Ba Kak Rana
Ba Kak Rana
TRAUMA ANAK
1. Survei primer
2. Resusitasi awal
3. Survei sekunder
4. Terapi definitif
Survey Primer
A. Jalan Napas
Nilai dan bebaskan jalan napas sambil melakukan imobilisasi tulang servikal jika diperlukan
1. Gunakan metode jaw thrust tanpa head tilt jika dicurigai terdapat cedera tulang
servikal
2. Siapkan alat pengisap setiap saat
3. Tentukan perlu-tidaknya pemasangan jalannapas definitif (intubasi)
4. Indikasi pemasangan intubasi:
a. Tidak mampu mempertahankan jalan napas
b. Memerlukan ventilasi tekanan positif
c. Luka bakar pada jalan napas atau cedera inhalasi
d. Cedera kepala berat GCS <8
e. Trauma maksilofasial mayor
B. Pernapasan
C. Sirkulasi
1. Nilai adanya perdarahan, cari perdarahan aktif luar dan dalam (terjadi pada cedera
organ dalam yang padat)
2. Pasagang akses pembuluh darah dengan dua akses IV berdiameter besar dan lakukan
resusitasi volume
3. Cari adanya ketidakstabilan hemodinamik, yang dapat tetap ada eskipun sudah
dilakukan resusitasi volume; perimbangkan adanya perdarahan yang tidak terlihat
serta syok spinal.
4. Cegah atau segera atasi penyebb potensial cedera otak sekunder, seperti hipovolemia,
hipetensi, dan hipoksia
D. Disabilitas
Lakukan penilaian neurologik secara cepat untuk engetahui kondisi yang memerlukan
intervensi segera::
Resusitasi awal
1. Darah tepi lengkap dan hitung jenis, golongan darah dan skrining
2. Elektrolit, glukosa, kreatinin, urea
3. Fungsi hati: AST ALT, fisfatase alkali
4. Profil koagulasi: PT, PTT, INR
5. Amilase
6. Kadar alkohol darah
7. Urinalisis.
5. Jika frekuensi denyut jantung, tingkat kesadaran, pengisisan kapiler kembali, dan
tanda perfusi sistemik lainnya tidak membaik, segera beri bolus kedua NS atau RL 20
ml/kg
6. Jika perfusi sistemik tidak berespons terhadap pemberian kristaloid 60 ml/kg,
pertimbangakan transusi PRBC 10-15 ml/kg
Survey sekunder
Terapi definitif
1. Pindahkan pasien dari ruang resusitasi ke ruang radiologi, OK, atau ICU
2. Pertibangakn pilihan pencitraan berikut sesuai indikasi:
a. CT kepala
b. CT toraks
c. CT abdomen dan pelvis
3. Konsultasi pula dengan bagian lain sesuai keperluan
Indikasi CT kepala
Setiap cedera keala berat memerlukan CT kepala dan CT scan C1 dan C2.
1. GCS < 15 pasca trauma
2. Pemeriksaan neurologik menunjukkan kelainan
3. Trauma kepala tembus
4. Tiap faktur tulang tengkorak
5. Melibatkan mekanisme cedera (misalnya jatuh dari ketinggian)
6. Nyeri kepala yang progresif/memburuk
7. Bradikardi
8. Kehilangan kesadaran yang agak lama atau tidak diketahui waktunya
Indikasi CT abdomen
1. Kecurigaan adanya cedera intra-abdomen tapi tidak ada indikasi laparotomi yang
jelas.
2. Tanda vital yang tidak stabil.
3. GCS < 10
4. Operasi elektif ekstra abdomen yang diperkirakan memakan waktu lama (misalnya,
neuro, orto)
CEDERA SPESIFIK
Cedera Toraks
1. Cedera dada dapat bermanifestasi segera atau tertunda beberapa jam atau hari
kemudian.
2. Singkirkan cedera-cedera yang cepat mengancam jiwa di bawah ini:
a. Tension pneumotoraks
b. Pneumotoraks terbuka
c. Temponade jantung
3. Kebanyakan cedera toraks dapat didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan rontgen toraks
4. Rontgen toraks dapat menyingkap sebagian besar cedera toraks, khususnya cedera
yang dapat diatasi secara konservatif
5. Tension pneumotoraks harus didekompresi erlebih dahulu sebelum pemerisaan
rontgen toraks dilakukan.
6. Pneumotoraks terbuka atau dada gail masif memerlukan intubasi dan ventilasi
meanik.
Cedera Abdomen
Luka gigitan manusia dan binatang sering dijumpai : ~ 1% pada semua kunjungan di
UGD
Kebanyakan luka infeksi bersifat minor, tetapi dapat menimbulkan morbiditas yang
signifikan
Dalam tata laksananya, diperlukan pemahaman yang baik akan mikrobiologi infeksi luka,
penilaian luka berisiko rendah vs tinggi, strategi terapi, dan profilaksis tetanus seta rabies
Beritahu badan kesehatan masyarakat setempat mengenai semua luka gigitan binatang
Frekuensi
Gigitan anjing merupakan jenis luka gigitan binatang yang paling sering dijumpai tetapi
memiliki angka infeksi yang rendah
Anak yang lebih muda lebih rentan menderita morbiditas yang signifikan (dan sesekali
mortalitas)
Gigitan kucing lebih jarang dijumpai tetapi angka infeksinya lebih tinggi
Kucing cenderung menciptakan luka tusuk yang dalam ; sulit dibersihkan dan
cenderung dijumpai di tangan dan ekstremitas atas
Gigitan manusia adalah yang jarang dijumpai, tetapi angka infeksinya tinggi
Hati-hati menangani cedera kepalan tertutup yang mengenai daerah sendi
metakarpofalangeal
Mikrobiologi
Luka gigitan sering kali mengandung berbagai macam spesies :
Pasteurella spesies : luka gigitan anjing dan kucing
Etikenella corrodens : gigitan manusia
Capnocytophaga canimorsus : gigitan anjing atau kucing, dapat menyebabkan
septicemia dan syok pada pasien asplenia atau imunosupresi
Organisme lain yang umum menyebabkan : streptokokus, stfikokus, anaerob oral
Amoxicillin / asam klavulanat merupakan antimikroba pilihan : mencakup semua
pathogen potensial pada infeksi akibat luka gigitan
Irigasi dengan cairan mengalir : gunakan NS dengan semprit 20 mL atau lebih besar serta
angiocath 19G
Jika diindikasikan, lakukan debrideman dengan hati-hati
Antibiotik profilaksis (risiko tinggi : lihat bawah)
Antibiotik terapeutik jika ada tanda infeksi
Penutupan primer : laserasi yangberisiko rendah
Imobilisasi pada posisi sesuai fungsi
Elevasi
Tetanus toksoid jika diindikasikan +/_ imunoglobin tetanus bila perlu
Profilaksis rabies jika diindikasikan
Antibiotik Profilaksis
Factor lain
Pasien luluh-imun
Terlambat dating ke UGD (>8 jam)
Perbaikan laserasi primer
Luka berisiko Rendah : Tanpa Profilaksis
Kebanyakan luka gigitan yang mengalami infeksi awal dapat ditangani sebagai
pasien rawat jalan dan mendapat antibiotic oral
Pilihan antibiotic sebagai profilaksis, durasi 7 – 10 hari
Penelitian masih sedikit, tata laksananya masih diperdebatkan
Tetanus
Adanya saliva dan luka tusuk termasuk dalam kriteria “luka kotor” dalam tata
laksana tetanus pada luka gigitan
Rekomendasinya bergantung pada riwayat imunisasi terdahulu
Rabies
Riwayat Imunisasi Tetanus Luka Minor dan Bersih Semua Luka Lainnya
Toksoid (Dosis) (“Kotor”)
Tidak yakin atau < 3 DTP atau Td DTP atau Td dan TIG
3 atau lebih (terakhir >10 Td Td
tahun yang lalu)
Keterangan : DTP : toksoid difteri, tetanus, pertusis ; Td toksoid tetanus dan difteri
dewasa, TIG : tetanus imunoglobin
Sumber : Diaptasi dari : Fleisher GR, Ludwig S, Henretig F, eds. Textbook of Pediatric
Emergency medicine. 4th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2000;786.
Kemungkinan mengidap rabies akibat gigitan hewan liar adalah ,20%, tetapi sekali
mengidap, hamper selalu bersifat fatal
Vektor utama : rubah, sigung, kekelawar, dan rakun
Jarang ditularkan oleh hewanpeliharaan (kucing > ternak, anjing)
Gigitan dari kekelawar liar mugkin tidak terdeteksi : gigitan mungkin tidak terasa,
tidak meninggalkan jejas
Indikasi profilaksis pasca-pajanan :
Ditemukan kekelawar di dalam kamar anak kecil
Tidak mampu member riwayat tergigit kekelawar
Tidur tanpa ditemani ada kekelawar di dalam kamar
Gambaran yang penting untuk dicatat : jenis binatang, jenis pajanan, kemungkinan
keadaan (terprovokasi, dll), binatang dapat diakrantina dan di uji
Irigasi luka segera dengan cairan mengalir dapat mengurangi insidens rabies hingga
90%
Profilaksis Rabies
BAB III
BENDA ASING
Pendahuluan
Jika upaya dini untuk mengambil benda asing tidak membuahkan hasil, pikirkan untuk
merujuk kasus dan / atau menggunakan sedasi procedural
Hidung
Teknik Pengambilan
Anak yang lebih tua : minta anak untuk menghela napas dari hidung sementara menutup
sisi yang tidak tersumbat
Gunakan bag-value mask yang mengembang sendiri hanya diatas mulut dan berikan
ventilasi tekanan positif
Orang tua meniup udara ke dalam mulut anak : dalam satu penelitian angka keberhasilan
80%
Magnet dapat ditempelkan ke lubang hidung untuk mengambil benda asing yang terbuat
dari logam
Menghindari penggunaan obat anestesi karena prosedur ini mudah dan aman
Telinga
Metode Pengambilan
Jaringan Lunak
Jari-jari
Pemotongan Cincin
Jika terjadi edema minimal di distal cincin, coba dulu teknik yang lain
Lakukan blokade jari-jari, masukkan bagian penahan pemotong cincin
Posisikan bilah pada cincin dan tekan sambil memutarbagian bilah pemotong cincin
Jika logam keras, waspadai munculnya panas dengan friksi
Setelah cincin terpotong, tarik bagian-bagian cincin tersebut menjauh dari masing-masing
secara manual atau gunakan hemostat untuk mengambilnya
Komplikasi : gangguan vaskuler, trauma jari-jari
Tarikan Tali
Tahan tangan anak dalam posisi jari diekstensikan ; pertimbangkan untuk melakukan
blokade jari
Jika tampak, tarik langsung dengan pinset atau hemostat
Komplikasi : perdarahan, infeksi
Jika tertanam di dalam kulit, gunakan bilah no 11 yang dipegang tegak lurus dengan
benda asing
Gores kuku dari proksimal di distal sehingga menyerupai bentuk-U
Gunakan forceps kecil untuk menjepit benda asing dan mengambilnya dari bawah kuku
Metode alternatif : potong kuku hingga berbentuk V dan ambil benda asing menggunakan
pengangkat kuku dan forceps
Hindari mendorong benda asing lebih jauh ke dalam lapisanbawah kuku
Rendam jari beberapa kali sehari untuk menghindari risiko infeksi
Turniket Rambut
Strangulasi jari atau penis oleh rambut atau benang halus
Rambut terbelit di sekitar jari pada waktu mandi berendam, mengeringkan, atau
menggerakkan jari kaki sewaktu berpakaian
Kebanyakan akibat rambut yang rontok dari kedua orang tua ; risiko lebih tinggi pada tiga
bulan pertama pasca partum ketika rambut Ibu banyak yang rontok
Aliran darah yang terganggu menyebabkan nyeri iskemik dan pembengkakkan di ujung
distal
Rambut dapat dilepas dari jari dalam keadaan utuh atau dipotong menggunakan gunting
Jika upaya tidak berhasil, gunakan forceps berujung tipis dan kaca pembesar tipis atau
probe
Mungkin diperlukan blokade saraf dan insisi tegak lurus di atas rambut
Buat insisi pada aspek lateral jari untuk menghindari cedera neurovascular
Krem penghilang rambut (misalnya : Nair®) dapat juga efektif
Kait Ikan
Jalan Nafas
Rontgen Toraks
Foto pada saat inspirasi dan ekspirasi menunjukkan adanya udara yang terperangakap
akibat efek ball-value
Lakukan foto lateral dekubitus kanan dan kiri pada anak yang lebih muda
Hiperaerasi pada sisi yang terkena, penurunan volume paru kontralateral akibat
atelektasis
Setiap ketidaksimetrisan radiolusen, tidak terlihat pada radiograf
Rontgen dada yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing
Saluran Cerna
Akibat ingesti benda asing yang paling berat adalah impaksi esofagus
Tersangkut di tempat-tempat yang memang memiliki penyempitan alamiah : krikofaring,
thoracic inlet, arkus aorta, taut gastroesofagus
Kebanyakan benda asing di esophagus berbentuk bulat dan radioopak
Koin : 50-75% benda asing di esophagus, sepertiganya asimtomatik
Gambaran : tercekik, muntah, hipersalivasi, nyeri ketika menelan, dan tidak mau makan
Adanya disfagia atau hipersalivasi yang tidak dapat dijelaskan mungkin menandakan
adanya ingesti yang tidak disaksikan
Benda asing yang tersangkut di esofagus dapat menimbulkan gejala gangguan jalan nafas
sekunder
Periksa rongga mulut : jika tidak terlihat adanya benda asing, cari benda asing
menggunakan Rontgen
Radiografi tidak akan menunjukkan benda asing plastic atau bolus makanan
Diperlukan pemeriksaan barium meal untuk menyingkirkan benda asing
Tata Laksana
Jika tidak terlihat adanya benda asing pada radiografi atau pemeriksaan, tata laksananya
di dasarkan pada gejala :
Jika nyerinya signifikan, konsul THT untuk dilakukan endoskopi
Jika nyeri ringan, mampu menelan, tidak ada distress napas : sensasi adanya benda
asing mungkin disebabkan oleh goresan pada mukosa ;pertimbangkan untuk
memulangkan pasien dan minta pasien untuk dating kembali bila sensai tetap bertahan
Jika gejala positif dan dicurigai ada benda asing yang tidak bersifat radio-opak,
lakukan foto barium meal
Baterai kancing (disc batteries) : perlu segera diangkat jika terdapat di esofagus
Segera angkat benda asing jika ada di esofagus, terutama benda tajam dan baterai kancing
Risiko : distress napas atas, perforasi esofagus, mediastinitis, fistula
Pada benda yang bundar dan nonkorosif, tunggu 24 jam untuk member waktu benda
tersebut lewat dengan sendirinya, bila tidak ada gejala dan tindak lanjut baik
Detektor logam portabel dapat digunakan untuk memeriksa pasien yang menelan koin
Apabila benda asing sudah dapat masuk ke lambung, tidak diperlukan radiografi sebagai
tindak-lanjut
Glucagon tidak memiliki peran pada anak karena adanya resiko muntah
Vagina
BAB IV
Keracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh melalu saluran pencernaan, inhalasi
atau kontak langsung yang menimbulkan tanda dan gejala klinis yang khas. Pada dasarnya
semua zat kimia dapat menimbulkan keracunan tergantung pada jumlah dan cara masuknya
kedalam tubuh. Keracunan pada bayi dan anak adalah keadaan gawat darurat medik dan
keterlambatan bertindak akan membawa akibat fatal.
Epidemiologi
Merupakan keracunan yang terbanyak pada anak (±50%). Di UPF Ilmu Kesehatan Anak,
merupakan 50% dari kasus keracunan yang perlu dirawat dan 35% dari kasus yang datang di
luar kerja. Usia terbanyak di bawah lima tahun dibawah pengelompokan tersering pada usia
1-2 tahun. Anak kelompok balita ini telah dapat berjalan dan karena rasa ingin tahu akan
mendorong mereka untuk menelan/merasakan bahan-bahan beracun yang mudah dijangkau
atau yang diletakkan di lantai oleh orang dewasa yang lalai.
Tatalaksana
A. Eliminasi Racun
Dianjurkan tidak melakukan evakuasi isi lambung, baik dengan cara merangsang
muntah maupun dengan bilas lambung, karena dikhawatirkan mengakibatkan aspirasi
dan menambah beratnya intoksikasi. Hidrokarbon ternyata masuk tubuh secara
inhalasi (dan menimbulkan kerusakan paru), tidak melalui saluran cerna, dan tidak
pula merusak saraf pusat secara langsung. Anak biasanya hanya mampu menelan
racun dalam jumlah yang lebih kecil, oleh karenanya tidak memerlukan evakuasi isi
lambung.
B. Antimikroba
Tidak berbukti adanya infeksi yang jelas meskipun pada pasien terdapat kelainan
radiologik pada paru, disertai demam dan leukositosis. Antibiotik dipertimbangkan
bila anak dengan gizi buruk disertai keracunan yang parah, terutama pada masa akut
antara 24-96 jam pertama
C. Kortikosteroid
Secara teoritis kortikosteriod diharapkan mampu mencegah fibrosis dan edema paru,
namun beberapa pakar meragukan kegunaannya
D. Pengobatan oksigen dan perbaikan ventilasi
Pengobatan suportif untuk hipoksia adalah perbaikan vertilasi, mencegah dan
mengurangi sumbatan jalan nafas serta pemberian oksigen tambahan. Untuk
mencegah perburukan hipoksia terutama pada kasus berat, seperti pneumatokel dan
pneumotoraks, perlu diberikan oksigen dengan CPAP (continous positive airway
pressure) atau dengan IPPB (intermittent positive pressure breathing) yang
diharapkan memperbaiki proses disosiasi gas dalam paru. Tindakan ini sangat penting
dan merupakan upaya yang paling mendasar.
E. Pencegahan
Yang paling utama adalah kesadaran orang tua bahwa hidrokarbon yang mereka
miliki adalah barang beracun sehingga harus dismpan rapi, pada tempat yang jauh
dari jangkauan anak.
Keracunan Insektisida
Sebagian besar dari keracunan yang terjadi bersifat asimtomatis atau ringan, namun
keracunan yang berat dapat terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Insektisida ini selain masuk
melalui inhalasi dan lambung juga masuk meresap melalui kulit. Mengingat bahan-bahan ini
seringkali dilarutkan dalam distilat minyak tanah, kita harus waspada akan adanya keracunan
hidrokarbon.
Organofosfat (OP)
Epidemiologi
Organofosfat (OP) menyebabkan fosforilasi dari sisi aktif/ester asetilkolin-esterase, sehingga
mengubah enzim ini menjadi kompleks inaktif yang sangat stabil, oleh karena itu OP
dinamakan irreversible inhibitors of acetyl cholinesterase. Kolinesterase sebenarnya
berfungsi sebagai penghambat efek asetilkolin yang dikenal sebagai salah satu
neurotransmitter, baik pada saraf pusat maupun perifer. Pada saraf perifer pelepasan
asetilkolin bisa berefek nikotinik maupun muskarinik yang keduanya yang menyebabkan
aktivitas autonomik. Organofosfat maupun karbamat menonaktifkan kolinesterase sejati yang
terdapat pada neuron, sambungan neuromuskular dan butir darah merah.
Tatalaksana
a) Pemberian atropin harus segera dilakukan bila diduga adanya keracunan OP yang
berat. Atropin melawan efek sentral dan muskarinik namun tidak memperbaiki efek
nikotonik (kelemahan otot dan diagfragma), sehingga gagal nafas dapat terjadi
meskipun pasien telah mendapat dosis yang cukup. Dosis pada anak dimulai dengan
dosis awal 0,05 mg/kgBB, disusul dosis pemeliharaan 0,02-0,05 mg/kgBB tiap 10-30
menit secara intravena, sehingga timbul gejala atropinisasi, antara lain pupil melebar,
mukosa mulut mengering, kulit menjadi hangat, merah dan kering. Prinsip dosis dan
frekuensi pemberian atropin adalah secara titrasi
b) Pralidoksim (2-PAM, Protapam) adalah antidot OP karena dapat mengaktifkan
kembali kolinesterase yang ditandai membaiknya gerakan diafragma/pernafasan
dengan cepat. Obat ini harus segera diberikan setelah terjadi keracunan. Dosis awal
untuk anak adalah 25-50 mg/kgBB dan diberikan secara tetes selama 15-30 menit
untuk menghindari efek samping. Dosis diulangi setelah 1-2 jam dan kemudian tiap
10-12 jam bila diperlukan, meskipun biasanya tidak diperlukan lebih dari 24 jam.
Karbamat
Epidemiologi
Karbanat merupakan kolinesterase inhibitor yang reversible dengan gejala seperti pada OP
namun lebih ringan dan lebih singkat waktunya. Selain itu karbamat tidak dapat menembus
sawar otak, sehingga tidak tampak efek sentral, namun karbamat lebih mudah diserap lewat
kulit.
Tata laksana
Atropin harus segera diberikan, dalam dosis yang sama seperti keracunan OP namun
biasanya diperlukan jumlah yang lebih rendah.
Prolidoksim tidak diperlukan, karena reaktivitas berjalan spontan bahkan beberapa
sarjana menyatakan dapat memperkuat keracunan.
Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah keracunan yang tersering sebelum masa penggunaan zat-zat
kimia sebagai upaya manusia untuk menguasai dan mengendalikan alam. Makanan (termasuk
minuman) beracun disebabkan karena (1) makanan tersebut memang mengandung zat-zat
kimia yang berbahaya, misalnya singkong, jamur, dan sebagainya; (2) timbulnya zat beracun
akibat proses penyimpanan, proses pemasakan dsb; (3) tercemar oleh zat racun baik dengan
sengaja (tambahan zat warna, penyedap dan bahan kimia lainnya), maupun oleh
mikroorganisme (Stafilokokus, Salmonella, dan lain-lain). Gejala klinis yang timbul sesuai
dengan pengaruh zat racun yang terkandung pada sistem tubuh. Prinsip tatalaksana sama
dengan tata laksana keracunan pada umumnya, yaitu eliminasi racun, pemberian antidotum,
resusitasi dan tindakan suportif/simtomatis.
Epidemiologi
Keracunan terjadi karena singkong mengandung glikosida sianogenik linamarin. Zat ini
terdiri dari glukosa, aseton dan asam sianida (HCN)
Tatalaksana
Tatalaksana pada umumnya sama dengan keracunan yang lain yaitu, eliminasi racun dengan
jalan muntah atau bilas lambung, menghalangi penyerapan racun lebih lanjut dan pemberian
antidotum. Amil/natrium nitrir dan Na-tiosulfat bekerja-sama dan berpotensiasi dalam proses
detoksifikasi. Na-tiosulfat diberikan dalam konsentrasi 10% secara i.v. diberikan pelan-pelan,
dengan dosis sekitar 0,5 ml/kgBB/kali (sekitar 10-50 ml) dan natrium nitrit 3% ml, i.v. pelan-
pelan.
Epidemiologi
Enterotoksin dilepas pada saat kuman Salmonella atau Stafilokokus tumbuh dalam suhu
hangat. Toksin terdiri dari protein dan mudah dihancurkan dengan panas. Makanan yang
menyebabkan keracunan antara lain: sosis, ikan, ham, susu, dan pada pesta yang besar, gado-
gado atau salad dengan saos (dressing, vla).
Tatalaksana
Tatalaksana terutama bersifat suportif dan simtomatis dengan pemberian cairan secara
intravena dan pemberian obat untuk meredam gerakan usus. Makanan yang mengandung
susu, telur, daging yang tidak segera dimakan harus dipanaskan kembali selama 15 menit
untuk menghancurkan toksin tersebut.
Penatalaksanaan
Koontaminasi Kulit
Bilas kulit dengan air di bak atau pancuran
Siram kulit dengan air saat melepaskan baju
Cuci kulit sampai bersih dengan sabun dan air
Jangan mencoba menggunakan antidot kimia
Kontaminasi Mata
pegang kelopak mata hingga terbuka, cuci mata dengan air yang mengalir selama 5
menit.
Jangan mencoba menggunakan antidot kimia.
LUKA BAKAR
Pendahuluan
Pertolongan Pertama
Penilaian Awal
100% oksigen
Cari tanda-tanda gangguan: rambut hidung, bulu mata, atau alis mata yang terbakar;
suara serak, stridor; sputum yang berarang;luka bakar perioral atau perinasal
Amankan jalan napas menggunakan intubasi bila ada tanda-tanda seperti di atas
Edema jalan napas mungkin terlambat muncul sampai 48 jam
Penundaan untuk mengamankan patensi jalan napas sampai tanda distres napas
muncul dapat menyebabkan jalan napas tidak mampu dibebaskan sehingga hasil akhirnya
buruk
Jangan mengandalkan hasil Rontgen toraks karena hasilnhya mungkin saja normal
Pikirkan kemungkinan bronkoskopi atau laringoskopi untuk memvisualisasi jalan
napas secara langsung
Cedera jalan napas bagian atas biasanya disebabkan oleh cedera termal langsung;
cedera jalan napas bagian bawah disebabkan oleh zat kimia atau toksin dari inhalasi asap,
menyebabkan pneumonitis kimiawi
Sirkulasi
Nilai lokasi dan kedalaman luka bakar, TBSA, luka bakar keliling
Nilai TBSA menggunakan rule of 9, atau telapak tangan anak = 1% TBSA
Sesuaikan rule of 9 menurut usia pasien
Mulai pemberian NS atau RL sebesar 20 cc/kg sembari menilai luka bakar
Gunakan formula Parkland jika TBSA >10%:
4 mL x berat badan (kg) x %TBSA luka bakar partial dan full thickness
Berikan separuh volme cairan dalam 8 jam pertama, separuhnya lagi dalam 16
jam berikutnya
Tambahkan cairan rumatan yang mengandung dekstrosa 5% pada anak berusia <5
tahun
Gunakan cairan yang sudah dihangatkan pada anak yang lebih muda
Akses vaskular mungkin agak sulit diperoleh: jika perlu, gunakan akses intraoseus
atau lakukan kanulasi menembus kulit yang terbakar
Kateter Foley untuk memantau keluaran urin secara ketat
Luka bakar partial atau full thickness dengan TBSA >10% pada anak berusia <10
tahun
Luka bakar partial atau full thickness dengan TBSA >20% pada anak berusia >10
tahun
Luka bakar full thickness TBSA >5% pada semua usia
Luka bakar mengenai wajah, mata, telinga, tangan, kaki, genitalia, atau sendi-sendi
utama
Luka bakar listrik termasuk tersambar petir
Luka bakar kimiawi
Cedera inhalasi
Luka bakar pada pasien yang sudah menderita suatu penyakit tertentu
Luka bakar yang berkaitandengan trauma mayor (misalnya, fraktur)
Luka bakar pada pasien yang memerlukan rehabilitasi sosial, emosi, dan/atau
rehabilitasi jangka-panjang termasuk curiga penganiayaan anak dan penyalahgunaan obat
Tata Laksana
Komplikasi
Infeksi luka
Sulit dibedakan dengan penyembuhan luka karena sama-sama terdapat eritema,
edema, dan nyeri tekan
Jika demam, malaise, atau gejalanya memburuk, pikirkan kemungkinan infeksi
Dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan luka bakar yang lebih dalam
Perlu dirawat inap dan mendapat antibiotik IV
Sepsis
Syok akibat luka bakar
Edema akibat luka bakar
Eskarotomi
Rabdomiolisis
Cedera inhalasi
Hipermetabolisme
Tata Laksana
Kutaneus: luka bakar akibat api, kilat, lecutan listrik, kuli sianotik dan berbecak
Efek terhadap jantung: disritmia jantung, kerusakan miokardium
Cedera muskuloskeletal: edema jaringan dan nekrosis, sindrom kompartemen
Gagal ginjal: kerusakan hipoksik, kerusakan tubulus ginjal akibat klebihan endapan
mioglobin dari kerusakan otot yang luas
SSP: sensasi nyeri, penurunan kesadaran, paralisis pusat pernapasan, kebingungan,
paralis motorik, gangguan penglihatan, tuli, defisit sensorik, hemiplegia, kuadriparesis,
kejang, amnesia, disorientasi, perdarahan intrakranial
Tersiram air panas merupakan salah satu penyebab luka bakar yang sering pada anak.
Inilah yang bisa dilakukan.
Jika anak tersiram air panas, pertama kali kenalilah derajat keparahan luka bakar, ini akan
menentukan apakah anak perlu di bawa ke rumah sakit atau tidak.
Kerusakan kulit meliputi kulit paling luar (epidermis) dan sebagian kulit bagian dalam
(dermis).
Tandanya: reaksi radang lebih berat, kulit tampak berair disertai lepuh (gelembung berisi
cairan). Area juga terasa nyeri sehingga anak akan menangis disebabkan iritasi ujung saraf.
Permukaan area luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi dari kulit
normal.
Waktu penyembuhan: pada luka bakar derajat dua yang dangkal, dapat sembuh sendiri dalam
waktu 10-14 hari. Pada luka bakar derajat dua dalam, yaitu bila folikel rambut, kelenjar
keringat dan sebasea terkena meski hanya sebagian kecil, penyembuhan menjadi lebih lama
bisa mencapai satu bulan.
Merupakan yang paling berat dan mengenai seluruh lapisan kulit hingga jaringan di
bawahnya.
Tandanya: Tidak ada lagi lepuh dan anak tidak merasa nyeri karena ujung saraf rusak. Area
kulit yang terkena berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah daripada kulit normal.
Folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea ikut rusak.
Penyembuhan tergantung keparahan. Pada yang parah, bisa dilakukan transplantasi kulit
untuk menggantikan kulit yang hilang.
1. Jika sempat, bukalah pakaian si anak di area yang terkena air panas.
2. Alirkan air sejuk (tetapi tidak dingin) di area tersebut, bisa juga di kompres hingga nyeri
berkurang (jangan memakai es karena akan memperlama penyembuhan).
3. Jangan menggunakan mentega, odol, bedak, atau apapun yang katanya dapat digunakan
untuk luka bakar sebab bisa meningkatkan risiko infeksi.
4. Cucilah area yang terkena dua kali sehari dengan sabun cair. Jangan mengutak-atik lepuh
yang berisi cairan karena berfungsi melindungi kulit dari infeksi. Saat lepuh pecah, bersihkan
sisa-sisa kulit yang tertinggal, dan berikan salep antibiotik atau antiseptik lalu tutup dengan
perban steril. Ganti perban setiap kali luka dicuci.
5. Jika keluhan nyeri amat mengganggu aktivitas si anak, dapat diberikan asetaminofen atau
ibupro fen diminum sesuai dosis. Kompres air sejuk juga bisa mengurangi nyeri.
5. Selimuti luka bakar dengan handuk bersih yang dilembabkan, jaga jangan sampai anak
kedinginan atau kepanasan.
2. Area yang terkena air panas cukup luas, yaitu lebih dari 15-20% permukaan tubuh. Luka
bakar bisa menyebabkan
kematian karena kehilangan cairan tubuh dan reaksi inflamasi yang berlebihan. Semakin luas
area terkena, semakin
3. Luka bakar terjadi di wajah, kepala, tangan, persendian, dan area kemaluan.
4. Luka bakar tampak bernanah, membengkak, dan kulit normal di sekitarnya tampak ikut
memerah.
Anda bisa menelpon atau datang ke dokter di lain hari, bila terjadi:
1. Luka bakar terinfeksi
A. Latar Belakang
Pertolongan pertama dalam kegawatdaruratan merupakan pertolongan secara cepat
dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau
terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang
tersedia pada saat itu dan di tempat yang dibutuhkan.
Pada korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama merupakan tindakan wajib
yang harus dilakukan segera mengingat pada kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan
pola nafas yang adekuat karena dalam hitungan jam korban tenggelam akan mengalami
hipoksemia, yang selanjutnya akan mengalami anoksia susunan syaraf pusat, hingga terjadi
kegagalan resusitasi dan jika tidak segera diberikan pertolongan akan menimbulkan kematian
dalam 24 jam setelah kejadian.
Dalam hal ini, maka pertolongan kegawatdaruratan dengan pasien tenggelam harus
dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya kolaps pada alveolus, lobus
atas atau unit paru yang lebih besar. Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini tentunya
harus dilakukan secara benar dengan tujuan untuk mencegah kondisi korban lebih buruk,
mempertahankan hidup serta untuk peningkatan pemulihan.
B. Drowning (Tenggelam)
1. Definisi
2. Etiologi
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
3. Manifestasi Klinik
a. Koma
b. Peningkatan edema paru
c. Kolaps sirkulasi
d. Hipoksemia
e. Asidosis
f. Timbulnya hiperkapnia
4. Kondisi Umum dan Faktor Resiko Pada Kejadian Korban Tenggelam
a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24
tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan
atau permainan di luar batas.
5. Komplikasi
a. Ensefalopati Hipoksik
b. Tenggelam sekunder
c. Pneumonia aspirasi
d. Fibrosis interstisial pulmoner
e. Disritmia ventricular
f. Gagal Ginjal
g. Nekrosis pancreas
h. Infeksi
6. Klasifikasi Tenggelam
Botma M, et al. A parent’s kiss : evaluating an unusual method for removing nasal foreigen
bodies in children. J Laryngol Otol. 2000 ; 114 (8) : 590-600.
Douglas SA, et al.Magnetic removal of a nasal foreign body. Int j Pediatr Otorhinolaryngol
2002 ; 62 (2) : 165-167
Lichenstein R, et al. Nasal wash technique for nasal foreign body removal. Pediatr Emerg
Care. 2000 ; 16 (4) : 307.
Schunk J. Foreign body ingestion / aspiration. In : Fleisher GR, Ludwig S, Henreitig F, eds.
Textbook of Pediaatric Emergency Medicine. 4th ed. Philadelphia : Lippincott Williams
& Wilkins ; 2000 : 267-273.
Burns. Emergencies: what to do. Kidshealth for parents. Tersedia dalam: kidshealth dot com
University of Michigan Health System. Schmitt BD, MD. Burns (Thermal). McKesson
Health Solutions LLC. 2002.