Anda di halaman 1dari 13

NAMA : ANISA FITRI

NIM : 04011281722154
KELAS : ALPHA 2017

LEARNING ISSUE

A. HEPATITIS B
DEFINISI
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang
dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit
kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh
secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan.

ETIOLOGI
Hepatitis B ditularkan kepada orang lain apabila darah atau cairan tubuh (misalnya
air liur, air mani dan lelehan vagina) yang berisi virus hepatitis B memasuki tubuh seseorang
melalui:
1. Kulit pecah
2. Selaput lendir
3. Aliran darah dengan bersama-sama menggunakan alat suntik, atau menggunakan jarum
setelah seorang yang terinfeksi, luka jarum, atau alat tercemar.
4. Berhubungan kelamin dengan seorang yang terinfeksi tanpa menggunakan kondom.
5. Hepatitis B juga dapat ditularkan kepada bayi pada saat lahir dari ibu yang terinfeksi.

EPIDEMIOLOGI
Penyakit hepatitis B dapat terjadi pada semua umur dan jenis kelamin. Data
menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi VHB sebelum usia satu tahun mempunyai risiko
kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi VHB terjadi pada usia antara 2-5 tahun
risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak berusia diatas 5 tahun
hanya berisiko 5-10% untuk terjadi kronisitas. Berdasarkan jenis kelamin ternyata pria
cenderung lebih banyak dari pada wanita. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) sejak Juli 1992-April 2000, dari 28 penderita hepatitis B kronis yang
dirawat, diperoleh 19 orang HBsAg positif adalah pria (67,86%).10 Penelitian Sujono Hadi
(1996) di beberapa kota di Indonesia seperti : Jakarta, dari 9.498 orang yang diperiksa,
diperoleh 2.447 orang HBsAg positif, 1.783 orang adalah pria (72,86%), sedangkan wanita
sebanyak 664 orang (27,14%). Di Surabaya, dari 7.759 orang yang diperiksa, diperoleh 1.805
orang dengan HBsAg positif, 1.176 orang adalah pria (65,15%), sedangkan wanita sebanyak
629 orang (34,85%), kemudian di Bandung dari 7.365 orang yang diperiksa, diperoleh 1.080
orang dengan HBsAg positif, didapati 673 pria (62,31%), sedangkan pada wanita sebanyak
407 orang (37,69%).
Di Denpasar dari 2.179 orang yang diperiksa, diperoleh 217 orang dengan HBsAg
positif, ditemukan pria dengan jumlah lebih banyak yaitu 168 orang (77,42%), sedangkan pada
wanita 49 orang (22,58%). Selanjutnya di Manado dari 603 orang yang diperiksa, ditemukan
60 orang yang dinyatakan HBsAg positif, ditemukan pria dengan jumlah 46 orang (76,66%),
sedangkan pada wanita sebanyak 14 orang (23,34%).

FAKTOR RISIKO
a. Anak yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B.
b. Anak-anak kecil di tempat perawatan anak yang tinggal di lingkungan yang endemis.
c. Tinggal serumah atau berhubungan seksual suami istri dengan penderita.
d. Pekerja kesehatan. Paparan terhadap darah secara rutin menjadi potensi utama terjadinya
penularan di kalangan kesehatan.
e. Pasien cuci darah.
f. Pengguna narkoba dengan jarum suntik.
g. Mereka yng menggunakan peralatan kesehatan bersama seperti pasien dokter gigi dan lain-
lain.
h. Orang yang memberi terapi akupuntur atau orang yang menerima terapi akupuntur.
i. Mereka yang tinggal di daerah endemis hepatitis B.
j. Mereka yang sering bepergian ke daerah endemis hepatitis B.
k. Mereka yang beragnti-ganti pasangan dan ketidaktahuan akan kondisi kesehatan pasangan.
l. Kaum homoseksual.

KLASIFIKASI
1. Hepatitis B akut
2. Hepatitis B kronik
PATHOGENESIS
Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA VHB
terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap dan semua antigen
terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai dengan molekul MHC kelas
I menyebabkan pengaktifan limfosit T CD8+ sitotoksik. Selama fase integratif, DNA virus
meyatu kedalam genom pejamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya
antibodi virus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko terjadinya
karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian disebabkan oleh disregulasi pertumbuhan
yang diperantarai protein X VHB. Kerusakan hepatosit terjadi akibat kerusakan sel yang
terinfeksi virus oleh sel sitotoksik CD8+. Fase tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 4. Patogenesis imun pada virus hepatitis B.


Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 1010-1012 virion dihasilkan setiap
hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor di permukaan sel
hati (Gambar 3). Setelah terjadi fusi membran, partikel core kemudian ditransfer ke sitosol dan
selanjutnya dilepaskan ke dalam nucleus (genom release), selanjutnya DNA VHB yang masuk
ke dalam nukleus mula-mula berupa untai DNA yang tidak sama panjang yang kemudian akan
terjadi proses DNA repair berupa memanjangnya rantai DNA yangpendek sehingga menjadi
dua untai DNA yang sama panjang atau covalently closed circle DNA (cccDNA). Proses
selanjutnya adalah transkripsi cccDNA menjadi pre-genom RNA dan beberapa messenger
RNA (mRNA) yaitu mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs.

Gambar 5. Siklus replikasi virus hepatitis B.


Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana proses translasi
menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X dan pre-C, sedangkan translasi
mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs.
Proses selanjutnya adalah pembuatan nukleokapsid di sitosol yang melibatkan proses
encapsidation yaitu penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg. Proses reverse
transcription dimulai, DNA virus dibentuk kembali dari molekul RNA. Beberapa core yang
mengandung genom matang ditransfer kembali ke nukleus yang dapat dikonversi kembali
menjadi cccDNA untuk mempertahankan cadangan template transkripsi intranukleus. Akan
tetapi, sebagian dari protein core ini bergabung ke kompleks golgi yang membawa protein
envelope virus. Protein core memperoleh envelope lipoprotein yang mengandung antigen
surface L, M, dan S, yang selanjutnya ditransfer ke luar sel.

PATOFISIOLOGI
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. VirusHepatitis B
mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga
melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam
nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan
berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB memerintahkan sel hati
untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah,
terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita
terhadap infeksi.
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti
banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon imun
host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan
proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat
kerusakan sel hati.Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein
VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen
(HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami proses
intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability
Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung oleh
Limfosit T sitotoksik CD8+.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi
asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut.
Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain
tetapi dengan intensitas yang lebih berat.
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase
inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia,
mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat
terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan
kolestitis.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi
perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan
abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih
sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan

Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam
bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi
menjadi tiga fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi dalam
darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada
dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus yang
berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan
konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB.
3. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang
terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan
sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual
ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe
yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.

DIAGNOSIS DIFERENTIAL

ALGORITMA PENEGAKKAN DIAGNOSIS


Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi seperti pernah
transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan
hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen
dan Biopsi hepar. Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia,
serologis, dan molekuler. Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis,
selanjutnya pada biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
b) Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar SGOT dan SGPT ≥
2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas primer yang lebih lengkap.
KOMPLIKASI
1. Sirosis Hati
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus
pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati
disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati.

Patologis
Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah
kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan
fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstitium (tipe I, III, dan IV) di saluran
porta dan sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara
sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus
kolagen tipe IV.
Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel
mengendap di semua bagian lobus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan
penetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri hepatica ke
vena porta. Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa
yang mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan
vena porta ke venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu,
berkontribusi dalam hipertensi porta, yang meningkat akibat nodul regenerasi
menekan venula hepatica. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran
endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan
hepatosit, menjadi saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran
zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan,
lipoprotein) antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.

Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stellata
perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara
normal berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami
pengaktifan selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan
berubah menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan
pengendapan kolagen dapat berasal dari beberapa sumber : peradangan kronis,
disertai produksi sitokin peradangan seperti factor nekrosis tumor (TNF),
limfotoksin, dan interleukin 1; pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera
(sel Kupffer, sel endotel, hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan
matriks ekstrasel; stimulasi langsung sel stelata oleh toksin.

Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan
ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara system arteri dan porta pada pita
fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan system vena
porta yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama
adalah (1) asites, (2) pembentukan pirau vena portosistemik, (3) splenomegali
kongestif, dan (4) ensefalopati hepatika.

 Asites : adalah kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor


utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Factor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air
serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Kelainan ini biasanya mulai
tampak secara klinis bila telah terjadi penimbunan paling sedikit 500 mL,
tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai berliter-liter dan menyebabkan
distensi massif abdomen. Cairan biasanya berupa cairan serosa dengan
protein 3g/dL (terutama albumin) serta zat terlarut dengan konsentrasi
serupa, misalnya glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah.

 Pirau portosistemik : dengan meningkatnya tekanan sistem porta, terbentuk


pembuluh pintas di tempat yang sirkulasi sistemik dan sirkulasi porta
memiliki jaringan kapiler yang sama. Tempat utama adalah vena disekitar
dan di dalam rektum (bermanifestasi sebagai hemoroid), taut
kardioesofagus (menimbulkan varises esophagogastrik), retroperitoneum,
dan ligamentum falsiparum hati (mengenai kolateral dinding abdomen dan
periumbilikus). Walaupun dapat terjadi, perdarahan hemoroid jarang massif
atau mengancam nyawa. Yang lebih penting adalah varises esofagogastrik
yang terjadi pada sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan
menyebabkan hematemesis massif dan kematian pada sekitar separuh dari
mereka. Kolateral dinding abdomen tampak sebagai vena subkutis yang
melebar dan berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput medusa) dan
merupakan tanda klinis utama hipertensi porta.

 Splenomegali : kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali


kongestif. Derajat pembesaran sangat bervariasi (sampai 1000 g) dan tidak
selalu berkaitan dengan gambaran lain hipertensi porta.

2. Ensefalopati Hepatik
3. Kanker Hati

TATA LAKSANA
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Tata laksana Farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh pasien
 Antipiretik bila demam; Paracetamol 500 mg (3-4x sehari)
 Apabila ada keluhan gastrointestinal seperti:
 Mual: Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10 mg/hari atau Domperidon
3x10mg/hari
 Perut perih dan kembung: H2 Blocker (Simetidin 3x200 mg/hari atau
Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x 20
mg/hari)
 Kontrol secara berkala terutama bila muncul kembali gejala kearah penyakit
hepatitis.

PROGNOSIS
Virus hepatitis B menyebabkan hepatitis akut dengan pemulihan dan hilangnya
virus, hepatitis kronis nonprogresif, penyakit kronis progresif yang berakhir dengan sirosis,
hepatitis fulminan dengan nekrosis hati masif, keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau
tanpa penyakit subklinis progresif. Virus ini juga berperan penting dalam terjadinya karsinoma
hepatoselular. Setiap tahun, lebih dari 600.000 orang meninggal diakibatkan penyakit hati
kronik oleh VHB belanjut ke sirosis, kegagalan hati dan hepatocellular carcinoma.

SKDI
2 : mendiagnosis dan merujuk.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan
B. PEMERIKSAAN FISIK DAN SPESIFIK
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum Sakit sedang - Abnormal
Compos mentis Compos mentis Normal
Tanda TD 120/80 mmHg 120/80 Normal
vital Nadi 90 x/menit 60-100 x/menit Normal
RR 20 x/menit 16-24 x/menit Normal
Suhu 37,2oC 36,5-37,5oC Normal
IMT BB: 54 kg 18,5-25 Normal
TB: 160 cm
𝐵𝐵
IMT= (𝑇𝐵)2
54 𝑘𝑔
= (1,6 𝑚)2

= 21,09
Pemeriksaan Fisik Spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra tidak Konjungtiva palpebra Normal
pucat tidak pucat
Sklera kuning (+/+) Sklera kuning (-/-) Abnormal
Leher JVP 5-2 cmH2O JVP 5±2 cmH2O Normal
Kelenjar limfe tidak teraba Kelenjar limfe tidak teraba Normal
Thorak Thoracic Spider nevi nampak jelas - Abnormal
s wall
Pulm I Simetris, statis, dan dinamis Simetris, statis, dan Normal
o dinamis
P Stem fremitus kanan dan Stem fremitus kanan dan Normal
kiri sama kiri sama
P Semua lapangna paru sonor Semua lapangna paru Normal
sonor
A Suara napas vesikuler Suara napas vesikuler Normal
(+/+), rhonchi (-/-), (+/+), rhonchi (-/-),
wheezing (-/-) wheezing (-/-)
Cor I Rata, denyut apex tidak Rata, denyut apex tidak Normal
terlihat terlihat
P Denyut apex tidak teraba Denyut apex tidak teraba Normal
P Batas jantung normal Batas jantung normal Normal
A HR 80 x/menit, reguler, HR 60-100 x/menit, Normal
suara jantung I-II normal reguler, suara jantung I-II
normal
Abdo I Rata, caput medusa (-), - Normal
men cullen sign (-), gray-turner
(-)
A Suara usus normal Suara usus normal Normal
P Shifting dullness (+) - Asites
P Weak - Abnormal
Murphy sign (-) - Normal
Liver tidak teraba Liver tidak teraba Normal
Lien S2 Lien S1 Pembesaran
lien
Ballottement (-) - Normal
Ekstremitas Edema pretibial (+) - Abnormal
Palmar erythema (+) - Abnormal

Sklera ikterus
Kerusakan parenkim & duktuli empedu intrahepatik  Kerusakan konjugasi  bilirubin
tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikum  bilirubin direct ↑  masuk
pembuluh darah sclera mata  sklera ikterus

Spider nevi
Sirosis hati → fungsi hati pada degradasi estrogen menurun→ aktivitas estrogen dan
substansi P (yang normalnya di inaktivasi oleh hati) dalam tubuh ↑ → vasodilatasi dan lesi
vaskuler ↑ → spider nevi

Splenomegali
Sirosis/fibrosis hati  obstruksi aliran darah vena porta  ↑ P hidrostatik vena porta &
splenik  Hipertensi portal  Splenomegali

Asites
Kerusakan sel hati  produksi albumin ↓ P onkotik ↓ & P hidrostatik ↑  akumulasi
cairan di rongga peritoneum  Asites

Pretibial edema
Kerusakan sel hati  produksi albumin ↓ P onkotik ↓ & P hidrostatik ↑  akumulasi
cairan di jaringan ikat longgar di pretibial dan pengaruh gravitasi  pretibial edema

Palmar eritema
Sirosis hati → fungsi hati pada degradasi estrogen ↓ → aktivitas estrogen dan substansi P (yg
normalnya di inaktivasi oleh hati) dalam tubuh ↑ → ↑ vasodilatasi dan lesi vaskuler →
palmar eritema

Anda mungkin juga menyukai