ABSTRACT
The study was conducted in Besulutu, a sub-district in Konawe, Sulawesi Tenggara. The study done
using a survey method and analytical approach was intended to observe the agricultural systems based on
their soil classes. Intensive observations were done on the randomly spanned spots. A field map with a scale
of 1:50.000 was used. Detail soil characteristics were determined on each spot. The data were evaluated based
on their soil classes and agricultural utilizations.
The results showed that 0.54% (60.35 ha) of the study area were used for planting annual crops;
5.83% (649.04 ha) for perennial crops mixed with staple food crops, 8.68 % (965.42 ha) for multi-cropping
systems of staple food crops, 10.42o/o (1,159.54 ha) for mixed perennial crops combined with pasture crops,
19.03 % Q,116.96 ha) for mixed perennial crops combined with staple food crops, 23.12% (2,571.60 ha) for
mixed perennial crops followed by soil conservation, 12.67 Vo ( 1,409.18 ha) for agroforestry, and 17.49 %"
(1,945.53 ha) for soil conservation, respectively.
t) Snf fengaiar P& hrntsan Agroubotogi Fafultos Pertsnian (Jniversitas Halualeo, Kendori 135
136
pipet), permeabilitas tanah (metode double perencanaan lahan dan penerapan sistem
ring), dan salinitas metode (kandubivimeter). pertanian yang efektif dan berkelanjutan.
Data iklim dicatat di Stasiun Iklim Dinas Evaluasi lahan merupakan suatu proses
Kimpraswil hovinsi SLJLTRA Pencatatan pendugaan keragaan Qterformance) lahan
(1997-2007). Data yang dikumpulkan tersebut apabila lahan digunakan untuk tujuan tertentu
selanjuhya dievalnasi pada setiap satuan lahan atau memprediksi keragaan lahan mengenai
dengan kriteria kelas kemampuan lahan, keuntungan yang diharapkan dari penggunaan
selanjutnya menjadi bahan kajian dalam lahan dan kendala pengguna:ilr lahan yang
menentukan arahan perencanaan sistem produktif serta degradasi lingkungan yang
pertaniannya. diperkirakan akan terjadi karena penggunaan
lahan (Rayes,2006).
Konsep Lahan dan Sistem Pertanian
Optimalisasi sumberdaya lahan dalam
Lahan merupakan suatu lingkungan
fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, rangka mengembangkan sistem pertanian
hidrologi dan vegetasi dimana pada batas- diperlukan pengelolaan menyeluruh dalam
keseimbangan yang saling melengkapi dan
batas tertentu mempengaruhi kemampuan
penggunaan lahan, termasuk didalamnya mampu mensinergikan potensi tanah, tanaman
adalah akibat-akibat kegiatan manusi4 baik dan lingkungannya yaitu antara lain (l )
pada masa lalu maupun sekarang, seperti mengenal karakteristik biofisik tanah, (2)
reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan menjaga dan meningkatkan tingkat kesuburan
hutan, dan akibat-akibat yang merugikan tanah melalui pemeliharaan proses biologi
seperti erosi dan akumulasi garam. Lahan tanah yang berhubungan erat dengan siklus
merupakan bagian dari bentang lahan (land
unsur hara alami dan indikator kesuburan
scape) yang mencakup pengertian lingkungan
tanah lainny4 (3) mengendalikan kerusakan
fisik, termasuk topografi (reliefl hidrologi tanah, dan (4) mengantisipasi pengaruh
keragaman afrnosfer seperti iklim (Agussalim
bahkan vegetasi alami (natural vegetation)
yang semuanya secara potensial berpengaruh dan Amiruddin, 2007). Untuk mencapai
terhadap p€nggunaan lahan (FAO,1976 dalam
pembangunan pertanian yang dapat
Djaenuddin dan Basuni, 1994\. Seiring dengan
memberikan hasil yang cukup tinggi bagi
pesatnya pembangunan, pertumbuhan
pertanian dalam jangka pendek tanpa
penduduk juga meningkat yang berimplikasi menimbulkan kerusakan sumberdaya alam
pula pada peningkaan pemenuhan kebutuhan dalam jangka panjang, diperlukan penerapan
pangan, sehingga setiap daerah dituntut untuk
teknologi sistem usaha tani konservasi untuk
membangun pertanian menjadi industri yang
menggali dan memanfaatkan seluruh potensi
sumberdaya lahannya s@ara optimal untuk
lestari berdasarkan pengembangan sistem
pengelolaan lahan dan tanaman yang
mendukung dan mengembangkan sektor
pertanian yang tangguh dan handal sehingga ekonomis dalam jangka pendek dan dapat
mempertahankan produktivitas lahan yang
mampu menjamin stabilitas sistem pertanian
cukup tinggi dalam waktu yang tidak terbatas
dan kelangsungan produktivitas yang tinggi
(Sinukaban, 1995).
dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk
tanpa mengabaikan prinsipprinsip kelestarian
Hadadi (2002) menyatakan bahwa
sistem pertanian di Indonesia terdiri dari; (l)
lingkungan (Ginting, 2007). Pemanfaatan
sumberdaya lahan guna memenuhi kebutuhan
Sistem ladang merupakan sistem pertanian
yang paling primitif. Suatu sistem peralihan
pangan penduduk tersebut menyebabkan
dari tahap budaya pengumpul ketahap budaya
tedadinya tekanan terhadap sumberdaya lahan,
seringkali melebihi daya dukungnya sehingga
penanam. 'Pengolahan tanahnya sangat
dapat menyebabkan terjadinya degradasi minimum, produktivitas tergantung pada
ketersediaan lapisan humus yang ada, yang
lahan. Untuk mengurangi terjadinya degradasi
terjadi karena sistem hutan. Tanaman yang
lahan dan dalam upaye menunjang
diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti
pembangunan pertanian yang berkelanjutan,
padi ladang, jagung, atau umbi umbian. (2)
-
maka sebelum lahan itu diusahakan perlu Sistem tegal pekarangan, berkembang di
dilakukan evaluasi berdasarkan
lahan-lahan kering yang jauh dari sumber-
kemampuannya.
sumber air yang cukup. Sistem ini di usahakan
Evaluasi lahan sesuai dengan
orang setelah mereka menetap lama di wilayah
kemampuannya akan sangat membantu dalam
itu, walaupun demikian tingkatan
Tabel l. Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam
Penggunaan Lahan.
Intcnsitas dar pilihan p€ngguram rn€ningkaf
---+
Kelas kemampuan Penggembalan Perianian
cag.u
lahan Huten
alam Sangat
Terbatas sedang intensif Terbetas iedang lntcnsif
intensif
Hambatan
I
meningkat
T
Kescsuaian
I
dan
pilihan I
Pengguna
I
an I
Lahan I
Berkurang \
\
I
\
Y I
\
I
I
\
I
I
I
Sumber: Hardjowigeno dot Widiatmaka, 2001.
hati, atau kedua-duanya. Penggunaan tanah Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga
kelas [V sangat terbatas karena salah satu atau agar rumputnya selalu menutup dengan baik.
kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng Bila dihutankan, penebangan kayu harus
curam, (2) kepekaan erosi besar, (3) erosi yang selektif. Bila dipaksakan untuk tanaman
telah terjadi berat, (a) tanah dangkal, (5) daya semusim, harus dibuat teras bangku. Tanah ini
menahan air rendah, (6) sering tergenang air mempunyai penghambat yang sulit sekali
(banjir) yang menimbulkan kerusakan berat diperbaiki, yaitu: (l) lereng sangat curam, (2)
pada tanaman, (7) drainase terhambat dan bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi
masih sering tergenang meskipun telah dibuat sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5)
saluran drainase, (8) salinitas atau Na agak drainase sangat buruk atau tergenang (6) daya
tinggi, (9) penghambat iklim sedang. Pada menahan air rendah, (7) salinitas atau
tanah yang berlereng cunaln, bila digunakan kandungan Na tinggi, dan (9) penghambat
untuk tanaman semusim diperlukan iklim besar. Ditambahkan pula oleh Arsyad
pembuatan teras atau pergiliran dengan (2000) lahan kelas VI pada peta klasifikasi
tanaman penutup tanah atau ternak atau pupuk kemampuan lahan biasanya diberi warna
hijau selama 3 sampai 5 tahun. Untuk tanah orange.
yang berdrainase buruk, perlu membuat Kelas VII : Tanah kelas VII sama sekali tidak
saluran-saluran drainase (Hardjowigeno dan sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan
Widiatmaka" 2001). Sitorus (1998) hanya sesuai untuk padang penggembalaan
mengemukakan bahwa tanah pada kelas IV ini
atau dihutankan. Faktor penghambatnya lebih
dapat dipergunakan untuk tanaman semusim besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau
atau tanaman pertanian pada umumnya dengan
kombinasi sifat-sifat berikut: (l) lereng terjal,
usaha-usaha pengawetan yang sulit tanaman (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4)
rumpul hutan produksi, padang pengembalaan berbatu-batu, (5) drainase terhambat (6)
hutan lindung dengan suaka alam.
salinitas atau Na sangat tinggi, dan (7) iklim
Kelas V : Tanah kelas V mempunyai sedikit sangat menghambat (Hardjowigeno dan
atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai Widiatmakq 2001). Arsyad (2000)
penghambat lain yang praktis sukar mengemukakan lahan kelas VII tidak cocok
dihilangkan, sehingga dapat membatasi untuk budidaya pertanian. Jika dipergunakan
penggunaan lahan ini. Akibatny4 tanah ini untuk padang rumput atau hutan produksi
hanya cocok untuk tanaman rumpu ternak harus dilakukan dengan usaha pencegahan
secara perrnanen atau dihutankan. Tanah ini erosi yang berat. Tanah-tanah kelas VII yang
datar, akan tetapi mempunyai salah satu atau dalam dan tidak peka erosi jika dipergunakan
kombinasi dari sifat-sifat berikut: (l) drainase untuk tanaman pertanian harus dibuatkan
yang sangat buruk atau terhambat, (2) sering teras bangku yang ditunjang dengan caranara
kebar{iran, (3) berbatu-batu dan (4) vegetatif untuk konservasi tanah serta tindakan
penghambat iklim cukup besar. Sebagai pemupukan.
contoh tanah kelas V ini adalah: (a) tanah di
Kelas VIII : Hardjowigeno dan Widiatmaka
lembah-lembah yang sering kebanjiran (2001) menyatakan bahwa tanah kelas VIII
sehingga tanaman tidak dapat berproduksi tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan
secara normal, (b) tanah datar dengan musim
harus dibiarkan dalam keadaan alami atau di
tumbuh yang pendek, (c) tanah datar yang bawah vegetasi alam. Tanah ini dapat
berbatu, (d) daerah yang tegenang yang tidak
digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam
cocok untuk tanaman pertanian tetapi cocok atau hutan ljndung. Penghambat yang tidak
untuk rumput atau pohon-pohonan. Sitorus dapat diperbaiki lagi adalah salah satu atau
(1996) menyatakan bahwa tanah dalam kelas
lebih sifat berikut: (l) erosi atau bahaya erosi
V ini tidak sesuai untuk tanaman semusim, sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah
tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan selalu tergenang, (4) barbatu-batu, (5)
vegetasi perrnanen seperti tanaman pakan kapasitas menahan air sangat rendah, (6)
ternak atau dihutankan.
salinitasnya atau kandungan Na sangat tinggi
Kelas VI : Tanah kelas Vl mempunyai dan (7) sangat terjal. Arsyad (2000), sub-kelas
penghambat yang sangat berat sehingga tidak adalah pengelompokan unit kemampuan lahan
sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk yang mempunyai jenis hambatan atau
tanaman rumput pakan ternak atau dihutankan. ancaman dominan yang sama jika
pertanian yang sesuai dengan kemampuan musim hujan dan kacang tanah yang ditanam
lahannya tersebut, sebagaimana disaj ikan pada beberapa minggu sebelum panen jagung.
Tabel 2. Kedua sistem ini bertujuan untuk
memanfaatkan sumberdaya secara optimal
serta dapat mempertahankan status kesuburan
Unit Lahan I
tanahnya agar tetap stabil.
Unit lahan I, seluas 60,35 ha (0,54%)
dari total luas daerah studi mempunyai kelas
Unit Lahan 4
kemampuan lahan V dengan faktor pembatas
Unit lahan 4 seluas 248,39 ha (2,23%o)
permeabilitas yang lambat. Arahan sistem
dari total luas daerah studi mempunyai kelas
pertanian adalah tanaman pertanian, seperti
jagung, legum, jahe dan lain-lain. Walaupun kemampuan lahan V dengan faktor pembatas
adalah permeabilitas tanah yang lambat,
tanah pada kelas V yang di kategorikan tidak
sehingga arahan sistem pertaniannya adalah
sesuai untuk tanaman pertanian, karena
penggembalaan intensif, dengan tetap
mempunyai faktor penghambat permeabilitas
mempertahankan tanaman perkebunan yang
yang dapat diperbaiki dengan cara usaha
sudah ada seperti kelapa dan mangga, dengan
perbanyakan pori-pori tanah yakni dengan
penambahan bahan-bahan organik dan ditanami tanaman rumput pakan ternak,
seperti rumput gajah, rumput benggalq dan
peresapan lubang berpori. Selain itu lokasinya
yang dekat dari pemukiman masyarakat dan
lainlain.
berlereng datar (0-3 Yo) dapat memudahkan
dalam melakukan usaha pertanian guna Unit Lahan 5
Unit lahan 5 seluas 707,78ha (6,36%o)
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta
dari total luas daerah studi mempunyai kelas
dapat menambah nilai ekonomi masyarakat.
kemampuan lahan II, dengan faktor
penghambat adalah lereng yang berombak dan
Unit Lahan 2
Unit lahan 2 seluas 649,04 ha (5,83%)
erosi ringan, sehingga arahan sistem
pertaniannya adalah kebun campuran
dari luas daerah studi mempunyai kelas kombinasi tanaman pangan, karena lereng
kemampuan lahan I, tidak mempunyai faktor
penghambat sehingga arahan sistem
yang berombak dapat berpotensi
pertaniannya adalah tanaman perkebunan yang
menyebabkan terjadinya erosi ringan,
sehingga jika hendak digunakan untuk
dikombinasikan dengan tanaman pangan
tanaman pangan atau tanaman semusim
dimana tanaman pangan ini dapat berfungsi
(seperti tanaman kacang-kacangan, jahe, dan
sebagai tanaman sela yang dikenal dengan
sistem budidaya lorong, misalnya tanaman
lain-lain) maka perlu dilakukan usaha
pengawetan tanah yang tingkatnya sedang
kakao yang diselingi dengan tanaman kacang-
misalnya dengan pola tanam tumpang sari,
kacangan agar dapat meningkatkan kesuburan
mulshing, dan pembuatan guludan.
tanah.
Unit Lahan 6
Unit Lahan 3
Unit lahan 6 seluas 383,75 ha (3,45Yo)
Unit lahan 3 seluas 581,67 ha (5,23Yo)
dari total luas daerah studi mempunyai kelas
dari luas total daerah studi mempunyai kelas
kemampuan lahan [I, dengan faktor
kemampuan lahan kelas I, tidak mempunyai
penghambat lereng yang berombak dan erosi
faktor pembatas sehingga arahan sistem
ringan sehingga arahan sistem pertaniannya
pertaniannya adalah pertanian tanaman pangan
adalah pe43nian tanaman pangan dengan
dengan sistem tumpang sari, misalnya
sistem tumpang sari atau pergiliran tanaman.
menanam tanaman jagung dengan padi gogo.
Misalnya tanaman jagung diselingi dengan
Selain itu pola tanam dengan tumpang gilir
jugu bisa dilakukan, misalnya tanaman jahe atau tanaman legum.
menanam
tanaman jagung yang ditanam pada awal
Tabel 2. Arahan Sistem Pertanian Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan di Kecamatan Besulutu
Kabupaten Konawe
Unit Kelas
Penggunaan Luasan Persen
Laha Kemampuan Rencana Sistem Pertanran
Lahan Aktual (Ha) (%)
n Lahan
I Tegal ladang Vp Tanaman Pertanian 60,35 0,54
2 Kebun campuran I Perkebunan * Tanaman pangan 649,04 5,93
J Semak belukar I Tanaman Pangan 581,67 523
4 Kebun campuran Vp Kebun Campuran + Penggembalaan 248,39 2,23
5 Kebun campuran II I,E Kebun Campuran + Tanaman 707,78 6,36
Pangan 383,75 3,45
6 Semak belukar II hl,e Tanaman Pangan 911,15 8,19
7 Kebun campuran Vp Kebun Campuran + Penggembalaan I 432,49 12,99
I Kebun campuran ml Kebun Campuran I 409,18 12,67
9 Semak belukar ml Perkebunan * Tanaman Pangan 734,92 6,61
t0 Kebun campuran III p,l Kebun Campuran 862,62 7,75
l1 Hutan fv l,e Hutan + Tanaman Perkebunan 404,19 3,63
t2 Kebun Campuran lv l,e Kebun Campuran 794,94 7,14
l3 Hutan fV [e Hutan + Tanaman Perkebunan I 945,53 17,49
14 Hutan VIII p,d CasarAlam
Total I1.126,00 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data Primer
dihutankan kembali dengan tetap mem- dengan faktor pembatas lereng yang berbukit
pertahankan tanaman perkebunan yang sudah dan erosi berat, sehingga arahan sistem
ada. pertaniannya adalah agroforestri yaitu lahan
dihutankan kembali tetap
dengan
Unit Lahan 12 mempertahankan tanaman perkebunan yang
Unit lahan 12 seluas 404,19 ha sudah ada.
(3,63%) dari total luas daerah studi
mempunyai kelas kemampuan lahan IV Unit Lahan 14
dengan faktor pembatas lereng yang berbukit Unit lahan 14 seluas 1.945,53 ha
dan erosi beral sehingga arahan sistem (17,49%) dari total luas daerah studi
pertaniannya adalah agroforestri yaitu lahan mempunyai kelas kemampuan lahan VIII
dihutankan kembali dengan tetap dengan faktor pembatas permeabilitas yang
mempertahankan tanaman perkebunan yang cepat dan drainase yang berlebihan, sehingga
sudah ada. pengolahan tanah menjadi lebih sulit dan juga
dapat mengganggu perkembangan akar yang
Unit Lahan 13 pada akhirnya dapat menghambat
Unit lahan 13 seluas 794,94 ha pertumbuhan tanaman. Arahan sistem
(7,l4%o\ dari total luas daerah studi pertaniannya adalah sebaiknya dibiarkan
mempunyai kelas kemampuan lahan IV dalam kondisi alami dan dijadikan cagar alam.
tindakan konservasi tanah dan air; Unit lahan Penataran dan Latihan Pertanian dengan
9 (semak belukar) seluas 1.409,18 ha Pusat Penelitian Tanah. Bogor.
(12,67%) diarahkan menjadi tanaman Ginting, S. 2007. Pengembangan Lahan Kering
perkebunan yang dikombinasikan dengan Menuju Pertanian Berkelanjutan Di
tanaman pangan; Unit lahan I I dan 13 (hutan) Sulawesi Tenggara. Pidato pengukuhan
seluas I .657,56 ha ( 14,89 %) tetap Guru Besar, Jurusan Budidaya pertanian
dipertahankan yang dikombinasikan dengan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo.
tanaman perkebunan; Unit lahan 14 (hutan) Kendari.
seluas 1.945,53 ha (17,49 %) diarahkan Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001.
menjadi cagar alam. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata
Guna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Harjadi, S.S. 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia
Pustaka Utama. JakarCa.
Agussalim dan Amiruddin. 2007. Strategi Kartasapoetr4 A.G. 2000. Teknologi Konservasi
Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Pengelolaan Sumberdaya Lahan Secara
Di Sulawesi Tenggara.
Berkelanjutan Rayes, U.L. 2006. Metode Inventarisasi
Makalah disampaikan pada Seminar Sumberdaya l,ahan. ANDI. Jakarta.
Nasional Himpunan Mahasiswa llmu
Tanah Unhalu. Balai Shadikin, A. 2005. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Pengkajian
Teknologi Pertanian. Sulawesi Tenggara. Di Kabupaten Sinjai Berdasarkan Sistem
Kendari. USDA. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
PerCanian dan Kehutanan Universitas
Alwi, L. 2004. Perencanaan Pola Tani L,ahan Hasanuddin. Makassar.
Kering Untuk Mendukung Pertanian
Berkelanjutan di Sub DAS Konaweha. Sinukaban N. 1995. Membangun Pertanian Dengan
Sulawesi Tenggara. Kendari. Usaha Yang Lestari dengan pertanian
Konservasi. Orasi Ilmiah Guru Besar llrnu
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IpB. Konservasi Tanah dan Air. Fakultas
Press. Bogor. Pertanian IPB. Bogor.
Asdah C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Sitorus, S.R.P. 1996. Evaluasi Sumberdaya Lahan.
Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada PT Tarsito. Bandung.
Uiversity Press. Yoryakarta.
Soerwarno. 1991. Hidrologi. Nova. Bandung.
Badan Pusat Statistik. 2006. Kecamatan Sampara
Dalam Angka. Badan Pusat Statistik SuripirU 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan
Kabupaten konawe. Kendari. Air. Andi. Yoryakarta.
Djaenuddin dan Basumi. 1994. Materi Pelatihan Widianto dan Fahmuddtn, A. 2004. Konservasi
Evaluasi Lahan Kerja Sama Balai Tanah Pertanian Lahan Kering. World
Agroforesfy Centre ICRAF Southeast
Asia. Bogor.