Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Mataram. Jl. Majapahit No. 62,
Mataram 83125, Nusa Tenggara Barat. Tel.: +62-370-646506, Fax.: +62-370-
646506
ABSTRAK
Ikan kerapu (Epinephelus Spp) merupakan salah satu komoditi ekspor non migas
yang cukup potensial untuk dikembangkan. Sebagai ikan konsumsi ikan ini
banyak dibutuhkan untuk hidangan restoran dan hotel mewah di dunia. Kisaran
berat 500 – 100 gram per ekor, terutama dalam keadaan hidup memiliki harga
tinggi dibandingkan dalam bentuk ikan mati. Negara konsumen terbesar adalah
Hongkong dan Singapura. Teknik budidaya ikan kerapa pada keramba jaring
apung (KJA) haruslah merupakan KJA yang efektif dan efisien. Tujuan praktikum
adalah untuk mengetahui teknik pembesaran budidaya ikan kerapu dan cara
pencegahan penyakit. Metode yang digunakan yaitu metode pengambilan sampel
adalah ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) diambil pada keramba jaring
apung (KJA) di Perairan Batu Nampar secara acak sebanyak 2 ekor dengan
ukuran yang bervariasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu tahapan
pembesaran ikan kerapu dapat dilakukan di keramba jaring apung (KJA) dan
cara penangan penyakit dapat dilakukan dengan cara perendaman air tawar atau
dipping dengan waktu yang telah ditentukan.
Kata kunci : Pembesaran ikan kerapu, keramba jaring apung (KJA), dipping,
panjang-berat
PENDAHULUAN
Ikan kerapu merupakan komoditas penting di perairan Indonesia yang
mempunyai prospek pemasaran yang cerah, baik dalam negeri maupun ekspor.
Permintaan yang cukup tinggi terhadap komoditas kerapu telah mengakibatkan
terjadinya eksploitasi (penangkapan ikan) yang berlebih. Penangkapan yang
berlebih dengan cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan, misalnya dengan
menggunakan bahan peledak atau racun, dapat mengancam kelestarian
lingkungan.
Dari beberapa jenis ikan kerapu, ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis)
merupakan salah satu ikan laut yang berprospek cukup cerah. Ikan kerapu tikus
merupakan ikan yang harga pasarannya paling mahal yakni mencapai Rp 300.000
per kg dan untuk benih Rp 1.500 per cm nya. Produksinya tidak hanya berasal
dari penangkapan, tingkat pemanfaatan yang tinggi dan penangkapan berlebih
menuntut diperlukannya upaya pengelolaan agar kelestariannya terjaga. Aktivitas
yang dilakukan diantaranya melalui pembudidaya yang berminat untuk
membesarkan ikan kerapu tikus, akan tetapi dari sekian banyak pengusaha
budidaya kerapu, tidak banyak yang memahami tentang pembesaran dan
penanganan penyakit pada ikan kerapu. Oleh karena itu perlu adanya pengkajian
tentang teknik pembesaran dan cara penanganan penyakit ikan kerapu tikus.
Tujuan dari praktikum ini adalah Untuk mengetahui teknik pembesaran dan cara
penanganan penyakit pada ikan kerapu tikus.
Menurut Weber and Beofort (1940) dalam Evalawati et al (2001)
taksonomi ikan kerapu tikus adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Sub Class : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Serranidae
Genus : Cromileptes
Spesies : Cromileptes altivelis
Ikan kerapu tikus ini bertubuh agak pipih dan warna dasar kulit tubuhnya
abu-abu dengan bintik-bintik hitam diseluruh permukaan tubuh. Kepala berukuran
kecil dengan moncong agak meruncing. Karena kepala yang kecil mirip bebek,
maka jenis ini popular sebagai kerapu bebek. Namun, ada pula yang menyebutnya
sebagai kerapu tikus karena bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai
moncong tikus. Ikan kerapu tikus digolongkan sebagai ikan konsumsi bila bobot
tubuhnya telah mencapai 0.5 – 2 kg/ekor (Kordi, 2001).
Menurut Subyakto dan Cahyaningasih (2003), kerapu bersifat hermaprodit
protogini, yakni pada tahap perkembangan mencapai dewasa (matang gonad)
berjenis kelamin betina kemudian berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar
atau ketika umurnya bertambah tua.
Menurut Kordi (2001) ikan kerapu memijah sepanjang tahun. Untuk
melakukan pemijahan, ikan kerapu membutuhan salinitas antara 28-32 ppt,
dengan suhu antara 27°C - 30°C. Ikan kerapu tikus memijah disaat gelap, yaitu
ketika bulan tidak bersinar terang. Biasanya berlangsung antara tanggal 25 hingga
tanggal 5 berikutnya (bulan arab).
Habitat favorit larva kerapu tikus muda adalah perairan pantai yang
pasirnya berkarang dan banyak ditumbuhi padang lamun (ladang terumbu
karang). Pada siang hari, larva kerapu biasanya tidak muncul ke permukaan air,
sebaliknya pada malam hari, larva kerapu banyak muncul ke permukaan air. Hal
ini sesuai dengan sifat kerapu sebagai organisme nocturnal, yakni pada siang hari
lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif
bergerak di kolom air untuk mencari makanan. (Subyakto, et. al. 2003).
Kebiasan makan ikan kerapu tikus, menurut Iskandar dan Mawardi (1996)
dalam Risamasu (2008) ikan kerapu tikus yang termasuk dalam keluarga
serranidae merupakan ikan nokturnal dimana ikan ini mencari makan pada malam
hari. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-
ikan tersebut digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan
secara individu, gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak
begitu luas serta lebih banyak menggunakan indera perasa dan indera penciuman.
Setianto (2011) melaporkan dalam siklus hidupnya, pada umumnya kerapu tikus
muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5- 3 meter selanjutnya
menginjak masa dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40 meter,
biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang hari dan senja hari, telur dan
larva bersifat pelagis sedangkan kerapu muda hinggga dewasa bersifat demersal.
Ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses
diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan.
METODOLOGI
Waktu dan tempat praktikum
Praktikum dilaksanakan pada hari Minggu, 16 Desember 2018. Praktikum
dilaksanakan di Desa Batu Nampar, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat.
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Keramba Jaring Apung
(KJA), perahu, bak kontainer, timbangan, penggaris, DO meter, pH meter,
refraktometer, TDS, secchi disk, turbidimeter. Dan bahan yang digunakan adalah
ikan kerapu, air tawar, air laut.
Pengukuran panjang dan berat
Pengukuran panjang dan berat dilakukan dengan cara mengukur panjang
total sampel kerapu di keramba jaring apung. Masing-masing kelompok minimal
2 ekor sampel. Lalu dihitung jumlah total kerapu dalam 1 lubang/jaring (berat
total=berat rata-rata 1 ekor kerapu x jumlah total kerapu dalam 1 lubang) dan
dicatatt hasil pengukuran tersebut.
Perendaman (dipping)
Perendaman (dipping) dengan air tawar dilakukan dengan cara
menyiapkan bak kontainer dan letakkan air tawar di ember. Masukkan kerapu dan
rendam dengan air tawar (kelompok 1:1 menit, kelompok 2:5 menit, kelompok
3:10 menit, kelompok 4:20 menit). Catat dan dokumentasikan tingkah laku ikan
selama perendaman
Pengukuran kualitas air
Pengukuran kualitas air dengan cara mengukur oksigen terlarut, pH,
salinitas, kekeruhan, kecerahan, suhu, TDS di keramba jaring apung untuk
budidaya kerapu. Catat hasil pengukuran kualitas air
HASIL DAN PEMBAHASAN
Budidaya ikan kerapu tikus dapat dilakukan dengan menggunakan bak
semen atau pun dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA).
Mempersiapkan unit budidaya ikan kerapu harus berada di lokasi yang tidak
mengancam kelestarian sumber daya kelautan. Kapasitas perlu dipertimbangkan
agar keramba jaring apung (KJA) yang berlebih muatannya tidak berubah menjadi
sistem yang mengganggu kondisi lingkungan. Mengatur jarak antara keramba
untuk mengoptimalkan penggunaan daya dukung. Keramba jaring apung untuk
ikan kerapu perlu pengawasan terhadap kondisi fisik lingkungan yang meliputi
suhu, arus, kedalaman, kekeruhan, gelombang, amplitudo pasang surut. Serta,
faktor kimia lingkungan di antaranya kadar oksigen terlarut, salinitas dan
parameter biologi lainnya.
Desain atau tata letak keramba jaring apung (KJA) terdiri dari pembuatan
rakit keramba, pelampung, jaring, rumah jaga, pengikat pemberat dan sebagainya.
Rakit merupakan kerangka untuk menempatkan semua peralatan KJA serta
sebagai jalan untuk memudahkan pemiliharaan. Terbuat dari bahan bambu utuh,
kayu, pipa PVC/galvanis, atau kombinasi. Ukurannya menyesuaikan dengan
kebutuhan luas per petak jaringnya dan jumlah per unitnya, yaitu sekitar 3 m x 3
m, 5 m x 5 m, atau 7 m x 7 m. dalam 1 unit biasanya terdapat 2 – 8 petak jarring
atau lebih. Hal ini sejalan dengan Ardi (2013) yang menyatakan bahwa Keramba
jaring apung terdiri atas keramba (jaring) dan rangka (rakit dan besi) dengan
ukuran yang seragam. Satu unit KJA terdiri atas 4 petak (kolam) dan dibangun
dari beberapa bagian rangka yang dilengkapi dengan dua lapis jaring. Satu petak
KJA dibuat dengan ukuran panjang 7 m, lebar 7 m, dan dalam 4 m.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa teknik pembesaran
budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA) memerlukan konstruksi
KJA yang efektif dan efisien untuk keberhasilan budidaya. Parameter kualitas air
mempengaruhi kelangsungan dan pertumbuhan ikan kerapu. Dan penanganan
penyakit pada ikan kerapu dapat dilakukan dengan cara perendaman pada air
tawar atau dipping sebelam beberapa menit untuk memutuskan siklus hidup
ektoparasit.
DAFTAR PUSTAKA
Affan, J.M. 2012. Identifikasi lokasi untuk pengembangan budidaya keramba
jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan kualitas air di
perairan pantai timur Bangka Tengah. J. Depik. 1(1):78-85
Akbar, S. dan Sudaryanto. 2002. Pembenihan dan pembesaran ikan kerapu bebek.
Penebar Swadaya. Jakarta. Hal:103
Baskoro, Mulyono S., Taurusman, Am Azbas dan Sudirman. 2010. Tingkah Laku
bebek dan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Ditjenkan. Jakarta
Evalawati., M. Meiyana dan Aditya. 2001. Biologi Kerapu, Pembesaran Kerapu
Tangga. Agromedia pustaka. Jakarta. Hal:61
Kordi, M. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius.
Yogyakarta
Mulfizar, Zainal AM, Irma D. 2012. Hubungan Panjang berat dan faktor kondisi
tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan kuala gigieng, aceh besr,
provinsi aceh. jurnal depik vol 1(1) hal:1-9
Risamasu, F.J.L. 2008. Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan
Bubu Dasar Berumpon. Institut Pertanian Bogor. Bogor, hal:21
Setianto, Adi. 2011. Usaha Budidaya Ikan Kerapu. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.hal:162
Subyakto, Slamet dan Cahyaningasih, S. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah
Ikan Hubungannya dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap.
Lubuk Agung. Bandung. 258
Surakhmad, Winarno. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode, dan
Teknik Edisi kedelapan. Penerbit Tarsito. Bandung