Anda di halaman 1dari 31

ISLAM DAN DAKWAH

Diajukan sebagai salah satu syarat Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil/I (satu) Mata
Kuliah Pengantar Studi Islam T.A. 2012-2013

LILIS MUSLICHA

12214210410

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TARBIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

2012 M / 21 Shafar 1434 H


KATA PENGANTAR

  




Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah SWT., atas berkat, rahmat dan limpahannya saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang patut kita jadikan pegangan bagi seluruh umat manusia.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dorongan dan semangat motivasinya dalam membuat makalah ini dari awal hingga
selesai. Berkat dorongan itulah, yang membuat saya semakin terdorong untuk
menyelesaikannya walaupun jauh dari target awal.
Makalah yang berjudul "Islam dan Dakwah" ini diajukan untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Pengantar Studi Islam yang diajar oleh dosen bapak
Auladi Rahman.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-
kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan makalah ini lebih lanjut, akan saya terima dengan senang
hati.
Terima kasih. Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

04 Januari 2013

Lilis Muslicha

ii | I s l a m d a n D a k w a h
DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii

Daftar Isi.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Dakwah................................................................................................. 3
2.2 Manajemen Dakwah ............................................................................. 7
2.3 Metode Dakwah ................................................................................... 12
2.4 Kode Etik Dakwah ............................................................................... 19
2.5 Media Dakwah ..................................................................................... 21
2.6 Tokoh Dakwah ..................................................................................... 21
2.7 Merealisasikan Dakwah ....................................................................... 23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................... 25
3.2 Saran-saran ........................................................................................... 25
3.3 Penutup ................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 27

iii | I s l a m d a n D a k w a h
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah sebuah agama yang rahmatan lil’alamiin, yang akan


memberikan keberuntungan bagi kehidupan manusia karena Islam yang berupa teori
besar tentang kehidupan ini menyiapkan tatanan, arahan dan sousi hidup dimana
manusia berada. Kemudian, melahirkan konsep kehidupan bagaimana kehidupan ini
harus dijalani. Setelah konsep itu terlahirkan, maka harus didakwahkan,
disosialisasikan untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan nyata agar bisa
diamalkan sesuai dan pas dengan lingkungan dimana manusia berada dan sesuai pula
dengan kebutuhan yang dirasakan. Dari kondisi yang demikian ini Islam akan
melahirkan kesejahteraan dan kedamaian bagi kehidupan penganutnya dan
masyarakat sekitarnya.

Dakwah merupakan sesuatu yang tidak mudah. Perlu perjuangan, tetes darah,
keringat dan air mata dalam menjalankannya. Sangat diperlukan jiwa kesabaran
dalam meneruskan estafet dakwah Rasulullah SAW. Tapi kita sebagai manusia tidak
boleh terus berkeluh kesah dan putus asa dalam melainkan harus bangkit dan
berjuang dalam menjalankannya. Karena bila kita telah berjuang dengan bersungguh-
sungguh, insya Allah kita akan diberi jalan kemudahan oleh Allah SWT dan kita akan
terasa mudah dalam meneruskan estafet dakwah Rasulullah SAW.

Dakwah adalah keniscayaan yang telah dibuktikan oleh generasi ke generasi


terbaik umat ini. Sebagaimana kisah kepahlawanan para sahabat hasil didikan
Rasulullah panutan umat. Dakwah pula yang mengubah dunia dari seonggok akhlaq
sampah menjadi sebuah tatanan akhlaq indah dan karimah. Dakwah ini menjadi
sumber energi yang harus hadir sedini mungkin sebagaimana musuh Allah pun

1|Islam dan Dakwah


menyiapkan generasi sejak dini agar menjadi penghambat dakwah dan peruntuh
cahaya ilahiyah. Dakwah adalah sebuah telaga yang menyejukkan bagi yang
memandangnya dan yg meminum airnya. Dakwah pula layaknya lebah yang
memberikan seutuhnya manfaat untuk manusia bukan untuk dirinya. Dan dengan
dakwah itu pula yang akan menjadi saksi keimanan, ketaqwaan, dan yang
menyelamatkan kita di suatu masa yang menjadi jalan akhir kehidupan.

Bila kita membandingkan dakwah yang kita lakukan dengan dakwah yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta sahabatnya, masih jauh perjuangan kita
dibandingkan perjuangan Rasulullah SAW karena beliau beserta sahabatnya telah
mempertaruhkan harta dan jiwanya dalam menegakkan dakwah. Namun, percayalah
bahwa manisnya perjuangan dakwah akan terasa setelah berlelah-lelah maka kita
akan memiliki sifat bersyukur, sabar serta tawakal dalam menjalaninya.

2|Islam dan Dakwah


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dakwah
2.1.1 Definisi Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti: ajakan, seruan,
panggilan, undangan. Jadi, definisi Ilmu Dakwah secara umum ialah: Suatu
ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntutan, bagaimana menarik
perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu
ideologi, pendapat, pekerjaan yang tertentu.

Adapun definisi Ilmu Dakwah menurut Islam ialah: Mengajak manusia


dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di
akhirat.1

2.1.2 Urgensi Dakwah

Meskipun diakui adanya perbedaan, tidak bisa kita pungkiri adanya titik-
titik temu yang menghubungkan budaya Islam secara universal. Salah satu
titik temu itu berupa komitmen masing-masing pribadinya pada kewajiban
menjalankan setiap usaha untuk menciptakan masyarakat yang sebaik-baiknya
di muka bumi ini. Oleh karena itu, urgensi dakwah semakin diperlukan tatkala
manusia modern semakin lupa tujuan hidupnya. Mereka hanya menjadikan
dunia sebagai orientasi dan tujuan, suatu yang sangat terbatas. Jauh dari yang
dipesankan agama, kehidupan di kemudian hari yang kekal abadi.

1
Prof. Toha Jahja Omar, M. A., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Widjaya Jakarta), 1983, h. 1.

3|Islam dan Dakwah


2.1.3 Hakikat dan Ruang Lingkup Dakwah

“Mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk, dan menyuruh


berbuat baik dan mencegah berbuat munkar untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan kebahagiaan akhirat.”

Dari ungkapan di atas dapatlah dipahami bahwa dakwah pada hakikatnya


adalah segala aktivitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari
satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan Islami kepada nilai
kehidupan yang Islami. Aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan
mengajak, menyeru, tanpa tekanan, dan paksaan, dan bukan pula dengan
bujukan dan rayuan pemberian sembako, dsb.2

2.1.4 Tujuan Dakwah

Tujuan program kegiatan dakwah dan penerangan agama tidak lain adalah
untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman
ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama.
Sedangkan Barmawie Umary merumuskan tujan dakwah adalah memenuhi
perintah Allah SWT dan melanjutkan tersiarnya syari’at Islam secara merata
karena dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku
manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas
iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri
tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun.3

Tujuan berdakwah dalam Al-Qur’an yaitu untuk menghidupkan hati yang


mati, agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah,
untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, untuk menegakkan
agama dan tidak terpecah-belah, mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus,

2
M. Munir, S.Ag., dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), 2003, h. xv.
3
Fakhrurozi, Aktivitas Dakwah Hasan Al-Banna, (Semarang: Usulan Skripsi), 2009, h. 15-16. Kutipan
dari Barmawie Umary dalam bukunya yang berjudul “Azas-azas Ilmu Dakwah”, (1980: 55).

4|Islam dan Dakwah


dan untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke
dalam lubuk hati masyarakat.

2.1.5 Unsur-unsur Dakwah

Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam


setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’I (pelaku) dakwah,
mad’u (penerima) dakwah, maddah (materi) dakwah, wasilah (media)
dakwah, dan atsar (efek) dakwah.

Pertama, Da’I (pelaku) Dakwah. Da’I adalah orang yang melaksanakan


dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara
individu, kelompok, atau lewat organisasi/lembaga. Adapun sebagai da’I
harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas, keyakinan yang teguh dan
mempunyai hubungan terus menerus dengan Allah SWT. Akhlak yang
dimilikinya pun harus sesuai dengan Islam seperti yang diterangkan Allah
SWT di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam
sunnahnya, serta dipraktekkan oleh para sahabat dalam amal perbuatan
mereka.

Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan


muslimat menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama.
Ahli dakwah adalah wa’ad, mubaligh mustama’in (juru penerang) yang
menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.4 Da’I
juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam
semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan
solusi, terhadap problema yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang

4
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta:
Kencana), 2006, h. 22. Kutipan dari H. M. S. Nasaruddin Lathief dalam bukunya yang berjudul “Teori
dan Praktik Dakwah Islamiyah”, halaman 20.

5|Islam dan Dakwah


dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak
salah dan tidak melenceng.5

Kedua, mad’u (penerima) Dakwah. Mad’u adalah seluruh umat manusia


karena agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah
agama yang terakhir dan bersifat universal. Seluruh umat manusia dituntut
untuk menerimanya selama dia berakal, apakah dia laki-laki atau perempuan,
tanpa memandang kepala kebangsaan warna kulit, pekerhaan, daerah tempat
tinggalnya. Oleh karena itu, dakwah Islam tidak tertuju kepada bangsa
tertentu, tingkatan tertentu, golongan tertentu, melainkan Al-Qur’an yang
menjadi dasar dakwah itu sendiri hanya menyebutkan manusia saja. Itu
tandanya, yang belum beragama Islam dakwah bertujuan untuk mengajak
mereka mengikuti agama Islam, sedangkan kepada yang beragama Islam
dakwah bertujuan untuk menngkatkan kualitas iman, islam dan ihsan.

Hak mad’u atau penerima dakwah ialah agar mereka ditemui dan diajak,
yaitu juru dakwah harus datang menemuinya dan menyerunya ke jalan Allah
SWT dan tidak patutlah seorang da’I hanya tinggal diam atau menanti
kedatangan mereka dirumah. Tugas Rasulullah SAW adalah menyampaikan,
dalam penyampaiannya kadang-kadang memaksa Rsul berpindah ke tempat
yang dikehendakinya karena kemungkinan dakwahnya belum sampai ke
daerah itu atau telah sampai namun belum ada perhatian untuk menerimanya.
Oleh karena itulah, Rasul harus mengunjungi tempat-tempat itu untuk
menyampaikan dakwah. Kecintaan Rasul kepada ummat manusia dan
keinginannya untuk menghindarkan mereka dari kekufuran iulang yang
memaksanya pergi ke tempat-tempat dan rumah-rumah penerima dakwah
untuk menyampaikan dakwah. Untuk itulah, para da’I hendaknya mengikuti
jejak para Rasul untuk mengunjungi daerah dan damping penerima dakwah

5
Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni antara Kelembutan dan
Ketegasan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), 1997, h. 18.

6|Islam dan Dakwah


untuk menyampaikan dakwahnya dan alangkah baiknya jika para da’I selalu
bertebaran di setiap lorong dan kampong untuk menyampaikan dakwah.6

Ketiga, maddah (materi) dakwah. Maddah adalah isi pesan atau materi
dakwah yang disampaikan da’I kepada mad’u dan yang menjadi maddah
dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Materi dakwah dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu masalah akidah7 (keimanan), masalah syariah, masalah
mu’amalah, dan masalah akhlak.

Keempat, wasilah (media) dakwah. Wasilah adalah alat yang digunakan


untuk menyampaikan materi dakwah berupa ajaran Islam kepada mad’u.
untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan
berbagai wasilah. Medianya bisa berupa lisan, tulisan, lukisan, audiovisual
(dapat merangsang indra manusia), akhlak (melalui perbuatan-perbuatan
nyata).

Kelima, atsar (efek) dakwah. Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan
menimbulkan reaksi artinya jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da’I
dengan materi dakwah, maka akan timbul respons dan efek pada mad’u. efek
itu sendiri bisa timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan yang
meliputi segala apa yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Selain
itu juga merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola
tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.

6
Dr. Abdul Karin Zaidan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah), 1980, h. 112-114.
7
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta:
Kencana), 2006, h. 24. Kutipan dari “Ensiklopedia Tematis Dunia Islam” (2002: 9-11) “Akidah
(‘aqidah) secara harfiah berarti “sesuatu yang tersimpul secara erat atau kuat” yang mengandung
pengertian “Pandangan pemahaman, atau ide (tentang relitas) yang diyakini kebenarannya oleh hati.”
Yakni, diyakini kesesuaiannya dengan realitas itu sendiri. Apabila suatu pandangan, pemahaman, atau
ide diyakini kebenarannya oleh hati seseorang, maka berarti pandangan paham, atau ide itu telah
terikat di dalam hatinya. Dengan demikian, hal itu sering disebut sebagai akidah bagi pribadinya.
Hubungan apa yang diyakini oleh hati seseorang dan apa yang diperbuat (amalnya) bersifat kualitas;
akidah menjadi sebab dan amal perbuatan menjadi akibat.”

7|Islam dan Dakwah


2.2 Manajemen Dakwah

Manajemen dakwah merupakan sebuah pengaturan secara sistematis dan


koordinatif dalam kegiatan atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum
pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah. A. Rosyid Shaleh
mengartikan manajemen dakwah sebagai proses perencanaan tugas,
mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga
pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakkan kea
rah pencapaian tujuan dakwah.8

Secara klasik, manajemen muncul ribuan tahun yang lalu ketika manusia
berusaha untuk melakukan sebuah pengorganisasian dan pengendalian
kegiatan-kegiatan manusia. Manajemen ini dimulai sejak pada zaman
prasejarah (sebelum 1 Masehi). Perkembangan ilmu administrasi termasuk di
dalamnya ilmu manajemen, telah tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
peradaban manusia yang dipengaruhi oleh agama-agama besar dunia.
Sementara itu, sejarah perkembangan manajemen dunia tumbuh dan
berkembang pesat karena dibutuhkan untuk mengatur dan bekerja sama secara
simbiosis dalam dunia industri, pertanian, pendidikan, dan lain-lain.

Dalam sejarah perkembangannya, manajemen telah dipengaruhi oleh


agama, tradisi, adat istiadat, dan sosial-budaya. Maka Islam dalam
memandang manajemen berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia itu
memiliki potensi positif yang dilukiskan dengan istilah hanif.9 Sebagaimana
diketahui bahwa ilmu manajemen itu berkembang sepanjang perkembangan
dan perjalanan manusia yang terus akan berubah. Keterkaitan antara
manajemen dan watak hanif adalah watak hanif akan menyebabkan manusia
cenderung untuk memilih yang baik dan benar dalam seluruh kehidupannya

8
A. Rosyid Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta:Bulan Bintang), 1993, h. 123.
9
Hanif yaitu lurus atau condong, sehingga agama yang hanif adalah agama yang lurus menuju Tuhan.

8|Islam dan Dakwah


tergantung latar belakang kehidupannya. Sedangkan standar penilaian tentang
baik dan benar itu dapat diukur dengan latar belakang pendidikannya dan
pengalamannya. Manajemen yang didasari oleh jiwa tauhid akan melahirkan
kesadaran diri yang sangat kuat sehingga mereka mampu mengendalikan diri,
mampu mendayagunakan seluruh potensinya secara tepat pada tempatnya ia
harus menempatkannya, dan mampu melakukan pilihan-pilihan dengan
memaknai tolok ukur kebenaran yang diyakininya. Maka, setiap keputusan
yang dipilih akan membawa konsekuensi pertanggungjawaban, tidak hanya di
dunia, melainkan di akhirat pun harus dipertanggungjawabkan atas segala
sikap dalam perilakunya.

Potret Manajemen dalam Kehidupan Rasulullah SAW dalam


menjalankan dakwahnya yang ditujukan kepada orang-orang yang serumah
dengannya, kepada orang-orang yang bersahabat dengannya, dan kepada
orang-orang yang agak dekat dengan beliau. Setelah itu barulah secara terbuka
Nabi Muhammad berdakwah kepada masyatakat luas, yaitu kaum Quraisy dan
masyarakat Mekkah pada umumnya. Dilihat dari objek dakwahnya,
mengandung gambaran berlangsung secara bertahap dan menunjukkan sebuah
pemikiran yang cermat dalam mencapai sasaran yang dikehendaki. Mula-mula
secara tersembunyi akan tetapi setelah mendapatkan pengikut yang kuat,
disiplin dan militan, baru kemudiam menyebarkan dakwah secara terbuka.

Rasulullah saw telah mendakwahkan Islam dengan cara-cara atau metode


yang sangat tepat, sebab dakwah beliau itu merupakan manifestasi ajaran
Islam yang sangat tepat, sebab dakwah beliau itu merupakan manifestasi dari
pada ajaran Islam dan mendapatkan tuntunan dan petunjuk dari Allah. Cara-
cara dakwah rasul itu jauh lebih sempurna dari metode yang ditemukan oleh

9|Islam dan Dakwah


ilmu pengetahuan modern, sehingga tidak mengherankan jika dakwah rasul
tidak habishabisnya diselidiki hingga sekarang.10

Dari sudut pembinaan masyarakat Islam, pertama-tama yang dilakukan


oleh Rasulullah SAW adalah membentuk pribadi muslim dengan roh dan jiwa
tauhid. Pada periode Mekkah yang berlangsung sekitar sepuluh tahun,
prioritas utama dakwahnya adalah perubahan seorang Arab menjadi seorang
muslim. Setelah pasca-Mekkah atau yang lebih dikenal dengan periode
Madinah barulah dilakukan masyarakat Islam.

Muhammad Abdul Jawal dalam bukunya “Menjadi Manajer Sukses”


mengemukakan bahwa secara umum tindakan Rasulullah SAW dalam
menjakankan dakwahnya berupa, mengatur tingkatan dakwah, mengatur dan
menata pakaian, mengatur dan menata makanan, mengangkat pemimpin
dalam setiap kelompok, mengatur jalannya kehidupan, mengatur waktu,
mengatur cara penyampaian dakwah, mengatur langkah-langkah strategi
berdakwah, dan mengatur penempatan orang secara tepat. Semua kebijakan
yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW tidaklah berjalan secara alamiah
saja, melainkan melalui proses panjang yang memerlukan pemikiran,
perencanaan, serta pengorganisasian yang tepat dan cermat dalam pencapaian
tujuan. Maka tak heran jika pada akhirnya dakwah yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW dapat mencapai sukses yang gemilang.

Kehidupan berdakwah Rasulullah SAW dan para sahabatnya, dalam


seluruh dinamikanya, termasuk keberhasilan mereka memunculkan
masyarakat madani di Madinah, yang merupakan koreksi terhadap masyarakat
Yastrib yang jahil, adalah contoh konkret keberhasilan berdakwah dalam
pengertian yang komprehensif. Dan itu semua tidak berlaku begitu saja,
melainkan membutuhkan sebuah serangkaian perjuangan yang panjang yang

10
Fakhrurozi, Aktivitas Dakwah Hasan Al-Banna, (Semarang: Usulan Skripsi), 2009, h. 73

10 | I s l a m d a n D a k w a h
tidak lepas dari apa yang sekarang biasa disebut dengan ‘amaliyyah al
‘idaariyyah (aktivitas manajerial) sebagai usaha mewujudkan tujuan-tujuan
dakwah dengan mempergunakan tenaga dan memanfaatkan sumber-sumber
yang ada.

Adapun peranan manajemen dakwah saat ini, yaitu masyarakat dunia


berada dalam era modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan yang paling menonjol di bidang teknologi adalah dengan
lahirnya teknologi dan informasi yang canggih. Mengingat pengertian dan
lapangan dakwah sangat luas dan tentu tidak dapat dilaksanankan secara
sendiri-sendiri, maka aktivitas dakwah harus dikelola secara baik dalam
sebuah organisasi dakwah agar dapat berjalan efektif dan mencapai tujuan
yang diinginkan. Dalam sebuah organisasi dakwah peranan manajemen sangat
memengaruhi seluruh proses aktivitas dakwah. Sedangkan istilah peranan
manajemen secara umum merujuk kepada kategori-kategori tertentu dalam
tingkah laku manajerial.

Namun, untuk mencapai sebuah manajeman bagi pengembangan lembaga


dakwah yang sukses maka dibutuhkan sarana-sarana yang mendukung proses
aktivitas dakwah. Sarana tersebut, yaitu tersedianya informasi, adanya
kemudahan komunikasi antara bawahan dan atasan, adanya intensif yang
dapat memotivasi para aktivis dakwah, kepercayaan yang timbal balik antara
da’I dan mad’u yang kemudian menimbulkan hubungan persaudaraan secara
ekstern dan sedangkan secara intern dibutuhkan disiplin yang patuh di antara
para aktivis dakwah dengan spirit kerjasama, mengetahui potensi-potensi yang
dimiliki para da’I dan mengembangkannya sesuai dengan potensinya, dan
menentukan keahlian dan otoritas, sehingga pelaksanaan aktivitas dakwah

11 | I s l a m d a n D a k w a h
tidak tumpang-tindih, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka
pendek.11

2.3 Metode Dakwah

Metode lebih penting daripada pesannya, sebagaimana pepatah Arab:

‫ﺍﻟﻃﺮﻴﻗﺔ ﺃﻫﻢ ﻤﻥ ﺍﻟﻤﺎﺩﺓ‬

“Teknik lebih penting daripada materinya.”

Betapa pun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu


yang disajikan, tetapi bila disampaikan dengan cara yang semberono, tidak
sistematis, maka akan menimbulkan kesan yang tidak menggembirakan.
Tetapi sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana dan
isu-isu yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang
menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang
menggembirakan. Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara dan
merode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual dalam arti
memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat, faktual
dalam arti konkret dan nyata, dan konstektual dalam arti relevan dan
menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Yang harus
dilakukan dalam metode dakwah, yaitu:

Pertama, pendekatan dakwah. Yaitu sudut pandang kita terhadapa proses


dakwah. Umumnya, penentuan pendekatan di dasarkan pada mad’u atau
penerima dakwah dan suasana yang melingkupinya. Maka, dalam pendekatan
dakwah tersebut melibatkan semua unsure dakwah, bukan hanya mitra
dakwah saja. Terdapat dua pendekatan dakwah, yaitu pendekatan yan terpusat
pada pendakwah dan pendekatan dakwah yang terpusat pada mitra dakwah.

11
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta:
Kencana), 2006, h. 74.

12 | I s l a m d a n D a k w a h
Pendekatan yang pertama (terpusat pada pendakwah) bertujuan pada
pelaksanaan kewajiban dakwah yaitu menyampaikan pesan dakwah hingga
mitra dakwah memahaminya. Pemahaman mitra dakwah terhadap pesan
dakwah lebih ditekankan daripada sikap dan tingkah laku. Fokusnya terletak
pada kemampuan pendakwah. Targetnya adalah kelangsungan berdakwah.
Hukum berdakwah pada pendekatan ini fardhu ‘ain artinya setiap muslim
wajib berdakwah sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Sedangkan pendekatan yang kedua (terpusat pada mitra dakwah)


memfokuskan unsur-unsur dakwah pada upaya penerimaan mitra dakwah.
Tidak hanya pada tingkatan pemahaman, tetapi lebih dari itu, yaitu mengubah
sikap dan perilaku mitra dakwah. Maka semua unsur dakwah harus
menyesuaikan kondisi mitra dakwah. Karena tidak semua orang bisa
melakukan pendekatan ini, hukum berdakwah yaitu fardhu kifayah artinya
hanya wajib bagi orang-orang yang telah memiliki kemampuan.12

Kedua, strategi dakwah. Yaitu perencanaan yang berisi rangkaian


kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan dakwah tertentu. Adapun
tujuan tersebut yaitu agar mitra dakwah melakukan perubahan sikap dan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.

Penentuan strategi dakwah bisa berdasar surat al-Baqarah ayat 129 dan
151, al-Imran ayat 164, dan al-Jumu’ah ayat 2. Ketiga ayat ini memiliki pesan
yang sama yatiu tentang tugas para Rasul sekaligus bisa dipahami sebagai
strategi dakwah.

  


  
 

12
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Ilmu Dakwah, (Surabaya: Kencana), 2008, h. 348-349.

13 | I s l a m d a n D a k w a h
 
  
  
  
  
  
 
 
  
   

“Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)
serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi
Maha Bijaksana. Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 129 dan 151)

   


  
   
  
 
  
    
 

14 | I s l a m d a n D a k w a h
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan
Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Imran:164.

   


  
  
 
  
    
 

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan
Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)

Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan tiga strategi dakwah, yaitu strategi


tilawah, stratetgi tazkiyah, dan strategi ta’lim. Strategi tilawah (membacakan
ayat-ayat Allah SWT) yaitu mitra dakwah diminta mendengarkan penjelasan
pendekatan pendakwah atau mitra dakwah membaca sendiri pesan yang
ditulis oleh pendakwah, yang demikian ini merupakan transfer pesan dakwah
dengan lisan dan tulisan, dan dapat mengenal dan memperkenalkan Allah
SWT melalui keajaiban ciptaan-Nya serta lebih kepada indra penglihatan dan
pendengaran. Strategi tazkiyah (menyucikan jiwa) yaitu melalui aspek
kejiwaan yang sasarannya jiwa yang kotor artinya jiwa yang dapat dilihat dari

15 | I s l a m d a n D a k w a h
segala jiwa yang tidak stabil, keimanan yang tidak istiqomah seperti akhlak
tercela lainnya seperti serakah, sombong, kikir, dan sebagainya. Strategi
ta’lim (mengajarkan al-Qur’an dan al-hikmah) yaitu mentransformasikan
pesan dakwah yang bersifat mendalam, dilakukan secara formal dan
sistematis, yang demikian ini berarti hanya dapat diterapkan pada mitra
dakwah yang tetap, dengan kurikulum yang telah dirandang, dilakukan secara
bertahap, serta memiliki target dan tujuan tertentu.13

Ketiga, metode dan teknik dakwah. Yaitu cara-cara tertentu yang


dilakukan oleh seorang da’I (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai
suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.14 Hal ini mengandung arti
bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan orientasi
manusia yang menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Metode Ceramah. Telah dipakai oleh semua Rasul Allah dalam


menyampaikan ajaran Allah hingga sekarang pun masih dipakai dan yang
paling sering digunakan oleh para pendakwah walaupun media yang sudah
modern telah tersedia di berbagai kalangan. Biasanya, ceramah ini
dipergunakan untuk memperbaiki sesuatu keadaan tertentu dengan
mengemukakan dalil dan bukti serta menyebutkan pandangan orang lain
dalam suatu masalah dan mengemukakan pendapat yang benar. Ceramah yang
sukses ialah ceramah yang terarah kea rah tujuan dan sasarannya jelas dan
nyata, serta diikuti dengan keterangan yang cukup dan lengkap. Dalam
menyampaikan uraiannya, penceramah mempergunakan kalimat-kalimat yang
tepat, bukan hanya berbicara saja, tetapi yang mudah dimengerti maksud dan
tujuanny.

13
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Ilmu Dakwah, (Surabaya: Kencana), 2008, h. 355-356.
14
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta:
Kencana), 2006, h. 8-9. Kutipan dari Toto Asmara dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi
Dakwah” (1997:43)

16 | I s l a m d a n D a k w a h
Teknik penyampaiannya yaitu mengemukakan mukoddimah, melukiskan
latar belakang masalah, mengisahkan cerita faktual ataupun fiktif,
menyampaikan materi yang dibahas, mengemukakan ikhtisar ceramah,
menyatakan kembali gagasan dengan kalimat yang singkat dan bahasa yang
berbeda, mengakhiri dengan memberikan dorongan untuk bertindak dalam
menegakkan perubahan.

Metode mentoring. Yaitu mendorong mitra dakwah untuk bertukar


pikiran tentang suatu masalah keagamaan sebagai pesan dakwah antar
beberapa orang dalam tempat tertentu. Biasanya, peserta mad’u atau mitra
dakwah antara 5 sampai 15 orang dalam satu kelompok dan kegiatan
mentoring diadakan seminggu sekali. Dalam mentoring, pasti ada dialog yang
tidak hanya sekadar bertanya, tetapi memberikan sanggahan atau usulan dan
dapat dilakukan dengan komunikasi tatap muka ataupun komunikasi
kelompok.

Da’I atau mentor dalam diskusi mentoring dan perdebatannya dengan


mad’u, kadang-kadang sampai kepada tuduhan-tuduhan yang menyatakan
mentor itu orang yang tersesat. Oleh karena itu, mentor jangan heran dari
tuduhan tersebut, jangan pula menyebabkan timbul kegelisahan dan perasaan
marah terhadap mereka. Bahkan sebaliknya, tuduhan itu disambut dengan
tenang yaitu dengan kata-kata yang penuh mengandung rasa kasih sayang.

Kelebihannya yaitu sarana dakwah akan tampak hidup karena semua


mitra dakwah dapat mencurahkan perhatiannya kepada masalah yang sedang
didiskusikan, diharapkan akan menimbulkan sifat-sifat yang positif pada mitra
dakwah seperti toleransi, musyawarah, berpikir sistematis dan logis, serta
materi akan dapat dipahami secara mendalam.

Teknik dalam metode mentoring antara lain da’I atau mentor membuat
persiapan yang matang sebelum bertukar pikiran dengan membaca dan

17 | I s l a m d a n D a k w a h
memikirkan mengenai materi yang akan disampaikan dan dibahas,
memberikan suatu kisah atau cerita yang terkait dengan materi yang akan
disampaikan dan dibahas, memberitahukan tema materi lalu dilanjut dengan
membahas materi yang telah dipersiapkan, mengajukan pertanyaan kepada
mad’unya jika ada yang ingin didiskusikan, mengemukakan ikhtisar atau
kesimpulan dari keseluruhan materi, diakhiri dengan qodoya atau tanya kabar
mengenai aktivitas perminggunya.

2.3.1 Pemahaman Metode Dakwah dalam Surat An-Nahl: 125

   



  
  
    
   
   


“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah15 dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

Ayat ini menjelaskan tiga cara dalam dakwah, yakni metode hikmah,
metode mau’izhah dan metode mujadalah.

15
Hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang
bathil.

18 | I s l a m d a n D a k w a h
Metode hikmah.16 Yaitu metode yang paling utama dari segala sesuatu,
baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia bebas dari kesalahan. Dapat juga
diartkan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan
mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar,
serta menghalangi terjadinya kerugian atau kesulitan yang besar atau lebih
besar.17 Moh. Natsir menetakan bahwa hikmah merupakan lebih dari semata-
mata ilmu karena ia ilmu yang sehat, yang mudah dicernakan yaitu yang
berpadu dengan rasa perisa, sehingga menjadi daya penggerak untuk
melakukan sesuatu yang bermanfaat dan berguna, jika dibawa ke bidang
dakwah tujuannya untuk melakukan sesuatu tindakan yang berguna dan
efektif.18

Metode mau’izhah. Yaitu ungkapan yang mengandung unsur bimbingan,


pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan
positif yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat. Jadi, metode ini akan mengandung arti kata-
kata yang masuk ke dalam kelbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam
perasaan dengan penuh kelembutan yaitu yang tidak membongkar atau
membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam
menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan
kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan
ancaman.19

Metode mujadalah. Yaitu tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak
secara sinergis yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan

16
Hikmah secara harfiyah mengandung makna kebijaksanaan.
17
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Ilmu Dakwah, (Surabaya: Kencana), 2008, h. 392. Kutipan dari M.
Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Tafsir Al-Mishbah” (2001: VII: 386)
18
M. Munir, S.Ag., dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), 2003, h. xvii.
19
Ibid, h. 17-18.

19 | I s l a m d a n D a k w a h
menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti
yang kuat.20

2.4 Kode Etik Dakwah

Para pendakwah dalam menyeru Islam terdapat aturan-aturan yang telah


ditetapkan.21 Dalam berdakwah terdapat bebarapa etika yang merupakan
rambu-rambu etis pendakwah, sehingga dapat dihasilkan dakwah yang
bersifat responsif. Maka, seorang pendakwah dituntut untuk memiliki etika-
etika yang terpuji dan menjauhkan diri dari perilaku-perilaku yang tercela.
Dan sumber dari rambu-rambu etis dakwah bagi seorang pendakwah adalah
Al-Qur’an seperti yang dicontokan oleh Nabi Muhammad SAW karena pada
dirinyalah figure teladan bagi kehidupan yang diinginkan oleh Allah SWT.
Adapun rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam etika dakwah yaitu tidak
memisahkan antara ucapan dan perbuatan, tidak melakukan toleransi agama,
tidak menghina sesembahan non-Muslim, tidak melakukan diskriminasi
sosial, tidak memungut imbalan, tidak berteman dengan pelaku maksiat, dan
tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.

Karakteristik dari etika dakwah adalah etika Islam itu sendiri, dimana
cakupannya terdiri dari sumber moral dakwah, standar yang digunakan untuk
menentukan baik buruknya tingkah laku sang da’I, dan pandangan terhadap
naluri. Sebagai sumber moral yang menjelaskan baik buruknya suatu
perbuatan adalah Al-Qur’an dan Sunnah, kedua dasar inilah yang menjadi
landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan
menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk dalam menjalankan segala
aktivitas dakwah. Selain kedua sumber tadi, maka akal dan naluri berpendirian

20
Ibid, h. 20.
21
Yaitu “Tak ada paksaan dalam agama, kebenaran telah nyata, Barangsiapa menghendaki biarlah dia
beriman: Barangsiapa tidak menghendaki, biarlah dia kafir, maka yang beruntung adalah dirinya
sendiri dan barangsiapa menolaknya maka yang celaka adalah dirinya sendiri.” (QS. 2: 225, Lihat. QS.
18:29, 39:41)

20 | I s l a m d a n D a k w a h
sebagai akal dan naluri merupakan anugerah Allah SWT, akal dan pikiran
manusia terbatas sehingga pengetahuan manusia tidak akan mampu
memecahkan seluruh permasalahan yang ada tapi hanya akal yang dipancari
cahaya Al-Qur’an yang bisa menempatkan pada tempatnya, dan naluri yang
mendapatkan pengarahan dari petunjuk Allah SWT yang dijelaskan dalam
kitabnya.22

2.5 Media Dakwah

Media dakwah ialah alat yang menjadi perantara penyampaian pesan


dakwah kepada mitra dakwah. Banyak alat yang dapat dijadikan media
dakwah dan alatnya pun tergantung tujuannya dalam berdakwah. Dapat
berfungsi secara efektif bila ia dapat menyesuaikan diri dengan pendakwah,
pesan dakwah, dan mitra dakwah. Sekalipun media dakwah bukan penentu
utama bagi kegiatan dakwah, akan tetapi media ikut memberikan andil yang
besar untuk kesuksesan dakwah. Pesan dakwah yang penting dan perlu segera
diketahui semua lapisan masyarakat, mutlak memerlukan media seperti media
eletronik, media tulisan, media komunikasi langsung, ataupun yang lainnya.
Pendakwah pun harus memerhatikan kondisi mitra dakwah ketika media
dakwah digunakan karena alat yang sangat tepat dengan mitra dakwah akan
menimbulkan kesan yang baik dan juga agar pesan dakwah yang gratis tinggal
mendengarnya saja mudah ditangkap dan diterima dengan baik.

2.6 Tokoh Dakwah

22
M. Munir, S.Ag., dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), 2003, h. 95-96.

21 | I s l a m d a n D a k w a h
Hasan Al-Banna sebagai sorang ulama yang tidak pernah lupa dengan
tugasnya, yaitu mengamalkan ilmu yang dimiliki. Ia melaksanakan
dakwahnya menggunakan beberapa media dakwah. Menurut Asmuni Syukir,
media dakwah adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan dakwah dan alat ini dapat berupa barang (material), orang,
tempat, kondisi tertentu, dan sebagainya.23

Sebagian dari ciri-ciri pribadi sebagai berikut.

Pertama, menjadikan dakwah sebagai tumpuannya. Imam Hasan Al-


Banna menyebut “Aku dapat menggambarkan pribadi pejuang adalah sorang
yang dalam keadaan mempersiapkan dan membekalkan diri, berpikir tentang
keberadaannya pada segenap relung hatinya, senantiasa berpikir untuk
meningkatkan kemampuannya, berwaspada dan senantiasa dalam keadaan
siap siaga, bila diseur maka ia menyambut seruan itu, waktu pagi dan
petangnya ia persiapkan diri untuk-Nya, dan tidak melakukan sesuatu kecuali
memenuhi misinya yang memang telah meletakkan hidup dan kehendaknya di
atas misinya yaitu berjihad di jalan-Nya. Adapun seorang pejuang yang tidur
sepenuh kelopak matanya, makan seluas mulutnya, tertawa selebar bibirnya,
dan menggunakan waktunya untuk bermain dalam kesia-siaan, maka mustahil
termasuk orang-orang yang menang dan mustahil tercatat dalam golongan
para mujahidin.

Kedua, bergerak karena Allah SWT. keadaan sorang peuang yang berlari
memohon kesyahidan kepada Allah SWT di saat melakukan tugas dakwah
kepada Allah sebagaimana syahidnya ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi ra. yang
mendakwahkan kaumnya kepada Islam. Ketika ia menyatakan dirinya masuk
Islam, sekaligus mendakwahkan kaumnya kepada Islam, tombak dan anak

23
Asmuni Syukir, 1983, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: al-Ikhlas), 1983, h. 163.

22 | I s l a m d a n D a k w a h
panah bertubi-tubi datang dari segala arah merobek tubuhnya hingga ia
syahid.

Ketiga, memiliki semangat yang tinggi dan memegang teguh janjinya.


Seorang pejuang dakwah mesti memiliki semangat yang tinggi sebagaimana
semangat Rabi’ah bn Ka’abal al-Aslami ra. yang pernah diceritakan oleh
Ibnul Qayyim: “Bila kamu ingin melihat tahap semangat, lihatlah semangat
Rabi’ah bn Ka’abal al-Aslami ra. Rasulullah SAW berkata: “Mintalah
kepadaku.” Rabi’ah mengatakan: “Aku ingin menjadi pendampingmu di
syurga.” Sementara orang lain ada yang meminta dan pakaian. Dan seorang
pejuang dakwah pun harus menepati janjinya sebagaimana firman Allah ta’ala
yang artinya “Di antara orang-orang mu’min ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara
mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-
nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.” (QS Al-Ahzab : 23)

Ciri-ciri yang lain yaitu seimbang dalam semua keadaan, komitmen


terhadap petunjuk nabawi, sabar, dan pemberi infaq yang tidak kikir terhadap
dakwahnya. Dari semua ciri-ciri dan sifat seorang pejuang dakwah di atas
dapat dipahami bahwa mereka yang memiliki keyakinan besar dalam
berdakwah dan dilengkapi dengan ilmu, keahlian, penuh tanggungjawab dan
amanah. Jika mereka mengalami situasi sulit, maka mereka akan bersabar.
Mereka tidak akan rela sehingga dakwah yang ia jalani berhenti begitu saja
melainkan mereka selalu berusaha agar mencapai tujuannya. Meskipun
mereka perlu memeras seluruh kemampuan dan pemikiran mereka habis-
habisan.24

2.7 Merealisasikan Dakwah

24
http://dakwah.info/utama/bekal-dakwah/gambaran-pejuang-dakwah/ diambil pada 29 Desember
2012.

23 | I s l a m d a n D a k w a h
2.7.1 Zakat sebagai Sarana Dakwah

Zakat memiliki saham besar dalam dakwah dan jihad yang mutlak
menghajatkan harta. Urgensi keterkaitan antara dakwah dan harta tercermin
secara implisit dalam kitabullah. Menunaikan zakat termasuk dakwah bil hal,
yaitu amalan yang paling utama dibandingkan dakwah bil lisan (ucapan) dan
dakwah bil qolb (mendoakan). Dikatakan zakat sebagai sarana dakwah bil hal
karena ia langsung menampakkan dampak positif setelah dikeluatkan. Bagi
para pemberi zakat mereka telah melakukan dakwah model ini karena telah
membantu masyarakat yang tidak mampu sekaligus yang berhak
menerimanya. Dakwah bil hal melalui zakat, shodaqoh maupun infaq
mengajarkan tentang sikap kedermawanan dan sikap ini sangat penting dalam
kehodupan sosial kemasyarakatan, Rasulullah SAW sendiri mencontohkan
sikap kedermawanan ini sepanjang kehidupannya.25

2.7.2 Tahlil sebagai Media Dakwah dan Partisipasi

Disamping ada nilai religi, tahlilan memiliki nilai sosial berupa energy sosial dan
modal sosial bagi kehidupan komunitas, dan modal sosial merupakan kekuatan yang
mampu membangun masyarakat dan komunitas yang dapat meningkatkan
pengembangan partisipasi. Dalam prosesi tahlilan terjadi dua hal penting yaitu
pertama Dakwah, merupakan syiar agama Islam oleh pemimpin dan anggota
kelompok tahlilan yang dilakukan seccara rutin. Kedua Partisipasi, yang datang dari
dua sumber pertama dari pemimpin dan anggota. Dari dua hal di atas maka lahirlah
dakwah partisipasi yaitu kegiatan dakwah dimana setiap jamaah menyadari bahwa
dirinya perlu melakukan perbaikan dan sekaligus membantu anggota yng lain

25
Abu Suhud, dkk, Islam, Dakwah, dan Kesejahteraan Sosial, (Yogyakarta: Jurusan PMI Fakultas
Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerja sama dengan IISEP – CIDA), 2005, h. 124-125.

24 | I s l a m d a n D a k w a h
melakukan hal yang sama, inilah artinya dakwah dengan do’a (membantu orang lain
dengan do’a melakukan dakwah untuk dirinya dengan mengolah dan menata hati).26

26
Ibid, h. 165-167.

25 | I s l a m d a n D a k w a h
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dakwah adalah keniscayaan yang telah dibuktikan oleh generasi ke


generasi terbaik umat ini. Sebagaimana kisah kepahlawanan para sahabat hasil
didikan Rasulullah SAW panutan umat. Dakwah pula yang mengubah dunia
dari seonggok akhlaq sampah menjadi sebuah tatanan akhlaq indah dan
karimah.

Dalam dakwah pun banyak yang perlu diperhatikan, mulai dari


pendakwahnya, kondisi mitra dakwahnya, metode dalam berdakwah, kode
etik dalam berdakwah, dan media yang diperlukan dalam berdakwah.

Oleh karena itulah, dakwah sangat dibutuhkan di tengah-tengah


masyarakat agar pesan dakwah diterima dengan mudah dan dipahami oleh
semua mitra dakwah.

3.2 Saran-saran

Meskipun pemaparan dari keseluruhan isi makalah memiliki banyak


kekurangan dan kelebihan, tapi kelebihan itulah yang dapat menjadi pedoman
dalam berdakwah untuk memperjuangkan agama Allah.

26 | I s l a m d a n D a k w a h
3.3 Penutup

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat
dan ridhanya pula tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk makalah. Penulis
menyadari bahwa di sana-sini terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam
paparan maupun penulisannya. Karenanya dengan sangat menyadari, kritik
dan saran membangun dari pembaca menjadi harapan peneliti. Semoga Allah
SWT meridhainya. Wallahu a'lam.

27 | I s l a m d a n D a k w a h
DAFTAR PUSTAKA

Ali Aziz, Moh. 2008. Ilmu Dakwah. Surabaya: Kencana.

Fakhrurozi. 2009 Aktivitas Dakwah Hasan Al-Banna. Semarang: Usulan Skripsi.

http://dakwah.info/utama/bekal-dakwah/gambaran-pejuang-dakwah/ Diambil pada 29


Desember 2012.

Jahja Omar, Toha. 1983. Ilmu Da’wah. Jakarta: Widjaya Jakarta.

Munir, M., dkk. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.

Munir, Muhammad, Wahyu Ilaih. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana.

Malaikah, Mustafa. 1997. Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni Antara


Kelembutan dan Ketegasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Rosyid Shaleh, A. 1997. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Suhud, Abu, dkk. 2005. Islam, Dakwah, dan Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta:
Jurusan PMI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerja sama dengan
IISEP – CIDA.

Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: al-Ikhlas.

Zaidan, Dr. Abdul Karim. 1980. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Jakarta: Media Dakwah.

28 | I s l a m d a n D a k w a h

Anda mungkin juga menyukai