki
kondisi supracondylar tidak baik contohnya nyeri,scars , (4) pilihan dari pasien
,(5) kontrol ekstensi lutut lemah. Kontraindikasi prostesis tipe ini antara lain (1)
pasien yang membutuhkan pergerakan pada lutut yang banyak, (2) pasien gemuk,
(3) pasien yang mengutamakan kosmetik. Prostesis jenis ini pada saat digunakan
26
untuk berlutut tidak nyaman, patella tertutup dan kosmetik kurang baik karena
Gambar 2.5
Socket PTB – SCSP (Harte h,1994)
2) Prosthetic Shank
Prosthetic shank merupakan body dari prostesis itu sendiri yang nantinya
menjadi 2 yaitu :
a) Exoskeletal
Sedangkan didalamnya bisa diisi kayu, busa atau material lainnya. Sebelum
posisi yang tepat antara socket dan telapak kaki. Kekuatan dari penggunaan sistem
eksoskeletal adalah kuat, tahan lama, murah, mudah dibersihkan, dapat disetel
eksoskeletal adalah alignment tidak dapat dengan mudah disesuaikan, socket tidak
Gambar 2.6
Prostesis exoskeletal shank (Harte ,1994)
b) Endoskeletal
Konsep endoskeletal komponen terdiri dari pipa pylon, dari besi atau plastik
yang dihubungkan ke socket dan telapak kaki. Semua kekuatan dari tubuh melalui
pylon ini dan bukan melalui kosmetik luarnya. Untuk kosmetik luarnya diberikan
spon lunak yang dibentuk menyerupai kaki aslinya. Spon ini bisa dilepas dan
teknisi bisa menyetel ulang prostesis ini kemudian jika diinginkan penyesuaian.
Jenis kosmetik ini mungkin kurang sesuai jika pasien adalah petani karena
karakter spon yang mudah rusak jika terkena air dan sebagainya jika
modular¸yang artinya dibuat dari beberapa bagian sehingga nantinya bisa dirakit,
dilepas kembali dan diganti setelannya. Alat alignment merupakan bagian dari
struktur prostesis ini. Setelah alignment selesai kemudian prosthesis ini dikunci
Gambar 2.7
Prostethik shank endoskeletal (Harte H,1994)
3) Prosthetic Feet
Komponen ter bawah dari prostesis yang merupakan pondasi dari prosthesis
yang berbentuk kaki. Setiap desain yang di pilih akan menentukan pemilihan pada
a) Sach foot
terbuat dari kayu dan tidak terdapat gerakan pada jenis feet ini.Adanya heel pada
bagian posterior akan memberikan gerakan plantarfleksi dan bagian forefoot akan
membuat gerakan dorsifleksi. Kontraindikasi untuk jenis feet ini adalah untuk
(Thorn,2004).
29
Gambar 2.8
SACH foot (Harte H,1994)
Gerakan yang mungkin terjadi pada single axis feet adalah gerakan
plantarfleksi dan dorsifleksi. Rom gerakan di batasi bumpers atau stop. Gerakan
yang dapat dihasilkan adalah 15 derat plantarfleksi dan 6 derajat dorsifleksi. Rom
gerakan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah durometer bumper. Feet ini
tidak ada geran inversi, eversi dan rotasi. Kekurangan jenis feet ini adalah berat,
kosmetik kurang bagus dibandingkan dengan sach foot dan berisik saat berjalan
(Thorn,2004).
Gambar 2.9
Single axis foot (Harte H,1994)
c) Multiplaxis feet
Multiplaxis feet merupakan jenis feet yang hampir mempunyai fungsi seperti
transverse rotation. Feet ini kurang praktis, berat, berisik dan mahal dan harus
30
mendapat perawatan yang rutin. Feet ini dapat digunakan pada permukaan yang
tidak rata dan mengurangi adanya pressure dari ground ke stump atau prostesis
(Thorn,2004).
Gambar 2.10
Multi axis foot (Harte H,1994)
Dynamic response atau energy storing merupakan jenis feet yang biasa
digunakan oleh para atlet. Mekanisme feet ini adalah saat berjalan heel atau
forfoot akan menyentuh tanah kemudian dengan partial enegy kemudian feet
melakukan heel off- toe off. Keuntungan menggunakan feet ini adalah
membutuhkan sedikit energi dan berjalan akan terasa lebih ringan. Kekurangan
Gambar 2.11
Energy recovery foot (Harte H,1994)
31
kejadian yang mengubah kondisi fisiknya akan mempengaruhi kondisi fisik dan
psikisnya. Seperti halnya pada pasien paska amputasi fungsi dari anggota tubuh
pengalaman traumatis bagi pasien dan tidak heran bisa muncul dampak psikologis
Amputasi adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai
akibat dari malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya,
seperti kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau
dilakukan karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan
kualitas hidup pasien. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam
kondisi pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah
tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila
kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau
merusak organ tubuh yang lain. (Demet K, 2003, Glass, Vincent, 2004).
fungsi, hilangnya sensasi dan perubahan citra tubuh. Perubahan drastis ini
memiliki efek pada kualitas hidup dan penerimaan diri individu karena
jangka panjang dalam berbagai kehidupan. Hal ini juga mempengaruhi individu
32
pada tingkat psiko-sosial dan memiliki implikasi ekonomi jangka panjang dan
Kaki sebagai salah satu anggota gerak merupakan bagian yang penting bagi
kehidupan manusia. Amputasi bawah lutut disebut juga amputasi Transtibial atau
dalam bahasa yang lebih populer dikenal dengan below knee amputation.
amputasi.
pasien tidak merasa lagi kehilangan bagian tubuhnya yang pada akhirnya pasien
Salah satu upaya untuk membantu mengatasi masalah pada pasien paska
Transtibial prosthesis merupakan salah satu jenis prostesis anggota gerak bawah
yang didesain untuk mengganti anggota gerak tubuh yang hilang tepatnya pada
bawah lutut, sehingga seseorang yang kehilangan anggota gerak bawah dapat
menggunakan prostesis harus dapat semirip mungkin seperti pola jalan normal.
33
menimbulkan sikap menerima keadaan dirinya dengan perasaan senang dan apa
penerimaan diri merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta pengakuan
akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan
perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa
adanya.
Dari penilitian yang dilakuakn oleh Nur Rohmad (2016) menunjukkan ada
pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pada pasien post
individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada
groups pre and post design, rancangan Cross Sectional. Menggunakan sampel
dianalisis dengan Saphiro Wilk dimana hasilnya adalah Ada beda pengaruh
Kepercayaan Diri Pasien Post amputasi Kaki. Penilitian ini bertujuan untuk
berate ada pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pasien
dalam penelitian ini adalah penyandang cacat fisik pada lembaga SABDA
C. Kerangka Teori
Gangguan psikologi
Gangguan mobilitas
Depresi
Citra tubuh
Kepercayaan
diri
Harga diri
Penerimaan
diri
Transtibial Prosthesis
Self Acceptance
(Penerimaan Diri)
Gambar 2.12
Kerangka teori
Keterangan :
gangguan pada kondisi psikis yang disebabkan anggota gerak tidak lagi utuh.
amputasi. Yang mana juga berdampak pada kurangnya rasa berpuas diri yang
penerimaan diri adalah dari faktor psikologis dan faktor eksternal yang berupa
bentuk fisik, kemampuan,dan interaksi sosial. Untuk itu digunakan alat ganti
D. Kerangka Konsep
Pasien Post
Amputasi
Transtibial
Transtibial
Prosthesis
Faktor yang
mempengaruhi
penerimaan diri
Jenis kelamin
Lama cacat Self acceptance
yang (Penerimaan Diri)
disandang
Inteligensi
pendidikan
Meningkat Menurun
Gambar 2.13
Kerangka konsep
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak Diteliti
38
Keterangan Bagan :
E. Hipotesis
METODE PENELITIAN
groups pre and post design) dimana dalam penelitian ini hanya terdapat satu
O1 X O2
Gambar 3.1
Rancangan penelitian
Keterangan :
40
41
Boyolali, Jawa Tengah. Waktu yang digunakan dalam penelitian adalah pada
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Boyolali, Jawa Tengah dari kurun waktu Januari 2016 – Desember 2017 yang
bearada di area Karasidenan Solo dan sekitarnya dengan jumlah total 17 pasien,
a. Sampel
dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit dari
prosthesis di klinik APOC Boyolali, Jawa Tengah dari kurun waktu Januari 2016-
Desember 2017 yang bearada di area Karasidenan Solo dan sekitarnya dengan
Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total Sampling yaitu
(2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel
1. Instrumen Penelitian
dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Hal
harus valid (dapat mengukur apa yang hendak diukur) dan reliable (ketetapan
hasil).
penerimaan diri. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari subjek penelitian. Jenis data dalam penelitian ini yaitu
Alat ukur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket/
kuesioner. Menurut Sugiyono (2010 : 67), kuesioner atau angket adalah teknik
ada yang sudah dibakukan, namun ada juga yang harus dibuat sendiri oleh
untuk mengukur tingkat penerimaan diri apakah meningkat atau menurun. Jenis
angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah
masing skala memiliki lima pilihan jawaban alternatif, yaitu “sangat sesuai” (SS),
(STS), dan subjek harus memilih salah satu dari jawaban yang telah disediakan
tersebut. Skor setiap alternatif jawaban pada pertanyaan positif (+) dan pertanyaan
TABEL 3.1
Penilaian Penerimaan Diri (Sudjana, 2009:107)
Favorable Unfavorable
SS S KS TS STS SS S KS TS STS
Skor 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5
tinggi Self Acceptance individu, dan sebaliknya semakin rendah skor total subyek,
Adapun blue print dari kuesioner skala penerimaan diri yang berdasar
Tabel 3.2
Blue print Instrument Penerimaan diri
NO Indikator Item
F Uf
1 2,8,29, 15,21,25
Adanya keyakinan akan kemampuan diri
34,57 40,64
dalam menghadapi persoalan
Jumlah 35 35
70
mengungkapkan data yang benar dan hasil penelitian dapat dipercaya. Instrumen
penelitian yang akan digunakan perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.
1) Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2011: 121) valid berati instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Hasil penelitian yang valid apabila
terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya
terjadi pada obyek yang diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 211)
46
dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu konsep validitas yang
berangkat dari konstruksi teoritik tentang variabel yang hendak diukur oleh jenis
alat ukur. Konstruksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah self acceptance.
Pengujian validitas alat ukur ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan tiap skor
pada item dengan skor totalnya. Setelah data ditabulasikan maka pengujian
mengkorelasikan antar skor item instrumen. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
koefisien korelasi antar skor item dengan skor total digunakan teknik korelasi
product moment dari Pearson. Teknik korelasi product moment digunakan pada
penelitian ini dikarenakan data variabel dalam penelitian ini berbentuk data
interval dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama. Rumus
korelasi yang digunakan untuk menguji validitas adalah rumus korelasi product
windows 17.
dan nilai kritis 0,514. Analisis butir dilakukan untuk mengetahui valid atau
tidaknya butir soal dalam instrumen dengan cara yaitu skor-skor yang ada dalam
butir soal dikorelasikan dengan skor total, kemudian dibandingkan pada taraf
47
signifikansi 5%. Item dinyatakan valid jika rhitung > r tabel sedangkan item tidak
Hasil uji validitas skala penerimaan diri dapat diketahui bahwa dari 70 item
sampai dengan 0.949. Ada 30 item yang dinyatakan tidak valid karena rhitung <
rtabel. Pernyataan yang tidak valid dikeluarkan dari kuesioner dan tidak
digunakan. Setiap Indikator dalam kuesioner ini sudah terwakili oleh pernyataan
peneriman diri.
Sebuah instrumen dikatakan memiliki nilai realibilitas yang tinggi apabila tes
yang dibuat mempunyai hasil konsistensi dalam mengukur yang hendak diukur
tersebut dapat mengungkap data dan dapat dipercaya dan cukup baik sehingga
for Windows 17 diperoleh koefisien sebesar 0,975 sehingga skala ini reliabel
Adapun blue print dari kuesioner skala penerimaan diri yang sudah valid dan
TABEL 3.3
Distribusi kuesioner yang sudah valid dan reliable
NO Indikator Item
F Uf
1 Adanya keyakinan akan kemampuan diri 2,8,34 15,25
dalam menghadapi persoalan
2 Adanya anggapan berharga terhadap diri 3,9,41,58 16,23
sendiri sebagai manusia dan sederajad dengan 66 35,47
orang lain.
Jumlah 18 22
40
49
Tujuan dilakukannya uji validitas dan uji reliabilitas adalah sebagai syarat
mutlak dalam penelitian untuk mendapatkan data dari intrumen yang telah teruji
Terdapat 2 jenis variabel yang ada dalam penelitian ini yakni variabel bebas
dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah penggunaan
1. Penerimaan Diri
Penerimaan diri dalam penelitian adalah suatu sikap menerima kondisi diri
apa adanya dengan wajar yang ditunjukkan pada sikap dan perasaan yang wajar,
tidak berlebihan pada dari pasien paska amputasi transtibia, dimana peneriman
numerik dan skala data interval. Data tersebut kemudian akan diolah untuk
dan mampu berjalan dengan nyaman dan mampu melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa bantuan dari orang lain. Pasien diberikan waktu selama 1 minggu sebagai
kembali menggunakan kuesioner dengan hasil data dalam bentuk numerik dan
50
skala data interval. Kemudian data akan diolah untuk memperoleh hasil akhir
a. Tahap awal
Surakarta Jurusan Ortotik Prostetik. Peneliti meminta ijin kepada Pengelola klinik
b. Tahap pelaksanaan
peneliti memberikan lembar kuesioner pre test untuk mengukur penerimaan diri pasien
c. Pengolahan data
SPSS statistics 17 for windows. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain
1) Informed Consent
menjadi responden.
Tujuan Informed Consent tersebut adalah agar subjek mengerti maksud dan
ada dalam Informad Consent tersebut antara lain : partisipasi pasien, tujuan
potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
3) Kerahasiaan (confidentiality)
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau
sumber data lain terkumpul. Analisis data merupakan bagian yang sangat penting
dalam metode ilmiah, dengan analisis data tersebut data dapat diberi arti atau
makna untuk pemecahan masalah penelitian. Dengan analisis ini, akan diperoleh
hasil pengungkapan data yang telah diungkap melalui skala self acceptance
(penerimaan diri) dan menghasilkan terhadap adanya hal yang diteliti. Terdapat
dua macam teknik analisis data, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.
1. Analisis Deskriptif
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan data yang
telah terkumpul dan tidak untuk membuat kesimpulan yang berlaku untuk
tingkat penerimaan diri pasien pasca amputasi transtibial sebelum dan sesudah
Adapun rumus yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian kali
%=
Keterangan:
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Maka perhitungannya
a. Menentukan rentang:
b. Kelas interval :5
TABEL 3.5
Presentase kriteria penerimaan diri (Sugiyono,2008:99)
No Persentase Kriteria
Data yang diperoleh merupakan data numerik Data yang telah dikumpulkan
editing, koding dan tabulating. Software yang digunakan untuk analisa data adalah
SPSS statistics 17 for windows. Untuk menentukan metode analisa data, ada
2. Uji prasyarat
a. Uji normalitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis, yaitu
non parametrik. Uji statistik yang dilakukan adalah uji normalitas untuk
menentukan data berdistribusi normal apabila nilai probabilitas (p) > 0,05.
Apabila distribusi data normal maka menggunakan uji parametrik. Uji statistik
yang dilakukan adalah uji normalitas shapiro-wilk karena sampel < 50.
b. Uji Hipotesis
paska amputasi transtibial. Maka analisis data yang digunakan tergantung pada
value yang tampak pada output uji tersebut. Apabila output p value > 0,05 maka
hipotesa ditolak, atau sebaliknya apabila p value < 0,05 maka hipotesa diterima.
55
Namun apabila data berditribusi tidak normal maka digunakan uji non
parametric menggunakan uji Will coxon dengan ɑ= 0,05. Penentuan menolak atau
menerima hipotesa,didasarkan pada p value yang tampak pada output uji tersebut.
Apabila p value < 0,05 maka hipotesa diterima, atau sebaliknya. Apabila p value >
A. Hasil penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah pasien paska amputasi transtibial yang
Surakarta dan sekitarnya yang berjumlah 17 orang . Tujuan dari penelitian ini
kueisoner pre test dan post test yang disusun oleh peneliti berdasarkan skala
prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial. Dari hasil
penelitian ini akan dijelaskan karakteristik subjek, variabel dan uji hipotesis dalam
a. Karakteristik subjek
kelamin,tingkat pendidikan, dan umur. Jumlah subjek dalam peneitian ini yaitu 17
orang.
56
57
berasal dari gender tertentu. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut ini :
Dari hasil diatas bisa dilihat bahwa nilai mean penerimaan diri pada jenis
kelamin laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal ini sesuai dengan teori
Matthews (2006) yaitu Pria dinilai memiliki penerimaan diri yang lebih positif
bila dibandingkan dengan wanita, hal ini berkaitan dengan sifat pria yang lebih
mudah menyesuaikan dengan kondisi yang mereka hadapi dan lebih mudah
berfikir secara rasional. Selain itu juga karena wanita relatif lebih sensitif serta
antara 21 tahun sampai >50 tahun. Dapat dilihat dari tabel 4.2 sebagai berikut
Dari hasil table diatas didapat hasil bahwa penerimaan diri orang dewasa lebih
berkisar antara SMP sampai Perguruan Tinggi .Dapat dilihat dari tabel 4.3 sebagai
berikut :
Dari hasil table tingkat pendidikan diketahui bahwa hasil yang didapat sesuai
dalam penerimaan diri karena dapat untuk mempermudah penyesuaian diri. Tetapi
ada kalanya pendidikan yang tinggi justru akan menghambat penerimaan diri pada
Dari hasil yang didapat dari table diatas subjek yang memiliki pekerjaan
sebagai pegawai swasta memiliki tingkat penerimaan diri yang paling tinggi
(169.25) dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain. Pekerjaan dari subjek
bisa dikaitkan dengan tingkat status sosial subjek dimana subjek yang memiliki
tingkat sosial yang tinggi memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi.
B. Analisis data
yaitu menggunakan uji paired T-test apabila data berdistribusi normal dan
menggunakan will coxon apabila data berdistribusi tidak normal. Variabel bebas
Penerimaan diri yang mempunyai skala data interval. Uji korelasi ini
hipotesis yang telah dirumuskan dengan hasil data yang di dapat dari penelitian.
60
a. Uji prasyarat
Uji prasyarat dalam penelitian ini yaitu uji prasyarat untuk menentukan uji
Hipotesis. Uji prasyarat yang dibutuhkan untuk menentukan uji Hipotesis yaitu uji
normalitas. Jika jumlah data lebih dari 50 maka digunakan uji kolmogorov-
smirnov dan uji shapiro-wilk apabila data kurang dari 50 . Apabila distribusi data
normal maka menggunakan uji parametrik dan jika data tidak normal
1) Uji normalitas
Uji normalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran data dari kedua
diri. Uji normalitas dapat dilihat dari tabel 4.5 berikut ini :
Shapiro-Wilk
Pada hasil tabel di atas, karena jumlah sampel 17 (< 50) maka menggunakan
uji test of normality Shapiro-Wilk. Diperoleh nilai significancy 0,867 pada skor
pre test dan nilai significancy 0,040 pada skor post test. Oleh karena nilai p > 0,05
maka dapat diambil kesimpulan pada kelompok pre test berarti mempunyai
61
sebaran data yang normal dan karena nila p < 0,05 pada skor post tes berarti
mempunyai sebaran data yang tidak normal. Karena hasil dari salah satu
kelompok variabel memiliki sebaran data yang tidak normal diputuskan untuk
b. Uji deskriptif
menggambarkan data yang telah terkumpul dan tidak untuk membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum. Digunakan untuk mengetahui tingkat penerimaan diri
dalam penelitian kali ini menggunakan rumus Arikunto (2007:236). Hasil uji
Tinggi 1 5.9
Sedang 12 70.6
Rendah 4 23.5
Total 17 100.0
pasien, pasien dengan penerimaan diri rendah sebesar 23,5% sebanyak 4 pasien ,
penerimaan diri sangat tinggi dengan prosentase 41,2% sebanyak 7 orang , dan
Dari hasil uji deskriptif diatas diperoleh gambaran data bahwa sebelum
prosthesis penerimaan diri pasien paska amputasi transtibia menjadi tinggi dengan
c. Uji hipotesis
transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri yaitu menggunakan uji will coxon.
Uji will coxon ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh antara variabel X
63
transtibial prosthesi terhadap penerimaan diri. Dari hasil tersebut juga bisa dilihat
diri pasien adalah 165.59 terdapat selisih sebesar 36.3 atau terdapat kenaikan
tingkat penerimaan diri sebesar 36,3%. Dilihat dari hasil tersebut bisa dilihat
bahwa penerimaan diri pasien paska amputasi lebih baik setelah menggunakan
transtibial prosthesis.
C. Pembahasan
Eksperiment dengan metode Pre test dan post test only design untuk mengetahui
paska amputasi transtibial. Subyek penelitian ini adalah pasien paska amputasi
menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain dan dipilih elpasien.
64
Penelitian dilakukan dengan pengisian kuesioner Pre test dan post test oleh
Uji hipotesis yang dilakukan menggunkan uji will coxon menunjukkan ada
penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial. Hal ini dilihat dari hasil
Probabilitas < 0,05 yang berarti hal tersebut menunjukkan ada pengaruh yang
Selain melihat dari hasil analisis nilai probabilitas (P) bisa juga melihat dari
Hasil uji hipotesis tersebut yang signifikan bisa dipengaruhi oleh latar
belakang subjek diantaranya jenis kelamin subjek, umur subjek, dan pekerjaan
65
subjek. Jenis kelamin subjek yang kebanyakan adalah laki-laki yaitu 14 orang dan
yang perempuan adalah 4 orang. Dari nilai mean penerimaan diri menunjukkan
bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi
yaitu 161.69 dibanding dengan subjek yang memiliki jenis kelamin prempuan
yaitu 159.75. Hasil ini sejalan dengan teori Matthews (2006) yaitu Pria dinilai
memiliki penerimaan diri yang lebih positif bila dibandingkan dengan wanita, hal
ini berkaitan dengan sifat pria yang lebih mudah menyesuaikan dengan kondisi
yang mereka hadapi dan lebih mudah berfikir secara rasional. Selain itu juga
karena wanita relatif lebih sensitif serta lebih menitik beratkan pada afektif
daripada pria .
Selain pengaruh dari latar belakang jenis kelamin , latar belakang lain yang
bisa mempengaruhi tingkat penerimaan diri adalah dari segi usia. Dalam
penelitian ini usia dikelompokkan menjadi tiga yaitu : usia remaja, dewasa , dan
lansia. Dari hasil penghitungan yang didapat menunjukkan bahwa subject yang
berada pada tingkatan usia dewasa memiliki penerimaan diri yang lebih baik yaitu
161.25 dibandingkan dengan subjek yang berada pada tingkatan penerimaan diri
remaja dan lansia. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1990)
wawasan sosial, konsep diri yang stabil dan faktor eksternal yang berupa
66
dukungan dari keluarga dan lingkungan sehingga kedua subjek bisa menerima diri
terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi, hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa pasien yang bekerja sebagai pegawai swasta memiliki tinglat
penerimaan diri yang tinggi yaitu 169,25 apabila dibandingkan dengan pekerjaan
aktivitas sehari-hari dari subjek lain seperti pelajar, buruh , ibu rumah tangga, dan
pensiunan PNS. Pekerjaan dari subjek bisa dikaitkan dengan tingkat status sosial
Pernyataan tadi sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Doddy Sumbodo
(2006) bahwa status sosial seseorang berpengaruh terhadap harga dirinya atau
kepercayaan dirinya, jika status sosialnya tinggi maka dia akan merasa lebih
dihargai oleh masyarakat. Menurut Ralph Linton (2008) bahwa orang yang
memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur
masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah, oleh karena
itu sangat berarti sekali bagi pasien untuk bisanya beraktifitas kembali seperti
pasien mampu mengayunkan langkah kaki dengan tidak memerlukan energi yang
besar sehingga bisa beraktifitas seperti semula dan pasien merasa percaya diri. Hal
ini juga sesuai dengan pendapat Hansen (2010), bila seorang pasien paska
sehingga pasien tidak lagi merasa kehilangan bagian tubuhnya yang pada akhirnya
pasien merasa lebih percaya diri dibandingkan dengan tanpa menggunakan kaki
palsu. Subjek yang memiliki kepercayaan diri merasa yakin akan kemampuan
Hasil diatas sesuai dengan penelitian yang sebelumnya dari Maskun Pudjianto
dan Muhammad Syaifuddin (2013) dengan judul upaya meningkatkan konsep diri
Prostesis dengan hasil bahwa ada beda pengaruh penggunaan transtibial prostesis
Penerimaan diri membutuhkan proses dan cara yang sesuai agar individu
bukan hanya sebatas terima karena tidak adanya pilihan yang lain, namun
ditunjukkan dengan sikap mau menerima dan bertanggung jawab secara penuh
akan keputusannya tersebut dan mau berkembang untuk kemajuan dirinya. Hal
tersebut senada dengan pendapat Gea (2002) yang menyebutkan penerimaan diri
68
memperlakukannya secara baik disertai rasa senang serta bangga sambil terus
mengusahakan kemajuannya.
Pengetahuan diri, sikap realistis dan kepuasan diri, hal inilah yang menjadi
kondisi diri dengan cara membantu pasien untuk bisa melakukan kegiatan sehari-
potensi-potensi yang dimiliki dengan lebih maksimal dan efektif, dan individu
prosthesis tingkat penerimaan diri pasien paska amputasi sebagian beasar pada
prosthesis sebagian besar berada pada tingkat tinggi dan sangat tinggi dengan
Hasil diatas tersebut juga senada dengan penilitian yang dilakukan oleh Nur
Kepercayaan Diri Pasien Post amputasi Kaki menunjukkan dengan hasil ada
pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pada pasien post
69
individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada
perkembangan dirinya.
hasil penelitian ini adalah (1) Keterbatasan waktu dalam penelitian serta
terbatasnya jumlah subyek. (2) Frekuensi jenis kelamin subyek tidak berimbang.
(4) Kurangnya data tentang berapa lama kecacatan yang disandang oleh subyek.
BAB V
A. Kesimpulan
penerimaan diri pasien paska amputasi bawah lutut telah dilaksanakan sebaik
subjek. Kesimpulan yang didapat dari penelitian tersebut adalah bahwa terdapat
Hasil uji hipotesis dengan uji will coxon memperoleh hasil P=.000,
penerimaan diri secara fisik maupun psikis terhadap pasien yang mengalami
amputasi transtibial.
70
71
B. Saran
kelengkapan anggota gerak tubuh, menghindari perasaan cemas dan stress selama
kualitas hidupnya; (2) Bagi institusi yaitu sebaiknya memberikan penyuluhan dan
gerak tubuh untuk meningkatkan penerimaan diri dan kualitas hidup masing-
masing individu dan apa yang akan terjadi pada penerimaan diri seseorang apabila
kehilangan salah satu dari anggota gerak tubuh yang dimiliki, dan dapat
penelitian lebih lanjut dengan menambah faktor lama kecacatan yang disandang
setiap subjek dan memperluas populasi juga banyaknya sample untuk memperluas
yang sama pilihlah jenis kuisioner dengan kriteria penyusun yang berbeda dari
peneliti agar dapat melihat perbedaan hasil dari kedua faktor indikasi penelitian
ini dan memiliki reverensi baru dari jenis kuisioner yang berbeda mengenai
72
Albertus, Yusi interview.2017. Interview data pasien periode Januari s/d November 2017 di
Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Yogyakarta.
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta :
Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, S. (2013). Sikap Manusia. Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barmparas, G., Inaba, K., Teixeira, G.R., & Dubose,.J. (2010). Epidemiogy of post-ttraumatic
limb amputation. A national trauma databank analysis. The American Surgeon, 76, 11
Chaplin J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi (terjemahan Kartono, K). Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.
Cook, T. D., Campbell, D. T., & Day, A. (1979). Quasi-experimentation: Design & analysis
issues for field settings (Vol. 351). Boston: Houghton Mifflin.
Aryani R . 2011. Studi fenomenologi : Pengalaman Klien Yang Mengalami Fraktur Ekstremitas
Bawah Dengan Pemasangan External Fixator di RSUP FATMAWATI
Jakarta.Universitas Indonesia. Jakarta
Demet, K., Martinet, N., Guillemin, F., Paysant, J., & Andre, J. M. (2003). Health related quality
of life and related factors in 539 persons with amputation of upper and lower limb.
Disabil Rehabil,25 (9), 480-6.
Glass, H., Vincent, L., Douglas, B., & Albert, E. (2004). Influenza of transmetatarsal amputation
in patients requiring lower extremity distal revascularization, The American Surgeon,
70, 10.
Hall, C.S & Lindzey G. (2010). Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (Organismik-
Fenomenologis).Yogyakarta:Kanisius.http://books.google.co.id/books?id=a0QkCFSPeB
QC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false diunduh tanggal 01 januari
2017.
Hansen, Andrew H, (2010). Foot and Ankle Prosthetics. Buffalo: Center for International
Rehabilitation Research Information and Exchange University at Buffalo.The State
University of New York.
Harte & Henriksen. (1994). Below Knee Prosthetic Course Work Manual. National School Of
Prosthetic and Orthotic (NSPO) Phnom Penh,Cambodia.
Lipsky, B.A., Weigelt, J.A.,Sun, X Et al. (2011). Developing And Validating A Risk Score For
Lower Extremity Amputations In Patients Hospitalized For A Diabetic Foot Infection.
Diabetic Care, 34, 8.
Liu, F., Williams R.M., et al. (2010). The Lived Experience Of Persons With Lower Extremity
Amputation. Journal Of Clinical Nursing,19, 2152-2161.
Lukman, Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Musculoskeletal. Salemba Medika, Jakarta.
Mugo, F. K., Wario, G., & Odhiambo, R. (2004). Relationship between job characteristic and
employee engagement among state corporations in Kenya. International journal of
inovative research and studies, 3(5), 327-350.
Pambudiarto.2012. “ Gambaran Konsep diri : Harga diri Pada Klien Dengan Amputasi di
Wilayah Karasidenan Surakarta’.Skripsi.FIKES Keperawatan.Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pudjianto M. & Syaifuddin M. (2013); Upaya Meningkatkan Konsep Diri Pasien Pasca
Amputasi Transtibial Di PT Kuspito Melalui Penggunaan Transtibial Prostesis. Skripsi
Program Studi DIV Poltekkes Kemenkes Surakarta.
Rachmat N. 2016; pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pasien post
amputasi kaki. Poltekkes Kemenkes Surakarta.
Satyaningtyas R & Abdullah S.M . 2012 ; penerimaan diri dan kebermaknaan hidup
penyandang cacat fisik . Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Senra, H., Oliveira, R. A. et al. (2011). Beyond The Body Image : A Qualitative On How
Adults Experience Lower Limb Amputation. Clinical Rehabilitation, 26 (1), 180-191.
Soekamto, Soerjono, (2004). Tangan Buatan Berteknologi Robot untuk Penyandang Cacat,
dalam Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3. Semarang.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, s.c.,et al. (2010). Brunner And Suddarth’s Textbook Of Medical- Surgica Nursing (12th
Ed). Philadhelpia, Lippincott Williams & Wilkins.
Smeltzer, Suzane C., and Bare, Brenda G., (2008). Buku Ajar Kesehatan Medical Bedah,
Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Thorn, B. E., & Adams, et al. (2004). Principal Of Internal Medicine. Edisi IX, Jakarta Utara,
Penerbit Buku Kedokteran : 1991.
Wahid, A. (2013); Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Musculosceletal. Trans Info
Media, Jakarta.
Wrobel,J. S., Mayfield, J. A., & Reiber, G. E. ( 2001). Geograpich Variations Of Lower
Extremity Major Amputation In Individuals With And Without Diabetes And The
Medicare Populations, 25,5.
LAMPIRAN
3. Informed concent
6. Tabulasi Data
8. Dokumentasi
JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
Jl. Kapten Adi Sumarmo, Tohudan, Colomadu, Karanganyar
57173, Telp. 0271-725370, 726472 Fax. 0271-710377
Nama :
Umur :
Asal :
Pendidikan :
Petunjuk
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Surakarta,
(.....................................)
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
1 Saya tidak malu untuk menunjukkan siapa
saya setelah mengalami amputasi.
2 Saya merasa masih mampu melakukan
banyak aktivitas, sama seperti sebelum
mengalami amputasi.
3 Dengan kondisi amputasi yang saya alami
tidak menganggap diri saya lebih buruk
dari orang lain.
4 Saya masih merasa orang lain tidak
menerima kehadiran saya karena
amputasi yang saya alami.
5 Saya tetap menganggap diri saya berharga
walau sudah mengalami amputasi.
6 Saya menerima kondisi saya secara penuh
dan tidak menganggap jadi suatu
kekurangan.
7 Saya tidak mempermasalahkan kondisi fisik
saya setelah amputasi.
8 Saya merasa orang lain bisa menerima saya
tanpa melihat amputasi yang saya alami.
9 Saya kurang percaya diri menunjukkun diri
saya setelah amputasi.
10 Saya masih merasa marah dan tidak terima
melihat kondisi saya seperti ini .
11 Saya merasa kurang mampu melakukan
aktivitas setelah mengalami amputasi
12 Melihat kondisi saya seperti ini saya
berpendapat kondisi orang lain lebih baik.
13 saya tidak sungkan berkumpul dengan
orang lain dengan kondisi saya seperti ini.
14 Celaan dari orang lain tentang kondisi
saya membuat saya semakin tidak
menerima kondisi fisik saya.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
15 saya malu dan jarang berkumpul dengan
orang lain dengan kondisi saya yang
seperti ini
16 Saya selalu mengeluhkan kondisi fisik
saya setelah amputasi .
17 Saya masih merasa menjadi orang yang
gagal setelah mengalami amputasi.
18 Saya masih merasa malu akan segala
kekurangan yang ada pada diri saya.
19 Saya dapat menerima celaan dan pujian
dari orang lain secara objektif.
20 Saya mampu dan yakin menghadapi
segala tantangan dalam menghadapi
kehidupan kedepan setelah menggunakan
prosthesis.
21 Saya merasa iri melihat kondisi fisik orang
yang normal .
22 Saya merasa biasa saja dengan kondisi
kekurangan yang ada pada diri saya.
23 Saya menghargai kondisi saya saat ini dan
tidak menggangap ini jadi kekurangan.
24 Setelah amputasi saya merasa aneh dengan
kondisi fisik saya.
25 Kondisi saya saat ini menjadi masalah yang
sangat sulit saya selesaikan
26 Saya dapat menerima pujian tapi tidak bisa
menerima celaan dari orang lain.
27 Saya kurang bisa mengahargai kondisi saya
karena menjadi kelemahan saya
28 Saya merasa percaya diri dengan kondisi
fisik saya saat ini dan tidak merasa aneh.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
29 Saya menerima dan bertanggung jawab
penuh atas kondisi saya setelah amputasi
30 Celaan dari orang lain terhadap kondisi
saya hanya membuat saya jadi kurang
percaya diri.
31 Saya merasa asing ketika berkumpul
dengan orang lain setelah mengalami
amputasi.
32 Saya tidak mampu bertanggung jawab atas
kondisi saya sperti ini.
33 Meski sudah mengalami amputasi saya
masih merasa sama dengan orang yang
normal.
34 Saya menjadi minder dan menarik diri
setelah amputasi.
35 Saya kurang memperhatikan kondisi
kesehatan saya setelah mengalami amputasi
36 Karena amputasi saya menjadi kuang
mandiri mengurus diri saya.
37 Saya merasa kepercayaan diri saya masih
sama setelah mengalami amputasi
38 Saya selalu memperhatikan kondisi
kesehatan saya, karena kesehatan sangat
penting.
39 Saya bisa mengurus diri saya secara
mandiri setelah mengalami amputasi
40 Saya membutuhkan Transtibial Prosthesis
untuk membantu saya melakuakan aktivitas
setelah mengalami amputasi.
JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
Jl. Kapten Adi Sumarmo, Tohudan, Colomadu, Karanganyar
57173, Telp. 0271-725370, 726472 Fax. 0271-710377
Nama :
Umur :
Asal :
Pendidikan :
Petunjuk
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Surakarta,
(.....................................)
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
1 Setelah menggunakan Prosthesis saya
tidak malu untuk menunjukkan siapa saya
setelah mengalami amputasi.
2 Setelah menggunakan Prosthesis saya
merasa masih mampu melakukan banyak
aktivitas, sama seperti sebelum mengalami
amputasi.
3 Dengan kondisi amputasi yang saya alami
tidak menganggap diri saya lebih buruk
dari orang lain meski sudah menggunakan
prosthesis
4 Setelah menggunakan Prosthesis saya
masih merasa orang lain tidak
menerima kehadiran saya karena
amputasi yang saya alami.
5 Transtibial Prosthesis membuat saya tetap
menganggap diri saya berharga walau
sudah mengalami amputasi.
6 Saya menerima kondisi saya secara penuh
dan tidak menganggap jadi suatu
kekurangan setelah menggunakan
prosthesis.
7 Setelah menggunkan prosthesis saya tidak
mempermasalahkan kondisi fisik saya
setelah amputasi.
8 Dengan menggunakan Prosthesis saya
merasa orang lain bisa menerima saya
tanpa melihat amputasi yang saya alami.
9 Saya kurang percaya diri menunjukkun
diri saya setelah amputasi meski sudah
memakai prosthesis.
10 Setelah menggunakan prosthesis saya
masih merasa marah dan tidak terima
melihat kondisi saya seperti ini .
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
11 Saya merasa kurang mampu melakukan
aktivitas setelah mengalami amputasi
meskipun sudah memakai prosthesis.
12 Walaupun sudah menggunakan prosthesis
melihat kondisi saya seperti ini saya
berpendapat kondisi orang lain lebih baik.
13 Setelah memakai prosthesis saya tidak
sungkan berkumpul dengan orang lain
dengan kondisi saya seperti ini.
14 Celaan dari orang lain tentang kondisi
saya membuat saya semakin tidak
menerima kondisi fisik saya walaupun
sudah memakai prosthesis.
15 Walaupun sudah memakai prosthesis
saya masih malu dan jarang berkumpul
dengan orang lain dengan kondisi saya
yang seperti ini
16 Saya selalu mengeluhkan kondisi fisik
saya setelah amputasi walaupun sudah
memakai prosthesis.
17 Setelah menggunakan prosthesis saya
masih merasa menjadi orang yang
gagal setelah mengalami amputasi.
18 Setelah memakai Prosthesis saya
masih merasa malu akan segala
kekurangan yang ada pada diri saya.
19 Setelah memakai Prosthesis saya dapat
menerima celaan dan pujian dari orang
lain secara objektif.
20 Saya mampu dan yakin menghadapi
segala tantangan dalam menghadapi
kehidupan kedepan setelah menggunakan
prosthesis.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
21 Setelah memakai prosthesis saya masih
merasa iri melihat kondisi fisik orang yang
normal
22 Setelah memakai prosthesis saya merasa
biasa saja dengan kondisi kekurangan
yang ada pada diri saya.
23 Saya menghargai kondisi saya saat ini dan
tidak menggangap ini jadi kekurangan
setelah menggunakan prosthesis.
24 Setelah amputasi saya merasa aneh
dengan kondisi fisik saya walau sudah
menggunakan prosthesis.
25 Kondisi saya saat ini menjadi masalah
yang sangat sulit saya selesaikan walapun
saya sudah menggunakan prosthesis.
26 Setelah menggunakan prosthesis saya
dapat menerima pujian tapi tidak bisa
menerima celaan dari orang lain
27 Saya kurang bisa mengahargai kondisi
saya karena menjadi kelemahan saya
walau sudah menggunakan prosthesis
28 Setelah menggunkan prosthesis saya
merasa percaya diri dengan kondisi fisik
saya saat ini.
29 Setelah menggunakan prosthesis saya
menerima dan bertanggung jawab penuh
atas kondisi saya setelah amputasi
30 Celaan dari orang lain terhadap kondisi
saya hanya membuat saya jadi kurang
percaya diri walaupun sudah memakai
prosthesis.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
31 Saya merasa asing ketika berkumpul
dengan orang lain setelah mengalami
amputasi walapun memakai prosthesis.
32 Saya tidak mampu bertanggung jawab
atas kondisi saya sperti ini walapun
memakai prosthesis.
33 Meski sudah mengalami amputasi saya
masih merasa sama dengan orang yang
normal setelah menggunakan prosthesis
34 Setelah menggunakan prosthesis saya
menjadi minder dan menarik diri setelah
amputasi
35 Setelah menggunakan prosthesis saya
kurang memperhatikan kondisi kesehatan
saya setelah mengalami amputasi.
36 Karena amputasi saya menjadi kurang
mandiri mengurus diri saya walapun
menggunakan prosthesis.
37 Setelah menggunakan prosthesis saya
merasa kepercayaan diri saya masih sama
setelah mengalami amputasi
38 Setelah menggunakan prosthesis saya
selalu memperhatikan kondisi kesehatan
saya, karena kesehatan sangat penting.
39 Setelah menggunakan prosthesis saya bisa
mengurus diri saya secara mandiri setelah
mengalami amputasi
40 Transtibial Prosthesis membantu saya
melakuakan aktivitas setelah mengalami
amputasi.
Tabulasi data Pre Test
1 KURNIA HASANAH P 2 1
2 RENI PURWASIH P 2 1
3 EKA YULIANA P 3 2
4 SRI REJEKI H P 1 1
5 NURYAMAN L 1 1
6 MUKHLIS L 1 1
7 WIDODO L 3 4
8 ADE PUTRA L 1 1
9 M.NUR KHOLISON L 2 1
10 SUKIRMAN L 2 3
11 AGUNG ADE R L 2 3
12 BURHAN ASIDDIQ L 3 4
13 TOTOK MUJIONO L 1 3
14 RUBANGI L 1 4
15 SLAMET BEJO L 2 3
16 MEI WANTO L 2 2
17 ARINO EKO SAPUTRO L 2 2
Koding
Usia Pasien : 21-30 (1), 31-40 (2), 41-50 (3), >50 (4)
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2
2 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 2 3 3 2 3 2
3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 5 4 3 3 3 2 1 3 4 4
4 3 2 4 2 2 3 2 4 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 4 3
5 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 2 3 1 3 3 2 3 2 4
6 4 4 4 2 3 3 4 4 3 5 3 3 4 3 3 3 4 3 4 5
7 4 3 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 2 1 1 4 1 1
8 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 3 3 4 3 3 2
9 4 4 4 2 3 3 4 4 3 5 3 3 1 3 1 3 4 3 4 1
10 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 3 5 4 5 5 3 2
11 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2
12 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 2
13 3 3 4 1 3 1 2 3 1 1 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3
14 3 2 2 3 4 2 4 2 3 1 3 1 2 1 2 3 1 3 1 2
15 5 4 5 3 4 4 4 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
16 4 4 4 2 3 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 3 4 5 4 5
17 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 3 3 4 4 3 2
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 TOTAL
1 3 2 1 1 1 2 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 125
2 3 2 3 2 2 3 5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 128
3 4 4 4 4 3 3 4 5 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 136
4 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 2 1 2 3 3 3 105
5 2 3 2 3 3 4 3 2 2 3 3 4 3 4 3 2 2 2 3 3 106
6 3 3 3 3 4 3 3 5 3 3 3 3 4 3 4 3 3 2 3 2 134
7 5 3 3 3 3 3 5 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 135
8 2 2 4 4 4 3 5 5 3 2 3 3 3 2 2 3 4 3 3 3 132
9 3 3 3 3 4 3 1 1 1 1 3 3 3 4 4 3 3 2 4 4 118
10 2 4 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 2 2 1 1 139
11 3 2 2 2 3 3 3 3 4 3 3 2 3 4 3 2 3 4 2 4 125
12 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 135
13 1 3 3 3 1 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 101
14 3 1 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 2 4 3 3 2 3 4 2 99
15 3 5 5 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 5 4 3 3 3 136
16 3 4 5 3 3 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 5 136
17 5 2 4 4 4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 3 3 3 152
Tabulasi Post test
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 5 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 5 3 3 4
2 5 5 5 3 5 5 5 5 3 3 4 4 5 3 5 5 4 5 3 5
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 5 4 5 2 5 5 5 5 4 5 2 2 5 4 5 5 4 5 4 5
5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 5 3 3 4
6 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5
7 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 3 5 4 5 5 3 5
8 5 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 5 3 3 4
9 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4
10 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 3 5 4 5 5 3 5
11 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 2 5
12 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
13 5 5 5 1 5 5 5 4 5 1 3 1 4 3 3 3 3 3 3 4
14 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 2 3
15 5 4 5 3 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 4 3 5 3 4 4
16 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 5 4 5 4 5 4 4
17 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5 3 3 5 5 5 5 5 5 4 4
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 TOTAL
1 3 4 5 4 3 3 4 4 4 3 3 5 3 4 3 5 3 5 5 4 151
2 5 5 5 4 4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 180
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 160
4 3 4 5 3 4 2 4 5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 5 166
5 3 4 5 4 3 3 4 4 4 4 3 5 3 4 3 5 3 5 5 4 152
6 5 4 4 4 4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 182
7 5 4 5 4 4 3 5 5 4 4 4 3 5 5 3 5 5 5 4 4 171
8 3 4 5 4 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 3 5 4 5 5 4 153
9 3 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 179
10 5 4 5 4 4 3 5 5 4 4 4 3 5 5 3 5 5 5 4 4 171
11 4 1 5 5 5 2 5 5 5 3 3 5 5 5 4 4 5 5 5 5 180
12 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 150
13 1 3 4 4 1 3 5 3 3 3 2 2 3 3 5 3 4 4 3 4 134
14 3 2 3 4 3 3 4 3 4 3 4 2 3 3 3 5 4 3 3 4 132
15 3 5 5 4 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 3 5 4 5 5 4 159
16
5 4 5 4 4 3 4 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 175
17 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 179
ANALISIS DATA
1. KARAKTERISTIK SUBJEK
a. Frekunsi Jenis Kelamin
Jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tinkat pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tingkat penerimaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Ranks
Total 17
c. posttest = pretest
b
Test Statistics
posttest - pretest
a
Z -3.623
Kab. Tulungagung
AGAMA : Islam
E-mail : haidarprawira91@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
RIWAYAT ORGANISASI