Anda di halaman 1dari 39

BAB I

TRAUMA ANAK

 Penyebab tertinggi kematian pada anak


 Sering terjadi gangguan oksigenasi dan ventilasi
 Gangguan perfusi lebih jarag terjadi tapi berpotensi mematikan
 Penyebab kematian yang utama meliputi gangguan jalan napas dan resusitasi volume
yang tidak adekuat
 Trauma tumpul lebih sering dijumpai daripada luka tembus
o Cedera kepala 55%
o Cedera organ dalam 15%

Tatalaksana awal dibagi menjadi empat fase:

1. Survei primer
2. Resusitasi awal
3. Survei sekunder
4. Terapi definitif

Survey Primer

Ikuti algoritme pengkajian primer menurut Advanced Trauma Life Support :

A, Airway maintenance with C-spine protection (mempertahankan jalan napas sambil


melindungi tulang servikal

B, Breathing and ventilation ( pernapasan dan ventilasi)

C, Circulation with hemorrage control (sirkulasi dan pengendalian perdarahan)

A. Jalan Napas

Nilai dan bebaskan jalan napas sambil melakukan imobilisasi tulang servikal jika diperlukan

1. Gunakan metode jaw thrust tanpa head tilt jika dicurigai terdapat cedera tulang
servikal
2. Siapkan alat pengisap setiap saat
3. Tentukan perlu-tidaknya pemasangan jalannapas definitif (intubasi)
4. Indikasi pemasangan intubasi:
a. Tidak mampu mempertahankan jalan napas
b. Memerlukan ventilasi tekanan positif
c. Luka bakar pada jalan napas atau cedera inhalasi
d. Cedera kepala berat GCS <8
e. Trauma maksilofasial mayor

B. Pernapasan

Cari penyebab gagal napas:

1. Hipoventilasi akibat cedera otak


2. Pneumothoraks atau tension pneumothoraks
3. Hematotoraks
4. Dada gail (fail chest)
5. Kontusio paru
6. Kebanyakan cedera otak dapat di diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan, dan
rontgen toraks
7. Pneumotoraks terbuka

C. Sirkulasi

Cari tanda syok, tentukan penyebab, dan laksanakan terapi:

1. Nilai adanya perdarahan, cari perdarahan aktif luar dan dalam (terjadi pada cedera
organ dalam yang padat)
2. Pasagang akses pembuluh darah dengan dua akses IV berdiameter besar dan lakukan
resusitasi volume
3. Cari adanya ketidakstabilan hemodinamik, yang dapat tetap ada eskipun sudah
dilakukan resusitasi volume; perimbangkan adanya perdarahan yang tidak terlihat
serta syok spinal.
4. Cegah atau segera atasi penyebb potensial cedera otak sekunder, seperti hipovolemia,
hipetensi, dan hipoksia

D. Disabilitas

Lakukan penilaian neurologik secara cepat untuk engetahui kondisi yang memerlukan
intervensi segera::

1. Terapkan skala respons AVPU:


a. Alert – awas
b. Verbal – responsi terhadap rangsangan verbal
c. Painful – responsiif terhadap rangsangan nyeri
d. Unresponse
e. Pikirkan indikasi
2. Tentukan skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)
3. Periksalah pupil lihat adakah perbedaan ukuran, diatasi, atau respons yang ambat
terhadap cahaya.
4. Pikirkan indikasi pemberian ventilasi bantuan (termasuk GCS < 8)

E. Pemeriksaan daerah yang tertutup pakaian dan pengendalian lingkungan luar


1. Lepas semua baju, cari adanya cedera, ukur suhu inti tubuh, dan pertahankan
lingungan dalam suhuh netral.
2. Cegah dan atasi hipotermia yang signifikan.

Resusitasi awal

1. Bebaskan dan pertahankn jalan napas


2. Tangani masalah pernapasan/toraks akut
3. Pasang dua akses IV berkaliber besar
4. Jika perfusi sistemik tidak adekuat, ganti volume secara cepat menggunakan NS 20
ml/kg

Pemeriksaan rutin: “skrining trauma”

1. Darah tepi lengkap dan hitung jenis, golongan darah dan skrining
2. Elektrolit, glukosa, kreatinin, urea
3. Fungsi hati: AST ALT, fisfatase alkali
4. Profil koagulasi: PT, PTT, INR
5. Amilase
6. Kadar alkohol darah
7. Urinalisis.

5. Jika frekuensi denyut jantung, tingkat kesadaran, pengisisan kapiler kembali, dan
tanda perfusi sistemik lainnya tidak membaik, segera beri bolus kedua NS atau RL 20
ml/kg
6. Jika perfusi sistemik tidak berespons terhadap pemberian kristaloid 60 ml/kg,
pertimbangakan transusi PRBC 10-15 ml/kg

Survey sekunder

1. Anamnesa AMPLE (allegies, mdications, past history, last meal, events)


2. Pemeriksaan fisik legkap dari kepala hingga ujung kaki untuk mencri cedera tertentu
Pemeriksaan rontgen rutin

1. Tulang servikal lateral


2. Toraks AP
3. Pelvis AP

Terapi definitif

1. Pindahkan pasien dari ruang resusitasi ke ruang radiologi, OK, atau ICU
2. Pertibangakn pilihan pencitraan berikut sesuai indikasi:
a. CT kepala
b. CT toraks
c. CT abdomen dan pelvis
3. Konsultasi pula dengan bagian lain sesuai keperluan

Indikasi CT kepala

Setiap cedera keala berat memerlukan CT kepala dan CT scan C1 dan C2.
1. GCS < 15 pasca trauma
2. Pemeriksaan neurologik menunjukkan kelainan
3. Trauma kepala tembus
4. Tiap faktur tulang tengkorak
5. Melibatkan mekanisme cedera (misalnya jatuh dari ketinggian)
6. Nyeri kepala yang progresif/memburuk
7. Bradikardi
8. Kehilangan kesadaran yang agak lama atau tidak diketahui waktunya

Indikasi CT abdomen

1. Kecurigaan adanya cedera intra-abdomen tapi tidak ada indikasi laparotomi yang
jelas.
2. Tanda vital yang tidak stabil.
3. GCS < 10
4. Operasi elektif ekstra abdomen yang diperkirakan memakan waktu lama (misalnya,
neuro, orto)

CEDERA SPESIFIK

Cedera Toraks

1. Cedera dada dapat bermanifestasi segera atau tertunda beberapa jam atau hari
kemudian.
2. Singkirkan cedera-cedera yang cepat mengancam jiwa di bawah ini:
a. Tension pneumotoraks
b. Pneumotoraks terbuka
c. Temponade jantung
3. Kebanyakan cedera toraks dapat didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan rontgen toraks
4. Rontgen toraks dapat menyingkap sebagian besar cedera toraks, khususnya cedera
yang dapat diatasi secara konservatif
5. Tension pneumotoraks harus didekompresi erlebih dahulu sebelum pemerisaan
rontgen toraks dilakukan.
6. Pneumotoraks terbuka atau dada gail masif memerlukan intubasi dan ventilasi
meanik.

Cedera Abdomen

1. Dua komplikasi utama cedera tumpul pada abdomen adalah:


a. Perdarahan – akibat cedera pada organ padat atau pembuluh darah
b. Peritonitis – akibat perforasi organ dalam berongga
2. Dua indikasi utama laparotomi adalah:
a. Perdarahan intra-abdomen (>40 ml/kg kehilanan whole blood)
b. Peritonitis – terutama jika terlihat memburuk paa pemeriksaan serial
3. Dilatasi lambung sering terjadi pada trauma tumpul abdomen pada anak
4. Pengosongan lambung berhenti pada waktu cedera terjadi
5. Dilatasi lambung timbul karena kombinasi dua faktor:
6. Ileus pascatrauma
7. Udara tertelan oleh anak yang cedera atau ketakutan
8. Selang nasogastrik atau orogastrik harus dimasukkan untuk menceah muntah,
aspirasi, atau membatasi deviasi diafragma
Cedera genitourinaria
1. Curigai dalam tiap trauma tembus abdomen atau pelvis dan dalam tiap trauma
tumpul abdomen/pelvis yang disertai hematuri
2. Kebanyakan trauma saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) ditangani
secarakonservatif kecuali cedera mayor pada pembuluh arah atau ureter
3. Pemeriksaan penunjanng pilihan pada keadaan ini adalah CT scan menggunakan
kontras IV
4. Trauma saluran emih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) paing sering
terjadi pada kasus fraktur pelvis
5. Kateterisasi uretra dikontraindikasikan jika terdapat darah pada meatus uretra atau
pada pemeriksaan colok dubur
6. Jika dicurigai terdapat cedera uretra, lakukan uretrogram retrograd.
BAB II
LUKA GIGITAN
Pendahuluan

 Luka gigitan manusia dan binatang sering dijumpai : ~ 1% pada semua kunjungan di
UGD
 Kebanyakan luka infeksi bersifat minor, tetapi dapat menimbulkan morbiditas yang
signifikan
 Dalam tata laksananya, diperlukan pemahaman yang baik akan mikrobiologi infeksi luka,
penilaian luka berisiko rendah vs tinggi, strategi terapi, dan profilaksis tetanus seta rabies
 Beritahu badan kesehatan masyarakat setempat mengenai semua luka gigitan binatang
Frekuensi
 Gigitan anjing merupakan jenis luka gigitan binatang yang paling sering dijumpai tetapi
memiliki angka infeksi yang rendah
 Anak yang lebih muda lebih rentan menderita morbiditas yang signifikan (dan sesekali
mortalitas)
 Gigitan kucing lebih jarang dijumpai tetapi angka infeksinya lebih tinggi
 Kucing cenderung menciptakan luka tusuk yang dalam ; sulit dibersihkan dan
cenderung dijumpai di tangan dan ekstremitas atas
 Gigitan manusia adalah yang jarang dijumpai, tetapi angka infeksinya tinggi
 Hati-hati menangani cedera kepalan tertutup yang mengenai daerah sendi
metakarpofalangeal
Mikrobiologi
 Luka gigitan sering kali mengandung berbagai macam spesies :
 Pasteurella spesies : luka gigitan anjing dan kucing
 Etikenella corrodens : gigitan manusia
 Capnocytophaga canimorsus : gigitan anjing atau kucing, dapat menyebabkan
septicemia dan syok pada pasien asplenia atau imunosupresi
 Organisme lain yang umum menyebabkan : streptokokus, stfikokus, anaerob oral
 Amoxicillin / asam klavulanat merupakan antimikroba pilihan : mencakup semua
pathogen potensial pada infeksi akibat luka gigitan

Tabel 61.1 Gigitan dan Angka Infeksi menurut Spesies

Spesies Frekuensi Gigitan (%) Frekuensi Infeksi (%)


Anjing 80 – 90 2 – 20
Kucing 5 – 15 30 – 50
Manusia 3,6 – 23 10 – 50
Tata Laksana Luka Gigitan

 Irigasi dengan cairan mengalir : gunakan NS dengan semprit 20 mL atau lebih besar serta
angiocath 19G
 Jika diindikasikan, lakukan debrideman dengan hati-hati
 Antibiotik profilaksis (risiko tinggi : lihat bawah)
 Antibiotik terapeutik jika ada tanda infeksi
 Penutupan primer : laserasi yangberisiko rendah
 Imobilisasi pada posisi sesuai fungsi
 Elevasi
 Tetanus toksoid jika diindikasikan +/_ imunoglobin tetanus bila perlu
 Profilaksis rabies jika diindikasikan

Catatan : antibiotic saja tidak cukup

Antibiotik Profilaksis

 Masih diperdebatkan ; penelitian mengenai hal ini masih terbatas


 Jika pasien datang ke UGD dalam 24 jam, tanpa ada tanda infeksi, dan masuk dalam
kriteria risiko tingggi, pertimbangan pemberian antibiotik profilaksis
 Beri dosis pertama di UGD
 Durasi 3 – 5 hari
 Antibiotik pilihan : amoxicillin-asam klavulanat
 Alternatif : penicillin V + (cephalexin atau cloxacillin)
 Alergi penicillin L clindamycin + TMP-SMX

Luka Berisiko Tinggi : Indikasi Antibiotik Profilaksis

Jenis Luka atau Lokasi

 Luka tusuk yang dalam


 Gigitan pada tendon, sendi, tulang
 Tangan : saat mengepal (closed-fist injury, CFI)
 Gigitan di wajah angka infeksi lebih rendah, tetapi jika terjadi infeksi, risiko komplikasi
kosmetik dan komplikasi berat lebih tinggi
Spesies Penyebab

 Gigitan kucing, gigitan manusia (kecuali minor)


 Beberapa gigitan anjing, bergantung pada lokasi dan jenis luka

Factor lain

 Pasien luluh-imun
 Terlambat dating ke UGD (>8 jam)
 Perbaikan laserasi primer
Luka berisiko Rendah : Tanpa Profilaksis

 Abrasi dan leserasi superfisial


 Daerah yang memiliki pasokan darah cukup baik dan jauh dari struktur vital
 Segera datang setelah peristiwa terjadi
 Gigitan anjing yang tidak memenuhi kriteria resiko-tinggi

Tata Laksana Luka Gigitan yang Mengalami Infeksi

 Kebanyakan luka gigitan yang mengalami infeksi awal dapat ditangani sebagai
pasien rawat jalan dan mendapat antibiotic oral
 Pilihan antibiotic sebagai profilaksis, durasi 7 – 10 hari
 Penelitian masih sedikit, tata laksananya masih diperdebatkan

Indikasi Rawat Inap

 Manifestasi sistemik infeksi (demam, menggigil)


 Selulitis berat
 Luka menembus sendi, saraf, tulang, tendon, atau SSP
 Pasien kemungkinan tidak patuh minum obat
 Keadaan luluh-imun akibat penyakit atau obat
 Luka gigit signifikan di tangan
 Cedera kepala
 Infeksi yang tidak mempan dengan terapi oral atau rawat jalan

Pilihan Antibiotik Intravena pada Pasien Rawat Inap

 Pilihan pertama : penicillin V + (cefazolin atau cloxacillin)


 Pilihan alternatif : cefuraxime +/- metronidazole, ceftriaxone
 Alergi penicillin : clindamycin + TMP-SMX

Tetanus

 Adanya saliva dan luka tusuk termasuk dalam kriteria “luka kotor” dalam tata
laksana tetanus pada luka gigitan
 Rekomendasinya bergantung pada riwayat imunisasi terdahulu

Rabies

 Jarang dijumpai di Amerika Utara

Tabel 61.2 Profilaksis Tetanus

Riwayat Imunisasi Tetanus Luka Minor dan Bersih Semua Luka Lainnya
Toksoid (Dosis) (“Kotor”)
Tidak yakin atau < 3 DTP atau Td DTP atau Td dan TIG
3 atau lebih (terakhir >10 Td Td
tahun yang lalu)

3 atau lebih (terakhir 5 -10 Tidak Td


tahun yang lalu)

3 atau lebih (terakhir < 5 Tidak Td


tahun yang lalu)

Keterangan : DTP : toksoid difteri, tetanus, pertusis ; Td toksoid tetanus dan difteri
dewasa, TIG : tetanus imunoglobin

Sumber : Diaptasi dari : Fleisher GR, Ludwig S, Henretig F, eds. Textbook of Pediatric
Emergency medicine. 4th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2000;786.

 Kemungkinan mengidap rabies akibat gigitan hewan liar adalah ,20%, tetapi sekali
mengidap, hamper selalu bersifat fatal
 Vektor utama : rubah, sigung, kekelawar, dan rakun
 Jarang ditularkan oleh hewanpeliharaan (kucing > ternak, anjing)
 Gigitan dari kekelawar liar mugkin tidak terdeteksi : gigitan mungkin tidak terasa,
tidak meninggalkan jejas
 Indikasi profilaksis pasca-pajanan :
 Ditemukan kekelawar di dalam kamar anak kecil
 Tidak mampu member riwayat tergigit kekelawar
 Tidur tanpa ditemani ada kekelawar di dalam kamar
 Gambaran yang penting untuk dicatat : jenis binatang, jenis pajanan, kemungkinan
keadaan (terprovokasi, dll), binatang dapat diakrantina dan di uji
 Irigasi luka segera dengan cairan mengalir dapat mengurangi insidens rabies hingga
90%
Profilaksis Rabies

 Diperlukan profilaksis pasif dan aktif


 Imunoprofilaksis dianggap 100% bersifat protektif jika diberi dengan tepat dan
sebelum muncul gejala
 Imunisasi pasif : human rabies immunoglobin (HRIG)
 Hari O sebagai dosis tunggal 20 IU / kg, separuh diinfiltrasi di sekitar tempat
pajanan, separuh lainnya diberikan intramuscular
 Imunisasi aktif : human diploid cell vaccine (HDCV) atau rabies vaccine adsorbed (RVA)
 Diberikan IM dalam rangakaian 5 x suntikan 1 mL, pada hari O, 3, 7, 14 dan
28
 Lokasi suntikan yang dianjurkan adalah di otot deltoid pada remaja dan
anterolateral paha pada anak kecil untuk HDCV dan RVA ; suntikan di daerah
gluteus sering menyebabkan gagalnya terapi

BAB III

BENDA ASING

Pendahuluan

 Jika upaya dini untuk mengambil benda asing tidak membuahkan hasil, pikirkan untuk
merujuk kasus dan / atau menggunakan sedasi procedural

Hidung

 Biasanya ada riwayat memasukkan benda ke dalam hidung


 Rinorea yang purulen, berbau tidak enak, unilateral, dan persisten : dianggap benda asing
dalam hidung kecuali dibuktikan sebaliknya
 Biasanya terlihat di nares anterior ; sekresi purulen mungkin harus diisap
 Radiograf tidak bermanfaat ; kebanyakan benda asing bersifat radiolusen

Teknik Pengambilan

 Standar : kuret, forsep, alligator, pengisap, kait tegak-lurus


 Metode pengambilan alternative ;
 Teknik tekanan positif hidung
 Pengembalian magnetic
 Lem

Pengambilan BendaAsing dalam Hidung

 Tahan badan anak supaya tidak bergerak


 Gunakan anestesik topikal dan vasokonstriktor
 Lidocaine 20%
 Phenylephrine atau xylometazoline
 Gunakan speculum hidung dan senter kepala
 Peralatan : kuret, forsep, alligator, pengisap, atau kait
 Jangan menekan / mengirigasi ke dalam nasofaring posterior agar tidak terjadi aspirasi
 Gunakan amoxicillin untuk mencegah / mengobati infeksi pasca pengambilan benda asing
yang sudah lama tertahan
 Komplikasi : rinosinusitis, laserasi, epistaksis, aspirasi, benda asing tertingggal sebagian

Teknik Tekanan Positif Hidung

 Anak yang lebih tua : minta anak untuk menghela napas dari hidung sementara menutup
sisi yang tidak tersumbat
 Gunakan bag-value mask yang mengembang sendiri hanya diatas mulut dan berikan
ventilasi tekanan positif
 Orang tua meniup udara ke dalam mulut anak : dalam satu penelitian angka keberhasilan
80%

Pengambilan Benda Asing dari Hidung Menggunakan Magnet

 Magnet dapat ditempelkan ke lubang hidung untuk mengambil benda asing yang terbuat
dari logam
 Menghindari penggunaan obat anestesi karena prosedur ini mudah dan aman

Telinga

 Kebanyakan benda padat : batu, manic-manik, penghapus


 Serangga hidup juga dapat memasuki kanal
 Benda bulat dapat dikeluarkan dengan irigasi air hangat
 Jangan lakukan jika ada kecurigaan terjadi perforasi, slang telinga, atau benda
berpotensi untuk mengembang (misalnya, sayur-sayuran)

Metode Pengambilan

 Kuret telinga, forsep alligator, irigasi,pengisapan, lem

Jaringan Lunak

 Anting – anting, tindik bibir dan lidah


 Pegang dan ambil tindik telinga dari sisi posterior, mukosa, atau inferior
 Lewatkan bagian depan anting-anting kea rah depan melalui jaringan lunak untuk
mengeluarkannya
 Mungkin memerlukan anestesi local dan insisi kecil

Jari-jari

Strangulasi Akibat Cincin


 Ada tiga teknik pelepasan : pemotongan cincin, komprsi tali, tarikan tali

Pemotongan Cincin

 Jika terjadi edema minimal di distal cincin, coba dulu teknik yang lain
 Lakukan blokade jari-jari, masukkan bagian penahan pemotong cincin
 Posisikan bilah pada cincin dan tekan sambil memutarbagian bilah pemotong cincin
 Jika logam keras, waspadai munculnya panas dengan friksi
 Setelah cincin terpotong, tarik bagian-bagian cincin tersebut menjauh dari masing-masing
secara manual atau gunakan hemostat untuk mengambilnya
 Komplikasi : gangguan vaskuler, trauma jari-jari

Kompresi Tali (Lilit dengan Benang)

 Pertimbangkan untuk melakukan blokade jari


 Lingkarkan tali atau benang sutera 3-0 di sekitar jari, dimulai dari ujung distal cincin
 Bungkus sendi PIP, tempatkan ujung proksimal tali di bawah cincin
 Putar dan tarik cincin melewati benang
 Jika gagal, tarik cincin di ujung proksimal dalam gerakan melingkar seperti melepaskan
balutan

Tarikan Tali

 Pertimbangkan penggunaan blokade jari


 Gunakan tali atau benang yang tebal serta lumasi bagian distal
 Tempatkan salah satu ujung tali di bawah cincin dan tarik dengan gerakan melingkar
 Teruskan melintaskanbenang di sekitar cincin seiring pergeseran cincin di sepanjang jari

Serpihan benda Asing di Bawah Kuku (Subungual Splinters)

 Tahan tangan anak dalam posisi jari diekstensikan ; pertimbangkan untuk melakukan
blokade jari
 Jika tampak, tarik langsung dengan pinset atau hemostat
 Komplikasi : perdarahan, infeksi
 Jika tertanam di dalam kulit, gunakan bilah no 11 yang dipegang tegak lurus dengan
benda asing
 Gores kuku dari proksimal di distal sehingga menyerupai bentuk-U
 Gunakan forceps kecil untuk menjepit benda asing dan mengambilnya dari bawah kuku
 Metode alternatif : potong kuku hingga berbentuk V dan ambil benda asing menggunakan
pengangkat kuku dan forceps
 Hindari mendorong benda asing lebih jauh ke dalam lapisanbawah kuku
 Rendam jari beberapa kali sehari untuk menghindari risiko infeksi

Turniket Rambut
 Strangulasi jari atau penis oleh rambut atau benang halus
 Rambut terbelit di sekitar jari pada waktu mandi berendam, mengeringkan, atau
menggerakkan jari kaki sewaktu berpakaian
 Kebanyakan akibat rambut yang rontok dari kedua orang tua ; risiko lebih tinggi pada tiga
bulan pertama pasca partum ketika rambut Ibu banyak yang rontok
 Aliran darah yang terganggu menyebabkan nyeri iskemik dan pembengkakkan di ujung
distal
 Rambut dapat dilepas dari jari dalam keadaan utuh atau dipotong menggunakan gunting
 Jika upaya tidak berhasil, gunakan forceps berujung tipis dan kaca pembesar tipis atau
probe
 Mungkin diperlukan blokade saraf dan insisi tegak lurus di atas rambut
 Buat insisi pada aspek lateral jari untuk menghindari cedera neurovascular
 Krem penghilang rambut (misalnya : Nair®) dapat juga efektif

Kait Ikan

 Teknik yang paling sering digunakan dan memerlukan anetesi local/regional :


Dorong kait ikan ke depan menggunakan forceps, gunting mata kait, dan dorong bagian
kait lainnya ke belakang melalui kulit untuk mengeluarkannya

Jalan Nafas

 Benda asing dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas atas akut :


 Batuk akut, suara serek, distress napas
 Jika anak dapat menangis / berbicara, obstruksi mungkin hanya bersifat parsial :
 Lakukan back blows (bayi) atau perasat Heimlich (anak)
 Biasanya ada riwayat batuk / tersedak makanan atau mainan
 Sering kali tidak menunjukkan distress akut kecuali batuk ringan atau mengi :
 Trakea : stridor pada inspirasi dan ekspirasi
 Bronkus cabang utama : mengi unilateral
 Jika bronkus sepenuhnya tersumbat : volume menurun, terbentuk atelektasis dan infiltrate
pada sisi yang terkena

Rontgen Toraks

 Foto pada saat inspirasi dan ekspirasi menunjukkan adanya udara yang terperangakap
akibat efek ball-value
 Lakukan foto lateral dekubitus kanan dan kiri pada anak yang lebih muda
 Hiperaerasi pada sisi yang terkena, penurunan volume paru kontralateral akibat
atelektasis
 Setiap ketidaksimetrisan radiolusen, tidak terlihat pada radiograf
 Rontgen dada yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing
Saluran Cerna

 Akibat ingesti benda asing yang paling berat adalah impaksi esofagus
 Tersangkut di tempat-tempat yang memang memiliki penyempitan alamiah : krikofaring,
thoracic inlet, arkus aorta, taut gastroesofagus
 Kebanyakan benda asing di esophagus berbentuk bulat dan radioopak
 Koin : 50-75% benda asing di esophagus, sepertiganya asimtomatik
 Gambaran : tercekik, muntah, hipersalivasi, nyeri ketika menelan, dan tidak mau makan
 Adanya disfagia atau hipersalivasi yang tidak dapat dijelaskan mungkin menandakan
adanya ingesti yang tidak disaksikan
 Benda asing yang tersangkut di esofagus dapat menimbulkan gejala gangguan jalan nafas
sekunder
 Periksa rongga mulut : jika tidak terlihat adanya benda asing, cari benda asing
menggunakan Rontgen
 Radiografi tidak akan menunjukkan benda asing plastic atau bolus makanan
 Diperlukan pemeriksaan barium meal untuk menyingkirkan benda asing

Tata Laksana

 Jika tidak terlihat adanya benda asing pada radiografi atau pemeriksaan, tata laksananya
di dasarkan pada gejala :
 Jika nyerinya signifikan, konsul THT untuk dilakukan endoskopi
 Jika nyeri ringan, mampu menelan, tidak ada distress napas : sensasi adanya benda
asing mungkin disebabkan oleh goresan pada mukosa ;pertimbangkan untuk
memulangkan pasien dan minta pasien untuk dating kembali bila sensai tetap bertahan
 Jika gejala positif dan dicurigai ada benda asing yang tidak bersifat radio-opak,
lakukan foto barium meal
 Baterai kancing (disc batteries) : perlu segera diangkat jika terdapat di esofagus
 Segera angkat benda asing jika ada di esofagus, terutama benda tajam dan baterai kancing
 Risiko : distress napas atas, perforasi esofagus, mediastinitis, fistula
 Pada benda yang bundar dan nonkorosif, tunggu 24 jam untuk member waktu benda
tersebut lewat dengan sendirinya, bila tidak ada gejala dan tindak lanjut baik
 Detektor logam portabel dapat digunakan untuk memeriksa pasien yang menelan koin
 Apabila benda asing sudah dapat masuk ke lambung, tidak diperlukan radiografi sebagai
tindak-lanjut
 Glucagon tidak memiliki peran pada anak karena adanya resiko muntah

Vagina

 Gambaran : duh vagina yang berbau disertai darah secara intermiten


 Paling banyak berupa tisu toilet (tidak radio-opak)
 Agar visualisasi vagina optimal, gunakan posisi lutut-dapat
 Pemeriksaan rectum bermanfaat untuk memeriksa benda asing dalam vagina
 Harus selalu dicurigai bila vagina tidak dapat diinspeksi dengan baik
 Benda asing yang padat (penghapus, pin, manic-manik, kacang) kebanyakan dapat
dipalpasi pada pemeriksaan rektrum
 Jika benda asing tidak terlihat, bilas vagina dengan perlahan menggunakan salin, semprit
50 cc dengan bagian pendorong (plunger) dilepas, kateter, dan gravitasi
 Bila benda berukuran besar atau tajam, atau upaya tidak berhasil, diperlukan sedasi atau
pemeriksaan menggunakan anestesi

BAB IV

KERACUNAN PADA ANAK

Keracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh melalu saluran pencernaan, inhalasi
atau kontak langsung yang menimbulkan tanda dan gejala klinis yang khas. Pada dasarnya
semua zat kimia dapat menimbulkan keracunan tergantung pada jumlah dan cara masuknya
kedalam tubuh. Keracunan pada bayi dan anak adalah keadaan gawat darurat medik dan
keterlambatan bertindak akan membawa akibat fatal.

Secara umum tindakan yang perlu pada keracunan ialah,


1. Memberikan pertolongan pertama
2. Identifikasi racun semaksimal mungkin
3. Menghambat penyerapan dan eliminasi racun (tergantung dari cara racun
masuk tubuh)
4. Memberikan antidotum bersamaan dengan eliminasi racun
5. Pengobatan suportif yang rasional dan efektif

Bahan Kimia dan Makanan

Keracunan Bahan Kimia


Keracunan Hidrokarbon
(golongan minyak tanah, bensin, terpentin, pelarut cat)

Epidemiologi
Merupakan keracunan yang terbanyak pada anak (±50%). Di UPF Ilmu Kesehatan Anak,
merupakan 50% dari kasus keracunan yang perlu dirawat dan 35% dari kasus yang datang di
luar kerja. Usia terbanyak di bawah lima tahun dibawah pengelompokan tersering pada usia
1-2 tahun. Anak kelompok balita ini telah dapat berjalan dan karena rasa ingin tahu akan
mendorong mereka untuk menelan/merasakan bahan-bahan beracun yang mudah dijangkau
atau yang diletakkan di lantai oleh orang dewasa yang lalai.

Tanda dan gejala klinis


Gejala klinis yang mungkin timbul akibat keracunan hidrokarbon ini menurut Sub Committee
on Accidental Poisoning (Amerika Serikat) dibagi dalam kelompok gejala,
 Pernafasan: batuk, edema paru, pneumonitis, pneumonia
 Saraf pusat: letargi, semikoma, koma
 Pencernaan: mual, kembung, sakit perut
 Demam dan gejala-gejala lain.
Secara fisiologik kelainan patologis ini menyebabkan keracunan alveolar, kolaps dan
menutupnya saluran udara bagian distal, hal ini akan menimbulkan hipoksia, sianosis sampai
koma.

Tatalaksana
A. Eliminasi Racun
Dianjurkan tidak melakukan evakuasi isi lambung, baik dengan cara merangsang
muntah maupun dengan bilas lambung, karena dikhawatirkan mengakibatkan aspirasi
dan menambah beratnya intoksikasi. Hidrokarbon ternyata masuk tubuh secara
inhalasi (dan menimbulkan kerusakan paru), tidak melalui saluran cerna, dan tidak
pula merusak saraf pusat secara langsung. Anak biasanya hanya mampu menelan
racun dalam jumlah yang lebih kecil, oleh karenanya tidak memerlukan evakuasi isi
lambung.
B. Antimikroba
Tidak berbukti adanya infeksi yang jelas meskipun pada pasien terdapat kelainan
radiologik pada paru, disertai demam dan leukositosis. Antibiotik dipertimbangkan
bila anak dengan gizi buruk disertai keracunan yang parah, terutama pada masa akut
antara 24-96 jam pertama
C. Kortikosteroid
Secara teoritis kortikosteriod diharapkan mampu mencegah fibrosis dan edema paru,
namun beberapa pakar meragukan kegunaannya
D. Pengobatan oksigen dan perbaikan ventilasi
Pengobatan suportif untuk hipoksia adalah perbaikan vertilasi, mencegah dan
mengurangi sumbatan jalan nafas serta pemberian oksigen tambahan. Untuk
mencegah perburukan hipoksia terutama pada kasus berat, seperti pneumatokel dan
pneumotoraks, perlu diberikan oksigen dengan CPAP (continous positive airway
pressure) atau dengan IPPB (intermittent positive pressure breathing) yang
diharapkan memperbaiki proses disosiasi gas dalam paru. Tindakan ini sangat penting
dan merupakan upaya yang paling mendasar.
E. Pencegahan
Yang paling utama adalah kesadaran orang tua bahwa hidrokarbon yang mereka
miliki adalah barang beracun sehingga harus dismpan rapi, pada tempat yang jauh
dari jangkauan anak.

Keracunan Insektisida
Sebagian besar dari keracunan yang terjadi bersifat asimtomatis atau ringan, namun
keracunan yang berat dapat terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Insektisida ini selain masuk
melalui inhalasi dan lambung juga masuk meresap melalui kulit. Mengingat bahan-bahan ini
seringkali dilarutkan dalam distilat minyak tanah, kita harus waspada akan adanya keracunan
hidrokarbon.

Tindakan umum yang perlu diambil adalah,


 Oksigenasi yang cukup apabila perlu dilakukan intubasi untuk menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka
 Tindakan resusitasi yang tepat dan cepat
 Dekontaminasi/eliminasi racun dengan cara muntah/bilas lambung, cuci kulit
dan sebagainya
 Mempercepat eliminasi dengan norit (activated charcoal)
 Tindakan suportif bila perlu

Organofosfat (OP)
Epidemiologi
Organofosfat (OP) menyebabkan fosforilasi dari sisi aktif/ester asetilkolin-esterase, sehingga
mengubah enzim ini menjadi kompleks inaktif yang sangat stabil, oleh karena itu OP
dinamakan irreversible inhibitors of acetyl cholinesterase. Kolinesterase sebenarnya
berfungsi sebagai penghambat efek asetilkolin yang dikenal sebagai salah satu
neurotransmitter, baik pada saraf pusat maupun perifer. Pada saraf perifer pelepasan
asetilkolin bisa berefek nikotinik maupun muskarinik yang keduanya yang menyebabkan
aktivitas autonomik. Organofosfat maupun karbamat menonaktifkan kolinesterase sejati yang
terdapat pada neuron, sambungan neuromuskular dan butir darah merah.

Tanda dan gejala klinis


Gejala klinis timbul sebagai akibat penumpukan asetilkolin dan rangsangan yang berlebihan
pada kelenjar eksokrin dan otot polos.
 SLUD yaitu: Salivation (keluarnya ludah yang banyak), Lacrimation (air mata
mengalir), Urination (terkencing-kencing), Diarrhoea (mencret)
 Miosis
 Penyempitan bronkus dan sekresi yang berlebihan
 Bradikardia sampai AV block
 Kejang otot
 Kebingungan, gelisah, kejang umum, sampai koma
 Depresi pusat pernafasan dan kardiovaskular
Dalam dosis rendah, muskarinik akan mencolok sedangkan pada keracunan berat, gejala
nikotinik dan sentral yang akan tampak sangat jelas. Takikardi dan hipertensi merupakan
tanda keracunan berat dan pasien harus segera diberi tindakan yang cepat dan tepat.

Tatalaksana

a) Pemberian atropin harus segera dilakukan bila diduga adanya keracunan OP yang
berat. Atropin melawan efek sentral dan muskarinik namun tidak memperbaiki efek
nikotonik (kelemahan otot dan diagfragma), sehingga gagal nafas dapat terjadi
meskipun pasien telah mendapat dosis yang cukup. Dosis pada anak dimulai dengan
dosis awal 0,05 mg/kgBB, disusul dosis pemeliharaan 0,02-0,05 mg/kgBB tiap 10-30
menit secara intravena, sehingga timbul gejala atropinisasi, antara lain pupil melebar,
mukosa mulut mengering, kulit menjadi hangat, merah dan kering. Prinsip dosis dan
frekuensi pemberian atropin adalah secara titrasi
b) Pralidoksim (2-PAM, Protapam) adalah antidot OP karena dapat mengaktifkan
kembali kolinesterase yang ditandai membaiknya gerakan diafragma/pernafasan
dengan cepat. Obat ini harus segera diberikan setelah terjadi keracunan. Dosis awal
untuk anak adalah 25-50 mg/kgBB dan diberikan secara tetes selama 15-30 menit
untuk menghindari efek samping. Dosis diulangi setelah 1-2 jam dan kemudian tiap
10-12 jam bila diperlukan, meskipun biasanya tidak diperlukan lebih dari 24 jam.

Karbamat

Epidemiologi
Karbanat merupakan kolinesterase inhibitor yang reversible dengan gejala seperti pada OP
namun lebih ringan dan lebih singkat waktunya. Selain itu karbamat tidak dapat menembus
sawar otak, sehingga tidak tampak efek sentral, namun karbamat lebih mudah diserap lewat
kulit.

Tanda dan gejala klinis


Gejala klinis timbul cepat sekali karena mudahnya zat terserap lewat kulit dan gejalanya
mirip keracunan OP kecuali tanda-tanda sentral.

Tata laksana
 Atropin harus segera diberikan, dalam dosis yang sama seperti keracunan OP namun
biasanya diperlukan jumlah yang lebih rendah.
 Prolidoksim tidak diperlukan, karena reaktivitas berjalan spontan bahkan beberapa
sarjana menyatakan dapat memperkuat keracunan.

Keracunan Makanan

Keracunan makanan adalah keracunan yang tersering sebelum masa penggunaan zat-zat
kimia sebagai upaya manusia untuk menguasai dan mengendalikan alam. Makanan (termasuk
minuman) beracun disebabkan karena (1) makanan tersebut memang mengandung zat-zat
kimia yang berbahaya, misalnya singkong, jamur, dan sebagainya; (2) timbulnya zat beracun
akibat proses penyimpanan, proses pemasakan dsb; (3) tercemar oleh zat racun baik dengan
sengaja (tambahan zat warna, penyedap dan bahan kimia lainnya), maupun oleh
mikroorganisme (Stafilokokus, Salmonella, dan lain-lain). Gejala klinis yang timbul sesuai
dengan pengaruh zat racun yang terkandung pada sistem tubuh. Prinsip tatalaksana sama
dengan tata laksana keracunan pada umumnya, yaitu eliminasi racun, pemberian antidotum,
resusitasi dan tindakan suportif/simtomatis.

Keracunan Singkong (Cassava)

Epidemiologi
Keracunan terjadi karena singkong mengandung glikosida sianogenik linamarin. Zat ini
terdiri dari glukosa, aseton dan asam sianida (HCN)

Tanda dan Gejala Klinis


Adanya HCN dalam jumlah besar akan mengakibatkan kematian dalam waktu singkat akibat
gagal nafas. Pasien mula-mula merasa panas pada perut, mual, pusing, sesak dan lemah.
Pernafasan menjadi cepat dengan inspirasi yang pendek dan bau nafas serta muntahan yang
khas (bau bitter almond). Rasa sesak disusul pingsan, kejang, yang akhirnya pasien menjadi
lemas, berkeringat, mata menonjol dengan pupil melebar, tanpa reaksi. Busa pada mulut
tercampur warna darah dan warna kulit menjadi merah bata (untuk kulit warna terang) dan
sianosis biasanya tidak tampak. Dengan uji Guinard kita dapat menguji singkong yang
disangka, dengan melihat perubahan warna asam pikrat yang kuning menjadi kemerahan
dalam waktu 15 menit sampai 3 jam.

Tatalaksana
Tatalaksana pada umumnya sama dengan keracunan yang lain yaitu, eliminasi racun dengan
jalan muntah atau bilas lambung, menghalangi penyerapan racun lebih lanjut dan pemberian
antidotum. Amil/natrium nitrir dan Na-tiosulfat bekerja-sama dan berpotensiasi dalam proses
detoksifikasi. Na-tiosulfat diberikan dalam konsentrasi 10% secara i.v. diberikan pelan-pelan,
dengan dosis sekitar 0,5 ml/kgBB/kali (sekitar 10-50 ml) dan natrium nitrit 3% ml, i.v. pelan-
pelan.

Resusitasi dan Suportif


Selain pemasangan cairan intravena, pemberian oksigen sangat penting mengingat ikatan
enzim ferisitokrom oksidase dengan sianida bersifat kompetitif dengan oksigen.

Keracunan Makanan Tercemar Bakteri

Epidemiologi
Enterotoksin dilepas pada saat kuman Salmonella atau Stafilokokus tumbuh dalam suhu
hangat. Toksin terdiri dari protein dan mudah dihancurkan dengan panas. Makanan yang
menyebabkan keracunan antara lain: sosis, ikan, ham, susu, dan pada pesta yang besar, gado-
gado atau salad dengan saos (dressing, vla).

Tanda dan gejala klinis


Gejala klinis utama adalah muntah dan diare yang timbul 3-6 jam setelah makanan ditelan,
berlanjut sampai 12-24 jam, dan kemudian mereda. Kadang-kadang timbul nyeri perut hebat,
demam, dehidrasi dan kaku otot.

Tatalaksana
Tatalaksana terutama bersifat suportif dan simtomatis dengan pemberian cairan secara
intravena dan pemberian obat untuk meredam gerakan usus. Makanan yang mengandung
susu, telur, daging yang tidak segera dimakan harus dipanaskan kembali selama 15 menit
untuk menghancurkan toksin tersebut.

Penatalaksanaan

1. Pertolongan Pertama Pada Keracunan


Lampiran berikut disampaikan sebagai panduan bagi klinisi untuk memberikan pertolongan
pertama dalam setting gawat darurat. Dengan pengecualian untuk prosedur pada bagian
Racun yang tertelan, prosedur-prosedur lainnya dapat dilakukan bahkan oleh mereka yang
tidak terlatih.
2. Racun yang Tertelan
Personel yang tidak terlatih diharapkan tidak mencoba memberikan bantuan nila pasien
kejang atau tidak sadar. Bila pasien tertelan bahan yang korosif (asam atau basa) atau produk
petroleum (minyak tanah, bensin, tiner cat, dan sebagainya), maka prosedur pada paragraph 2
di bawah jangan dilakukan.
 Usahakan pasien untuk minum satu/lebih cairan berikut untuk mengencerkan racun
dan menghambat penyerapannya; susu, telur kocok, suspense terigu, starch, atau
kentang tumbuk yang dilumatkan dalam air. Di bawah usia lima tahun, berikan 2
cangkir cairan tersebut. Di atas lima tahun, berikan hingga 1 liter.
 Rangsang pasien agar muntah dengan mengusap dinding faring dan bagian belakang
lidah, menggunakan jari atau ganggang sendok. Jika muntah tidak terjadi berikan satu
sendok makan (15 mL) sirup Ipecac.
 Beri pasien minum pencahar satu sendok makan penuh natrium sulfat (garam
Glauber) yang dilarutkan dalam satu setengah gelas.
 Pertahankan suhu tubuh dengan menggunakan selimut. Hindari sumber panas
eksternal

Racun yang Terhisap


 Bawa pasien menghirup udara segar segera, longgarkan pakaian yang ketat/mengikat.
 Beri pernapasan buatan dengan inflasi langsung jika terdapat depresi pernapasan.
Singkirkan segala obyek dari dalam mulut pasien, dorong dagu paien ke atas, dan
tarik kepala pasien ke belakang sejauh mungkin, lalu berikan napas buatan melalui
mulut atau hidung sampai dada pasien mengembang. Ulangi langkah ini 20 kali per
menit. Gunakan alat resuscitator dari kantor polisi atau sarana kesehatan untuk
memfasilitasi administrasi oksigen.
 Pertahankan suhu tubuh pasien dengan membungkus pasien dalam selimut, bila perlu.

Koontaminasi Kulit
 Bilas kulit dengan air di bak atau pancuran
 Siram kulit dengan air saat melepaskan baju
 Cuci kulit sampai bersih dengan sabun dan air
 Jangan mencoba menggunakan antidot kimia

Kontaminasi Mata
 pegang kelopak mata hingga terbuka, cuci mata dengan air yang mengalir selama 5
menit.
 Jangan mencoba menggunakan antidot kimia.

Racun yang Terinjeksi (overdosis obat)


 Baringkan pasien
 Gunakan tourniket tangan dari karet (0,5 x 24 inch) proksimal dari tempat suntikan.
Denyut nadi distal dari tourniket harus tetap dapat teraba dan pasien jangan sampai
merasa kesemutan. Longgarkan tourniket selama 1 menit setiap 15 menit.
 Taruh kantung es pada tempat suntikan.

Identifikasi Zat Berbahaya yang Tidak Diketahui


Informasi berikut ini berguna untuk mengidentifikasi zat toksik dan sebaiknya diungkapkan
saat anda meminta bantuan ke Pusat Informasi Racun; (1) Jenis zat (padat, cair, gas), (2) Bau
zat, (3) Nama dagang/merk, (4) kegunaan zat tersebut, (5) ada-tidaknya label pada racun
tersebut, (6) peringatan mudah terbakar.
BAB V

LUKA BAKAR

Pendahuluan

 Luka bakar sering dijumpai di UGD


 Luka lepuh sering dijumpai pada anak yang lebih muda
 Anak yang lebih tua cenderung lebih rentan terluka akibat api
 Derajat dan kedalaman luka bakar mungkin tidak terlalu jelas pada pengkajian awal
 Umum dijumpai luka bakar dengan berbagai derajat kedalaman yang berbeda; bagin
tengah biasanya menunjukkan luka bakar yang lebih dalam
 Luka bakar superfisial dapat berkembang menjadi luka bakar yang lebih dalam dalam
24 jam pertama
 Luka bakar dikelompokkan menjadi superfisial, partial thickness, dan full thickness
 Istilah yang lama mengelompokkan luka bakar menjadi derajat pertama, kedua,
ketiga, atau keempat

Pertolongan Pertama

 Hentikan luka bakar dan bantu mengurangi panas


 Bilas dengan air dingin mengalir atau gunakan kassa yang direndam dalam salin
 Hati-hati dengan area luka bakar yaang besar karena berisiko menimbulkan
hipotermia
 Jangan rendam luka dalam air es atau ditempelkan ke es
 Pada area luka bakar yang besar: bungkus dengan selimut yang bersih pada penilaian
awal pasien untuk mengurangi nyeri

Penilaian Awal

Jalan Napas dan Pernapasan

 100% oksigen
 Cari tanda-tanda gangguan: rambut hidung, bulu mata, atau alis mata yang terbakar;
suara serak, stridor; sputum yang berarang;luka bakar perioral atau perinasal
 Amankan jalan napas menggunakan intubasi bila ada tanda-tanda seperti di atas
 Edema jalan napas mungkin terlambat muncul sampai 48 jam
 Penundaan untuk mengamankan patensi jalan napas sampai tanda distres napas
muncul dapat menyebabkan jalan napas tidak mampu dibebaskan sehingga hasil akhirnya
buruk

Tabel 53.1 Penilaian Derajat Luka Bakar

Superfisial (derajat pertama)  Eritema, kering, pengelupasan


epidermis, nyeri
 Mengelupas dengan tekanan
 Sembuh tanpa parut dalam 4-5
hari
 Tidak diikutsertakan dalam
penghitungan totalivas permukaan
luka bakar (totalburn surface area,
TBSA)
 Contoh: terbakar matahari
Partial thickness  Merah atau bebercak,
pengelupasan epidermis atau lepuh,
(derajat kedua)
lembap, dan nyeri
1. Partial thickness superfisial: <50%  Sembuh dengan parut minimal
dermis dalam 7-10 hari
2. Partial thickness dalam: >50% dermis  Biasanya lebih tidak nyeri krena
serabut saraf melepuh
 Putih, permukaan pucat
 Memerlukan 2-3 minggu atau
lebih untuk sembuh
 Mungkin sulit dibedakan dari luka
bakar full thickness
 Sering dijumpai parut
 Sering kali dijumpai graft kulit
 Rujuk ke bedah plastik bila luka
bakar tidak membaik dalam 7-10 hari
Full thickness (derajat ketiga)  Melibatkan dermis sepenuhnya
 Putih, seperti kulit,berlilin, kering,
tidak nyeri
 Tidak berdarah, tidak ada
pengisian kapiler kembali
 Risiko tinggi terkena infeksi dan
kehilangan cairan
 Tidak dapat mengalami re-
epitelisasi, sembuh dari bagian
perifer
 Butuh beberapa minggu untuk
sembuh
 Segera rujuk ke bedah plastik
 Kebanyakan memerlukan graft
kulit
Derajat keempat  Melibatkan fasia, otot, dan tulang
dibawah luka
 Dijumpai pada luka bakar listrik
yang berat
 Memerlukan konsultasi ke bagian
bedah plastik segera

 Jangan mengandalkan hasil Rontgen toraks karena hasilnhya mungkin saja normal
 Pikirkan kemungkinan bronkoskopi atau laringoskopi untuk memvisualisasi jalan
napas secara langsung
 Cedera jalan napas bagian atas biasanya disebabkan oleh cedera termal langsung;
cedera jalan napas bagian bawah disebabkan oleh zat kimia atau toksin dari inhalasi asap,
menyebabkan pneumonitis kimiawi

Sirkulasi
 Nilai lokasi dan kedalaman luka bakar, TBSA, luka bakar keliling
 Nilai TBSA menggunakan rule of 9, atau telapak tangan anak = 1% TBSA
 Sesuaikan rule of 9 menurut usia pasien
 Mulai pemberian NS atau RL sebesar 20 cc/kg sembari menilai luka bakar
 Gunakan formula Parkland jika TBSA >10%:
4 mL x berat badan (kg) x %TBSA luka bakar partial dan full thickness

 Berikan separuh volme cairan dalam 8 jam pertama, separuhnya lagi dalam 16
jam berikutnya
 Tambahkan cairan rumatan yang mengandung dekstrosa 5% pada anak berusia <5
tahun
 Gunakan cairan yang sudah dihangatkan pada anak yang lebih muda
 Akses vaskular mungkin agak sulit diperoleh: jika perlu, gunakan akses intraoseus
atau lakukan kanulasi menembus kulit yang terbakar
 Kateter Foley untuk memantau keluaran urin secara ketat

Kriteria Pemindahan Pasien ke Unit Luka Bakar/Rawat Inap

 Luka bakar partial atau full thickness dengan TBSA >10% pada anak berusia <10
tahun
 Luka bakar partial atau full thickness dengan TBSA >20% pada anak berusia >10
tahun
 Luka bakar full thickness TBSA >5% pada semua usia
 Luka bakar mengenai wajah, mata, telinga, tangan, kaki, genitalia, atau sendi-sendi
utama
 Luka bakar listrik termasuk tersambar petir
 Luka bakar kimiawi
 Cedera inhalasi
 Luka bakar pada pasien yang sudah menderita suatu penyakit tertentu
 Luka bakar yang berkaitandengan trauma mayor (misalnya, fraktur)
 Luka bakar pada pasien yang memerlukan rehabilitasi sosial, emosi, dan/atau
rehabilitasi jangka-panjang termasuk curiga penganiayaan anak dan penyalahgunaan obat
Tata Laksana

Luka Bakar Superfisial

 Pelembap dan acetaminophen/ibuprofen

Luka Bakar Partial atau Full Thickness

 Bersihkan dengan salin hangat


 Jaga pasien tetap hangat untuk menghindari hipotermia
 Debrideman lepuh masih diperdebatkan
 Lepuh harus dibersihkan bila akan pecah atau ukurannya besar
 Lepuh kecil dapat dibiarkan saja asalkan tidak mengganggu perawatan luka
 Kontrol nyeri sering kali tidak adekuat: penutupan luka dengan selimut yang bersih
sangat mengurangi nyeri; analgesia narkotik sering kali diperlukan
 Salep antibiotik topikal pada luka bakar minor (misalnya, Polysporin ® atau
Bactroban®) serta penutup nonadhesif seperti kassa petroleum, diikuti oleh penutup kassa
yang kering
 Konsultasi dengan bedah plastik mengenai penggunaan krem topikal lain seperti
sulfadiazine perak (Flamazine®) atau nitrat perak, atau penutup oklusif sintetik lain
(misalnya, Biobrane®)
 Penutupdiganti tiap 2 hari pada partial thickness superfisial; penutup diganti tiap hari
pada luka bakar full thickness atau partial thickness dalam
 Luka bakar tangan:
 Balut tiap jari secara terpisah
 Naikkan eksremitas (pasang sling)
 Slab volar hingga ujung jari sampai ditemui oleh ahli terapi okupasional
 Tetanus toxoid: lakukan imunisasi bila >5 tahun sejak imunisasi terakhir

Komplikasi

 Infeksi luka
 Sulit dibedakan dengan penyembuhan luka karena sama-sama terdapat eritema,
edema, dan nyeri tekan
 Jika demam, malaise, atau gejalanya memburuk, pikirkan kemungkinan infeksi
 Dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan luka bakar yang lebih dalam
 Perlu dirawat inap dan mendapat antibiotik IV
 Sepsis
 Syok akibat luka bakar
 Edema akibat luka bakar
 Eskarotomi
 Rabdomiolisis
 Cedera inhalasi
 Hipermetabolisme

Luka Bakar Kimiawi

Terbakar Zat Asam

 Nekrosis koagulasi membatasi kedalaman dan penetrasi luka bakar


 Penelanan zat kimia asam menyebabkan cedera lambung →striktur

Terbakar Zat Basa

 Nekrosis likuefaksi: penetrasi lebih dalam, luka bakar lebih signifikan


 Penelanan → cedera GI yang signifikan dan perforasi, striktur esofagus

Tata Laksana

 Lepas semua baju


 Irigasi air mengalir selama minimal 30 menit
 Jangan menetralisasi luka bakar: menyebabkan reaksi eksotermik dan luka bakar lebih
lanjut
 Ukur pH 15 menit setelah irigasi untuk menilai efek irigasi (zat alkali lebih tidak larut
air dan membutuhkan waktu lebih lama untuk dinetralisasi)
 Ingesti: jangan picu emesis; karbon aktif dikontraindikasikan
 Endoskopi diagnostik, diminta meminum susu atau air
Luka Bakar Listrik

 Kebanyakan cedera disebabkan oleh kontak dengan listrik tegangan rendah


 Energi suhu dilepaskan sesuai dengan jumlah arus listrik yang melalui jaringan
 Pendekatannya sama dengan luka bakar tetapi diperlukan lebih banyak cairan karena
cedera sangat dalam
 Jika cedera listrik terjadi di bibir dan mulut, perdarahan dari arteri labialis dapat
terjadi 1-2 minggu kemudian ketika eskar terangkat
Lihat juga Bab 58, Cedera Listrik

Tanda Klinis dan Gejala

 Kutaneus: luka bakar akibat api, kilat, lecutan listrik, kuli sianotik dan berbecak
 Efek terhadap jantung: disritmia jantung, kerusakan miokardium
 Cedera muskuloskeletal: edema jaringan dan nekrosis, sindrom kompartemen
 Gagal ginjal: kerusakan hipoksik, kerusakan tubulus ginjal akibat klebihan endapan
mioglobin dari kerusakan otot yang luas
 SSP: sensasi nyeri, penurunan kesadaran, paralisis pusat pernapasan, kebingungan,
paralis motorik, gangguan penglihatan, tuli, defisit sensorik, hemiplegia, kuadriparesis,
kejang, amnesia, disorientasi, perdarahan intrakranial

Mengatasi anak luka bakar / Tersiram Air Panas

Tersiram air panas merupakan salah satu penyebab luka bakar yang sering pada anak.
Inilah yang bisa dilakukan.

Mengenali tipe luka bakar yang terjadi

Jika anak tersiram air panas, pertama kali kenalilah derajat keparahan luka bakar, ini akan
menentukan apakah anak perlu di bawa ke rumah sakit atau tidak.

Luka bakar derajat satu:


Paling ringan, luka terbatas pada lapisan kulit paling luar. Tandanya: kemerahan, nyeri,
sedikit bengkak, kulit kering tetapi tidak ada lepuh. Kulit di area yang terkena biasanya
berubah pucat jika ditekan. Bisa sembuh sendiri dalam waktu 5-10 hari.

Luka bakar derajat dua:

Kerusakan kulit meliputi kulit paling luar (epidermis) dan sebagian kulit bagian dalam
(dermis).

Tandanya: reaksi radang lebih berat, kulit tampak berair disertai lepuh (gelembung berisi
cairan). Area juga terasa nyeri sehingga anak akan menangis disebabkan iritasi ujung saraf.
Permukaan area luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi dari kulit
normal.

Waktu penyembuhan: pada luka bakar derajat dua yang dangkal, dapat sembuh sendiri dalam
waktu 10-14 hari. Pada luka bakar derajat dua dalam, yaitu bila folikel rambut, kelenjar
keringat dan sebasea terkena meski hanya sebagian kecil, penyembuhan menjadi lebih lama
bisa mencapai satu bulan.

Luka bakar derajat tiga:

Merupakan yang paling berat dan mengenai seluruh lapisan kulit hingga jaringan di
bawahnya.

Tandanya: Tidak ada lagi lepuh dan anak tidak merasa nyeri karena ujung saraf rusak. Area
kulit yang terkena berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah daripada kulit normal.
Folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea ikut rusak.

Penyembuhan tergantung keparahan. Pada yang parah, bisa dilakukan transplantasi kulit
untuk menggantikan kulit yang hilang.

Langkah selanjutnya sesuai dengan tipe luka bakar yang terjadi:

Jika luka bakar derajat satu:

1. Jika sempat, bukalah pakaian si anak di area yang terkena air panas.

2. Alirkan air sejuk (tetapi tidak dingin) di area tersebut, bisa juga di kompres hingga nyeri
berkurang (jangan memakai es karena akan memperlama penyembuhan).
3. Jangan menggunakan mentega, odol, bedak, atau apapun yang katanya dapat digunakan
untuk luka bakar sebab bisa meningkatkan risiko infeksi.

4. Cucilah area yang terkena dua kali sehari dengan sabun cair. Jangan mengutak-atik lepuh
yang berisi cairan karena berfungsi melindungi kulit dari infeksi. Saat lepuh pecah, bersihkan
sisa-sisa kulit yang tertinggal, dan berikan salep antibiotik atau antiseptik lalu tutup dengan
perban steril. Ganti perban setiap kali luka dicuci.

5. Jika keluhan nyeri amat mengganggu aktivitas si anak, dapat diberikan asetaminofen atau
ibupro fen diminum sesuai dosis. Kompres air sejuk juga bisa mengurangi nyeri.

Jika luka bakar derajat dua dalam atau derajat tiga:

1. Segera bawa ke unit gawat darurat rumah sakit

2. Sebelumnya, lakukan tindakan sesuai luka bakar derajat satu

3. Baringkan anak dengan posisi area yang terkena lebih tinggi

4. Pastikan area tersebut bebas dari pakaian ataupun ikatan

5. Selimuti luka bakar dengan handuk bersih yang dilembabkan, jaga jangan sampai anak
kedinginan atau kepanasan.

Bawa anak ke rumah sakit bila:

1. Luka bakar termasuk derajat dua atau tiga

2. Area yang terkena air panas cukup luas, yaitu lebih dari 15-20% permukaan tubuh. Luka
bakar bisa menyebabkan

kematian karena kehilangan cairan tubuh dan reaksi inflamasi yang berlebihan. Semakin luas
area terkena, semakin

besar kemungkinan itu terjadi.

3. Luka bakar terjadi di wajah, kepala, tangan, persendian, dan area kemaluan.

4. Luka bakar tampak bernanah, membengkak, dan kulit normal di sekitarnya tampak ikut
memerah.

Anda bisa menelpon atau datang ke dokter di lain hari, bila terjadi:
1. Luka bakar terinfeksi

2. Tidak sembuh-sembuh dalam sepuluh hari

3. Anak tampak makin sakit

4. Jika ada kekhawatiran terjadi sesuatu pada anak.


BAB VI

KEGAWAT DARURATAN PADA KORBAN TENGGELAM

A. Latar Belakang
Pertolongan pertama dalam kegawatdaruratan merupakan pertolongan secara cepat
dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau
terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang
tersedia pada saat itu dan di tempat yang dibutuhkan.

Pada korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama merupakan tindakan wajib
yang harus dilakukan segera mengingat pada kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan
pola nafas yang adekuat karena dalam hitungan jam korban tenggelam akan mengalami
hipoksemia, yang selanjutnya akan mengalami anoksia susunan syaraf pusat, hingga terjadi
kegagalan resusitasi dan jika tidak segera diberikan pertolongan akan menimbulkan kematian
dalam 24 jam setelah kejadian.

Dalam hal ini, maka pertolongan kegawatdaruratan dengan pasien tenggelam harus
dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya kolaps pada alveolus, lobus
atas atau unit paru yang lebih besar. Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini tentunya
harus dilakukan secara benar dengan tujuan untuk mencegah kondisi korban lebih buruk,
mempertahankan hidup serta untuk peningkatan pemulihan.

B. Drowning (Tenggelam)
1. Definisi

Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke


dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.

2. Etiologi
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
3. Manifestasi Klinik

a. Koma
b. Peningkatan edema paru
c. Kolaps sirkulasi
d. Hipoksemia
e. Asidosis
f. Timbulnya hiperkapnia
4. Kondisi Umum dan Faktor Resiko Pada Kejadian Korban Tenggelam

a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24
tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan
atau permainan di luar batas.
5. Komplikasi

a. Ensefalopati Hipoksik
b. Tenggelam sekunder
c. Pneumonia aspirasi
d. Fibrosis interstisial pulmoner
e. Disritmia ventricular
f. Gagal Ginjal
g. Nekrosis pancreas
h. Infeksi
6. Klasifikasi Tenggelam

a. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban


1) Typical Drawning: Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan
korban saat korban tenggelam.
2) Atypical Drawning
a) Dry Drowning: Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang
masuk ke dalam saluran pernapasan.
b) Immersion Syndrom: Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke
dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal
yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh
darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi
serebral.
c) Submersion of the Unconscious: Sering terjadi pada korban yang menderita
epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau
peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air.
d) Delayed Dead: Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari
24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
b. Berdasarkan Kondisi Kejadian
1) Tenggelam: Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah
yang banyak sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran
nafas atas tepatnya bagian apiglotis akan mengalami spasme yang
mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui oleh
udara yang sangat sedikit.
2) Hampir Tenggelam: Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan
membatukkan air keluar.

C. Kegawatdaruratan Pada Korban Tenggelam


1. Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada
korban hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi
perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan
bahan asing lain dapat member cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi
jalan nafas.
2. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat.
Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau
karena hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir
tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2)
dan gangguan keseimbangan asam-basa.
3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi
penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak
dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra
kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami
penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan
hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan
fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita
yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam
4. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya
tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria,
oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis
akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke
ginjal.
5. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu
menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang
diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan
elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan
perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia dan
hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan aspirasi air
tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia.
Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.

D. Penanganan Pertama Pada Korban Tenggelam


1. Prinsip pertolongan di air :
1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).
2) Lempar ( alat apung ).
3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
2. Penanganan Korban
a. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
b. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala,
leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk
menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah
sebelum menaikan penderita ke darat.
c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk
memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang
perjalanan.
d. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
e. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
f. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
g. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Botma M, et al. A parent’s kiss : evaluating an unusual method for removing nasal foreigen
bodies in children. J Laryngol Otol. 2000 ; 114 (8) : 590-600.

Douglas SA, et al.Magnetic removal of a nasal foreign body. Int j Pediatr Otorhinolaryngol
2002 ; 62 (2) : 165-167

Lichenstein R, et al. Nasal wash technique for nasal foreign body removal. Pediatr Emerg
Care. 2000 ; 16 (4) : 307.

Schunk J. Foreign body ingestion / aspiration. In : Fleisher GR, Ludwig S, Henreitig F, eds.
Textbook of Pediaatric Emergency Medicine. 4th ed. Philadelphia : Lippincott Williams
& Wilkins ; 2000 : 267-273.

Moenadjat Y. Luka bakar, penatalaksanaan awal dan permasalahannya. Dalam: Ramli M,


Umbas R, Panigoro SS,
penyunting. Kedaruratan Non Bedah dan Bedah. Balai Penerbit FKU: Jakarta, 2000

Burns. Emergencies: what to do. Kidshealth for parents. Tersedia dalam: kidshealth dot com

University of Michigan Health System. Schmitt BD, MD. Burns (Thermal). McKesson
Health Solutions LLC. 2002.

Anda mungkin juga menyukai