H Islam
H Islam
Pengertian konsep negara Islam sendiri adalah suatu negara, yang menggunakan
ajaran agama Islam sebagai landasan dan dasar penetapan hukum positif yang diberlakukan
pada negara tersebut. Dengan demikian, segala keputusan yang berhubungan dengan
pengambilan kebijakan negara itu, semua harus berdasarkan pada hukum agama Islam.
Dalam hal ini, harus mengacu pada aturan yang ada dalam Al Quran dan hadist sebagai
pijakan.
Sebelum menjelaskan prinsip-prinsip utama negara dalam perspektif Islam, disini
akan dijelaskan setidaknya terdapat enam alasan pentingnya kedudukan negara dan
pemerintahan dalam Islam berdasarkan sumber dalam Alquran, Sunnah dan praktek Shahabat
menurut Prof. Muhammad al Mubarak dalam “Nizham al Islam: al Mulk wad Daulah” :
1. Alqur’an memiliki seperangkat hukum yang pelaksanaannya membutuhkan institusi
negara dan pemerintahan. Diantara seperangkat hukum itu adalah hukum yang
berkenaan dengan pelaksanaan hudud dan qishas, hukum yang berkaitan harta benda
(mal) serta hukum yang menyangkut kewajiban jihad.
2. Alquran meletakkan landasan yang kokoh baik dalam aspek aqidah, syari’ah dan
akhlak yang berfungsi sebagai bingkai dan menjadi jalan hidup kaum Muslimin.
Pelaksanaan dan pengawasan ketiga prinsip utama dalam peri kehidupan kaum
Muslimin tidak pelak membutuhkan intervensi dan peran negara.
3. Terdapat ucapan-ucapan Nabi yang dapat menjadi istidlal bahwa negara dan
pemerintahan menjadi elemen penting dalam ajaran Islam. Ucapan-ucapan Nabi itu
meliputi aspek imarah (kepemimpinan), al walayah (keorganisasian), al hukmu
(kepemerintahan) dan al qadha (ketetapan hakim). Beberapa contoh hadistnya :
“Tidak halal bagi tiga orang yang sedang berada di sebuah perjalanan kecuali salah
seorang diantara mereka menjadi pemimpin.” (HR. Ahmad)
Mengomentari hadist ini, Syaikh Ibnu Taimiyyah mengatakan adalah wajib
mengangkat kepemimpinan sebagai bagian pelaksanaan agama (ad Dien) dan sebagai
perbuatan mendekatkan diri kepada Allah.”
4. Adanya perbuatan Nabi yang dapat dipandang sebagai bentuk pelaksanaan tugas-
tugas negara dan kepemerintahan. Nabi mengangkat para gubernur, hakim, panglima
perang, mengirim pasukan, menarik zakat dan rampasan perang, mengatur
pembelanjaan, mengirim duta, menegakkan hudud, dan melakukan perjanjian dengan
negara lain. R. Strothman dalam Encyclopedia of Islam mengatakan, “Islam adalah
fenomena agama politik sebab pendirinya adalah seorang Nabi dan sekaligus kepala
Negara.”
5. Setelah wafatnya Nabi, para shahabat menunda pemakaman Nabi dan bergegas
bermusyawarah memilih pengganti (Khalifah) Nabi. Tindakan para shahabat ini
menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan dalam Islam dan kesepakatan (ijma’)
mereka dalam hal ini (mengangkat kepemimpinan pengganti Nabi) dapat menjadi
sumber hukum Islam.
6. Hal ikhwah kepemimpinan (imarah) telah menjadi bagian kajian dan pembahasan
para ahli fiqh didalam kitab-kita mereka disepanjang sejarah.
Kesimpulan yang terlalu gegabah jika Islam (Al – Qur'ân) dikatakan agama yang
hanya mengaturpersoalan ritual semata. Islam adalah agama universal, agama yang
membawa misi rahmatan lilâlamîn. Islam juga memberikan konsep kepada manusia
mengenai persoalan yang terkait denganurusan duniawi, seperti, bagaimana mengatur sistem
perekonomian, penegakan hukum, konsep politik, dan sebagainya. Salah satu bukti tercatat
dalam sejarah, ketika Nabi hijrah ke kota Madinah beliau mampu menyatukan masyarakat
yang majemuk, terdiri dari berbagai agama danperadaban yang berbeda dalam satu tatanan
masyarakat madani. Dan perjanjian yang belliaudeklarasikan dengan orang-orang Yahudi
adalah satu cermin terbentuknya negara yang berciridemokrasi. Perjanjian itu mengandung
kebijaksanaan politik Nabi untuk menciptakan kestabilan bernegara
Berbicara mengenai konsep negara dalam Islam, lalu bagaimana kaitannya konsep –
konsep negara yang ada di dalam Islam dengan negara Indonesia sebagai negara demokrasi?
Indonesia adalah negara demokrasi karena negara Indonesia merupakan negara yang
berdaulat. Artiya kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Pemerintah hanya pihak yang
diberi kepercayaan oleh rakyat untuk mewujudkan cita – cita negara . Setiap negara memiliki
demokrasi berdasarkan ideoogi yang dianut negara tersebut Diantaranya adalah demokrasi
liberal, konstitusional, komunis, pancasila, dan lainnya. Berbeda dengan Amerika yang
menganut sistim demokrasi liberal (peran pemerintah terbatas dalam ikut campur kehidupan
masyarakatnya), Indonesia sendiri menganut sistim demokrasi pancasila yakni demokrasi
yang berdasarkan pada asas – asas pancasila.
Indonesia sebagai negara demokrasi juga berpegang pada nilai – nilai yang ada dalam
Al – Qur’an. Contoh sederhananya saja tertuang pada pancasila sila pertama yakni
“Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berasal dari kata Tuhan yaitu Allah pencipta segala yang
ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha Tunggal artinya bahwa zat
Tuhan tidak dari zat – zat yang banyak lalu menjadi satu. Jadi Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam
semesta beserta isinya.
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan
yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui logika.
Contoh salah satu dalil naqli : Al – Baqarah ayat 163
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Sebenarnya masalah politik atau pengaturan negara termasuk urusan duniawi yang
bersifat umum. Panduan al-Qur'ân dan sunnah juga bersifat umum. Karena itu, permasalahan
politik termasuk wilayah ijtihad umat Islam. Tugas cendekiawan muslim adalah berusaha
secara terus menerus untuk menjadikan al-Qur'ân sebagai sistem yang konkrit supaya dapat
diterjemahkan dalam pemerintahan sepanjang zaman. Inilah yang dilakukan empat khalîfah
sesudah Nabi, sehingga walaupun mereka berada dalam rangka pengamalan ajaran Islam,
pengorganisasian pemerintahnya berbeda antara satu dengan lainnya.
Dalam rangka menyusun teori politik Islam mengenai konsep negara yang ditekankan
bukanlah struktur "negara Islam", melainkan substruktur dan tujuannya. Sebab struktur
negara akan berbeda di satu tempat dan tempat lainnya. Ia termasuk wilayah ijtihad kaum
muslimin sehingga bisa berubah. Sementara substruktur dan tujuannya tetap menyangkut
prinsip-prinsip bernegara secara Islami.
Namun penting untuk dicatat, bahwa al-Qur'ân mengandung nilai-nilai dan ajaran
yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial politik umat manusia. Ajaran ini mencakup
prinsip-prinsip tentang keadilan, persamaan, persaudaraan, musyawarah, dan lain-lain. Untuk
itu sepanjang negara berpegang kepada prinsip-prinsip tersebut maka pembentukan "negara
Islam" dalam pengertian yang formal dan ideologis tidaklah begitu penting.
Ada beberapa ayat al-Qur'ân yang menggambarkan prinsip-prinsip di atas, atau secara
implisit menampilkan sebagai ciri negara demokrasi di antaranya adalah:
1. Keadilan
(QS. 5:8) Berlaku adillah kalian karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.
2. Musyawarah
(QS. 42:38) Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.
3. Menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran
(QS. 3:110) Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yangma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan berimanlah
kepada Allah.
4. Perdamaian dan persaudaraan
(QS. 49:10) Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara karena itu
damaikanlahantara kedua saudaramu dan bertaqkwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.
5. Keamanan
(QS. 2:126) Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo'a, Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini
negeri yang amansentosa.
6. Persamaan (QS. 16:97 dan 40:40)
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalamkeadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yangbaik (QS. 16:97).
Jika prinsip-prinsip di atas benar-benar ditegakkan dalam sebuahnegara, tanpa melihat simbol
atau bentuk legal-formal negara itu sendiri maka apa yang Allahtelah lukiskan dalam Al –
Qur'ân surat Saba' ayat 15 akan dapat dirasakan. Firman Allah tersebut :
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka
yaitudua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
Makanlaholehmu rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu)adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun
(QS. 34:15).
Apa yang dikatakan Ibn Taimiyah, negara sebagai sesuatu yang perlu untuk
menegakkan suruhan agama, tetapi eksistensinya adalah sebagai alat belaka dan bukan
lembaga keagamaan itu sendiri. Jadi, kalau negara adalah alat yang perlu untuk menegakkan
agama, maka manusia tentu tidak akan menggunakan alat yang sama dari suatu masa ke masa
yang lain. Suatu alat dalam makna yang lazim dipahami mungkin akan lebih canggih
berbanding dengan alat yang lain yang dipergunakan di masa silam meskipun keduanya
dipergunakan untuk mencapai maksud yang sama. Tuhan akan melanggengkan suatu negara
yang menjaga prinsip keadilan, walaupun negara tersebut secara formal bukan negara Islam.
Tetapi sebaliknya, Tuhan akan menghancurkan apabila nilai-nilai tersebut dikesampingkan.
Al-Qur'ân maupun sunnah tidak memiliki preferensi terhadap sistem politik yang
mapan untuk menentukan bentuk legal-formal negara yang ideal. Islam hanya memiliki
seperangkat nilai etis yang dapat dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan negara yang
sejalan dengan prinsip – prinsip demokrasi. Persoalan politik (negara) lebih merupakan
urusan kreatifitas manusia, atau kerangka wilayah fiqh yang perlu dilakukan ijtihad. Sebagai
wilayah fiqh maka setiap rumusan dan interpretasi yang dihasilkan tentu berbeda, karena
paradigma yang digunakan pun juga berbeda.
Jadi walaupun Indonesia adalah negara demokrasi bukan berarti negara ini tidak
berpegang kepada nilai – nilai yang ada dalam Al – Qur’an. Indonesia tidak perlu membentuk
pembentukan “Negara Islam” dalam pengertian yang formal dan ideologis karena tidak
terlalu begitu penting. Yang penting adalah substansinya, artinya nilai – nilai Al – Qur’an
seperti musyawarah (syûrâ), keadilan ('adâlah), persamaan (musâwah), hak-hak asasi
manusia (huqûq al-adamî), perdamaian (shalâh), keamanan (aman) dan lain-lain bisa
direalisasikan dalam konteks bernegara. Juga telah dijelaskan diatas bahwa Islam pun
mengakui adanya prinsip perbedaan dalam potensi dan kemampuan. Oleh karena itu, semua
potensi dan kemampuan diberi hak yang sama. Adapun dalam konteks kesetaraan hak-hak
ahlul dzimmi (non Muslim), tidak ada perbedaan antara ahlul dzimmi dengan kaum Muslimin
dalam hak-hak sosial mereka kecuali perbedaan dalam hal Aqidah. Kesetaraan dalam
perspektif ini adalah memperlakukan kaum Muslimin sesuai dengan aqidah mereka dan
memperlakukan ahlul dzimmi tidak sesuai dengan aqidah mereka. Namun diluar itu, ahlul
dzimmi memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum Muslimin dalam segala hal.
Sehingga pada akhirnya (baldatun toyyibatun wa robbun ghafur) bukan hanya sekedar ide
dan cita-cita, tetapi sebuah realita yang bisa dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://anisatulfaiqoh.blogspot.co.id/2014/12/makalah-negara-islam-dan-negara.html
http://ahmeddzakirin.blogspot.co.id/2010/09/bab-ii-konsep-negara-dalam-islam.html.
h