Anda di halaman 1dari 119

PENGARUH PENGGUNAAN TRANSTIBIAL PROSTHESIS TERHADAP

PENERIMAAN DIRI PASIEN PASCA AMPUTASI TRANSTIBIAL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Ortotik Prostetik

Diajukan oleh :

HAIDAR ABDURRAHMAN PRAWIRA

P27227014037

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV ORTOTIK PROSTETIK

JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

2018

i
PENGARUH PENGGUNAAN TRANSTIBIAL PROSTHESIS TERHADAP

PENERIMAAN DIRI PASIEN PASCA AMPUTASI TRANSTIBIAL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Ortotik Prostetik

Diajukan oleh :

Haidar Abdurrahman Prawira

P 27227014 037

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV ORTOTIK PROSTETIK

JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

2018

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LUAR ....................................................................... i

HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………… vi

MOTTO …………………………………………………………………... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………… ix

HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi

DAFTAR TABEL........................................................................................ xii

ABSTRAK ……………………………………………………………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

A. Latar Belakang………… .............................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................... 6

C. Tujuan Penlitian ............................................................ 6

D. Manfaat Penelitian ....................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 8

A. Kajian Teori ................................................................. 8

B. Penelitian Relevan ........................................................ 34

C. Kerangka Teori.............................................................. 36

iv
D. Kerangka Konsep .......................................................... 38

E. Hipotesis........................................................................ 39

BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 40

A. Desain Penelitian .......................................................... 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................... 41

C. Populasi dan Sempel ..................................................... 41

D. Instrument atau Alat ukur Penelitian.............................. 42

E. Variable dan Definisi Opersional.................................... 49

F. Metode dan Pengumpulan Data .................................... . 50

G. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data................... 52

BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ............................................................. ..56

B. Analisa Data .................................................................. ..59

C. Pembahasan ................................................................... ..63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................... ..70

B. Saran .............................................................................. ..71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan nikmat serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Pengaruh Penggunaan Transtibial Prosthesis terhadap Penerimaan Diri

Pasien paska Amputasi Transtibial”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas dan

memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan Diploma IV

Jurusan Ortotik Prostetik.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang penulis susun masih jauh dari

kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharap masukan, kritik dan saran yang

membangun guna sempurnanya skripsi ini.

Selanjutnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas segala kemudahan yang telah diberikan.

2. Bapak Satino, SKM, M.SC.N, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Surakarta.

3. Bapak dr. Yopi Harwinanda Ardesa, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Ortotik

Prostetik Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Surakarta.

4. Bapak Drs. Alfan Zubaidi, M.Kes, selaku Ketua Prodi D IV Ortotik

Prostetik Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Surakarta.

5. Bapak Drs. Alfan Zubaidi, M.Kes dan Bapak Dwi Setyawan,

Dipl.OT,SST.OP.,M.Kes selaku pembimbing skripsi.

vi
6. Segenap Dosen dan seluruh staf perpustakaan yang telah memberikan

masukan dan bimbingan serta mempermudah dalam penyediaan buku

referensi.

7. Bapak, Ibu serta keluarga tecinta yang selalu memberikan do’a, kasih

sayang dan motivasi kepada penulis.

8. Sahabat dan teman seperjuangan yang telah membantu dalam penyusunan

skripsi.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk

memperbaiki penyusunan skripsi ini.

Surakarta, Februari 2018

Penulis

vii
MOTTO

“If the chance never comes, builds it!

Cause there is no limit of struggling”

“Jika kesempatan tidak pernah datang, buatlah!

Karena tidak ada batasan dari perjuangan”

“Don’t lose the faith,

keep praying, keep trying”

“Jangan hilang keyakinan, tetap berdo’a, tetap mencoba”

“posisi manusia tidak di “ADALAH” , tapi di “SEMOGA” ,

tidak di “PASTI” tapi di “INSYAALLAH”

viii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. ALLAH SWT yang telah melancarkan segalanya untukku.

2. Kedua orang tuaku yang telah membesarkan, mendidik, medoakan,

mensupport dan memberikan segalanya demi memperlancar dan membuatku

semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dosen pembimbing serta penguji yang telah memberikkan banyak masukkan

serta dukungan.

4. Seluruh teman-teman D IV Ortotik Prostetik 2014 yang selalu memberikan

kritik dan saran.

5. Retno Dwi Wulandari yang selalu sabar menemani, mendengar keluh kesah,

dan menyemangati sampai skripsi ini selesai.

6. Teman – teman seperjuangan penelitian yang sama-sama meneliti tentang

Transtibial Prosthesis (Waridatul Uyun & Maretania Devi Maya Santi)

7. Teman-teman Kontrakan Maya 3 yang telah memberikan bantuan sampai

pengerjaan skripsi ini selesai.

ix
PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini, Saya :

Nama : Haidar Abdurrahman Prawira

NIM : P 27227014037

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH

PENGGUNAAN TRANSTIBIAL PROSTHESIS TERHADAP PENERIMAAN

DIRI PASIEN PASKA AMPUTASI TRANSTIBIAL adalah betul – betul karya

saya sendiri. Hal - hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang Saya peroleh

dari skripsi ini.

Surakarta,

Yang membuat pernyataan

Haidar Abdurrahman Prawira

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tingkat Amputasi Transtibial......................................................21

Gambar 2.2 Desain socket PTB-SC ................................................................24

Gambar 2.3 Desain socket PTB with Thigh Corset ........................................25

Gambar 2.4 Desain Socket PTB with strap .................................................... 25

Gambar 2.5 Desain socket PTB SC-SP.......................................................... 26

Gambar 2.6 Eksoskeletal Shank......................................................................27

Gambar 2.7 Endoskeletal Shank .....................................................................28

Gambar 2.8 SACH foot ..................................................................................29

Gambar 2.9 Single Axis Foot. .........................................................................29

Gambar 2.10 Multiple Axis Foot.……………………………………………30

Gambar 2.11 Energy Recovery Foot………………………………………....31

Gambar 2.12 Kerangka Teori………………………………………………...36

Gambar 2.13 Kerangka Konsep……………………………………………...38

Gambar 3.1 Rancangan penelitian……………………………………………40

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penilaian penerimaan Diri………………………………………....44

Tabel 3.2 Blue print instrument penelitian…………………………………...44

Tabel 3.3 Distribusi kuesioner yang sudah valid dan reliable……………….48

Tabel 3.4 Presentase Penerimaan Diri ........................................................... 53

Tabel 4.1 Distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin ...................................57

Tabel 4.2 Distribusi subjek berdasarkan usia .................................................57

Tabel 4.3 Distribusi subjek berdasarkan tingkat pendidikan ..........................58

Tabel 4.4 Distribusi subjek berdasarkan pekerjaan.........................................59

Tabel 4.5 Uji Normalitas Data ........................................................................60

Tabel 4.6 Uji deskriptif Pre Test ....................................................................61

Tabel 4.7 Uji deskriptif Post Test ...................................................................62

Tabel 4.8 Uji Hipotesis ...................................................................................63

xii
ABSTRAK

Pengaruh Penggunaan Transtibial Prosthesis Terhadap Penerimaan Diri Pasien


Paska Amputasi Transtibial

Haidar Abdurrahman Prawira,2018. Pengaruh Penggunaan Transtibial Prosthesis


terhadap Penerimaan Diri PasienPaska Amputasi Transtibial, Pembimbing I : Drs.
Alfan Zubaidi, M.kes , Pembimbing II : Dwi Setyawan, Dipl.OT, SST.OP., M.kes ,
Prodi DIV, Jurusan Ortotik Prostetik, Poltekkes Kemenkes Surakarta.

Latar Belakang : Amputasi membawa perubahan yang signifikan dan drastis dalam
kehidupan seseorang, dimulai dengan syok, kemudian mengakui dan menerima
dengan berat. Perubahan drastis ini memiliki efek pada kualitas hidup dan
penerimaan diri individu karena keterbatasan aktivitas fisik setelah amputasi serta
memiliki implikasi jangka panjang dalam berbagai kehidupan. Untuk membantu
mengatasi permasalahan fisik dan psikis aktivitas yang terjadi pada seseorang yang
kehilangan kaki akibat amputasi, digunakanlah transtibial prosthesis yang bertujuan
untuk mengembalikan bentuk tungkai bawah dan dapat mengganti fungsi secara
anatomis maupun fungsional yang diharapkan juga mampu menambah kepercayaan
diri secara fisik maupun psikis terhadap penerimaan diri (self acceptance) pasien.
Pada penelitian ini, tindakan yang dilakukan dengan memberikan kuisioner
penerimaan diri yang akan diisi oleh subyek. Bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi
transtibial.
Metode dan Subyek: Jenis penelitian ini adalah quasy eksperiment dengan
rancangan pre test post test only design. Subyek yang digunakan adalah pasien
amputasi transtibial di Klinik APOC Boyolali bulan januari 2016-Desember 2017
yang berada di wilayah Karesidenan Surakarta dan sekitarnya yang berjumlah 17
orang.
Hasil : Menggunakan uji hipotesis will coxon didapatkan nilai P = 0,00 (p < 0,05). Ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan transtibial prosthesis terhadap
penerimaan diri pasien paskan amputasi transtibial.

Kata kunci: amputasi transtibial, transtibial prosthesis,penerimaan diri.

xiii
ABSTRACT

Effects of Transtibial Prosthesis on Self Acceptance Patient After Transtibial


Amputation

Haidar Abdurrahman Prawira,2018. Effects of Transtibial Prosthesis on Self


Acceptance Patient After Transtibial Amputation, Guide I : Drs. Alfan Zubaidi,
M.kes , Guide II : Dwi Setyawan, Dipl.OT, SST.OP., M.kes , Prosthetic And
Orthothic Health Polytechnic Of Surakarta
Background: Amputation brings significant and drastic changes in one's life,
starting with shock, then acknowledging and accepting with weight. This drastic
change has an effect on the quality of life and individual self-acceptance due to the
limitation of physical activity after amputation as well as having long-term
implications in various lives. To help overcome the physical and psychological
problems of activities that occur in a person who lost legs due to amputation, used
transtibial prosthesis which aims to restore the form of the lower leg and can replace
the function of anatomically and functionally expected also able to increase the
confidence physically and psychologically to self-acceptance of the patient. In this
study, the actions performed by giving a self-acceptance questionnaire to be filled by
the subject. Aims to determine the effect of transtibial prosthesis use on patient self-
acceptance after transtibial amputation.
Method and Subject: This research type is quasy experiment with pre test design
post test only design. The subjects used were transtibial amputation patients at APOC
Boyolali Clinic in January 2016-December 2017 residing in the Surakarta Residency
and surrounding areas totaling 17 people.
Result: Using hypothesis test of will coxon get value P = 0,00 (p <0,05). This
suggests that there is an effect of the use of transtibial prosthesis on patient self-
acceptance by transtibial amputation.
Keywords : transtibial amputation, transtibial prosthesis , self acceptance

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amputasi adalah menghilangkan satu atau lebih bagian tubuh dan belum

pernah terjadi sebelumnya yang bisa disebabkan oleh malapetaka atau bencana

alam seperti kecelakaan, gempa, terorisme, dan perang, atau dilakukan karena

alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup

pasien. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur penyelamatan

jiwa untuk melindungi mereka dari keganasan lebih lanjut dari bagian tubuh yang

satu ketubuh lainnya. Pada pasien kusta dan gangrene ekstremitas, amputasi

dilakukan untuk menghentikan kemajuan penyakit atau penyebaran penyakit.

(Demet, 2003)

Berdasarkan data dari rekam medic RS fatmawati Jakarta diruang Orthopedi

periode Januari 2010 s/d Mei 2010 diketahui 323 pasien mengalami gangguan

muskoskeletal, dengan pasien amputasi berjumlah 31 orang (5,95%). Lalu

menurut data RS.Orthopedi “ Prof.Dr.soeharso” tahun 2007 presentasi amputasi

tertinggi yaitu amputasi anggota gerak bawah sekitar 55% dari keseluruhan

amputasi yang terjadi (Aryani R,2011). Sedangkan menurut data bagian alat bantu

mobilitas di Pusat Rehabilitasi YAKKUM periode Januari s/d November 2017

diketahui terdapat 108 pasien amputasi dimana amputasi bawah lutut menempati

1
2

jumlah terbanyak dengan 59 pasien dan disusul pasien dengan amputasi atas lutut

sebanyak 21 pasien. ( Albertus, 2017).

Trauma dan kanker adalah penyebab kejadian utama amputasi, namun di

dunia barat penyakit peyumbatan pembuluh darah perifer menyumbang80-90 %

dari semua kasus amputasi dan usia rata – rata diatas 70 tahun. Di Amerika

Serikat masalah pembuluh darah menyumbang 82% dari semua kasus amputasi.

Di negara – negara berkembang trauma merupakan penyebab utama amputasi dan

di Negara – Negara yang banyak memiliki ranjau darat juga menjadi penyebab

terjadinya amputasi ekstremitas bawah (Barmparas,2010).

Amputasi membawa perubahan yang signifikan dan drastis dalam

kehidupan seseorang, dimulai dengan syok, kemudian mengakui dan menerima

dengan berat. Amputasi disebut sebagai penghinaan karena membawa kerugian

fungsi, hilangnya sensasi dan perubahan citra tubuh. Perumahan drastis ini

memiliki efek pada kualitas hidup dan penerimaan diri individu karena

keterbatasan aktivitas fisik setelah amputasi serta memiliki implikasi jangka

panjang dalam berbagai kehidupan. Hal ini juga mempengaruhi individu pada

tingkat psiko-sosial dan memiliki implikasi ekonomi jangka panjang dan

berpengaruh pada kontribusi individu kepada masyarakat (Demet,2003).

Seseorang yang mengalami disabilitas fisik karena kecelakan belum tentu

bisa menerima diri dengan baik. Penerimaan diri merupakan suatu tingkatan

kesadaran individu tentang karakteristik kepribadiannnya, akan kemauan untuk

hidup dengan keadaan tersebut. Penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya
3

merasa puas dengan diri sendiri, potensi yang dimiliki serta pengakuan akan

keterbatasannya (Chaplin, 2006).

Penerimaan diri merupakan suatu sikap akan kepuasan terhadap diri akan

perubahan yang terjadi pada kondisi fisiknya (Chaplin, 1999). Rasa puas yang

diikuti rasa bangga, percaya diri akan kondisi diri yang meningkatkan penerimaan

diri yang positif pada dirinya. Menurut Perls (dalam Schultz, 1991) orang yang

sehat secara psikologis memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap diri

mereka siapa dan apa.

Penerimaan akan kondisi fisik diri penderita amputasi bawah lutut tidak

begitu saja muncul, memerlukan waktu dan proses yang lama terlebih karena

kecacatannya tersebut bukan berasal dari kecil atau lahir. Penderita amputasi

bawah lutuh membutuhkan bantuan alat bantu untuk mendukung kegiatan sehari –

hari setelah menjalani proses penyembuhan paska amputasi. Penerimaan kondisi

fisik adalah salah satu yang utama yang harus dilakukan sebagai proses pemulihan

diri, yaitu untuk menumbuhkan dan mengembangkan mental dari pasien

amputasi.

Transtibial prosthesis adalah suatu intervensi alat yang berupa alat gerak

ganti ( Prosthesis ) dengan cara dipasangkan diluar tubuh yang bertujuan untuk

mengembalikan bentuk tungkai bawah dan dapat mengganti fungsi secara

anatomis maupun fungsional yang diharapkan juga mampu menambah

kepercayaan diri secara fisik maupun psikis terhadap penerimaan diri (self

acceptance) pasien yang mengalami amputasi transtibial.


4

Mengutip pada Permenkes RI no.22 tahun 2013, Ortotik Prostetik adalah

sebuah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Ortotis Prostetis dalam hal alat

bantu kesehatan berupa orthosis maupun prosthesis untuk kesehatan fisik psikis

berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat

kesehatan individu, kelompok dan masyarakat yang diakibatkan oleh adanya

gangguan fungsi dan gerak anggota tubuh dan trunk (batang tubuh) serta

hilangnya bagian anggota gerak tubuh yang dapat mengakibatkan kelainan

/gangguan anatomis,fisiologis,psikologis dan sosiologis

Dari observasi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember 2017 di

Klinik APOC (Afiyah Prosthetic and Orthotic Care) , salah satu klinik Ortotik

Prostetik besar di Solo dalam kurun waktu Januari 2016 – Desember 2017 sudah

terdapat 42 pasien amputasi bawah lutut (transtibial) yang menggunakan

prosthesis, jumlah pasien yang berada di area Jawa tengah sebnayak 37 pasien.

Jumlah yang berda diwilayah Karasidenan solo sebanyak 17 pasien.

Holzer,dkk pada tahun 2014 membuktikan bahwa pasien dengan amputasi

lower limb memiliki persepsi citra tubuh dan kualitas hidup yang rendah,dan

memiliki kemiripan dengan beberapa sub-skala dari keduanya. Begitu juga level

penghargaan diri mirip dengan kedua studi grup tersebut. Kehilangan bagian

tubuh menggangu intergritas tubuh dan berdampak pada kondisi fisik dan

psikologi.

Agustin,dkk pada tahun 2013 membuktikan bahwa amputasi mayor

ekstremitas bawah berdampak signifikan pada klien. Dampak tersebut terlihat dari

perubahan-perubahan yang terjadi didalam kehidupan klien baik perubahan secara


5

fisik maupun psikososial. Aspek spiritual, dukungan sosial, dan pelayanan

kesehatan yang diterima merupakan faktor pentinhg yang dapat membantu dan

mempengaruhi penerimaan serta penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang

dialami oleh klien DM tipe 2 pasca amputasi mayor ekstremitas bawah.

Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan

kekurangannya. Individu yang mampu menerima dirinya memiliki keyakinan diri

( self confidence ) dan harga harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih

dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai

dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan

seseorang untuk menilai dirinya secara realistis sehingga dapat menggunakan

potensinya secara efektif. Penilitian yangrealistis terhadap diri sendiri, membuat

individu akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura , mereka merasa puas dengan

menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan menjadi orang lain (Hurlock,1999)

Menurut observasi dan kejadian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai pengaruh dari penggunaan Transtibial Prosthesis terhadap

penerimaan diri (self acceptance) pada pasien amputasi transtibial. Apakah

berdasar dari kasus diatas dikarenakan pasien merasa kurang nyaman dengan

prosthesisnya ataukah dikarenakan hal lain yang berkaitan dengan penerimaan diri

pasien terhadap kondisi fisik tubuhnya yang mungkin justru tidak merasa percaya

diri saat menggunakan prosthesis. Untuk itu peneliti ingin melakukan penyebaran

angket serta wawancara kepada responden yang berbeda untuk mengetahui besar

pengaruh penggunaan prosthesis dalam kehidupan sehari-hari.


6

Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini terfokus pada bagaimana

konsep penerimaan diri pasien amputasi transtibial menggunakan intervensi alat

ganti gerak yakni Transtibial Prosthesis dengan harapan pasien bisa menggunakan

prosthesis sebagai alat yang bisa membantu mereka menjadi lebih nyaman,

optimis dan lebih mandiri serta lebih bisa menerima kondisi fisiknya setelah

mengalami amputasi.

Oleh karena itu perlu adanya penelitian tentang hubungan penggunaan

Prosthesis yang diupayakan bisa meningkatkan penerimaan diri pasien untuk

mengetahui kekuatan pengaruhnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada pemelitian ini adakah pengaruh penggunaan

trastibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meliahat apakah ada pengaruh

pengaruh penggunaan trastibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska

amputasi transtibial.
7

D. Manfaat Penilitian

1) Bagi jurusan Ortotik Prostetik

Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu dalam bidang penelitian.

Hasil dari penilitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, khususnya dalam pembuatan

transtibial prosthesis

2) Bagi Ortotis Prostetis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan

dasar pertimbangan bagi para praktisi Ortotik Prostetik dalam pemberian

pelayanan kepada pasien yang mengalami gangguan psikologis penerimaan diri

pada pasien pasca amputasi yang megakibatkan hilangnya sebagian lower limb

dengan memberikan alat pengganti bagian tubuh yang hilang yakni prostesis.

3) Bagi peneliti

Sebagai tahap pembelajaran dalam melaksanakan penelitian dan penulisan

hasil penilitian, dan untuk mengetahui pengaruh penggunaan transtibial

prosthesis terhadap penerimaan diri pada pasien amputasi trastibial.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Penerimaan Diri

a. Definisi

Penerimaan diri merupakan suatu sikap akan kepuasan terhadap diri akan

perubahan yang terjadi pada kondisi fisiknya (Chaplin, 1999). Rasa puas yang

diikuti rasa bangga, percaya diri akan kondisi diri yang meningkatkan penerimaan

diri yang positif pada dirinya. Menurut Perls (dalam Schultz, 1991) orang yang

sehat secara psikologis memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap diri

mereka siapa dan apa.

Self acceptance (penerimaan diri) didasarkan pada kepuasan individu atau

kebahagiaan individu mengenai dirinya serta berfikir mengenai kebutuhannya

untuk memiliki mental yang sehat. Seseorang yang memiliki Self acceptance akan

mampu menyadari dan mampu menerima segala kelebihan dan kekurangan yang

dimilikinya. Seperti menurut Supratiknya (1995: 84) menyebutkan, “yang

dimaksud dengan menerima diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi

terhadap diri sendiri, tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri.” Senada dengan hal

tersebut, Hurlock (1999 : 434) mengemukakan bahwa “Penerimaan diri

merupakan tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan karakteristik

pribadinya dan mau hidup dengan karakteristik tersebut”. Dengan penerimaan diri

(self-acceptance), individu dapat menghargai segala kelebihan dan kekurangan

8
9

dalam dirinya. Kemudian Chaplin (1999:450) menambahkan bahwa “penerimaan

diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-

kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan

sendiri.” Penerimaan diri dalam hal ini mengandung makna bahwa individu bisa

menghargai segala aspek yang ada pada dirinya entah itu yang bersifat positif

maupun yang bersifat negatif.

Individu yang memiliki Self acceptance akan memandang

kelemahan/kekurangan diri sebagaai hal yang wajar dimiliki setiap individu,

karena individu yang memiliki Self acceptance akan bisa berpikir positif tentang

dirinya bahwa setiap individu pasti memiliki kelemahan/kekurangan dan hal

tersebut tidak akan menjadi penghambat individu untuk mengaktualisasikan

dirinya.

Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh Helmi (dalam Nurviana, 2010: 04)

yang mengartikan “penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang dapat

menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam

menjalani kelangsungan hidupnya”. Sikap penerimaan diri ditunjukan oleh

pengakuan seseorang terhadap kelebihan-kelebihan sekaligus menerima

kelemahan-kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai

keinginan yang terus-menerus untuk mengembangkan diri.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri

adalah suatu sikap dimana individu memiliki penghargaan yang tinggi terhadap

segala kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri tanpa menyalahkan orang lain

dan mempunyai keinginan untuk mengembangkan diri secara terus menerus.


10

b. Aspek-aspek penerimaan diri

Sheerer (Hall & Linzey,2010 ) menjelaskan lebih lanjut mengenai

karakteristik individu yang dapat menerima dirinya, yaitu:

1) Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi

persoalan. Hurlock (Psikologi Perkembangan, 2006) menambahkan bahwa

artinya individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan

perhatian kepada keberhasilan akan kemampuan dirinya menyelesaikan

masalah.

2) Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan

sederajat dengan orang lain. Individu ini mempunyai keyakinan bahwa ia

dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa rendah diri

karena merasa sama dengan orang lain yang masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangan.

3) Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada

harapan ditolak orang lain. Ini berarti individu tersebut tidak merasa sebagai

orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain, sehingga mampu

menyesuikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan ditolak

oleh orang lain.

4) Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri. Artinya,

individu ini lebih mempunyai orientasi keluar dirinya sehingga mampu

menuntun langkahnya untuk dapat bersosialisasi dan menolong sesamanya

tanpa melihat atau mengutamakan dirinya sendiri.


11

5) Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. Berarti

individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan menyelesaikan segala

resiko yang timbul akibat perilakunya.

6) Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini tampak

dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan kritikan dari

orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih lanjut.

7) Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun

mengingkari kelebihannya. Hurlock (dalam psikologi perkembangan, 2006)

menambahkan bahwa individu yang memiliki sifat ini memandang diri

mereka apa adanya dan bukan seperti yang diinginkan. Individu juga dapat

mengkompensasikan keterbatasannya dengan memperbaiki dan meningkatkan

karakter dirinya yang dianggap kuat, sehingga pengelolaan potensi dan

keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan baik tanpa harus melarikan diri

dari kenyataan yang ada.

Beranjak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu harus bisa

bersikap menerima diri seadanya walaupun banyak terdapat kelemahan. Apabila

sikap tersebut dapat tercipta serta mencoba untuk menghargai dan menyayangi

diri sendiri, fikiran pun akan menjadi lebih terbuka untuk menerima semua

perubahan yang terjadi. Individu yang senantiasa memiliki kepercayaan diri, tidak

mudah menyalahkan diri sendiri maupun orang lain merupakan individu yang

memiliki penerimaan diri yang baik.

c. Manfaat penerimaan diri

Self-acceptance atau penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam

interaksi sosial. Self acceptance dapat membantu individu dalam berinteraksi


12

dengan individu lain, meningkatkan kepercayaan diri serta membuat hubungan

menjadi lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa setiap individu

diciptakan sama, yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan. Tanpa self

acceptance, individu cenderung sulit untuk dapat berinteraksi dengan individu lain

sehingga dapat berpengaruh buruk pada kepribadiannya. Hurlock (1999:276)

“semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula

penyesuaian diri dan sosialnya”. Tanpa self acceptance, individu cenderung akan

mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya. Kemudian Hurlock (1999:276),

membagi dampak dari penerimaan diri dalam 2 kategori, yaitu :

1) Dalam penyesuaian diri

2) Dalam penyesuaian sosial

Orang yang memiliki penyesuaian diri, mampu mengenali kelebihan dan

kekurangannya. Salah satu karakteristik dari orang yang memiliki penyesuaian

diri yang baik adalah lebihmengenali kelebihan dan kekurangannya, biasanya

memiliki keyakinan diri (self confidence). Selain itu juga lebih dapat menerima

kritik, dibandingkan dengan orangyang kurang dapat menerima dirinya. Dengan

demikian orang yang memiliki penerimaandiri dapat mengevaluasi dirinya secara

realistik, sehingga dapat menggunakan semua potensinya secara efektif hal

tersebut dikarenakan memiliki anggapan yang realistis terhadap dirinya maka

akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. Penerimaan diri biasanya disertai

dengan adanya penerimaan dari orang lain. Orang yang memiliki penerimaa diri

akan merasa aman untuk memberikan perhatiannya pada oranglain, seperti

menunjukkan rasa empati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri

dapat mengadakan penyesuaian soail yang lebih baik dibandingkandengan orang


13

yang merasa rendah diri atau merasa tidak adekuat sihingga mereka itucenderung

untuk bersikap berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Penerimaan diri

sangat berhubungan erat dengan konsep diri karena penerimaan dirimemiliki

peranan yang penting dalam pembentukan konsep diri dan kepribadian

yang positif. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat

dikatakan memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu pada

gambaran diri ideal, sehingga bisa menerima gambaran dirinya yang sesuai

dengan realita.

Dengan penerimaan diri, individu menjadi lebih menyadari siapa dirinya,

kekurangan apa yang dimilikiya dan potensi apa saja yang dimilikinya dalam

menjalankan perannya dalam kehidupannya. Tidak hanya menerima tentang

dirinya sendiri, Self acceptance juga memungkinkan individu memperoleh

penerimaan dari orang lain. Dari sini selanjutnya dapat menjadi proses

pembelajaran untuk menyelaraskan tuntutan dalam diri dan harapan lingkungan

sehingga hubungan social pun terjalin dengan baik.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri pada seseorang

terutama pada para penyandang cacat yaitu :

1) Jenis Kelamin

Jenis kelamin akan mempengaruhi penerimaan diri dan terdapat perbedaan

yang mencolok antara pria dan wanita. Pria dinilai memiliki penerimaan diri yang

lebih positif bila dibandingkan dengan wanita, hal ini berkaitan dengan sifat serta

perlakuan orang tua mereka. Selain itu juga karena wanita relatif lebih sensitif

serta lebih menitik beratkan pada afektif daripada pria (Siswojo,1986).


14

2) Lama kecacatan yang disandang

Berdasarkan lama kecacatan yang disandang, penerimaan diri pada

penyandang cacat tubuh sejak lahir atau pada masa kanak-kanak lebih positif

dibandingkan penyandang cacat tubuh pada masa remaja atau dewasa (Siswoyo,

1986). Hal itu terjadi karena mereka sejak kecil terbiasa diperlakukan sebagai

anak normal. Kecacatan tubuh yang mereka sandang seolah-olah merupakan

kejutan psikis, sehingga mereka mengalami gangguan emosi, berupa rasa rendah

diri, apatis, sensitif dan diikuti penolakan diri.

3) Intelegensi

Faktor intelegensi selain menambah kemampuan dalam membentuk

pengertian mengenai bagaimana nilai-nilai sosial menghendaki penyesuaian juga

dapat membuat seseorang lebih mampu untuk membentuk tinjauan yang lebih

tepat tentang arti positif dari kenyataan dirinya berdasarkan nilai-nilai sosialyang

ada. (siswojo,1986).

4) Pendidikan

Pendidikan memiliki pengaruh positif dalam penerimaan diri karena dapat

untuk mempermudah penyesuaian diri. Tetapi ada kalanya pendidikan yang tinggi

justru akan menghambat penerimaan diri pada penyandang cacat tubuh (Siswojo,

1986).

2. Amputasi

a. Definisi

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Amputasi

adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari

malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti


15

kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan

karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas

hidup pasien. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi

pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak

mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi

organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak

organ tubuh yang lain. (Demet K, 2003, Glass, Vincent, 2004).

Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti

sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem

cardiovaskuler. Lebih lanjut amputasi dapat menimbulkan masalah psikologis

bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas,

(Wahid, 2013). Amputasi ekstremitas bawah adalah prosedur pembedahan yang

dihasilkan dari sebuah kondisi medis yang serius seperti diabetes, trauma atau

neoplasma, gangren, deformitas kongenital. Dari semua penyebab tadi, penyakit

vaskuler perifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi ekstremitas bawah,

(Senra, Arago, Leal, 2011).

b. Penyebab Amputasi

Penyakit vaskular perifer adalah penyebab utama amputasi pada individu non

diabetes dan memberikan kontribusi sekitar setengah dari semua amputasi pada

individu dengan diabetes. Kontroversi mengenai penilaian yang tepat dan

manajemen penyakit pembuluh darah perifer juga ada meskipun beberapa pusat

keunggulan telah melaporkan penurunan tingkat amputasi setelah revaskularisasi

bedah agresif (Wrobel, Mayfield, Rieber, 2001).


16

Lebih dari 60 % dari amputasi tungkai bawah non traumatik di Amerika

Serikat terjadi di antara orang-orang dengan diabetes melitus, dan meningkat

enam hingga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes. Setelah

amputasi tungkai bawah pertama, hingga 50 % pasien memerlukan amputasi lain

dalam waktu 3-5 tahun, (Lipsky, Weigelt, Sun, 2011). Menurut Jumeno dan

Adliss (2010) amputasi dapat juga disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit,

faktor cacat bawaan lahir ataupun kecelakaan.

Menurut Wahid tahun 2013, amputasi dapat dilakukan pada kondisi sebagai

berikut :

1) Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.

2) Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

3) Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

4) Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

5) Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

6) Deformitas organ

c. Jenis Amputasi

Menurut Wahid (2013) ada beberapa jenis amputasi yaitu :

1) Amputasi selektif/terencana : amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang

terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-

menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

2) Amputasi akibat trauma : merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat

trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki

kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.


17

3) Amputasi darurat : kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim

kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat

seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan

kulit yang luas.

d. Faktor yang Mempengaruhi Amputasi

Klien yang memerlukan amputasi biasanya orang muda dengan trauma

ekstremitas berat atau lanjut usia dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda

umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program

rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, klien

memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan

mendadak citra diri dan menerima stress akibat hospitalisasi, rehabilitasi jangka

panjang, dan penyesuaian gaya hidup. Klien ini memerlukan waktu untuk

mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan permanen tadi. Reaksi mereka

sudah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan (Liu, William,

2010, Smeltzer, 2010).

Sebaliknya lanjut usia dengan penyakit vaskuler perifer sering mengidap

masalah kesehatan lain, termasuk diabetes melitus dan arteriosklerosis. Amputasi

terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan klien

dari nyeri, disabilitas, dan ketergantungan. Klien ini biasanya sudah siap

mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi. Perencanaan untuk

rehabilitasi psikologik dan fisiologik dimulai sebelum amputasi dilaksanakan.

Namun, kelainan kardiovaskuler respirasi, atau neurologik mungkin dapat

membatasi kemajuan rehabilitasi (Lukman, 2009).


18

e. Tingkatan Amputasi

Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Batas amputasi pada

cedera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas amputasi pada tumor

maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.

Sedangkan pada penyakit pembuluh darah ditentukan oleh vaskularisasi sisa

ekstremitas dan daya sembuh luka sisa tungkai (puntung) (Sjamsuhidajat, 2005)

Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai

penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor

peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (misalnya sesuai

kebutuhan prostesis) (Smeltzer, 2010).

Lima tingkatan amputasi yang sering digunakan pada ekstremitas bawah

adalah telapak dan pergelangan kaki, bawah lutut, disartikulasi dan atas lutut,

disartikulasi lutut panggul, dan hemipelviktomi dan amputasi translumbar. Tipe

amputasi ada dua yaitu, terbuka (provisional) yang memerlukan teknik aseptik

ketat dan revisi lanjut, serta tertutup atau flap (Doengoes, 2004).

Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor

dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi Syme (modifikasi amputasi

disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif

dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan

beban berat badan yang penuh. Amputasi bawah lutut lebih disukai dibandingkan

amputasi atas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untuk

berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang lanjut usia

antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk dikursi roda.

Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu
19

mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan amputasi

atas lutut, pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan

distabilkan, dan kontraktur pinggul dapat dicegah untuk potensial ambulasi

maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasi sendi pinggul, kebanyakan orang

akan tergantung pada kursi roda untuk mobilitasnya. Amputasi ekstremitas atas

dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional maksimal. Prostesis

segera diukur agar fungsinya bisa maksimal (Smeltzer, 2008).

3. Amputasi Bawah Lutut ( Below Knee Amputation )

Amputasi bawah lutut disebut juga amputasi Transtibial atau dalam bahasa

yang lebih populer dikenal dengan below knee amputation. Amputasi ini

melibatkan anggota gerak bawah dengan menghilangkan sebagian tungkai bawah.

Penyebab amputasi transtibial bisa dikarenakan beberapa faktor seperti berikut :

a. Trauma (kecelakaan lalu lintas, kecelakaan perang, kecelakaan pekerjaan)

b. Vascular Desease (permasalahan pada suplai darah di pembuluh darah)

c. Infection from presicious injury or desease (infeksi yang disebabkan karena

luka atau penyakit sebelumnya)

d. Growth of the tumour (adanya pertumbuhan tumor di sekitar jaringan

tungkai)

e. Congenital Defect (keadaan bawaan lahir)

Sebelum melakukan prosedure amputasi ada banyak hal yang harus

diperhatikan sebelumnya mengenai kondisi pasien dan tindakan apa yang akan

dilakukan. Oleh karena itu amputasi yang baik yakni harus (1) melepaskan bagian

yang sakit / terluka dan memastikan luka itu sembuh dengan baik, (2) memastikan
20

sendi dan fungsional kaki tetap terjaga, (3) membuat stump yang baik agar bisa

disesuaikan dengan prosthesis.

Prosedur amputasi bawah lutut memiliki level yang berbeda dimana

pemotongan jaringan untuk mendapatkan level yang diinginkan tergantung dari

bagaimana kondisi jaringan pasien. Level amputasi transtibial yakni (1) Short, (2)

Medium, (3) Long. Prinsip dari amputasi itu sendiri yaitu menyisakan sebanyak

mungkin tungkai yang masih bisa digunakan karena semakin panjang sisa stump

maka semakin baik pula digunakan untuk fungsional. Namun pada kondisi yang

lain prosedur amputasi tidak tertuju pada prinsip itu saja tapi juga memerlukan

pertimbangan agar stump bisa sesuai dengan prosthesis yang akan digunakan (

E.M.Burgess, 1988 ).

Gambar 2.1
Tingkatan amputasi transtibial (Harte H,1994)

Amputasi dapat mempengaruhi perasaan, pikiran dan perilaku pasien yang

mengalaminya. Pasien pasca-amputasi merasa dirinya tidak berdaya. Pasien yang


21

mengalami kehilangan anggota tubuh sering menghadapi perasaan luar biasa akan

kehilangan control terhadap dirinya dan ketergantungan dengan orang lain.

Kebanyakan orang dengan amputasi terdapat gambaran perasaan perubahan

dramatis dalam realitas kehidupannya karena kurangnya fungsi, perubahan sensasi

ekstremitas, perubahan citra tubuh dan kurangnya tentang penerimaan diri. Dia

memiliki perasaan negative akan citra tubuh sehingga dapat menimbulkan

perasaan bahwa dirinya tidak berguna. Bagi pasien yang masih berada dalam usia

produktif dapat timbul kekhawatiran akan kehilangan peekerjaan, pesimis akan

masa depan dan membatasi hubungan social dengan penarikan diri. Hal ini

diperparah dengan stigma negative masyarakat bagi penyandang cacat bahwa

mereka merupakan termasuk golongan yang gagal dalam kehidupannya.

(Mugo,2004).

Pada beberapa studi, prevalensi depresi pada pasien pasca-amputasi tinggi

dari kisaran 20% hingga 60%. Depresi yang terjadi pasca-amputasi akibat trauma

lebih berisiko dibanding amputasi dengan sebab lainnya. Depresi terjadi karena

reaksi terhadap pembedahan dan kecacatan yang terjadi secara tiba-tiba. Studi

yang dilakukan Misbah Ghous et al (2015) pada 110 pasien yang diamputasi

diadapatkan 16 pasien (14,5%) depresi borderline, 35 pasien (31,8%) depresi

ringan, 14 pasien (12,7%) depresi sedang, 8 pasien(7,3%) depresi berat. 9 pasien

(8,2%) depresi sangat berat, dan 28 pasien (25,2%) tidak mengalami depresi.

Adanya depresi harus ditangani pada pasien pasca-amputasi harus dikenali

dan ditangani dengan baik. Depresi yang ada dapat menghambat proses

penyesuaian atau adaptasi setelah amputasi. Pasien paska amputasi memiliki

resiko lebih tinggi timbulnya gangguan psikiatri seperti depresi, cemas, PTSD,
22

dan lain-lain. Kesempatan dan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas baik

diluar dan didalam rumah juga terbatas. Masyarakat masih banyak yang belum

menyediakan fasilitas yang memadai bagi kaum difabel (Srivastava et al, 2010 ;

Mugo, 2010). Pengaruh negatif baik fisik, psikis, maupun sosial dapat

menurunkan kualitas hidup pasien. Pada beberapa studi didapatkan kualitas hidup

pasien pasca-amputasi mengalami penurunan dengan kualitas hidup 50-81% lebih

rendah dibanding orang normal (Shinta,van Den Heuvel,2011). Penelitian yang

dilakukan oleh Pambudiarto (2012) pada 5 sampel yang mengalami amputasi

mendapatkan hasil 2 orang (40%) memiliki gambaran konsep diri : harga diri

positif dan 3 orang (60%) memiliki gambaran konsep diri : harga diri negatif.

4. Transtibial Prosthesis

a. Definisi dan fungsi transtibial prosthesis

Transtibial prosthesis merupakan salah satu jenis prostesis anggota gerak

bawah yang didesain untuk mengganti anggota gerak tubuh yang hilang tepatnya

pada bawah lutut, sehingga seseorang yang kehilangan anggota gerak bawah

dapat kembali berjalan dengan menggunakan transtibial prostesis. Pola jalan saat

menggunakan prostesis harus dapat semirip mungkin seperti pola jalan normal.

b. Desain Transtibial prostesis

Transtibial prosthesis memiliki berbagai macam desain yang setiap desainnya

memiliki maksud dan tujuan sesuai kebutuhan pengguna.Desain yang ditentukan

akan berpengaruh terhadap komponen dari transtibial prostesis.

Transtibial prostesis terbagi menjadi 3 komponen.


23

1) Socket

Komponen teratas pada transtibial prostesis dimana material nya terdapat soft

dan hard. Desain untuk socket itu tersendiri yaitu : (1) patella tendon bearing (2)

patella tendong bearing with supra condylar (3) patella tendon bearing with

supra condylar and supra patella. PTB socket PTB-SC socket PTB-SCSP socket

a) Prostesis PTB Supra Condylar.

Prostesis PTB SC sesuai untuk stump yang pendek dan sendi lututnya cukup

stabil. Tipe suspension dari PTB SC adalah menggunakan sistem Supra Condylar

socket suspension (Handicap International, 2006).

Indikasi untuk prostesis tipe ini ialah (1) pasien membutuhkan pergerakan

yang banyak dan (2) sama seperti PTB - SCSP. Sedangkan kontraindikasinya

adalah (1) pasien yang membutuhkan kontrol hiperekstensi pada lutut, (2) medial

lateral socket yang tidak mampu dikontrol oleh socket ini. Kelebihan pergerak

lutut lebih gampang, mudang dilepas maupunmemakainya. Kekurangan tidak ada

ekstensi stopnya dan memberikan sedikit suspensi.

Gambar 2.2
Socket PTB – SC (Harte H,1994)

b) Prostesis PTB with tight corset

Prostesis PTB with tight corset cocok untuk sendi lutut yang kurang stabil dan

terdapat kelainan pada penumpuan berat badan, membutuhkan penguatan dengan


24

menggunakan plat besi (bracing) sebagai knee joint dan korset untuk stabilitas

mediolateral (Handicap International, 2006). Indikasinya ketika membutuhkan

stabilitas medial lateral yang maksimal, ketika membutuhkan kontrol

hiperekstensi yang maksimal, untuk pasien yang sudah menggunakan prostesis

jenis ini, untuk kasus yang khusus dimana pasien yang memiliki pekerjaan yang

berat. Kontraindikasi dimana tidak dibutuhkan kestabilan medial lateral anterior

posterior yang maksimal dan pada kasus kronik yaitu odema pada distal.

Keuntungan memberikan stabilitas yang maksimal, memberikan kontrol

hiperekstensi yang maksimal, dan memberikan kenyaman pada pasien.

Kelemahan bisa meningkatkan odema pada distal dan kecenderungan atropi pada

daerah femur.

Gambar 2.3
Socket PTB with thigh corset (Harte H,1994)

c) Prostesis PTB with strap.

Prostesis PTB with strap diindikasikan untuk stump yang dapat menumpu

berat badan, kondisi paha dan femur yang baik (Handicap International,2006 ).

Indikasinya panjang stump normal dan stabilitas knee yang bagus. Kontraindikasi

stump yang sangat pendek, pada daerah distal sirkulasi darah tidak baik, dan tidak
25

stabilnya knee joint. Keuntungan sangat budah diatur dan pasien mudah untuk

memakai ataupun melepas. Kelemahan soft tissue pada daerah popliteal akan

terjepit pada saat flexsi.

Gambar 2.4
Socket PTB with strap (Harte H,1994)

d) PTB Supra Condylar Supra Patellar ( PTB SCSP).

Para pemakai PTB SCSP prosthesis sering tidak nyaman ketika berlutut.

Penempatan relief patela dan paha depan bar membutuhkan keterampilan dan

waktu ekstra dan perhatian selama fabrikasi (Berke, G.M., 2000). Indikasi

prostesis dengan tipe ini antara lain (1) memiliki stump yang pendek , (2)

ketidakstabilan medial lateral knee derajat ringan , (3) pasien yang memiliki

kondisi supracondylar tidak baik contohnya nyeri,scars , (4) pilihan dari pasien

,(5) kontrol ekstensi lutut lemah. Kontraindikasi prostesis tipe ini antara lain (1)

pasien yang membutuhkan pergerakan pada lutut yang banyak, (2) pasien gemuk,

(3) pasien yang mengutamakan kosmetik. Prostesis jenis ini pada saat digunakan
26

untuk berlutut tidak nyaman, patella tertutup dan kosmetik kurang baik karena

trimlines terlihat ketika pasien duduk.

Gambar 2.5
Socket PTB – SCSP (Harte h,1994)

2) Prosthetic Shank

Prosthetic shank merupakan body dari prostesis itu sendiri yang nantinya

menjadi sebuah rangka bagi prostesis tersebut. Prosthetic shank dibedakan

menjadi 2 yaitu :

a) Exoskeletal

Material yang banyak digunakan untuk pembuatan sistem eksoskeletal adalah

GRP ( Glass Reinforce Plastic )/ resin, alumunium, dan polypropylene.

Sedangkan didalamnya bisa diisi kayu, busa atau material lainnya. Sebelum

dilakukan proses kosmetik, terlebih dahulu dilakukan alignment untuk mencari

posisi yang tepat antara socket dan telapak kaki. Kekuatan dari penggunaan sistem

eksoskeletal adalah kuat, tahan lama, murah, mudah dibersihkan, dapat disetel

untuk berbagai macam aktivitas. Sedangkan kelemahan dari penggunaan sistem

eksoskeletal adalah alignment tidak dapat dengan mudah disesuaikan, socket tidak

mudah diganti, kemungkinan kosmetiknya buruk.


27

Gambar 2.6
Prostesis exoskeletal shank (Harte ,1994)

b) Endoskeletal

Konsep endoskeletal komponen terdiri dari pipa pylon, dari besi atau plastik

yang dihubungkan ke socket dan telapak kaki. Semua kekuatan dari tubuh melalui

pylon ini dan bukan melalui kosmetik luarnya. Untuk kosmetik luarnya diberikan

spon lunak yang dibentuk menyerupai kaki aslinya. Spon ini bisa dilepas dan

teknisi bisa menyetel ulang prostesis ini kemudian jika diinginkan penyesuaian.

Jenis kosmetik ini mungkin kurang sesuai jika pasien adalah petani karena

karakter spon yang mudah rusak jika terkena air dan sebagainya jika

dibandingkan prostesis eksoskeletal. Sistem endoskeletal sering disebut

modular¸yang artinya dibuat dari beberapa bagian sehingga nantinya bisa dirakit,

dilepas kembali dan diganti setelannya. Alat alignment merupakan bagian dari

struktur prostesis ini. Setelah alignment selesai kemudian prosthesis ini dikunci

sehingga posisinya tidak berubah.


28

Gambar 2.7
Prostethik shank endoskeletal (Harte H,1994)

3) Prosthetic Feet

Komponen ter bawah dari prostesis yang merupakan pondasi dari prosthesis

yang berbentuk kaki. Setiap desain yang di pilih akan menentukan pemilihan pada

foot tersebut. Terdapat beberapa jenis foot untuk prostesis yaitu :

a) Sach foot

Sach foot merupakan komponen prosthetic feet yang memiliki karakteristik

terbuat dari kayu dan tidak terdapat gerakan pada jenis feet ini.Adanya heel pada

bagian posterior akan memberikan gerakan plantarfleksi dan bagian forefoot akan

membuat gerakan dorsifleksi. Kontraindikasi untuk jenis feet ini adalah untuk

pengguna yang aktif dan membutuhkan banyak pergerakan pada feet

(Thorn,2004).
29

Gambar 2.8
SACH foot (Harte H,1994)

b) Single axis feet

Gerakan yang mungkin terjadi pada single axis feet adalah gerakan

plantarfleksi dan dorsifleksi. Rom gerakan di batasi bumpers atau stop. Gerakan

yang dapat dihasilkan adalah 15 derat plantarfleksi dan 6 derajat dorsifleksi. Rom

gerakan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah durometer bumper. Feet ini

tidak ada geran inversi, eversi dan rotasi. Kekurangan jenis feet ini adalah berat,

kosmetik kurang bagus dibandingkan dengan sach foot dan berisik saat berjalan

(Thorn,2004).

Gambar 2.9
Single axis foot (Harte H,1994)

c) Multiplaxis feet

Multiplaxis feet merupakan jenis feet yang hampir mempunyai fungsi seperti

foot. Dapat melakukan gerakan plantarfleksi, dorsifleksi, inversi, eversi dan

transverse rotation. Feet ini kurang praktis, berat, berisik dan mahal dan harus
30

mendapat perawatan yang rutin. Feet ini dapat digunakan pada permukaan yang

tidak rata dan mengurangi adanya pressure dari ground ke stump atau prostesis

(Thorn,2004).

Gambar 2.10
Multi axis foot (Harte H,1994)

d) Dynamic response atau energy storing

Dynamic response atau energy storing merupakan jenis feet yang biasa

digunakan oleh para atlet. Mekanisme feet ini adalah saat berjalan heel atau

forfoot akan menyentuh tanah kemudian dengan partial enegy kemudian feet

melakukan heel off- toe off. Keuntungan menggunakan feet ini adalah

membutuhkan sedikit energi dan berjalan akan terasa lebih ringan. Kekurangan

mahal dan tidak di indikasikan untuk anak dan remaja (Thorn,2004).

Gambar 2.11
Energy recovery foot (Harte H,1994)
31

5. Hubungan Antar Variabel

Telah menjadi kepercayaan umum, bahwa ketika seseorang mengalami suatu

kejadian yang mengubah kondisi fisiknya akan mempengaruhi kondisi fisik dan

psikisnya. Seperti halnya pada pasien paska amputasi fungsi dari anggota tubuh

yang mengalami amputasi akan hilang. Kondisi ini dapat mengakibatkan

pengalaman traumatis bagi pasien dan tidak heran bisa muncul dampak psikologis

sebgai respon stressor pengalaman tersebut.

Amputasi adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai

akibat dari malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya,

seperti kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau

dilakukan karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan

kualitas hidup pasien. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam

kondisi pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah

tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila

kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau

merusak organ tubuh yang lain. (Demet K, 2003, Glass, Vincent, 2004).

Amputasi membawa perubahan yang signifikan dan drastis dalam psikologis

kehidupan seseorang, dimulai dengan syok, kemudian mengakui dan menerima

dengan berat. Amputasi disebut sebagai penghinaan karena membawa kerugian

fungsi, hilangnya sensasi dan perubahan citra tubuh. Perubahan drastis ini

memiliki efek pada kualitas hidup dan penerimaan diri individu karena

keterbatasan aktivitas fisik segera setelah amputasi serta memiliki implikasi

jangka panjang dalam berbagai kehidupan. Hal ini juga mempengaruhi individu
32

pada tingkat psiko-sosial dan memiliki implikasi ekonomi jangka panjang dan

berpengaruh pada kontribusi individu kepada masyarakat (Demet,2003).

Kaki sebagai salah satu anggota gerak merupakan bagian yang penting bagi

kehidupan manusia. Amputasi bawah lutut disebut juga amputasi Transtibial atau

dalam bahasa yang lebih populer dikenal dengan below knee amputation.

Amputasi ini melibatkan anggota gerak bawah dengan menghilangkan sebagian

tungkai bawah. Kehilangan sebagian alat gerak akan menyebabkan

ketidakmampuan seseorang untuk beraktifitas seperti semula. Permasalahan

selanjutnya terletak pada proses rehabilitasi dan penerimaan diri terhadap

gambaran mengenai kenyataan diri akibat kehilangan anggota geraknya akibat

amputasi.

Hansen (2010) berpendapat, bahwa bila seseorang paska amputasi sudah

diputuskan dapat menggunakan prosthesis maka dilakuakan penetapan tujuan dari

prosthetic fitting, apakah fungsional, kosmetik atau keduanya. Prostetik ditujukan

untuk menggantikan fungsi bagian tubuh yang mengalami amputasi, sehingga

pasien tidak merasa lagi kehilangan bagian tubuhnya yang pada akhirnya pasien

lebih percaya diri disbanding sebelum menggunakan kaki palsu.

Salah satu upaya untuk membantu mengatasi masalah pada pasien paska

amputasi bawah lutut adalah dengan menggunakan Transtibial Prosthesis.

Transtibial prosthesis merupakan salah satu jenis prostesis anggota gerak bawah

yang didesain untuk mengganti anggota gerak tubuh yang hilang tepatnya pada

bawah lutut, sehingga seseorang yang kehilangan anggota gerak bawah dapat

kembali berjalan dengan menggunakan transtibial prostesis. Pola jalan saat

menggunakan prostesis harus dapat semirip mungkin seperti pola jalan normal.
33

Pemasangan Trastibial Prosthesis akan membuat pasien merasa tidak kehilangan

bagian tubuhnya dan bisa membantu paisen menjalankan aktifitasnya sehingga

menimbulkan sikap menerima keadaan dirinya dengan perasaan senang dan apa

adanya. Sepertti yang diungkapkan oleh Chaplin (2004) berpendapat bahwa

penerimaan diri merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta pengakuan

akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan

perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa

adanya.

Dari penilitian yang dilakuakn oleh Nur Rohmad (2016) menunjukkan ada

pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pada pasien post

amputasi kaki di Klinik Kuspito Prosthetic Orthotic. Kepercayaan diri termasuk

kedalam salah satu indikator peneerimaan diri yaitu Individu mempunyai

keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi persoalan. Bahwa artinya

individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada

keberhasilan akan kemampuan dirinya menyelesaikan masalah.

B. Penelitian Yang Relevan

1. Maskun Pudjianto, SP.d dan Muhammad Syaifuddin, SST.OP,2013. Upaya

meningkatkan konsep diri pasien pasca amputasi transtibial di PT Kuspito

melalui penggunaan Transtibial Prostesis. Jenis penelitian observasi one

groups pre and post design, rancangan Cross Sectional. Menggunakan sampel

satu kelompok subyek teliti pasien amputasi TT PT Kuspito sebelum dan

sesudah dilakukan diberikan perlakuan Teknik Paired Sample T-Test yang

dianalisis dengan Saphiro Wilk dimana hasilnya adalah Ada beda pengaruh

penggunaan transtibial prostesis terhadap konsep diri.


34

2. Nur Rohmat , 2016.Pengaruh Penggunaan Kaki Palasu terhadapa

Kepercayaan Diri Pasien Post amputasi Kaki. Penilitian ini bertujuan untuk

membuktikan bahwa penggunaan kaki palsu sebagai variabel independen

dapat meningkatkan kepercyaan diri pada pasien paska amputasi sebagai

variabel dependen. Desain yang digunakan adalah observasi analitik dengan

menggunakan pendekatan eksperimen. Populasi yang digunakan adalah

seluruh pasien post amputasi yang dating ke Klinik Kuspito Prosthetic

Orthotic Karanganyar Jawa Tengah pada tahun 2014 dengan menggunakan

teknik Purposive Sampling. Berdasarkan hasil analisis data menunjukan nilai

probabilitas sebesar 0,000<0,05 sehingga H0 ditolak dan HI diterima yaitu

berate ada pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pasien

post amputasi kaki.

3. Rahayu Satyaningtyas, Sri Muliati Abdullah, 2012. Penerimaan diri dan

Kebermaknaan hidup penyandang cacat fisik. Penelitian ini bertujuan untuk

meneliti hubungan antara penerimaan diri dan kebermaknaan hidup pada

penyandang cacat fisik. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

kebermaknaan hidup dan variabel independen adalah penerimaan diri. Subjek

dalam penelitian ini adalah penyandang cacat fisik pada lembaga SABDA

(Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak),Lembaga SIGAB (Sasana

Intregasi dan Advokasi Difabel), dan lembaga CIQAL (Center of Improving

Qualyfied Activity in Life of People with Disabilities, sebanyak 36 orang.

Metode pengumpulan data dengan menggunakan skala kebermaknaan hidup

dan penerimaan diri. berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien

korelasi rxy = 0, 720 (p<0,01).


35

C. Kerangka Teori

Amputasi Bawah Lutut

Gangguan psikologi
Gangguan mobilitas
 Depresi
 Citra tubuh
 Kepercayaan
diri
 Harga diri
 Penerimaan
diri

Transtibial Prosthesis

Self Acceptance
(Penerimaan Diri)

Gambar 2.12
Kerangka teori

Keterangan :

Amputasi bawah lutut (transtibial) menyebabkan hilangnya sebagian

ekstremitas bawah sehingga mengakibatkan adanya gangguan kondisi fisik dan

gangguan pada kondisi psikis yang disebabkan anggota gerak tidak lagi utuh.

Keadaan ini berpengaruh terhadap penerimaan diri pasien yang mengalami


36

amputasi. Yang mana juga berdampak pada kurangnya rasa berpuas diri yang

menjadikan berkurangnya penerimaan diri. Faktor yang mempengaruhi

penerimaan diri adalah dari faktor psikologis dan faktor eksternal yang berupa

bentuk fisik, kemampuan,dan interaksi sosial. Untuk itu digunakan alat ganti

tubuh berupa transtibial prosthesis, untuk mengembalikan penerimaan diri.


37

D. Kerangka Konsep

Pasien Post
Amputasi
Transtibial

Transtibial
Prosthesis

Faktor yang
mempengaruhi
penerimaan diri

 Jenis kelamin
 Lama cacat Self acceptance
yang (Penerimaan Diri)
disandang
 Inteligensi
 pendidikan

Meningkat Menurun

Gambar 2.13
Kerangka konsep

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak Diteliti
38

Keterangan Bagan :

Semua subyek diambil dan ditetapkan sebagai subjek penelitian. Setelah

subjek penelitian terkumpul dilakukan pengisian kuesioner, yang sebelumnya

quesioner tersebut sudah di uji validitas dan reabilitasnya. Test kuesioner

menggunakan skala likert dengan bentuk pertanyaan favorable dan unfavorable

untuk mengetahui besar nilai pengaruhnya.

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian

(Sugiyono, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif.

Hipotesis alternatif (Ha) adalah pernyataan yang menunjukkan adanya perbedaan

antara parameter dan statistik (Sugiyono, 2010). Hipotesis alternatifnya adalah

ada pengaruh antara penggunaan transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasy Experimental (one

groups pre and post design) dimana dalam penelitian ini hanya terdapat satu

kelompok subyek tanpa menggunakan kelompok kontrol atau pembanding.

O1 X O2

Gambar 3.1
Rancangan penelitian

Keterangan :

O1 = kelompok pre test

X = Intervensi ( Pemakaian Transtibal Ptosthesis )

O2 = kelompok post test

40
41

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik APOC (Afiyah Prosthetic and Orthotic Care),

Boyolali, Jawa Tengah. Waktu yang digunakan dalam penelitian adalah pada

bulan Februari 2018 hingga bulan Maret 2018.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono,2011). Populasi yang

diambil peneliti adalah pasien pasca amputasi transtibial di Klinik APOC,

Boyolali, Jawa Tengah dari kurun waktu Januari 2016 – Desember 2017 yang

bearada di area Karasidenan Solo dan sekitarnya dengan jumlah total 17 pasien,

Sampel dan Teknik sampling.

a. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti

dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit dari

pada populasinya) (Djarwanto dan Pangestu, 1993 : 108) .

Sampel penelitian adalah pasien pasca amputasi pengguna transtibial

prosthesis di klinik APOC Boyolali, Jawa Tengah dari kurun waktu Januari 2016-

Desember 2017 yang bearada di area Karasidenan Solo dan sekitarnya dengan

jumlah total 17 pasien.


42

Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total Sampling yaitu

teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi

(Sugiyono, 2007). Alasan pengambilan teknik sampling ini menurut Sugiyono

(2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian semuanya. Jumlah sampel sesuai populasinya yaitu 17 sampel.

D. Instrument atau alat ukur penelitian

1. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk

mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan,

mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif

dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Hal

yang perlu diperhatikan dalam memilih instrument adalah instrument tersebut

harus valid (dapat mengukur apa yang hendak diukur) dan reliable (ketetapan

hasil).

Dalam penelitian ini instrumen berdasarkan 2 variabel yaitu Penggunaan

trasnstibal Prosthesis dan penerimaan diri. Untuk mengukur penerimaan diri

dengan menggunakan kuesioner tertutup yang disusun berdasarkan indikator

penerimaan diri. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang

diperoleh langsung dari subjek penelitian. Jenis data dalam penelitian ini yaitu

kuantitatif dengan skala data interval.


43

2. Alat ukur penelitian

Alat ukur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket/

kuesioner. Menurut Sugiyono (2010 : 67), kuesioner atau angket adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau penyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Instrumen penelitian

ada yang sudah dibakukan, namun ada juga yang harus dibuat sendiri oleh

peneliti. Instrumen tersebut berupa skala sehingga dapat mengukur dan

menghasilkan data yang akurat (Sugiyono, 2013). Instrument kuesioner

menggunakan Skala Likert dengan type pernyataan Favourable dan Unfavorable

untuk mengukur tingkat penerimaan diri apakah meningkat atau menurun. Jenis

angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah

disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih jawaban pada tempat

yang sesuai (Suharsimi Arikunto, 2006: 103).

Item-item disusun dalam bentuk pernyataan dengan pilihan jawaban, masing-

masing skala memiliki lima pilihan jawaban alternatif, yaitu “sangat sesuai” (SS),

“sesuai” (S), “kurangsesuai (KS) , “tidaksesuai” (TS), dan “sangat tidaksesuai”

(STS), dan subjek harus memilih salah satu dari jawaban yang telah disediakan

tersebut. Skor setiap alternatif jawaban pada pertanyaan positif (+) dan pertanyaan

negatif (-) adalah seperti pada tabel berikut :


44

TABEL 3.1
Penilaian Penerimaan Diri (Sudjana, 2009:107)

Favorable Unfavorable

SS S KS TS STS SS S KS TS STS

Skor 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5

Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek, maka menggambarkan semakin

tinggi Self Acceptance individu, dan sebaliknya semakin rendah skor total subyek,

maka menggambarkan semakin rendah Self Acceptance individu tersebut.

Adapun blue print dari kuesioner skala penerimaan diri yang berdasar

indikator- indikator penerimaan diri dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2
Blue print Instrument Penerimaan diri

NO Indikator Item
F Uf
1 2,8,29, 15,21,25
Adanya keyakinan akan kemampuan diri
34,57 40,64
dalam menghadapi persoalan

2 Adanya anggapan berharga terhadap diri 3,9,30 16,23


sendiri sebagai manusia dan sederajad dengan 41,58 35,47
orang lain 66

3 Tidak ada anggapan aneh/abnormal terhadap 10,17, 4,22


diri sendiri dan tidak ada harapan ditolak oleh 48,65, 42,54
orang lain 51 59
45

4 Tidak adanya rasa malu atau tidak 1,18,36, 11,26,31,


memperhatikan diri sendiri 50,67 55,60

5 Adanya keberanian memikul tangguang 12,27,37, 5,19,43,


jawab atas perilaku sendiri 52,68 56,62

6 Adanya objektivitas dalam penerimaan pujian 6,24,32, 13,20


atau celaan 49,63 44,53

7 Tidak ada penyalahan atas keterbatasan yang 7,28 14,33


ada atau pengingkaran kelebihan 38,39 45,46
61,70

Jumlah 35 35
70

a. Pengujian Instrument Peneilitian

Pengujian instrumen dilakukan untuk mengetahui keakuratan dari instrumen

yang akan digunakan dalam penelitian. Keakuratan instrumen akan

mengungkapkan data yang benar dan hasil penelitian dapat dipercaya. Instrumen

penelitian yang akan digunakan perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.

1) Uji Validitas

Dalam sebuah instrumen yang dikembangkan diperlukan adanya uji validitas.

Menurut Sugiyono (2011: 121) valid berati instrumen tersebut dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Hasil penelitian yang valid apabila

terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya

terjadi pada obyek yang diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 211)
46

validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrument.

Menurut Arikunto (2006:144) “validitas adalah alat ukur yang menunjukan

tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.” Validitas yang dipakai

dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu konsep validitas yang

berangkat dari konstruksi teoritik tentang variabel yang hendak diukur oleh jenis

alat ukur. Konstruksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah self acceptance.

Pengujian validitas alat ukur ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan tiap skor

pada item dengan skor totalnya. Setelah data ditabulasikan maka pengujian

validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor yaitu dengan

mengkorelasikan antar skor item instrumen. Oleh karena itu, untuk mendapatkan

koefisien korelasi antar skor item dengan skor total digunakan teknik korelasi

product moment dari Pearson. Teknik korelasi product moment digunakan pada

penelitian ini dikarenakan data variabel dalam penelitian ini berbentuk data

interval dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama. Rumus

korelasi yang digunakan untuk menguji validitas adalah rumus korelasi product

moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan menggunakan SPSS for

windows 17.

Dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% dan N=15

dan nilai kritis 0,514. Analisis butir dilakukan untuk mengetahui valid atau

tidaknya butir soal dalam instrumen dengan cara yaitu skor-skor yang ada dalam

butir soal dikorelasikan dengan skor total, kemudian dibandingkan pada taraf
47

signifikansi 5%. Item dinyatakan valid jika rhitung > r tabel sedangkan item tidak

valid jika rhitung < rtabel.

Hasil uji validitas skala penerimaan diri dapat diketahui bahwa dari 70 item

yang diujicobakan kepada 15 responden,diperoleh indeks korelasi antara 0,010

sampai dengan 0.949. Ada 30 item yang dinyatakan tidak valid karena rhitung <

rtabel. Pernyataan yang tidak valid dikeluarkan dari kuesioner dan tidak

digunakan. Setiap Indikator dalam kuesioner ini sudah terwakili oleh pernyataan

favourable ataupun unfavourable sehingga sudah bisa digunakan untuk mengukur

peneriman diri.

2) Uji Reliabilitas Instrument

Sebuah instrumen dikatakan memiliki nilai realibilitas yang tinggi apabila tes

yang dibuat mempunyai hasil konsistensi dalam mengukur yang hendak diukur

(Saiffudin Azwar, 2013: 109). Pendapat lain dikemukakan oleh Suharsimi

Arikunto (2013: 221), instrumen dapat dikatakan reliabel apabila instrumen

tersebut dapat mengungkap data dan dapat dipercaya dan cukup baik sehingga

mampu mengungkap data yang bisa dipercaya.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Alpha Cronbach

dengan menggunakan SPSS for windows 17. Reliabilitas dinyatakan oleh

koefisien reliabilitas yang angkanya antara 0 sampai 1.00. Semakin tinggi

koefisien reliabilitas mendekati angka1.00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya,

sebaliknya semakin rendah reliabilitasnya mendekati angka 0, berarti semakin

rendah reliabilitasnya. Dari uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS


48

for Windows 17 diperoleh koefisien sebesar 0,975 sehingga skala ini reliabel

untuk digunakan dalam penelitian.

Adapun blue print dari kuesioner skala penerimaan diri yang sudah valid dan

sudah reliable adalah sebagai berikut :

TABEL 3.3
Distribusi kuesioner yang sudah valid dan reliable

NO Indikator Item
F Uf
1 Adanya keyakinan akan kemampuan diri 2,8,34 15,25
dalam menghadapi persoalan
2 Adanya anggapan berharga terhadap diri 3,9,41,58 16,23
sendiri sebagai manusia dan sederajad dengan 66 35,47
orang lain.

3 Tidak ada anggapan aneh/abnormal terhadap 10,17, 4,22


diri sendiri dan tidak ada harapan ditolak oleh 48 42,59
orang lain.
4 Tidak adanya rasa malu atau tidak 1,36 11,26,31
memperhatikan diri sendiri. 67 55,60

5 Adanya keberanian memikul tangguang jawab 52, 68 43,56,62


atas perilaku sendiri.

6 Adanya objektivitas dalam penerimaan pujian 32 20,44, 53


atau celaan.
7 Tidak ada penyalahan atas keterbatasan yang 7 14
ada atau pengingkaran kelebihan

Jumlah 18 22
40
49

Tujuan dilakukannya uji validitas dan uji reliabilitas adalah sebagai syarat

mutlak dalam penelitian untuk mendapatkan data dari intrumen yang telah teruji

dan mampu mengukur data yang hendak diukur.

E. Variable dan definisi operasional

Terdapat 2 jenis variabel yang ada dalam penelitian ini yakni variabel bebas

dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah penggunaan

transtibial prosthesis sedangkan variabel terikatnya adalah penerimaan diri pada

pasien paska amputasi transtibia.

1. Penerimaan Diri

Penerimaan diri dalam penelitian adalah suatu sikap menerima kondisi diri

apa adanya dengan wajar yang ditunjukkan pada sikap dan perasaan yang wajar,

tidak berlebihan pada dari pasien paska amputasi transtibia, dimana peneriman

diri diukur menggunakan kuesioner untuk mengetahui keadaan awal pasien

sebelum diberikan intervensi. Hasil pengukuran menghasilkan data dalam bentuk

numerik dan skala data interval. Data tersebut kemudian akan diolah untuk

memperoleh hasil awal sebelum pasien diberikan intervensi.

2. Penggunaan Transtibial Prosthesis

Penggunaan Transtibial Prosthesis dalam penelitian ini oleh pasien yakni

dimana pasien pasca amputasi transtibial sudah mampu menggunakan prosthesis

dan mampu berjalan dengan nyaman dan mampu melakukan aktivitas sehari-hari

tanpa bantuan dari orang lain. Pasien diberikan waktu selama 1 minggu sebagai

waktu intervensi penggunaan prosthesis. Setelah itu pengukuran akan diambil

kembali menggunakan kuesioner dengan hasil data dalam bentuk numerik dan
50

skala data interval. Kemudian data akan diolah untuk memperoleh hasil akhir

yang akan membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

F. Metode dan Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat, peneliti langsung ke lokasi penelitian

dan berinteraksi langsung dengan responden sebagai sumber, mengalisis dan

menyimpulkan hasil penelitian.

a. Tahap awal

Langkah pertama setelah mendapat ijin dari Politeknik Kesehatan Kemenkes

Surakarta Jurusan Ortotik Prostetik. Peneliti meminta ijin kepada Pengelola klinik

Apoc Boyolali untuk melakukan penelitian. Langkah kedua setelah mendapat

ijin,peniliti meminta data pasien.. Kemudian menghubungi pasien dan bertanya

kepada pasien apakah bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, selanjutnya

dijelaskan mengenai jalannya penelitian. Subjek yang bersedia berpartisipasi

menandatangani lembar persetujuan (informed consent).

b. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan diawali dengan mengisi lembar persetujuan ,selanjutnya

peneliti memberikan lembar kuesioner pre test untuk mengukur penerimaan diri pasien

sebelum menggunakan transtibial prosthesis. Perlakuan dilakukan setelah

pengambilan data awal,dimana masing – masing subjek diberikan perlakuan yang

sama berupa penggunaan transtibial prosthesis. Pengambilan data setelah

perlakuan dilakukan setelah pemberian intervensi 1 minggu setelah subjek

mengikuti percobaan penelitian. Sebelum memulai pengisisan kuesioner peneliti

memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner.


51

c. Pengolahan data

Setelah data penelitian terkumpul selanjutnya dilakukan edit,koding dan

entry data. Pengolahan data menggunakan fasilitas computer dengan program

SPSS statistics 17 for windows. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain

adalah sebagai berikut:

1) Informed Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent tersebut diberikan

sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden.

Tujuan Informed Consent tersebut adalah agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Beberapa informasi yang harus

ada dalam Informad Consent tersebut antara lain : partisipasi pasien, tujuan

dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan,

potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah

dihubungi, dan lain-lain.

2) Anonymity (tanpa nama)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantunkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.


52

3) Kerahasiaan (confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

G. Metode pengolahan dan analisis data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau

sumber data lain terkumpul. Analisis data merupakan bagian yang sangat penting

dalam metode ilmiah, dengan analisis data tersebut data dapat diberi arti atau

makna untuk pemecahan masalah penelitian. Dengan analisis ini, akan diperoleh

hasil pengungkapan data yang telah diungkap melalui skala self acceptance

(penerimaan diri) dan menghasilkan terhadap adanya hal yang diteliti. Terdapat

dua macam teknik analisis data, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.

1. Analisis Deskriptif

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif . Menurut Sugiyono (2008:147) “statistik deskriptif ini adalah statistik

yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan data yang

telah terkumpul dan tidak untuk membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum.” Penelitian menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran

tingkat penerimaan diri pasien pasca amputasi transtibial sebelum dan sesudah

diberi perlakuan penggunaan transtibial prosthesis.

Adapun rumus yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian kali

ini menggunakan rumus Arikunto (2007:236):


53

%=

Keterangan:

% : Nilai presentase atau hasil

n : Jumlah skor yang diperoleh

N : Jumlah skor total

Banyaknya kategori yang diinginkan dalam penelitian ini adalah 5, yaitu

sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Maka perhitungannya

adalah sebagai berikut:

a. Menentukan rentang:

1) Presentase tertinggi : 5/5X100% = 100%

2) Presentase terendah : 1/5 X 100% = 20%

3) Rentang : 100% - 20% = 80%

b. Kelas interval :5

c. Panjang kelas interval : p = 80/5 = 16%

TABEL 3.5
Presentase kriteria penerimaan diri (Sugiyono,2008:99)

No Persentase Kriteria

1 84,0% < % < 100% Sangat tinggi

2 68,0% < % < 84,0% Tinggi

3 52,0% < % < 68,0% Sedang

4 36,0% < % < 52,0% Rendah

5 20,0% < % < 36,0% Sangat Rendah


54

Data yang diperoleh merupakan data numerik Data yang telah dikumpulkan

dilakukan rekapitulasi, kemudian dilakukan pengolahan data yang meliputi

editing, koding dan tabulating. Software yang digunakan untuk analisa data adalah

SPSS statistics 17 for windows. Untuk menentukan metode analisa data, ada

beberapa persyaratan analisa yaitu :

2. Uji prasyarat

a. Uji normalitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis, yaitu

nilai keseimbangan dinamis memenuhi persyaratan uji statistika parametrik atau

non parametrik. Uji statistik yang dilakukan adalah uji normalitas untuk

menentukan data berdistribusi normal apabila nilai probabilitas (p) > 0,05.

Apabila distribusi data normal maka menggunakan uji parametrik. Uji statistik

yang dilakukan adalah uji normalitas shapiro-wilk karena sampel < 50.

b. Uji Hipotesis

Uji hipotesis bertujuan untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang

sebelumnya telah dirumuskan. Uji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui

pengaruh penggunaan transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri pada pasien

paska amputasi transtibial. Maka analisis data yang digunakan tergantung pada

hasil uji normalitas , apabila data berdistribusi normal menggunakan Paired

sample T test Penentuan menolak atau menerima hipotesa, didasasrkan pada p

value yang tampak pada output uji tersebut. Apabila output p value > 0,05 maka

hipotesa ditolak, atau sebaliknya apabila p value < 0,05 maka hipotesa diterima.
55

Namun apabila data berditribusi tidak normal maka digunakan uji non

parametric menggunakan uji Will coxon dengan ɑ= 0,05. Penentuan menolak atau

menerima hipotesa,didasarkan pada p value yang tampak pada output uji tersebut.

Apabila p value < 0,05 maka hipotesa diterima, atau sebaliknya. Apabila p value >

0,05 maka hipotesa ditolak.


BAB IV

HASIL, ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

1. Gambaran umum penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah pasien paska amputasi transtibial yang

sudah menggunakan transtibial prosthesis di klinik APOC Boyolali dalam kurun

waktu Januari 2016 - Desember 2017 yang berada di wilayah Karasidenan

Surakarta dan sekitarnya yang berjumlah 17 orang . Tujuan dari penelitian ini

untuk mengetahui pengaruh penggunaan transtibial prosthesis terhadap

penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial. Dalam pengukuran penerimaan

diri pasien sebelum dan sesudah menngunakan transtibial prosthesis digunakan

kueisoner pre test dan post test yang disusun oleh peneliti berdasarkan skala

penerimaan dari Shereer.

Hasil penelitian akan menjelaskan mengenai pengaruh penggunaan transtibial

prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial. Dari hasil

penelitian ini akan dijelaskan karakteristik subjek, variabel dan uji hipotesis dalam

menjawab rumusan masalah.

a. Karakteristik subjek

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai

karakteristik subjek untuk mengetahui gambaran umum tentang subjek yang

dijadikan sampel dalam penelitian. Karakteristik subjek ini meliputi jenis

kelamin,tingkat pendidikan, dan umur. Jumlah subjek dalam peneitian ini yaitu 17

orang.

56
57

1) Karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, tampak bahwa subjek tidak hanya

berasal dari gender tertentu. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Rata-rata Persentase


Laki-laki 13 161.69 76,5
perempuan 4 159.75 23,5
Total 17 161.24 100,0
Sumber : Data Primer diolah 2018

Dari hasil diatas bisa dilihat bahwa nilai mean penerimaan diri pada jenis

kelamin laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal ini sesuai dengan teori

Matthews (2006) yaitu Pria dinilai memiliki penerimaan diri yang lebih positif

bila dibandingkan dengan wanita, hal ini berkaitan dengan sifat pria yang lebih

mudah menyesuaikan dengan kondisi yang mereka hadapi dan lebih mudah

berfikir secara rasional. Selain itu juga karena wanita relatif lebih sensitif serta

lebih menitik beratkan pada afektif daripada pria .

2) Karakteristik subjek berdasarkan usia

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa usia subjek berkisar

antara 21 tahun sampai >50 tahun. Dapat dilihat dari tabel 4.2 sebagai berikut

Tabel 4.2 distribusi subjek berdasarkan usia

usia Rata-rata Jumlah Persentase


Remaja 161.25 4 23.5%
Dewasa 163.50 10 58.8%
Lansia 153.67 3 17.6%
Total 161.24 17 100.0%
Sumber: Data primer diolah 2018
58

Dari hasil table diatas didapat hasil bahwa penerimaan diri orang dewasa lebih

tinggi dibandingkan remaja dan lansia. Hurlock (1990) mendefinisikan dewasa

adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima

kedudukan dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya.

3) Karakteristik subjek berdasarkan tingkat pendidikan.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa tingkat pendidikan subjek

berkisar antara SMP sampai Perguruan Tinggi .Dapat dilihat dari tabel 4.3 sebagai

berikut :

Tabel 4.3 distribusi subjek berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Jumlah Rata-rata Persentase


Pendidikan
SMP 6 149.50 35.3%
SMA 8 169.38 47,1%
Perguruan Tinggi 3 163.00 17,6%
Jumlah 17 161.24 100.0%
Sumber: Data Primer diolah 2018

Dari hasil table tingkat pendidikan diketahui bahwa hasil yang didapat sesuai

dengan teori dari Siswojo(1986) yaitu Pendidikan memiliki pengaruh positif

dalam penerimaan diri karena dapat untuk mempermudah penyesuaian diri. Tetapi

ada kalanya pendidikan yang tinggi justru akan menghambat penerimaan diri pada

penyandang cacat tubuh.

4) Karakteristik subjek berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pekerjaan subjek sangat

bervariasi. Dapat dilihat dari tabel 4.4 sebagai berikut :


59

Tabel 4.4 distribusi subjek berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Rata-rata Persentase


Pelajar 3 155.33 17,6
Ibu Rumah Tangga 2 163.00 11,8
Swasta 8 169.25 47,1
Pensiunan PNS 2 164.50 11,8
Buruh 2 133.00 11,8
Total 17 161.24 100.0
Sumber : Data primer diolah 2018

Dari hasil yang didapat dari table diatas subjek yang memiliki pekerjaan

sebagai pegawai swasta memiliki tingkat penerimaan diri yang paling tinggi

(169.25) dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain. Pekerjaan dari subjek

bisa dikaitkan dengan tingkat status sosial subjek dimana subjek yang memiliki

tingkat sosial yang tinggi memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi.

B. Analisis data

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan

transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial

yaitu menggunakan uji paired T-test apabila data berdistribusi normal dan

menggunakan will coxon apabila data berdistribusi tidak normal. Variabel bebas

adalah pengguna transtibial prosthesis sedangkan variabel terikatnya adalah

Penerimaan diri yang mempunyai skala data interval. Uji korelasi ini

dimaksudkan untuk menguji hubungan antara variabel X (pengguna transtibial

prosthesis) dan variabel Y (penerimaan diri).

Pengujian hipotesis dilakukan agar dapat diketahui kesesuaian antara

hipotesis yang telah dirumuskan dengan hasil data yang di dapat dari penelitian.
60

Untuk menguji hipotesis tersebut dapat digunakan bantuan program perhitungan

SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.

a. Uji prasyarat

Uji prasyarat dalam penelitian ini yaitu uji prasyarat untuk menentukan uji

Hipotesis. Uji prasyarat yang dibutuhkan untuk menentukan uji Hipotesis yaitu uji

normalitas. Jika jumlah data lebih dari 50 maka digunakan uji kolmogorov-

smirnov dan uji shapiro-wilk apabila data kurang dari 50 . Apabila distribusi data

normal maka menggunakan uji parametrik dan jika data tidak normal

menggunakan uji non parametrik. Dasar pengambilan kesimpulan berdasarkan

pada nilai probabilitas (p) > 0,05.

1) Uji normalitas

Uji normalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran data dari kedua

kelompok variabel yaitu penggunaan transtibial prosthesis dan skor Penerimaan

diri. Uji normalitas dapat dilihat dari tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5 uji normalitas data

Shapiro-Wilk

Statisttik jumlah Signifikansi


Pre test .973 17 .867
Post test .886 17 .040
Sumber : Data primer diolah 2018

Pada hasil tabel di atas, karena jumlah sampel 17 (< 50) maka menggunakan

uji test of normality Shapiro-Wilk. Diperoleh nilai significancy 0,867 pada skor

pre test dan nilai significancy 0,040 pada skor post test. Oleh karena nilai p > 0,05

maka dapat diambil kesimpulan pada kelompok pre test berarti mempunyai
61

sebaran data yang normal dan karena nila p < 0,05 pada skor post tes berarti

mempunyai sebaran data yang tidak normal. Karena hasil dari salah satu

kelompok variabel memiliki sebaran data yang tidak normal diputuskan untuk

menggunakan uji alternatif non parametrik yaitu uji will coxon.

b. Uji deskriptif

Uji deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara

menggambarkan data yang telah terkumpul dan tidak untuk membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum. Digunakan untuk mengetahui tingkat penerimaan diri

pasien paska amputasi sebelum menggunakan prosthesis dan sesudah

menggunkan prosthesis. Adapun rumus yang digunakan untuk menganalisis data

dalam penelitian kali ini menggunakan rumus Arikunto (2007:236). Hasil uji

deskriptif dapat dilihat dari table 4.6 dan table 4.7 :

Tabel 4.6 uji deskriptif pre test

Tingkat penerimaan Diri Pre test


Tingkat Penerimaan diri Jumlah Persentase

Tinggi 1 5.9

Sedang 12 70.6

Rendah 4 23.5

Total 17 100.0

Sumber : Data primer diolah 2018

Berdasarkan data hasil penelitian menunjukan hasil bahwa sebagian besar

pasien paska amputasi transtibial sebelum menggunakan prosthesis memiliki

penerimaan diri yang sedang dengan prosentase sebesar 70,6 % sebanyak 12


62

pasien, pasien dengan penerimaan diri rendah sebesar 23,5% sebanyak 4 pasien ,

dan pasien dengan prosentase tinggi 5,9% sebanyak 1 orang.

Tabel 4.7 uji deskriptif post test

Tingakat penerimaan diri post test


Tingkat Penerimaan Diri Jumlah Persentase

sangat tinggi 7 41.2


Tinggi 8 47.1
Sedang 2 11.8
Total 17 100.0
Sumber : Data primer diolah 2018

Berdasarkan data hasil penelitian menunjukan hasil bahwa sebagian besar

pasien paska amputasi transtibial sesudah menggunakan prosthesis memiliki

penerimaan diri yang tinggi dengan prosentase sebesar47,1% sebanyak 8 orang,

penerimaan diri sangat tinggi dengan prosentase 41,2% sebanyak 7 orang , dan

penerimaan diri sedang 11,8% sebanyak 2 orang.

Dari hasil uji deskriptif diatas diperoleh gambaran data bahwa sebelum

menggunakan prosthesis sebagian besar penerimaan diri pasien paska amputasi

adalah sedang dengan prosentase 70,6% , dan setelah menggunakan trasnstibial

prosthesis penerimaan diri pasien paska amputasi transtibia menjadi tinggi dengan

prosentase 47,1% dan sangat tinggi sebesar 41,2% .

c. Uji hipotesis

Uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan

transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri yaitu menggunakan uji will coxon.

Uji will coxon ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh antara variabel X
63

(pengguna transtibial prosthesis) dan variabel Y (penerimaan diri). Uji pengaruh

dapat dilihat dari tabel 4.8 sebagai berikut :

Tabel 4.8 uji hipotesis

Perlakuan Jumlah Rata-rata Perbedaan Nilai P Keterangan


Rata-rata
Pre Test 17 129.29 P < 0,05
Post test 17 165.59 36.3 0,000 Signifikan
Sumber : Data Primer diolah 2018
Dari hasil uji will coxon diatas, diperoleh nilai significancy 0,000 (p < 0,005)

yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara penggunaan

transtibial prosthesi terhadap penerimaan diri. Dari hasil tersebut juga bisa dilihat

bahwa mean pasien paska amputasi transtibial sebelum menggunakan prosthesis

adalah 129.29 dan setelah menggunakan transtibial prosthesis mean penerimaan

diri pasien adalah 165.59 terdapat selisih sebesar 36.3 atau terdapat kenaikan

tingkat penerimaan diri sebesar 36,3%. Dilihat dari hasil tersebut bisa dilihat

bahwa penerimaan diri pasien paska amputasi lebih baik setelah menggunakan

transtibial prosthesis.

C. Pembahasan

Peneliti dalam melakukan penelitian menggunakan desain penelitian Quasy

Eksperiment dengan metode Pre test dan post test only design untuk mengetahui

pengaruh penggunaan trasntibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien

paska amputasi transtibial. Subyek penelitian ini adalah pasien paska amputasi

transtibial yang sudah menggunakan transtibial prosthesis dan pasien mampu

menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain dan dipilih elpasien.
64

Penelitian dilakukan dengan pengisian kuesioner Pre test dan post test oleh

subjek mengenai penerimaan diri subjek sebelum menggunakan transtibial

prosthesis dan sesudah menggunakan transtibial prosthesis. Penilian dari

kuesioner penerimaan diri menggunakan skala linkert.

Uji hipotesis yang dilakukan menggunkan uji will coxon menunjukkan ada

pengaruh yang signifikan antara penggunaan transtibial prosthesis terhadap

penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial. Hal ini dilihat dari hasil

analisis data penelitian menunjukkan perolehan nilai probabilitas (P) 0,000.

Probabilitas < 0,05 yang berarti hal tersebut menunjukkan ada pengaruh yang

signifikan antara penggunaan trastibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien

paska amputasi transtibial.

Selain melihat dari hasil analisis nilai probabilitas (P) bisa juga melihat dari

nilai perolehan mean untuk pasien paska amputasi transtibial sebelum

menggunakan transtibia prosthesis sebesar 129.29 sedangkan setelah

menggunakan transtibial prosthesis perolehan mean sebesar sebesar 165.59. Hal

ini menunjukkan bahwa penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial

sebelum menggunakan prosthesis lebih rendah dibanding dengan penerimaan diri

pada pasien paska amputasi sesudah menggunakan transtibial prosthesis,

sehingga dalam hal ini penggunaan transtibial prosthesis sangat berpengaruh

signifikan dalam meningkatkan penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial

dengan meningkatkan penerimaan diri sebesar 36,3%.

Hasil uji hipotesis tersebut yang signifikan bisa dipengaruhi oleh latar

belakang subjek diantaranya jenis kelamin subjek, umur subjek, dan pekerjaan
65

subjek. Jenis kelamin subjek yang kebanyakan adalah laki-laki yaitu 14 orang dan

yang perempuan adalah 4 orang. Dari nilai mean penerimaan diri menunjukkan

bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi

yaitu 161.69 dibanding dengan subjek yang memiliki jenis kelamin prempuan

yaitu 159.75. Hasil ini sejalan dengan teori Matthews (2006) yaitu Pria dinilai

memiliki penerimaan diri yang lebih positif bila dibandingkan dengan wanita, hal

ini berkaitan dengan sifat pria yang lebih mudah menyesuaikan dengan kondisi

yang mereka hadapi dan lebih mudah berfikir secara rasional. Selain itu juga

karena wanita relatif lebih sensitif serta lebih menitik beratkan pada afektif

daripada pria .

Selain pengaruh dari latar belakang jenis kelamin , latar belakang lain yang

bisa mempengaruhi tingkat penerimaan diri adalah dari segi usia. Dalam

penelitian ini usia dikelompokkan menjadi tiga yaitu : usia remaja, dewasa , dan

lansia. Dari hasil penghitungan yang didapat menunjukkan bahwa subject yang

berada pada tingkatan usia dewasa memiliki penerimaan diri yang lebih baik yaitu

161.25 dibandingkan dengan subjek yang berada pada tingkatan penerimaan diri

remaja dan lansia. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1990)

mendefinisikan dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan

pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang

dewasa lainnya dan didukung oleh penelitian dari Purnaningtyas (2013)

menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah

faktor internal yang berupa aspirasi realistis, keberhasilan, perspektif diri,

wawasan sosial, konsep diri yang stabil dan faktor eksternal yang berupa
66

dukungan dari keluarga dan lingkungan sehingga kedua subjek bisa menerima diri

sendiri dengan baik.

Pekerjaan atau aktivitas sehari-hari pasien paska amputasi memiliki pengaruh

terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi, hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa pasien yang bekerja sebagai pegawai swasta memiliki tinglat

penerimaan diri yang tinggi yaitu 169,25 apabila dibandingkan dengan pekerjaan

aktivitas sehari-hari dari subjek lain seperti pelajar, buruh , ibu rumah tangga, dan

pensiunan PNS. Pekerjaan dari subjek bisa dikaitkan dengan tingkat status sosial

subjek. Menurut Soekamto (2004) bahwa dalam masyarakat tumbuh

kecenderungan bahwa orang yang bekerja lebih terhormat dimata masyarakat

dibandingkan dengan yang pengangguran, artinya lebih dihargai secara sosial.

Pernyataan tadi sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Doddy Sumbodo

(2006) bahwa status sosial seseorang berpengaruh terhadap harga dirinya atau

kepercayaan dirinya, jika status sosialnya tinggi maka dia akan merasa lebih

dihargai oleh masyarakat. Menurut Ralph Linton (2008) bahwa orang yang

memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur

masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah, oleh karena

itu sangat berarti sekali bagi pasien untuk bisanya beraktifitas kembali seperti

semula walaupun dengan menggunakan trasnstibial prosthesis.

Hasil uji hipotesis yang menunjukkan ada pengaruh penggunaan transtibial

terhadap penerimaan diri paska amputasi transtibial mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Lobes Herdiman dkk, (2010) menunjukkan

bahwa penggunaan prosthesis tidak mempengaruhi keseimbangan pola jalan, dan


67

pasien mampu mengayunkan langkah kaki dengan tidak memerlukan energi yang

besar sehingga bisa beraktifitas seperti semula dan pasien merasa percaya diri. Hal

ini juga sesuai dengan pendapat Hansen (2010), bila seorang pasien paska

amputasi sudah diputuskan dapat mempergunakan prosthesis maka dilakukan

penetapan tujuan dari prosthetic fitting, apakah fungsional, kosmetik atau

keduanya. Prostesis berfungsi mengganti bagian tubuh yang telah diamputasi,

sehingga pasien tidak lagi merasa kehilangan bagian tubuhnya yang pada akhirnya

pasien merasa lebih percaya diri dibandingkan dengan tanpa menggunakan kaki

palsu. Subjek yang memiliki kepercayaan diri merasa yakin akan kemampuan

dirinya sehingga bisa menyelesaikan masalahnya, karena tahu apa yang

dibutuhkan dalam kehidupannya serta mempunyai sikap positif yang didasari

keyakinan akan kemampuannya (Kumara, 2006).

Hasil diatas sesuai dengan penelitian yang sebelumnya dari Maskun Pudjianto

dan Muhammad Syaifuddin (2013) dengan judul upaya meningkatkan konsep diri

pasien pasca amputasi transtibial di PT Kuspito melalui penggunaan Transtibial

Prostesis dengan hasil bahwa ada beda pengaruh penggunaan transtibial prostesis

terhadap konsep diri.

Penerimaan diri membutuhkan proses dan cara yang sesuai agar individu

memperoleh penerimaan diri secara utuh terhadap kondisi dirinya. Menerima

bukan hanya sebatas terima karena tidak adanya pilihan yang lain, namun

ditunjukkan dengan sikap mau menerima dan bertanggung jawab secara penuh

akan keputusannya tersebut dan mau berkembang untuk kemajuan dirinya. Hal

tersebut senada dengan pendapat Gea (2002) yang menyebutkan penerimaan diri
68

adalah suatu sikap memandang diri sendiri sebagaimana adanya dan

memperlakukannya secara baik disertai rasa senang serta bangga sambil terus

mengusahakan kemajuannya.

Pengetahuan diri, sikap realistis dan kepuasan diri, hal inilah yang menjadi

aspek dalam meningkatkan penerimaan diri pasien paska amputasi. Penggunaan

transtibial prosthesis membantu mengarahkan individu untuk bisa menerima

kondisi diri dengan cara membantu pasien untuk bisa melakukan kegiatan sehari-

hari,sehingga pasien tidak berlebihan dalam menanggapi kecacatannya,selain itu

pasien setelah memakai transtibial prosthesis lebih peka dalam menggunakan

potensi-potensi yang dimiliki dengan lebih maksimal dan efektif, dan individu

dapat merasa puas akan kondisi dirinya saat ini.

Hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa sebelum menggunakan

prosthesis tingkat penerimaan diri pasien paska amputasi sebagian beasar pada

tingkat sedang dengan prosentase sebesar 70,6 %. Sedangkan kategori tingkat

penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial setelah menggunakan transtibial

prosthesis sebagian besar berada pada tingkat tinggi dan sangat tinggi dengan

masing-masing presentase sebesar 47,1% dan 41,2%. Hal itu berarti

memnunjukan bahwa transtibial prosthesis memiliki pengaruh dalam

meningkatkan penerimaan diri pasien paska amputasi transtibial.

Hasil diatas tersebut juga senada dengan penilitian yang dilakukan oleh Nur

Rohmad (2016) dengan judul Pengaruh Penggunaan Kaki Palasu terhadap

Kepercayaan Diri Pasien Post amputasi Kaki menunjukkan dengan hasil ada

pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pada pasien post
69

amputasi kaki di Klinik Kuspito Prosthetic Orthotic. Kepercayaan diri termasuk

kedalam salah satu indikator peneerimaan diri yaitu Individu mempunyai

keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi persoalan. Bahwa artinya

individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada

keberhasilan akan kemampuan dirinya menyelesaikan masalah.

Hal tersebut membuktikan bahwa dengan adanya penggunaan transtibial

prosthesis pada pasien paska amputasi transtibial dapat meningkatkan penerimaan

diri seorang pasien yang mengalami amputasi transtibial karena dengan

menggunakan transtibial prosthesis bisa membantu mennangani masalah fisik dan

psikis subjek sehingga menjadikan subjek mempunyai penerimaan diri yang

tinggi, sehingga seseorang penderita mampu menerima dirinya apa adanya,

merasa bangga akan dirinya dan terus mengusahakan kemajuan dan

perkembangan dirinya.

D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian

Adapun keterbatasan dan kelemahan penelitian yang dapat mempengaruhi

hasil penelitian ini adalah (1) Keterbatasan waktu dalam penelitian serta

terbatasnya jumlah subyek. (2) Frekuensi jenis kelamin subyek tidak berimbang.

(3) Sebagian subyek kurang mengerti mengenai prosedur pengisisan kuesioner

(4) Kurangnya data tentang berapa lama kecacatan yang disandang oleh subyek.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian tentang pengaruh penggunaan transtibial prosthesis terhadap

penerimaan diri pasien paska amputasi bawah lutut telah dilaksanakan sebaik

mungkin di Karesidenan Surakarta dan sekitarnya dengan subyek berjumlah 17

subjek. Kesimpulan yang didapat dari penelitian tersebut adalah bahwa terdapat

pengaruh penggunaan transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien

paska amputasi transtibial.

Hasil uji hipotesis dengan uji will coxon memperoleh hasil P=.000,

dikarenakan p < 0.05, maka dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan

penggunaan transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien paska amputasi

transtibial, pada saat subjek menggunakan transtibial prosthesis penerimaan diri

jauh lebih baik dibandingkan dengan saat subjek sebelum menggunakan

transtibial prosthesis karena transtibial prosthesis berfungsi untuk

mengembalikan bentuk tungkai bawah dan dapat mengganti fungsi secara

anatomis maupun fungsional yang diharapkan juga mampu menambah

penerimaan diri secara fisik maupun psikis terhadap pasien yang mengalami

amputasi transtibial sehingga bisa meningkatkan penerimaan diri pasien paska

amputasi transtibial.

70
71

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dianjurkan beberapa saran

sebagai berikut: (1) Bagi subyek perlu mengetahui pentingnya mengenai

kelengkapan anggota gerak tubuh, menghindari perasaan cemas dan stress selama

masa post-operative dengan selalu positive thingking dan terbuka dalam

menerima keadaan, dan memperbanyak istirahat atau melakukan peregangan otot,

serta mengetahui pentingnya transtibial prosthesis sebagai alat bantu bagi

penyandang cacat amputasi transtibial untuk meningkatan penerimaan diri dan

kualitas hidupnya; (2) Bagi institusi yaitu sebaiknya memberikan penyuluhan dan

pemahaman kepada masyarakat, seluruh mahasiswa, maupun elemen dari institusi

sendiri mengenai gambaran bagaimana pentingnya menjaga kelengkapan anggota

gerak tubuh untuk meningkatkan penerimaan diri dan kualitas hidup masing-

masing individu dan apa yang akan terjadi pada penerimaan diri seseorang apabila

kehilangan salah satu dari anggota gerak tubuh yang dimiliki, dan dapat

menghindari segala macam yang dapat memungkinkan terjadinya trauma yang

menyebabkan amputasi; (3) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan

penelitian lebih lanjut dengan menambah faktor lama kecacatan yang disandang

setiap subjek dan memperluas populasi juga banyaknya sample untuk memperluas

wawasan terhadap penanganan kasus penerimaan diri pasien paska amputasi

transtibial; (4) Penelitian selanjutnya sebaiknya jika ingin mengambil instrumen

yang sama pilihlah jenis kuisioner dengan kriteria penyusun yang berbeda dari

peneliti agar dapat melihat perbedaan hasil dari kedua faktor indikasi penelitian

ini dan memiliki reverensi baru dari jenis kuisioner yang berbeda mengenai
72

pengaruh penggunaan transtibial prosthesis terhadap penerimaan diri pasien

paska amputai transtibial serta diharapkan lebih memperhatikan susunan dan

pemilihan kata yang digunakan untuk penyusunan kuesioner untuk mempermudah

subjek dalam melakukan pengisian kuesioner.


DAFTAR PUSTAKA

Albertus, Yusi interview.2017. Interview data pasien periode Januari s/d November 2017 di
Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Yogyakarta.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta :
Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.

Azwar, S. (2013). Sikap Manusia. Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barmparas, G., Inaba, K., Teixeira, G.R., & Dubose,.J. (2010). Epidemiogy of post-ttraumatic
limb amputation. A national trauma databank analysis. The American Surgeon, 76, 11

Chaplin J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi (terjemahan Kartono, K). Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.

Chaplin, J. P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. penerjemah : Kartini Kartono. Jakarta : PT


Raja Grafindo Persada.

Cook, T. D., Campbell, D. T., & Day, A. (1979). Quasi-experimentation: Design & analysis
issues for field settings (Vol. 351). Boston: Houghton Mifflin.

Aryani R . 2011. Studi fenomenologi : Pengalaman Klien Yang Mengalami Fraktur Ekstremitas
Bawah Dengan Pemasangan External Fixator di RSUP FATMAWATI
Jakarta.Universitas Indonesia. Jakarta

Demet, K., Martinet, N., Guillemin, F., Paysant, J., & Andre, J. M. (2003). Health related quality
of life and related factors in 539 persons with amputation of upper and lower limb.
Disabil Rehabil,25 (9), 480-6.

Djarwanto PS, Pangestu Subagyo, (1993), Statistik Induktif, BPFE Yogyakarta.


Doengoes, Marilyn. E. 2004. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III. Jakarta: EGC.

Glass, H., Vincent, L., Douglas, B., & Albert, E. (2004). Influenza of transmetatarsal amputation
in patients requiring lower extremity distal revascularization, The American Surgeon,
70, 10.

Hall, C.S & Lindzey G. (2010). Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (Organismik-
Fenomenologis).Yogyakarta:Kanisius.http://books.google.co.id/books?id=a0QkCFSPeB
QC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false diunduh tanggal 01 januari
2017.

Handicap International. (2006). Guideline for Prosthesis Management. Handicap International,


Paris.

Hansen, Andrew H, (2010). Foot and Ankle Prosthetics. Buffalo: Center for International
Rehabilitation Research Information and Exchange University at Buffalo.The State
University of New York.
Harte & Henriksen. (1994). Below Knee Prosthetic Course Work Manual. National School Of
Prosthetic and Orthotic (NSPO) Phnom Penh,Cambodia.

Herdiman, Lobes.(2010) Kajian Biomekanika Untuk Jalan Cepat Terhadap Penggunaan


Prothesis Di Laboratorium Perencanaan Dan Perancangan Produk Surakarta,

Hurlock, E. B. (2000). Psikologi Perkembangan : suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


kehidupan (terjemahan: Istiwidayati). Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. B. 1999. Psikologis Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang


RentangKehidupan. Jakarta : Erlangga.

Hurlock, Elizabeth, B., Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta, 2006.

Lipsky, B.A., Weigelt, J.A.,Sun, X Et al. (2011). Developing And Validating A Risk Score For
Lower Extremity Amputations In Patients Hospitalized For A Diabetic Foot Infection.
Diabetic Care, 34, 8.
Liu, F., Williams R.M., et al. (2010). The Lived Experience Of Persons With Lower Extremity
Amputation. Journal Of Clinical Nursing,19, 2152-2161.

Lukman, Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Musculoskeletal. Salemba Medika, Jakarta.

Mugo, F. K., Wario, G., & Odhiambo, R. (2004). Relationship between job characteristic and
employee engagement among state corporations in Kenya. International journal of
inovative research and studies, 3(5), 327-350.

Pambudiarto.2012. “ Gambaran Konsep diri : Harga diri Pada Klien Dengan Amputasi di
Wilayah Karasidenan Surakarta’.Skripsi.FIKES Keperawatan.Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Permenkes.(2013). Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Ortotist Prostetist,No.22 pasal


1ayat 2.

Pudjianto M. & Syaifuddin M. (2013); Upaya Meningkatkan Konsep Diri Pasien Pasca
Amputasi Transtibial Di PT Kuspito Melalui Penggunaan Transtibial Prostesis. Skripsi
Program Studi DIV Poltekkes Kemenkes Surakarta.

Rachmat N. 2016; pengaruh penggunaan kaki palsu terhadap kepercayaan diri pasien post
amputasi kaki. Poltekkes Kemenkes Surakarta.

Satyaningtyas R & Abdullah S.M . 2012 ; penerimaan diri dan kebermaknaan hidup
penyandang cacat fisik . Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Alih


bahasaYustinus. Yogya : Kanisius.

Senra, H., Oliveira, R. A. et al. (2011). Beyond The Body Image : A Qualitative On How
Adults Experience Lower Limb Amputation. Clinical Rehabilitation, 26 (1), 180-191.

Siswojo (1986). Aspek-Aspek Psikologi Penderita Cacat Jasmani di RS Surakarta; Kumpulan


Paper Pada Penataran Peningkatan Tenaga Teknisi Ortorik dan Prostetik di RS Orthopedi

Soekamto, Soerjono, (2004). Tangan Buatan Berteknologi Robot untuk Penyandang Cacat,
dalam Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3. Semarang.

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, s.c.,et al. (2010). Brunner And Suddarth’s Textbook Of Medical- Surgica Nursing (12th
Ed). Philadhelpia, Lippincott Williams & Wilkins.

Smeltzer, Suzane C., and Bare, Brenda G., (2008). Buku Ajar Kesehatan Medical Bedah,
Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi antar Pribadi :Tinjauan Psikologi. Yogyakarta :


Kanisius.

Thorn, B. E., & Adams, et al. (2004). Principal Of Internal Medicine. Edisi IX, Jakarta Utara,
Penerbit Buku Kedokteran : 1991.

Wahid, A. (2013); Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Musculosceletal. Trans Info
Media, Jakarta.

Wrobel,J. S., Mayfield, J. A., & Reiber, G. E. ( 2001). Geograpich Variations Of Lower
Extremity Major Amputation In Individuals With And Without Diabetes And The
Medicare Populations, 25,5.
LAMPIRAN

1. Surat ijin penelitian

2. Surat Balasan Penelitian

3. Informed concent

4. Kuesioner pre test

5. Kuesioner pos test

6. Tabulasi Data

7. Hasil Analisis Data

8. Dokumentasi
JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
Jl. Kapten Adi Sumarmo, Tohudan, Colomadu, Karanganyar
57173, Telp. 0271-725370, 726472 Fax. 0271-710377

A. KUESIONER PENERIMAAN DIRI


KUESIONER PRE-TEST
PENGARUH PENGGUNAAN TRANSTIBIAL PROSTHESIS TERHADAP
PENERIMAAN DIRI PASIEN AMPUTASI BAWAH LUTUT

Nama :

Umur :

Asal :

Pendidikan :

Petunjuk

Saudara dimohon untuk menjawab pernyataan berikut dengan cara


memberikan tanda check ( ) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan
keadaan anda yang sesungguhnya, denga menggunakan keterangan skala sebagai
berikut :

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Surakarta,

(.....................................)
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
1 Saya tidak malu untuk menunjukkan siapa
saya setelah mengalami amputasi.
2 Saya merasa masih mampu melakukan
banyak aktivitas, sama seperti sebelum
mengalami amputasi.
3 Dengan kondisi amputasi yang saya alami
tidak menganggap diri saya lebih buruk
dari orang lain.
4 Saya masih merasa orang lain tidak
menerima kehadiran saya karena
amputasi yang saya alami.
5 Saya tetap menganggap diri saya berharga
walau sudah mengalami amputasi.
6 Saya menerima kondisi saya secara penuh
dan tidak menganggap jadi suatu
kekurangan.
7 Saya tidak mempermasalahkan kondisi fisik
saya setelah amputasi.
8 Saya merasa orang lain bisa menerima saya
tanpa melihat amputasi yang saya alami.
9 Saya kurang percaya diri menunjukkun diri
saya setelah amputasi.
10 Saya masih merasa marah dan tidak terima
melihat kondisi saya seperti ini .
11 Saya merasa kurang mampu melakukan
aktivitas setelah mengalami amputasi
12 Melihat kondisi saya seperti ini saya
berpendapat kondisi orang lain lebih baik.
13 saya tidak sungkan berkumpul dengan
orang lain dengan kondisi saya seperti ini.
14 Celaan dari orang lain tentang kondisi
saya membuat saya semakin tidak
menerima kondisi fisik saya.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
15 saya malu dan jarang berkumpul dengan
orang lain dengan kondisi saya yang
seperti ini
16 Saya selalu mengeluhkan kondisi fisik
saya setelah amputasi .
17 Saya masih merasa menjadi orang yang
gagal setelah mengalami amputasi.
18 Saya masih merasa malu akan segala
kekurangan yang ada pada diri saya.
19 Saya dapat menerima celaan dan pujian
dari orang lain secara objektif.
20 Saya mampu dan yakin menghadapi
segala tantangan dalam menghadapi
kehidupan kedepan setelah menggunakan
prosthesis.
21 Saya merasa iri melihat kondisi fisik orang
yang normal .
22 Saya merasa biasa saja dengan kondisi
kekurangan yang ada pada diri saya.
23 Saya menghargai kondisi saya saat ini dan
tidak menggangap ini jadi kekurangan.
24 Setelah amputasi saya merasa aneh dengan
kondisi fisik saya.
25 Kondisi saya saat ini menjadi masalah yang
sangat sulit saya selesaikan
26 Saya dapat menerima pujian tapi tidak bisa
menerima celaan dari orang lain.
27 Saya kurang bisa mengahargai kondisi saya
karena menjadi kelemahan saya
28 Saya merasa percaya diri dengan kondisi
fisik saya saat ini dan tidak merasa aneh.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
29 Saya menerima dan bertanggung jawab
penuh atas kondisi saya setelah amputasi
30 Celaan dari orang lain terhadap kondisi
saya hanya membuat saya jadi kurang
percaya diri.
31 Saya merasa asing ketika berkumpul
dengan orang lain setelah mengalami
amputasi.
32 Saya tidak mampu bertanggung jawab atas
kondisi saya sperti ini.
33 Meski sudah mengalami amputasi saya
masih merasa sama dengan orang yang
normal.
34 Saya menjadi minder dan menarik diri
setelah amputasi.
35 Saya kurang memperhatikan kondisi
kesehatan saya setelah mengalami amputasi
36 Karena amputasi saya menjadi kuang
mandiri mengurus diri saya.
37 Saya merasa kepercayaan diri saya masih
sama setelah mengalami amputasi
38 Saya selalu memperhatikan kondisi
kesehatan saya, karena kesehatan sangat
penting.
39 Saya bisa mengurus diri saya secara
mandiri setelah mengalami amputasi
40 Saya membutuhkan Transtibial Prosthesis
untuk membantu saya melakuakan aktivitas
setelah mengalami amputasi.
JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
Jl. Kapten Adi Sumarmo, Tohudan, Colomadu, Karanganyar
57173, Telp. 0271-725370, 726472 Fax. 0271-710377

A. KUESIONER PENERIMAAN DIRI


KUESIONER POST-TEST
PENGARUH PENGGUNAAN TRANSTIBIAL PROSTHESIS TERHADAP
PENERIMAAN DIRI PASIEN AMPUTASI BAWAH LUTUT

Nama :

Umur :

Asal :

Pendidikan :

Petunjuk

Saudara dimohon untuk menjawab pernyataan berikut dengan cara


memberikan tanda check ( ) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan
keadaan anda yang sesungguhnya, denga menggunakan keterangan skala sebagai
berikut :

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Surakarta,

(.....................................)
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
1 Setelah menggunakan Prosthesis saya
tidak malu untuk menunjukkan siapa saya
setelah mengalami amputasi.
2 Setelah menggunakan Prosthesis saya
merasa masih mampu melakukan banyak
aktivitas, sama seperti sebelum mengalami
amputasi.
3 Dengan kondisi amputasi yang saya alami
tidak menganggap diri saya lebih buruk
dari orang lain meski sudah menggunakan
prosthesis
4 Setelah menggunakan Prosthesis saya
masih merasa orang lain tidak
menerima kehadiran saya karena
amputasi yang saya alami.
5 Transtibial Prosthesis membuat saya tetap
menganggap diri saya berharga walau
sudah mengalami amputasi.
6 Saya menerima kondisi saya secara penuh
dan tidak menganggap jadi suatu
kekurangan setelah menggunakan
prosthesis.
7 Setelah menggunkan prosthesis saya tidak
mempermasalahkan kondisi fisik saya
setelah amputasi.
8 Dengan menggunakan Prosthesis saya
merasa orang lain bisa menerima saya
tanpa melihat amputasi yang saya alami.
9 Saya kurang percaya diri menunjukkun
diri saya setelah amputasi meski sudah
memakai prosthesis.
10 Setelah menggunakan prosthesis saya
masih merasa marah dan tidak terima
melihat kondisi saya seperti ini .
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
11 Saya merasa kurang mampu melakukan
aktivitas setelah mengalami amputasi
meskipun sudah memakai prosthesis.
12 Walaupun sudah menggunakan prosthesis
melihat kondisi saya seperti ini saya
berpendapat kondisi orang lain lebih baik.
13 Setelah memakai prosthesis saya tidak
sungkan berkumpul dengan orang lain
dengan kondisi saya seperti ini.
14 Celaan dari orang lain tentang kondisi
saya membuat saya semakin tidak
menerima kondisi fisik saya walaupun
sudah memakai prosthesis.
15 Walaupun sudah memakai prosthesis
saya masih malu dan jarang berkumpul
dengan orang lain dengan kondisi saya
yang seperti ini
16 Saya selalu mengeluhkan kondisi fisik
saya setelah amputasi walaupun sudah
memakai prosthesis.
17 Setelah menggunakan prosthesis saya
masih merasa menjadi orang yang
gagal setelah mengalami amputasi.
18 Setelah memakai Prosthesis saya
masih merasa malu akan segala
kekurangan yang ada pada diri saya.
19 Setelah memakai Prosthesis saya dapat
menerima celaan dan pujian dari orang
lain secara objektif.
20 Saya mampu dan yakin menghadapi
segala tantangan dalam menghadapi
kehidupan kedepan setelah menggunakan
prosthesis.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
21 Setelah memakai prosthesis saya masih
merasa iri melihat kondisi fisik orang yang
normal
22 Setelah memakai prosthesis saya merasa
biasa saja dengan kondisi kekurangan
yang ada pada diri saya.
23 Saya menghargai kondisi saya saat ini dan
tidak menggangap ini jadi kekurangan
setelah menggunakan prosthesis.
24 Setelah amputasi saya merasa aneh
dengan kondisi fisik saya walau sudah
menggunakan prosthesis.
25 Kondisi saya saat ini menjadi masalah
yang sangat sulit saya selesaikan walapun
saya sudah menggunakan prosthesis.
26 Setelah menggunakan prosthesis saya
dapat menerima pujian tapi tidak bisa
menerima celaan dari orang lain
27 Saya kurang bisa mengahargai kondisi
saya karena menjadi kelemahan saya
walau sudah menggunakan prosthesis
28 Setelah menggunkan prosthesis saya
merasa percaya diri dengan kondisi fisik
saya saat ini.
29 Setelah menggunakan prosthesis saya
menerima dan bertanggung jawab penuh
atas kondisi saya setelah amputasi
30 Celaan dari orang lain terhadap kondisi
saya hanya membuat saya jadi kurang
percaya diri walaupun sudah memakai
prosthesis.
NO Pertanyaan Jawaban
SS S` KS TS STS
31 Saya merasa asing ketika berkumpul
dengan orang lain setelah mengalami
amputasi walapun memakai prosthesis.
32 Saya tidak mampu bertanggung jawab
atas kondisi saya sperti ini walapun
memakai prosthesis.
33 Meski sudah mengalami amputasi saya
masih merasa sama dengan orang yang
normal setelah menggunakan prosthesis
34 Setelah menggunakan prosthesis saya
menjadi minder dan menarik diri setelah
amputasi
35 Setelah menggunakan prosthesis saya
kurang memperhatikan kondisi kesehatan
saya setelah mengalami amputasi.
36 Karena amputasi saya menjadi kurang
mandiri mengurus diri saya walapun
menggunakan prosthesis.
37 Setelah menggunakan prosthesis saya
merasa kepercayaan diri saya masih sama
setelah mengalami amputasi
38 Setelah menggunakan prosthesis saya
selalu memperhatikan kondisi kesehatan
saya, karena kesehatan sangat penting.
39 Setelah menggunakan prosthesis saya bisa
mengurus diri saya secara mandiri setelah
mengalami amputasi
40 Transtibial Prosthesis membantu saya
melakuakan aktivitas setelah mengalami
amputasi.
Tabulasi data Pre Test

Tingkat pendidikan Usia


NO NAMA JENIS KELAMIN

1 KURNIA HASANAH P 2 1
2 RENI PURWASIH P 2 1
3 EKA YULIANA P 3 2
4 SRI REJEKI H P 1 1
5 NURYAMAN L 1 1
6 MUKHLIS L 1 1
7 WIDODO L 3 4
8 ADE PUTRA L 1 1
9 M.NUR KHOLISON L 2 1
10 SUKIRMAN L 2 3
11 AGUNG ADE R L 2 3
12 BURHAN ASIDDIQ L 3 4
13 TOTOK MUJIONO L 1 3
14 RUBANGI L 1 4
15 SLAMET BEJO L 2 3
16 MEI WANTO L 2 2
17 ARINO EKO SAPUTRO L 2 2

Koding

Tingkat Pendidikan : SMP (1) , SMA (2), Perguruan Tinggi (3)

Usia Pasien : 21-30 (1), 31-40 (2), 41-50 (3), >50 (4)

Jenis Kelamin : Perempuan (1), Laki-laki (2)


Tabulasi data Pre test

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2
2 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 2 3 3 2 3 2
3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 5 4 3 3 3 2 1 3 4 4
4 3 2 4 2 2 3 2 4 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 4 3
5 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 2 3 1 3 3 2 3 2 4
6 4 4 4 2 3 3 4 4 3 5 3 3 4 3 3 3 4 3 4 5
7 4 3 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 2 1 1 4 1 1
8 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 3 3 4 3 3 2
9 4 4 4 2 3 3 4 4 3 5 3 3 1 3 1 3 4 3 4 1
10 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 3 5 4 5 5 3 2
11 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2
12 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 2
13 3 3 4 1 3 1 2 3 1 1 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3
14 3 2 2 3 4 2 4 2 3 1 3 1 2 1 2 3 1 3 1 2
15 5 4 5 3 4 4 4 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
16 4 4 4 2 3 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 3 4 5 4 5
17 3 4 3 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 3 3 3 4 4 3 2
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 TOTAL
1 3 2 1 1 1 2 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 125
2 3 2 3 2 2 3 5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 128
3 4 4 4 4 3 3 4 5 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 136
4 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 2 1 2 3 3 3 105
5 2 3 2 3 3 4 3 2 2 3 3 4 3 4 3 2 2 2 3 3 106
6 3 3 3 3 4 3 3 5 3 3 3 3 4 3 4 3 3 2 3 2 134
7 5 3 3 3 3 3 5 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 135
8 2 2 4 4 4 3 5 5 3 2 3 3 3 2 2 3 4 3 3 3 132
9 3 3 3 3 4 3 1 1 1 1 3 3 3 4 4 3 3 2 4 4 118
10 2 4 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 2 2 1 1 139
11 3 2 2 2 3 3 3 3 4 3 3 2 3 4 3 2 3 4 2 4 125
12 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 135
13 1 3 3 3 1 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 101
14 3 1 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 2 4 3 3 2 3 4 2 99
15 3 5 5 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 5 4 3 3 3 136
16 3 4 5 3 3 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 5 136
17 5 2 4 4 4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 3 3 3 152
Tabulasi Post test

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 5 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 5 3 3 4
2 5 5 5 3 5 5 5 5 3 3 4 4 5 3 5 5 4 5 3 5
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 5 4 5 2 5 5 5 5 4 5 2 2 5 4 5 5 4 5 4 5
5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 5 3 3 4
6 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5
7 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 3 5 4 5 5 3 5
8 5 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 5 3 3 4
9 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4
10 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 3 5 4 5 5 3 5
11 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 2 5
12 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
13 5 5 5 1 5 5 5 4 5 1 3 1 4 3 3 3 3 3 3 4
14 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 2 3
15 5 4 5 3 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 4 3 5 3 4 4
16 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 5 4 5 4 5 4 4
17 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5 3 3 5 5 5 5 5 5 4 4
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 TOTAL
1 3 4 5 4 3 3 4 4 4 3 3 5 3 4 3 5 3 5 5 4 151
2 5 5 5 4 4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 180
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 160
4 3 4 5 3 4 2 4 5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 5 166
5 3 4 5 4 3 3 4 4 4 4 3 5 3 4 3 5 3 5 5 4 152
6 5 4 4 4 4 3 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 182
7 5 4 5 4 4 3 5 5 4 4 4 3 5 5 3 5 5 5 4 4 171
8 3 4 5 4 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 3 5 4 5 5 4 153
9 3 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 179
10 5 4 5 4 4 3 5 5 4 4 4 3 5 5 3 5 5 5 4 4 171
11 4 1 5 5 5 2 5 5 5 3 3 5 5 5 4 4 5 5 5 5 180
12 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 150
13 1 3 4 4 1 3 5 3 3 3 2 2 3 3 5 3 4 4 3 4 134
14 3 2 3 4 3 3 4 3 4 3 4 2 3 3 3 5 4 3 3 4 132
15 3 5 5 4 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 3 5 4 5 5 4 159
16
5 4 5 4 4 3 4 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 175
17 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 179
ANALISIS DATA

1. KARAKTERISTIK SUBJEK
a. Frekunsi Jenis Kelamin

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 13 76.5 76.5 76.5

perempuan 4 23.5 23.5 100.0

Total 17 100.0 100.0


b. Frekunsi Data Tingkat Pendidikan

Tinkat pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid smp 6 35.3 35.3 35.3

sma 8 47.1 47.1 82.4

perguruan tinngi 3 17.6 17.6 100.0

Total 17 100.0 100.0


c. Usia

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 21-30 7 41.2 41.2 41.2

31-40 3 17.6 17.6 58.8

41-50 4 23.5 23.5 82.4

>50 3 17.6 17.6 100.0

Total 17 100.0 100.0


2. UJI DESKRIPTIVE
a. PRE Test

Tingkat penerimaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tinggi 1 5.9 5.9 5.9

sedang 12 70.6 70.6 76.5

rendah 4 23.5 23.5 100.0

Total 17 100.0 100.0


b. POST TEST

Tingakat penerimaan diri posttest

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sangat tinggi 7 41.2 41.2 41.2

tinggi 8 47.1 47.1 88.2

sedang 2 11.8 11.8 100.0

Total 17 100.0 100.0


3. Normalitas Data

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
pretest .114 17 .200 .973 17 .867
*
posttest .167 17 .200 .886 17 .040
4. UJI HIPOTESIS

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


a
posttest - pretest Negative Ranks 0 .00 .00
b
Positive Ranks 17 9.00 153.00
c
Ties 0

Total 17

a. posttest < pretest

b. posttest > pretest

c. posttest = pretest

b
Test Statistics

posttest - pretest
a
Z -3.623

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test


DOKUMENTASI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : Haidar Abdurrahman Prawira

TEMPAT,TANGGAL LAHIR : Tulungagung, 24 Juni 1996

ALAMAT : Desa Plosokandang, Kec.Kedungwaru

Kab. Tulungagung

AGAMA : Islam

E-mail : haidarprawira91@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2014 – Sekarang, Mahasiswa DIV Ortotik Prostetik Poltekkes Kemenkes


Surakarta

2014-2011 , SMAN 1 Kauman Tulungagung

2011-2018 , SMPN 1 Tulungagung

2008-2002 , SDN Plosokandang II

2002-2000 , Tk Siti Khodijah Tulungagung

RIWAYAT ORGANISASI

2015-2016 , Anggota Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) jurusan Ortotik


Prostetik

2016-2017 , Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Jurusan Ortotik (BPM) Ortotik


Prostetik

Anda mungkin juga menyukai