Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika

2.1.1 Defenisi Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan

yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-

bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak

hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk meningkatkan kecantikan

(Wasitaatmadja, 1997).

Defenisi kosmetika sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 menyatakan bahwa kosmetika

adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan,

dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada

badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan,

memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk

golongan obat (Wasiatatmadja, 1997).

Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan suatu obat

yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit.

Kosmetika diharapkan mampu menghasilkan suatu perubahan baik dalam

struktur maupun faal sel kulit. Misalnya, perubahan susunan sel kulit yang tua ke

arah yang lebih muda, atau perubahan produksi kelenjar keringat yang

membentuk minyak pada permukaan kulit (Wasiatatmadja, 1997).

Universitas Sumatera Utara


Kosmetika dicampur dengan bahan-bahan yang berasal dari obat tropikal

yang dapat mempengaruhi struktur dan faal kulit. Bahan-bahan tersebut misalnya

anti jerawat (sulfur, resorsin), anti jasad renik (heksaklorofen), anti pengeluaran

keringat (aluminium klorida), plasenta, atau hormon (estrogen). Bahan-bahan

inilah yang dikenal sebagai kosmedik atau kosmeto-medik (Wasiatatmadja, 1997).

2.1.2 Penggolongan Kosmetika

Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari

berbagai karangan ilmiah tentang kosmetika membagi kosmetika dalam :

1. preparat untuk bayi;

2. preparat untuk mandi;

3. preparat untuk mata;

4. preparat wangi-wangian;

5. preparat untuk rambut;

6. preparat untuk rias (make up);

7. preparat untuk pewarna rambut;

8. preparat kebersihan mulut;

9. preparat untuk kebersihan badan;

10. preparat untuk kuku;

11. preparat untuk cukur;

12. preparat untuk perawatan kulit;

13. preparat untuk proteksi sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.3 Sediaan Kosmetika untuk Kulit

1. Face cream atau krim muka

Universitas Sumatera Utara


a. cold cream, untuk mendinginkan kulit

b. cleansing cream, untuk membersihkan kulit

c. vanishing cream, untuk digunakan pada siang hari yang tidak akan

terlihat jika digosokkan pada kulit (Sartono, 2002).

2. Face powder atau bedak muka

a. covering power atau daya menutupi kulit, untuk menutupi warna(pigmen)

dan kejelekan kulit. Zat yang digunakan yaitu seng oksidasi, titanium

oksidasi, magnesium karbonat, atau pati.

b. adhesiveness atau daya lekat pada kulit, digunakan magnesium stearat,

seng stearat, dan aluminium stearat.

c. slip atau sifat dapat menyebar rata di atas kulit, untuk itu digunakan talek

(Sartono, 2002).

3. Face lotion atau losion muka

Maksud penggunaan losion muka adalah untuk membasahi kulit muka

dengan air. Karena pemberian air menyebabkan rasa segar pada kulit muka, maka

losion muka disebut juga skin refreshner atau skin tonic. Selain itu, karena losion

muka juga digunakan untuk menghapus sisa-sisa krim, maka disebut juga cream

remover (Sartono, 2002).

4. Hand lotion atau losion tangan

Kulit tangan yang kasar dapat dibuat menjadi halus dengan losion untuk

tangan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan losion tangan ialah

gliserin, gelatin, gom, bahan-bahan yang berlendir, dan adeps lanae, ditambah

aqua rosarium, aqua flores aurantium atau aqua hamamelidis (Sartono, 2002).

Universitas Sumatera Utara


5. Antiperspiran dan deodoran

Antiperspiran mencegah pengeluaran keringat dengan mengkerutkan

kelenjar keringat. Bahan-bahan yang biasa digunakan antara lain senyawa garam

aluminium, yaitu aluminium klorida, aluminium sulfat, dan lain-lain. Sedangkan

deodoran, mempunyai daya kerja antiseptik untuk mencegah bakteri menguraikan

keringat. Bahan-bahan yang mempunyai daya antiseptik antara lain formaldehid,

asam benzoat, asam salisilat, dan seng peroksida.

6. Depilatori

Depilatori digunakan untuk menghilangkan rambut terutama rambut ketiak

dan rambut yang tumbuh di kaki. Bahan yang biasa digunakan garam sulfida dari

barium, kalsium dan stronsiumdan natrium.

7. Sunscreen

Sunscreen digunakan dengan maksud mengubah kulit yang putih menjadi

warna coklat, tanpa kulit terbakar oleh sinar matahari. Sediaan sunscreen

mengandung bahan-bahan yang menahan sinar matahari terutama sinar matahari

dengan gelombang antara 290-320 milimikron yaitu gelombang matahari yang

membakar kulit. Bahan atau zat yang menahan sinar tersebut antara lain asam p-

aminobenzoat, etil p-aminobenzoat, isobutil p-aminobenzoat, metil salisilat, dan

benzil salisilat.

2.1.4 Bahan-Bahan Kosmetika

1. Bahan dasar (Vehikulum)

Universitas Sumatera Utara


Bahan dasar sebagai pelarut atau merupakan tempat dasar bahan lain

sehingga umumnya menempati volume yang jauh lebih besar dari bahan lain.

Bahan dasar kosmetika terdiri dari :

a. air atau campurannya dengan bahan dasar lain seperti alkohol, aseton, minyak,

dan bedak.

b. alkohol atau campurannya dengan dengan air atau minyak.

c. vaselin atau campurannya dengan lanolin, gliserin atau talk.

d. minyak atau garam minyak dengan campurannya dengan air atau alkohol.

e. talkum atau campurannya dengan air, minyak atau vaselin (Wasitaatmadja,

1997).

2. Bahan aktif

Merupakan bahan kosmetika terpenting yang mempunyai daya kerja dalam

kosmetika. Konsentrasi bahan aktif kosmetika pada umumnya kecil namun dapat

pula tinggi apabila bahan aktif kosmetika tersebut sekaligus berperan sebagai

bahan dasarnya, misalnya bahan aktif preparat pembersih muka (cleansing

cream). Contoh bahan aktif yaitu PABA, sulful, PPDA, hidrogen peroksida dan

aluminium klorida (Wasitaatmadja, 1997).

3. Bahan yang menstabilkan campuran (Stabilizer)

Bahan-bahan yang menstabilkan campuran (stabilizer) sehingga kosmetika

tersebut dapat bertahan lebih lama baik dalam warna, bau dan bentuk fisik.

Bahan-bahan tersebut adalah :

a. emulgator yaitu bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan secara

merata (homogen). Pada campuran dua cairan maka emulgator umumnya

Universitas Sumatera Utara


memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan kedua cairan tersebut

(surfactant). Misalnya lanolin, gliserin, alkohol, lilin lebah, gliseril

monostearat, dan trietanol amin (Wasitaatmadja, 1997).

b. pengawet yaitu bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu

selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat :

i. anti kuman sehingga menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba

sehingga kosmetika menjadi stabil. Misalnya asam benzoat, alkohol, dan

formaldehid.

ii. anti oksidan yang dapat menangkal terjadinya oksidasi yang juga dapat

menstabilkan kosmetika. Misalnya natrium sulfat (Wasitaatmadja, 1997).

c. Pelekat (adhesive) yang dapat melekatkan kosmetika ke kulit terutama pada

kosmetika yang tidak lengket ke kulit semacam bedak. Misalnya seng dan

magnesium stearat (Wasitaatmadja, 1997).

d. Bahan pelengkap kosmetika

Sebagai bahan pelengkap kosmetika yang berupa pewangi (perfumery),

maksudnya agar kosmetika segar baunya bila dipakai dan pewarna (coloring),

agar kosmetika enak dipandang mata sebelum dan sewaktu dipakai

(Wasitaatmadja, 1997).

2.1.5 Manfaat Kosmetika

Bila dasar kecantikan adalah kesehatan maka penampilan kulit yang sehat

adalah bagian yang langsung dapat kita lihat karena kulit merupakan organ tubuh

yang berada paling luar dan berfungsi sebagai pembungkus tubuh. Manfaat

kosmetika yaitu :

Universitas Sumatera Utara


a. pemeliharaan dan perawatan kulit

Pemeliharaan berarti usaha pencegahan terhadap timbulnya kelainan-

kelainan atau penyebab dari kelainan tersebut. Usaha perawatan berarti

mempertahankan keadaan yang sekarang baik agar tidak berubah menjadi buruk

(Wasitaatmadja, 1997).

b. pembersih

Beberapa macam kosmetika pembersih yang dikenal dewasa ini, yaitu :

i. kosmetika pembersih dengan bahan dasar air , misalnya air mawar.

ii. kosmetika pembersih dengan bahan dasar air dan alkohol, misalnya

astringen.

iii. kosmetika pembersih dengan bahan dasar air dan garam minyak, misalnya

sabun.

iv. kosmetika pembersih dengan bahan dasar minyak, misalnya cleansing oil.

v. kosmetika pembersih dengan bahan dasar air dan minyak, misalnya

cleansing cream (Wasitaatmadja, 1997).

c. pelembab

Pada kulit kering yang terjadi pada keadaan kelembapan udara sangat

rendah, penguapan air dari kulit sangat tinggi, kulit orang tua, atau kelainan kulit

tertentu yang menyebabkan kulit menjadi kering dan kasar, kosmetika pelembab

dapat mengurangi penguapan kulit dengan cara menutupinya (Wasitaatmadja,

1997).

Universitas Sumatera Utara


d. pelindung

Pada keadaan tertentu, kulit memerlukan perlindungan tambahan. Pertama,

pada polusi yang bersifat iritan sangat kuat misalnya di dalam lingkungan kerja

pabrik kimia atau gas. Perlindungan tersebut dapat dilakukan dengan kosmetik

dasar (foundation cream). Kedua, pada pajanan sinar matahari yang mengandung

sinar ultraviolet secara langsung dan lama, perlindungan kulit dapat dilakukan

dengan menggunakan kosmetika tabir surya (Wasitaatmadja, 1997).

e. penipisan

Penipisan kulit kadang-kadang perlu dilakukan pada keadaan kulit menebal

dan agak kasar, misalnya pada gangguan keratinisasi kulit, pada keadaan kulit

kotor dan berminyak sehingga lapisan tanduk tidak mudah terlepas, atau pada

tempat terjadi gesekan kulit sehingga keratinisasi kulit bertambah cepat. Penipisan

kulit dapat dilakukan oleh penipis yang biasanya mengandung zat dengan partikel

kasar (Wasitaatmadja, 1997).

f. rias atau dekoratif

Kosmetika rias bermanfaat untuk memperbaiki penampilan seseorang. Kulit

yang hitam dapat dirias menjadi lebih putih, kulit yang terang dapat dirias menjadi

agak gelap. Kulit yang belang atau cacat dapat ditutup, kulit yang bolong-bolong

dapat didempul, hidung yang pesek dapat dipoles agar kelihatan lebih mancung,

mata yang sipit dapat diukir agar terlihat agak lebar, sebaliknya mata yang belo

dapat disamarkan agar kelihatan lebih kecil dan dalam (Wasitaatmadja, 1997).

Universitas Sumatera Utara


g. wangi-wangian (Parfum)

Parfum diperlukan untuk menambah penampilan dan menutupi bau badan

yang mungkin kurang sedap untuk orang lain. Seperti juga warna pada rias,

parfum mempunyai tingkat resiko yang tinggi bagi kulit yang mungkin sensitif

terhadap zat kimia yang terdapat dalam salah satu komposisinya (Wasitaatmadja,

1997).

h. kosmetik medik

Selain sebagai penambah kecantikan, kosmetik dapat pula berperan sebagai

obat sehingga kosmetik diformulakan kosmetik mengandung zat yang dapat

bekerja lebih dalam dan biasa digunakan sebagai obat, misalnya sulfur,

heksaklorofen, hormon, dan merkuri (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.6 Efek Samping Kosmetika Pada Kulit

Beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetika yang dikenakan

pada kulit dapat berupa :

1. dermatitis

Akibat kontak kulit dengan bahan kosmetik yang bersifat alergik atau iritan,

misal PPDA (paraphenyl diamine) pada cat rambut, natrium laurilsufat atau

heksaklorofen pada sabun, hidrokuinon pada pemutih kulit (Wasitaatmadja,

1997).

2. akne kosmetika

Akibat kontak kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat aknegenik,

misalnya lanolin pada bedak padat atau masker menipis (peeling mask)

(Wasitaatmadja, 1997).

Universitas Sumatera Utara


3. fotosensitivitas

Akibat adanya zat yang bersifat fototoksik atau fotoalergik dalam

kosmetika, misalnya PPDA dalam pewarna rambut, klormerkaptodikarboksimid

dalam sampo anti ketombe, PABA (para amino benzoic acid), beta-karoten,

sinamat atau sinoksat pada tabir surya (Wasitaatmadja, 1997).

4. pigmented cosmetic dermatitis

Merupakan kelainan mirip melanosis Riehl yang kadang-kadang terasa

gatal, timbul akibat pewarna jenis ter batubara terutama briliant lake red dan

turunan fenilazonaftol (Wasitaatmadja, 1997).

5. Granuloma

Akibat garam zirkonium dalam deodoran, merkuri dalam pemutih dan metal

dalam tato (Wasitaatmadja, 1997).

2.2 Krim Pemutih

2.2.1 Pengertian Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini

secara tradisonal telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi yang relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau

minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk

yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam

lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan

lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan

untuk pemberian obat melalui vaginal (Depkes RI, 1995).

Universitas Sumatera Utara


Krim adalah suatu salep yang berupa emulsi kental mengandung tidak

kurang 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada yang A/M

dan M/A. Sebagai pengemulsi dapat berupa surfaktan anionik-kationik dan

nonionik. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun monovalen, tween, natrium

laurylsulfat, emulgidum dan lain-lain. Krim tipe M/A mudah dicuci air (Anief,

1994).

Pemutih kulit adalah produk yang mengandung bahan aktif yang dapat

menekan atau menghambat melamin yang sudah terbentuk sehingga akan

memberikan warna kulit yang lebih putih (Saputri, 2010).

2.3 Asam Retinoat

2.3.1 Defenisi Asam Retinoat

Sifat fisika dan kimia Asam Retinoat adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur Asam Retinoat

Rumus Molekul : C2OH28O2

Berat Molekul : 300,44

Pemerian : Serbuk hablur, kuning sampai jingga muda

Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform

(Andriyani, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Asam vitamin A (retinoic acid) hanya dapat memenuhi fungsi metabolisme

umum dan tidak menunjukkan aktivitas pada proses melihat dan proses

reproduksi. Bentuk vitamin A lainnya sanggup berperan dalam ketiga fungsi di

atas. Ini terjadi karena asam vitamin A tidak dapat di konversi menjadi bentuk lain

tetapi bentuk lain dapat diubah menjadi asam vitamin A (Sediaoetama, 2008).

Asam Retinoat merupakan zat peremajaan non peeling karena merupakan

iritan yang menginduksi aktivitas mitosis sehingga terbentuk stratum korneum

yang kompak dan halus, meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan dalam

dermis sehingga kulit menebal dan padat serta meningkatkan vaskularisasi kulit

sehingga menyebabkan kulit memerah dan segar (Andriyani, 2011).

2.3.2 Kegunaan Asam Retinoat

Tretinoin adalah bahan aktif dalam kosmetika, berupa zat kimia yang

termasuk vitamin A asam atau retinoic acid, yang berfungsi untuk membentuk

struktur atau lapisan kulit baru, mengganti lapisan kulit luar yang rusak. Krim

tretinoin yang dioleskan ke kulit menyebabkan daya permeabilitas kulit

meningkat. Ini ditandai oleh terbentuknya lapisan tanduk baru. Tretinoin juga

meningkatkan pembentukan pembuluh rambut kulit. Akibatnya, aliran darah ke

kulit bertambah. Lapisan luar kulit dan kegiatan pembelahan sel pun meningkat.

Bertambahnya usia menyebabkan bantalan kolagen kulit menipis dan tidak kenyal

lagi. Tretinoin inilah yang mampu membantu pembentukan sel fibrobias di bawah

kulit, sehingga bantalan kolagen menebal, kencang, dan kerut memudar. Selain

meremajakan, tretinoin mampu mengatasi jerawat, spoerten, bekas luka dangkal,

serta memunculkan lapisan di kulit yang sudah lapuk. Tretinoin dosis tertentu

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan kulit mengelupas dan muncul kulit baru, tetapi tidak semua kulit

tahan menerimanya, sehingga malah kulit menjadi rusak, kulit jadi kemerah-

merahan (Rasyid, 2012)

Pada kulit sensitif, pemakaian tretinoin harus dimulai dengan dosis paling

rendah yakni 0,05 persen dengan pemakaian setiap dua malam sekali. Bila kulit

mulai kuat dan tidak timbul reaksi radang, rasa terbakar, secara perlahan, dosisnya

dapat ditambah atau ditingkatkan dan pemakaiannya pun dapat dipakai setiap

malam. Kosmetik berbahan dasar aktif tretinoin tidak boleh dipakai pada siang

hari, karena paparan sinar matahari dapat memperkuat efek sampingnya. Pada

kulit normal, efek kemerahan karena peradangan, akan mereda setelah pemakaian

tretinoin dihentikan (Rasyid, 2012).

Penggunaan asam retinoat bentuk all-trans (tretinoin) untuk pengobatan

melasma dapat secara kombinasi maupun tersendiri. Konsentrasi tretinoin untuk

pengobatan melasma adalah 0,05 % atau 0,1 % sedangkan bila secara kombinasi,

dapat disertai dengan hidrokuinon 2-5 % dengan/tanpa kortikosteroid topikal.

Kombinasi tretinoin dan hidrokuinon dengan/tanpa kortikosteroid bertujuan untuk

meningkatkan kemanjuran dan mengurangi efek samping (Sawitri, 2000).

Mekanisme kerja tretinoin pada pengobatan melasma belum jelas, namun

diduga tretinoin menghambat enzim tirosinase pembentuk melanin. Disamping

itu, mendispersikan butir-butir pigmen di keratinosit, menghambat transfer

melanosom dari melanosit ke keratinosit, dan mempercepat degradasi melanosom

akibat peningkatan turn over epidermis. Pada penelitian in vitro, terbukti tretinoin

menghambat induksi tirosinase pada sel melanoma yang di kultur. Pada akhir

Universitas Sumatera Utara


pengobatan selama 40 minggu dengan tretinoin 0,1 % diperoleh gambaran

penebalan epidermis disertai pengurangan pigmen sebanyak 36 % namun tidak

dijumpai adanya kerusakan melanosit (Sawitri, 2000).

Penelitian menggunakan tretinoin topikal 0,1 % selama 40 minggu

menunjukkan hasil baik bervariasi pada 68-73 % penderita, namun perbaikan

yang nyata baru nampak setelah pengobatan 24 minggu. Sebaliknya, penelitian

tretinoin 0,1 % pada 15 penderita melasma di Jepang menunjukkan tidak adanya

perbaikan dan dijumpai efek samping yang berat (Sawitri, 2000).

Pada tahun 1975, Kligman dan Willis mengusulkan penggunaan kombinasi

hidrokuinon 5 %, tretinoin 0,1 % dan deksametason 0,1 % yang kemudian dikenal

sebagai formula Kligman. Preparat ini harus selalu dibuat baru, tidak lebih dari 1

bulan, karena bila hidrokuinon teroksidasi, akan berubah warna dan kehilangan

potensinya. Formula kligman ini kemudian banyak ditiru dan dilakukan berbagai

variasi, misalnya hidrokuinon 2 % + tretinoin 0,05 %-0,1 % atau hidrokuinon 5 %

+ asam salisilat 2-3% + desonid 0,05 %. Pada penelitian Gano dan Garcia yang

melakukan pengobatan kombinasi tretinoin 0,05 % dengan hidrokuinon 2 % dan

betametason valerat 0,1 % selama 10 minggu diperoleh hasil baik pada penderita.

Pathak dkk menyatakan bahwa kombinasi terbaik untuk melasma adalah

hidrokuinon 2 % dan tretinoin 0,05 % atau 0,1 % dalam cairan alkohol (Sawitri,

2000).

2.3.3 Efek Samping Penggunaan Asam Retinoat

Efek samping tretinoin bervariasi dan dapat berupa eritema, kulit terkelupas,

iritasi, dermatitis serta hiperpigmentasi (Andriyani, 2011).

Universitas Sumatera Utara


2.3.4 Dosis Asam Retinoat

Sediaan topikal dalam bentuk krim, salep, dan gel yang mengandung Asam

Retinoat dosis yang digunakan dalam konsentrasi 0,001-0,4%, umumnya 0,1%

(Andriyani, 2011).

2.4 Kromatografi Lapis Tipis

Pada kromatografi lapis tipis, zat penjerap merupakan lapis tipis serbuk

halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata,

umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap

sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat

didasarkan pada adsorbsi, partisi, atau kombinasi kedua efek, tergantung dari jenis

zat peyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan (Depkes RI,

1995).

Kromatografi lapis tipis dengan kromatografi penukar ion dapat digunakan

untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan

pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hampir sama

dengan menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang sama.

Pembandingan visual ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar

secara semi kuantitatif. Pengukuran kuantitatif dimungkinkan, bila digunakan

densitometri, fluorosensi atau pemadaman fluorosensi atau bercak dapat dikerok

dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan diukur secara

spektrofotometri. Pada kromatografi lapis tipis dua dimensi, lempeng yang telah

dielusi diputar 900 dan dielusi lagi, umumnya menggunakan bejana lain yang

dijenuhkan dengan sistem pelarut yang berbeda (Depkes RI, 1995).

Universitas Sumatera Utara


Kromatografi lapis tipis merupakan suatu proses pemisahan dimana fase

geraknya adalah berupa zat cair sedangkan fase diamnya berupa zat padat. Pada

kromatografi lapis tipis untuk pemisahan secara kualitatif yang cepat sering

digunakan gelas mikroskop (mikroskop slide). Kebanyakan alat-alat dijual dalam

bentuk plat kaca dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini

dianggap sebagai “standart”. Hal yang penting yaitu bahwa permukaan dari plat

harus rata (Ningsih, 2009).

Cara menempatkan cuplikan pada lapis tipis seperti cara-cara yang

digunakan pada kromatografi kertas tetapi pipa kapiler atau mikro pipet adalah

yang baik. Pelarut cuplikan harus sedapat mungkin merupakan pelarut yang

mudah menguap dan juga sedapat mungkin mempunyai polaritas yang rendah.

Penempatan noda di atas plat kira-kira 1 cm dari salah satu ujungnya dimana

ujung ini nanti dicelupkan dalam pelarut. Untuk plat kaca yang mempunyai

ukuran 20 x 20 cm, penempatan noda kira-kira 1,5 cm dari ujung bawah dan

dimulai dan diakhiri kira-kira 0,5 cm dari samping kaca dan noda-noda diteteskan

masing-masing pada jarak kira-kira 1 cm dari masing-masing pusat noda. Garis

awal dapat diberi tanda pada ujung dari plat dengan pensil dan garis akhir dapat

dibuat di bagian atas dengan menggoreskan pensil, dan disebabkan goresan ini

aliran pelarut akan ditahan bila permukaan pelarut sampai pada garis (Ningsih,

2009).

Kebanyakan penyerap yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang

digunakan kebanyakan diberi pengikat (binder) yang dimaksud untuk memberikan

Universitas Sumatera Utara


kekuatan pada lapisan, dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat

yang digunakan kebanyakan kalsium sulfat (Ningsih, 2009).

Harga Rf dapat didefenisikan sebagai berikut :

Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal


Harga Rf =
Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-

harga standart. Senyawa standart biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip

dengan senyawa yang dipisahkan pada kromatogram (Ningsih, 2009).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam

Kromatografi Lapis Tipis yang juga mempengaruhi harga Rf yaitu :

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

2. Sifat dari penjerap dan derajat aktifitasnya.

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap.

4. Pelarut (dan derajat kemurniannya)/ fase gerak.

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang

digunakan.

6. Teknik percobaan.

7. Jumlah cuplikan yang digunakan.

8. Suhu.

9. Kesetimbangan (Ningsih, 2009).

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi dan

detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair

Universitas Sumatera Utara


menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi.

Metode ini dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi (Depkes RI, 1995).

2.5.1 Bagian-Bagian dalam Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Pompa

Fase gerak dalam KCKT sudah tentu zat cair dan untuk menggerakkannnya

melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan yaitu

tekanan-tetap dan pendesakan-tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi dalam

lagi menjadi pompa torat dan pompa semprit. Pompa torat menghasilkan aliran

yang berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk

menghasilkan garis alas detektor yang stabil jika detektor peka terhadap aliran.

Kelebihan utamanya ialah tandonnya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan

aliran yang tak berdenyut, tetapi tandonnya terbatas (Johnson, 1991).

2. Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom),

diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada

tiga jenis dasar injektor, yaitu :

a. aliran-henti

Aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan atmosfer, sistem

ditutup, dan aliran dilanjutkan lagi (biasanya sistem aliran utama tetap pada

tekanan kerja). Cara ini dapat dipakai karena difusi di dalam zat cair kecil, jadi

umumnya daya pisah tidak dipengaruhi.

b. septum

Universitas Sumatera Utara


Ini adalah injektor langsung pada aliran yang sama dengan injektor yang lazim

dipakai pada kromatografi gas. Injektor tersebut dapat dipakai pada tekanan

sampai sekitar 60-70 atmosfer. Setpum tidak dapat dipakai pada semua pelarut

kromatografi cair

c. katup jalan-kitar

Biasanya dipakai untuk menyuntikkan volum yang lebih besar dari 10 mikro

liter dan sekarang dipakai dipakai dalam sistem yang diotomatkan (Johnson,

1991).

3. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan atau kegagalan

analisis bergantung pada pilihihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom

dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a. kolom analitik

Garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk

kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan

mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm

b. kolom preparatif

Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm

(Johnson, 1991).

4. Detektor

Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam

efluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka, tidak

banyak berderau, rentang tanggapan liniernya lebar, dan menanggapi semua jenis

Universitas Sumatera Utara


senyawa. Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan

tinggi modern ialah detektor UV 254 nm (Johnson, 1991).

5. Elusi landaian

Elusi landaian ialah peningkatan kekuatan fase gerak selama analisis

kromatografi. Hasil elusi landaian ialah perpendekan waktu tambat senyawa yang

ditahan dengan kekuatan dalam kolom. Dasar-dasar elusi landaian diuraikan oleh

Snyder. Elusi landaian mempunyai beberapa keuntungan yaitu :

a. waktu analisis keseluruhan dapat dikurangi secara berarti

b. daya pisah keseluruhan per satuan waktu campuran ditingkatkan

c. bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil)

d. kepekaan efektif ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam (Johnson,

1991).

6. Fase Gerak

Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah

satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai

dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang

berlaku umum. Fase gerak haruslah:

a. murni, tanpa cemaran;

b. tidak bereaksi dengan kemasan;

c. sesuai dengan detektor;

d. dapat melarutkan cuplikan;

e. mempunyai viskositas rendah;

f. memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan;

Universitas Sumatera Utara


g. harganya wajar

Pada umumnya pelarut dibuang setelah dipakai karena tata kerja pemurnian

memakan waktu dan mahal (Jayanti, 2011).

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih

polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya

polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar dari pada

fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik

adalah campuran larutan buffer dengan methanol atau campuran air dengan

asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering

digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut-pelarut

jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan

fase terbalik (Jayanti, 2011).

7. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini

biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak

sebelum digunakan harus dilakukan degassing ( penghilangan gas ) yang ada pada

fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama

dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat

Universitas Sumatera Utara


pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut,

buffer, reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika

pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk KCKT berderajat KCKT ( HPLC

grade ). Adanya pengotor dalam dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung

yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau

tabung tersebut. Karenanya, fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih

dahulu untuk menghindari partikel kecil ini (Jayanti, 2011).

2.5.2 Keuntungan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi mempunyai banyak keuntungan jika

dibandingkan dengan kromatogarafi tradisional yaitu :

a. cepat.

b. daya pisah baik.

c. peka dan detektor unik.

d. kolom dapat dipakai kembali.

e. ideal untuk molekul besar dan ion.

f. mudah memperoleh kembali cuplikan (Jayanti, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai