Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 6 2018

DISUSUN OLEH : KELOMPOK A5

Febriana Ayu Shavira (04011281722066)

Salwa Madiva (04011281722068)

Regina Pinta Gracia Harahap (04011281722070)

Titania Az-Zahra (04011281722072)

Aura Kanisya (04011281722096)

Junoretta Haviva Ernanto (04011281722098)

Ulfa Ardya Pramesti (04011281722114)

Fernando Wijaya (04011281722132)

Nadya Anggun Pertiwi (04011281722134)

Yudha Tri Darma Wastu (04011281722136)

Andrew Fabian (04011281722138)

Rahmadiah Syifa Madinah (04011281722148)

Anisa Fitri (04011281722154)


PRORGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AJARAN 2017/2018

2
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK

Tutor : dr Dwi Handayani


Moderator : Regina Pinta Gracia Harahap
Sekretaris 1 : Titania Az-Zahra
Sekretaris 2 : Febriana Ayu Shavira
Presentan : Nadya Anggun Pertiwi

Pelaksanaan : 12 dan 14 Maret 2018 pada pukul 7.30-10.00

Peraturan selama tutorial :


- Angkat tangan bila ingin berpendapat dan jika diberi kesempatan
- Hanya menggunakan gadget untuk kepentingan tutorial
- Dilarang memotong pembicaraan orang lain
- Selama tutorial dilarang makan tapi diperbolehkan minum
- Diperbolehkan ke toilet seizin tutor tapi diperbolehkan langsung keluar apabila tutor
sedang tidak ada di ruangan

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario A
Blok 6 2017.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan laporan ini, penulis sangat mengharapkan
masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun ke arah perbaikan dan penyempurnaan
laporan ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam penulisan laporan ini, tetapi
penulis menyeselesaikannya dengan cukup baik. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr Dwi Handayani sebagai dosen pembimbing di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya dan sebagai tutor pada kelompok A5;

2. Seluruh mahasiswa kelas Alpha 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijiaya.

Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 14 Maret 2018


Penulis,

Kelompok A5 Alpha 2017

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

SKENARIO A 2017 ................................................................................................................. 1

I. Klarifikasi Istilah .............................................................................................................. 1

II. Identifikasi Masalah ......................................................................................................... 2

III. Analisis Masalah ............................................................................................................... 3

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan ................................................................................... 34

V. Sintesis Masalah.............................................................................................................. 35

VI. Kerangka Konsep ........................................................................................................... 42

VII. Kesimpulan...................................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 44

iii
SKENARIO C

Refia, anak laki-laki usia 2 tahun dibawa leh ibunya ke Poliklinik anak dengan keluhan
bengkak pada kelopak mata dan wajah sejak 3 hari yang lalu. Ibu Refa mengatakan anaknya
menjadi jarang buang air kecil dan berwarna keruh. Buang air kecil seperti cola tidak
dijumpai. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh Refa.

Pemeriksaan fisik :
Tanda vital :
BB: 13 KG TB:88 cm; KU: Tampak sakit sedang;
Kesadaran : Compos Mentis; TD:85/55 mmHg; N:90x/m; R:20 x/m; S: 37 c
Pemeriksaan lokalisata :
Kepala : Edema wajah dan palpebral (+)
Tenggorokan : Tonsil dan faring tidak hipermis
Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: Ascites
Ekstremitas :Edema pretibial (+)
Genitalia :Edema Scrotum (-)
Pemeriksaan penunjang:
Hasil pemeriksaan urin:protein +4,hematuria(-)
Protein serum : 2,5 g/dL; Albumin: 1,1 g/dL
Kolesterol : 350 mg/ dl ; kreatinin dan ureum normal
Dokter menyatakan Refa menderita Sindroma Nefrotik (SN)

I. Klarifikasi Istilah
1. Bengkak : Pembesaran abnormal sementara pada bagian atau daerah tubuh
tertentu, bukan karena proliferasi sel (Dorland)
2. Cola : warna hitam kecoklatan
3. Palpebral : kelopak mata (Dorland)
4. Edema : acumulation of an excessive amount of watery fluid in cells or
intercellular tissues (mediLexicon)
5. Hipermis : having a large volume of blood in any given place in the body
(mosby’s dictionary)
6. Acites : Abnormal acumulation of fluid an the space betweet tissues and
1
organ in the cavity of the abdomen (merriam webster)
7. Pretibial : didepan tibia (Dorland)
8. Hematoria : darah (eritrosit) dalam urin (Dorland)
9. Protein serum: Protein dalam serum darah, mencakup imunoglobulin, albumin,
komplemen, faktor pembekuan, dan enzim (Dorland)
Any protein in blood serum. The two main fraction are albumin
and globuline.serum protein forms weak acids mixes with alcali
salts.
10. Kreatinin : a white cristalline nitrogenous substance C4H9N3O2 found
especially inthe muscles of vertebrates either free or as
phophocreatine (Merriam webster)
11. Ureum : hasil akhir dari metabolisme protein (Dorland)
12. sindroma nefrotik : salah satu dari sekelompok penyakit terkait defek gromerulus
ginjal ditandai dengan proteinuria masive, lipiduria disertai
edema, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia (Dorland)
13. Albumin : a protein made by liver. Abnormal level of this substance may
indicate liver or kidney disease (Harvard medical dictionary)
Protein yang larut dalam air dan juga dalam larutan garam
konsentrasi sedang (Dorland)
II. Identifikasi Masalah
No Masalah Prioritas
1. Refia, anak laki-lakim usia 2 tahun dibawa leh VVV
ibunya ke Poliklinik anak dengan keluhan
bengkak pada kelopak mata dan wajah sejak 3
hari yang lalu.
2. Ibu refa mengatakan anaknya menjadi jarang VV
buang air kecil dan berwarna keruh. Keluhan ini
baru pertama kali dirasakan oleh Refa.

2
3. Pemeriksaan fisik : VV
Tanda vital :
BB: 13 KG TB:88 cm; KU: Tampak sakit
sedang;
Kesadaran : Compos Mentis; TD:85/55 mmHg;
N:90x/m; R:20 x/m; S: 37 c
Pemeriksaan lokalisata :
Kepala : Edema wajah dan palpebral (+)
Tenggorokan : Tonsil dan faring tidak hipermis
Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: Ascites
Ekstremitas :Edema pretibial (+)
Genitalia :Edema Scrotum (-)
Pemeriksaan urin
Hasil pemeriksaan urin:protein

4. Dokter menyatakan Refa menderita Sindroma V


Nefrotik (SN) (V)

III. Analisis Masalah

1. Refia, anak laki-laki usia 2 tahun dibawa oleh ibunya ke Poliklinik anak
dengan keluhan bengkak pada kelopak mata dan wajah sejak 3 hari yang
lalu.
a. Mengapa terjadi bengkak pada kelopak mata dan wajah?
Pada mata dan wajah terdapat banyak jaringan ikat longgar. Selain itu pada
saat tidur gaya gravitasi lebih kuat pada daerah mata sehingga cairan akan
banyak bergerak pada daerah mata. Hal ini yang menyebabkan bengkak
pada mata dan wajah

b. Bagaimana mekanisme bengkak pada kasus ini?


Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada
sindrom nefrotik:

3
1. Mekanisme underfilling. Pada mekanisme underfilling, terjadinya
edema disebabkan rendahnya kadar albumin serum yang
mengakibatkan rendahnya tekanan osmotic, kemudian akan diikuti
peningkatan transudasi aliran dari kapiler ke ruang interstisial sesuai
dengan hukum Starling, akibatnya volume darah yang beredar akan
berkurang (underfilling) yang selanjutnya mengakibatkan
perangsangan sekunder sistem renin-angiotensin aldosterone yang
meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis ini
menempatkan albumin dan volume urerna berperan penting pada
proses terjadinya edema.
2. mekanisme overfilling. Pada beberapa pasien sindrom nefrotik terdapat
kelainan yang bersifat primer yang mengganggu ekskresi natrium pada
tubulus distalis, sebagai akibatnya terjadi peningkatan volume darah,
mekanan sistem renin-angiotensin dan vasopresin. limfidisi volume
darah yang meningkat (overfilling) yang disertai dengan rendahnya
tekanan osmosis plasma mengakibatkan transudasi cairan dari kapiler
ke interstisial sehingga terjadi edema.

c. Apakah usia mempengaruhi?(juno) Usia mempengaruhi jumlah kebutuhan


cairan tubuh (minimal change)
Pada anak-anak berusia 1 hingga 7 tahun, misalnya, sindrom nefrotik
hampir selalu disebabkan oleh lesi primer di ginjal. lesi glomerulus primer
yang terpenting yang biasanya menyebabkan sindrom nefrotik adalah GN
membranosa dan nefrosis lipoid (minimal change disease).

d. Apa saja penyebab bengkak pada kasus ini?


Edema generalisata pada sindrom nefrotik disebabakan oleh penurunan
tekanan osmotic karena hipoalbuminemia dan retensi primer garam dan air
oleh ginjal.

2. Ibu refa mengatakan anaknya menjadi jarang buang air kecil dan berwarna
keruh. Buang air kecil seperti cola tidak dijumpai.Keluhan ini baru pertama
kali dirasakan oleh Refa.
a. Bagaimana komposisi dan warna urin normal?
1. Volume
4
Urin rata-rata : 1-1,5 liter setiap hari; tergantung luas permukaan tubuh dan
intake cairan.

JUMLAH URINE (PRODUKSI URINE PER 24 JAM)


Bayi : 30 - 500 ml
Anak ( 1-14 th ) : 500 - 1400 ml
Dewasa : 600 - 1600 ml
anuria : ≤100 ml
oliguria : 100 - 600 ml
poliuria : >1600 ml
Oliguria <1mL/ kg BB perjam pada bayi, <0.5mL/kgBB perjam pada
anak, <400 mL perhari pada dewasa.
2. Warna
Kuning bening oleh adanya urokhrom. Secara normal warna dapat berubah,
tergantung jenis bahan /obat yang dimakan. banyak carotein, warna kuning
banyak melanin, warna coklat kehitam-hitaman. banyak darah, warna
merah tua (hematuria) banyak nanah, warna keruh (piuria) adanya protein,
warna keruh (proteinuri).
3. Bau
Urin baru, bau khas sebab adanya asam-asam yg mudah menguap. Urin
lama, bau tajam sebab adanya NH3 dari pemecahan ureum dalam urine.
Bau busuk, adanya nanah dan kuman-kuman. Bau manis, adanya aseton.
4. Berat Jenis Urin
Normal : 1,003-1,03; rata-rata 1,008
5. pH Urin
Kurang lebih ph = 6 atau sekitar 4,8-7,5. Pemeriksaan dgn kertas lakmus
(reaksi): Urin asam, warna merah dan Urin basa, warna biru.

Urin warna cola bsok tanya andrew lagi

5
b. Mengapa frekuensi BAK berkurang?

c. Bagaimana fisiologi sistem urinaria?


Pada ginjal terjadi 4 fungsi:
1. Filtrasi
2. Reabsorbsi (salwa nambahin)
3. Ekskresi (NINA JUNO)
4. Sekresi (NINA JUNO)
Sirkulasi ginjal memiliki 2 jejaring kapiler, yaitu kapiler
glomerulus dan kapiler peritubulus. Kedua jejaring ini tersusun secara
seri dan dipisahkan oleh arteriol eferen. Arteriol eferen membantu
mengatur tekanan hidrostatik pada kedua perangkat kapiler ini.

6
Tekanan hidrostatik pada kapiler glomerulus (kira-kira 60 mmHg)
menyebabkan filtrasi terjadi secara cepat. Sedangkan tekanan
hisrostatik yang jauh lebih rendah pada kapiler tubular (kira-kira 13
mmHg) memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan yang cepat.

Filtrasi Glomerulus
Dinding kapiler di glomerulus bersifat lebih permeable dibanding
dinding kapiler di tempat lain. Dinding kapiler glomerulus bersifat
permeabel terhadap air dan molekul kecil. Akan tetapi dinding kapiler
tidak permeabel terhadap protein plasma dan eritrosit. Oleh karena itu,
dalam keadaan normal, protein plasma (albumin) dan eritrosit tidak
dapat menembus kapiler glomerulus.
Tekanan darah kapiler glomerulus juga lebih tinggi, yakni sekitar
70 mmHg, sedangkan di tempat lain tekaan kapilernya hanya berkisar
15-20 mmHg. Oleh karea tekana darah yang lebih tinggi dan juga
dinding kapiler yang lebih permeable akan membuat cairan keluar dari
kapiler menuju kapiler glomerulus menuju tubulus.

Reabsorbsi

Arteriole efferent berjalan berdampingan dengan tubulus. Kapiler


yang berdampingan dengan tubulus bertujuan agar cairan yang akan
direabsorbsi oleh tubulus dapat langsung berpindah ke kapiler untuk
dihantarkan ke seluruh tubuh. Rebasorbsi cairan melalui 2 mekanisme
yaitu:

1) Transport aktif

7
Perpindahan substansi membutuhkan ATP sebagai sumber
energi. Substansi zat yang ditranspor aktif di lumen tubulus
MJH

d. Bagaimana anatomi sistem urinaria ?


1. Ginjal
Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm

dan tebal 3,5-5 cm, terletak di ruang belakang selaput perut tubuh
(retroperitonium) sebelah atas. Ginjal kanan terletak lebih ke bawah
dibandingkan ginjal kiri.

Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis, disebut


capsula fibrosa. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula fibrosa, terdapat cortexrenalis di bagian luar, yang berwarna
coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat
lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut
yangdisebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks
yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Pada sisi
medial terdapat cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan

8
tempat keluar masuk pembuluh darah dan keluarnya ureter. Bagian
ureter atas melebar dan mengisi hilus ginjal, dikenal sebagai piala
ginjal (pelvis renalis). Pelvis renalis akan terbagi lagi menjadi
mangkuk besar dan kecil yang disebut kaliks mayor (2 buah) dan kaliks
minor (8-12 buah). Setiap kaliks minor meliputi tonjolan jaringan ginjal
berbentuk kerucut yang disebut papila ginjal. Pada potongan vertikal
ginjal tampak bahwa tiap papila merupakan puncak daerah piramid
yang meluas dari hilus menuju ke kapsula. Pada papila ini bermuara 10-
25 buah duktus koligens. Satu piramid dengan bagian korteks yang
melingkupinya dianggap sebagai satu lobus ginjal.
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira
setinggi vertebra lumbalis II.Vena renalis menyalurkan darah kedalam
vena kavainferior yang terletak disebelah kanangaris tengah. Saat arteri
renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi
arteriinterlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk
arteri arkuata kemudianmembentuk arteriola interlobularis yang
tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian
membentuk arteriola aferen pada glomerulus. Glomeruli bersatu
membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk
sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir rmelalui sistem portal ini akan
dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju venainterlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya
mencapaivena cava inferior.

2. Ureter
Ureter merupakan penghubung ren dan vesika urinaria dan
berfungi unuk menyalurkan urin ke vesika urinaria.

9
3. Vesica Urinaria

Vesika urinaria adalah kantong berotot (dilapisi m. detrusor) yang


dapat mengempis, terletak 3 sampai 4 cm dibelakang simpisis pubis (
tulang kemaluan ). Vesika urinaria mempunyai dua fungsi yaitu:
a. Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh.
b. Dibantu uretra vesika urinaria berfungsi mendorong urin keluar
tubuh.
Didalam vesika urinaria mampu menampung urin antara 170 -
230 ml.

4. URETRA

10
Panjang uretra pria (Gb-16) antara 15-20 cm dan untuk keperluan
deskriptif terbagi atas 3 bagian yaitu:
a. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada
kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat.
Pada bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan
saluran keluar kelenjar prostat.
b. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak
prostat di ka pelvis menembus membran perineal dan berakhir
pada bulbus korpus kavernosus uretra
c. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang
menembus korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.

5. Bagaimana histologi sistem urinaria ?


1. Ginjal

11
Tiap ginjal tersusun atas unit struktural dan fungsional dalam
pembentukan urin yang dinamakan nefron (nephron). Korteks
ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu:
a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan
berbentuk cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).

b. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan


tubulus kontortus distal.

Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan


bagian sistim tubulus yaitu pars descendens dan descendens ansa
Henle, bagian tipis ansa Henle, ductus ekskretorius (duktus
koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul
Bowman dan glomerulus.

12
13
KAPSULA BOWMAN
Merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal
(nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai
kapiler (glomerulus) sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir
yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal
(pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral
(pars viseralis) yang melekat erat pada jumbai glomerulus. Ruang
diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan
ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam
tubulus kontortus proksimal. Lapisan parietal kapsula bowman
terdiri atas epitel selapis gepeng. Epitel ini mengalami spesialisasi
dan membentuk sel podosit.

GLOMERULUS
Merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan
warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun
lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan pembuluh kapiler.
Pada permukaan luar kapiler glomeruli menempel sel berbentuk
spesifik dan memiliki penjuluran-penjuluran yang disebut podosit
(sel kaki). Antara sel-sel endotel kapiler dan podosit membentuk
strukrur kontinyu yang berlubang-lubang yang memisahkan darah
yang terdapat dalam kapiler dengan ruang kapsuler. Podosit
berfungsi membantu filtrasi cairan darah menjadi cairan ultra filtrat
(urin primer). Pada sel-sel endotel dan lamina basalis kapiler
glomerulus terdapat sel mesangial yang berperan sebagai
makrofage.

Kapsul Bowman lapis parietal (Gb-5) pada satu kutub


bertautan dengan tubulus kontortus proksimal yang membentuk
kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan
dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini
disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen
yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler
yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini
diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang
14
merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat
dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian
bergabung lagi membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari
glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah arteriol.

Aparatus Juxtaglomerular

Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus


berubah sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang
dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung
enzim renin, suatu enzim yang diperlukan dalam mengontrol
tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai sel juxtaglomerular.
Renin akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang
dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya
angiotensin I ini akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim
angiotensin converting enzyme (ACE) (dihasilkan oleh paru).
Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak
ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan
meningkatkan reabsorpsi natrium dan klorida termasuk juga air di
tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal dan
mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga
dapat bekerja langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk
meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air. Di samping itu
angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan

15
kontriksinya dinding pembuluh darah.
Sel-sel juxtaglomerular di sisi luar akan berhimpitan
dengan sel-sel makula densa, yang merupakan epitel dinding
tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub
vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat
daripada bagian lain. Sel macula densa terdiri atas sel-sel yang
nampak meninggi, nuklei berderet rapat dan berbentuk spheris. Sel-
sel makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion
natrium dalam cairan di tubulus kontortus distal. Penurunan
tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya produksi
filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion
natrium di dalam cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya
konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan
merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor)
untuk memberikan sinyal kepada sel-sel juxtaglomerulus agar
mengeluarkan renin. Sel makula densa dan juxtaglomerular
bersama-sama membentuk aparatus juxtaglomerular.
Di antara aparatus juxtaglomerular dan tempat keluarnya vasa
eferen glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang
disebut sel mesangial ekstraglomerular atau sel polkisen
(bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum jelas,
tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik
tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula
densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran
darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga
berperan dalam penerusan sinyal di makula densa ke sel-sel
juxtaglomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon
eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-
sel darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.

Tubulus Ginjal (Nefron)

16
A. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan
berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars
desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat,
bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain.
Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel
yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border).
Tubulus ini terletak di korteks ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi
filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via
transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein
seperti bikarbonat, akan diresorpsi.
B. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun
(pars asendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal
naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran
mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen
tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal.
Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh
kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis
sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas
terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong. Ansa henle terletak

17
di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan
atau mengencerkan urin.
C. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok.
Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel
yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti
sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan.
Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel
yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini
terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam
pemekatan urin.
D. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai
gambaran mirip tubulus kontortus distal tetapi dinding sel
epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat.
Duktus koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian
medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligen akan
bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke
apeks papila. Saluran ini (Gb-10) disebut duktus papilaris
(Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan
rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area
kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari
nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang
dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga
bagian korteks yang menjorok masuk ke dalam medula
membentuk kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang
disebut (Gb-11) sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya
ada juga jaringan medula yang menjorok masuk ke dalam daerah
korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus
Ferreini.

Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan
darah kapiler glomerulus dari filtrat dalam rongga Bowman. Sawar
18
ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap glomerulus, lamina
basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan membran
celah (slit membran). Sel podosit adalah sel-sel epitel lapisan
viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah mengalami perubahan
sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai
beberapa juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari
perikarion dengan cara seperti tentakel seekor gurita. Sebuah
prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder yang
kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling
berselang-seling dalam susunan yang rumit dengan sistem celah
yang disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara pedikel. Pedikel-
pedikel ini berhubungan dengan suatu membran tipis disebut
membran celah (Slit membran). Di bawah membran slit ini
terdapat membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus.
Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul
yang boleh melewati lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul
yang harus dicegah agar tidak keluar dari tubuh. Molekul-molekul
yang dikeluarkan dari tubuh adalah molekul-molekul yang sudah
tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa metabolisma atau zat-zat
yang toksik bagi tubuh. Molekul-molekul ini selanjutnya akan
dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini
tergantung kepada tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus.
2. URETER

19
Pada bagian superfisial terlihat sel-sel yang bentuknya seperti
payung (sisi atas lebih lebar dari sisi bawah) dan sel-sel lapisan
bawah berbentuk polygonal. Tunica mucosa ureter membentuk
lipatan-lipatan longitudinal dengan epithelium transisional. Lamina
propria tipis tersusun atas jaringan pengikat longgar, dengan
pembuluh darah, lymfe, dan serabut syaraf. Tunica muscularis
tersusun atas stratum longitudinale, stratum circulare. Tunica
serosa tersusun atas jaringan ikat longgar, tipis, jaringan lemak.
Lamina propria tipis tersusun atas jaringan pengikat longgar,
dengan pembuluh darah, lymfe, dan serabut syaraf.

3. VESICA URINARIA

Kandung kemih berfungsi menyimpan urin dan


mengalirkannya ke ureter. Kaliks, pelvis, ureter dan kantung kemih
memiliki struktur histology yang ahmpir sama. Mukosa terdiri atas
epitel transisional dan facet sel berfungsi sebagai barier osmotic
antar urin dan cairan jaringan. Lamina propria terdiri atas otot
polos.

4. URETRA
Uretra merupakan tabung yang mengalirkan urin dari
kandung kemih keluar tubuh.
a. Uretra pria terdiri atas 4 bagian yaitu: pars prostatika, pars
membranasea, pars bulbaris, dan pars pendulosa.
b. Uretra wanita merupakan tabung yang panjangnya 4 – 5 cm,
dibatasi oleh epitel berlapis gepeng dengan daerah-daerah

20
dengan epitel toraks berlapis semu. Bagian tengah uretra
wanita dikelilingi oleh sfinkter eksternus yang terdiri atas
otot lurik volunter.

6. Apa yang menyebabkan urin refa menjadi warna keruh?

3. Pemeriksaan fisik :
Tanda vital :
BB: 13 KG TB:88 cm; KU: Tampak sakit sedang;
Kesadaran : Compos Mentis; TD:85/55 mmHg; N:90x/m; R:20 x/m; S:
37 c

Pemeriksaan lokalisata :
Kepala : Edema wajah dan palpebral (+)
Tenggorokan : Tonsil dan faring tidak hipermis
Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: Ascites
Ekstremitas :Edema pretibial (+)
Genitalia :Edema Scrotum (-)

Pemeriksaan penunjang:
Hasil pemeriksaan urin:protein +4,hematuria(-)
Protein serum : 2,5 g/dL; Albumin: 1,1 g/dL
Kolesterol : 350 mg/ dl ; kreatinin dan ureum normal

a. Bagaimana tanda vital normal pada anak-anak?


Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Berikut ini merupakan berat badan ideal anak usia 1-5 tahun,
berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

21
Berikut ini merupakan tinggi badan ideal anak usia 1-5 tahun, berdasarkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Nadi
Bayi: 120-130 x/mnt
Anak: 80-90 x/mnt
Dewasa: 70-80 x/mnt
Lansia: 60-70 x/mnt
Catatan:
Takikardia (Nadi di atas normal): Lebih dari 100 x/mnt
Bradikardia (Nadi dibawah normal): Kurang dari 60x/mnt

Tekanan Darah
Bayi: 70-90/50 mmHg
Anak: 80-100/60 mmHg
Remaja: 90-110/66 mmHg
Dewasa muda: 110-125/60-70 mmHg
Dewasa tua: 130-150/80-90 mmHg
Catatan:
Hipotensi: Kurang dari 90/60 mmHg
Normal: 90-120/60-80 mmHg
Pre Hipertensi: 120-140/80-90 mmHg
Hipertensi Stadium 1: 140-160/90-100 mmHg
Hipertensi Stadium 2: Lebih dari 160/100 mmHg

Suhu Tubuh
Normal: 36,6oC - 37,2 oC
Sub Febris: 37 oC - 38 oC
Febris: 38 oC - 40 oC
Hiperpireksis: 40 oC - 42 oC
Hipotermi: Kurang dari 36 oC
22
Hipertermi: Lebih dari 40 oC
Catatan:
Oral: 0,2 oC – 0,5 oC lebih rendah dari suhu rektal
Axilla: 0,5 oC lebih rendah dari suhu oral

Bayi: 30-40 x/mnt


Anak: 20-30 x/mnt
Dewasa: 16-20 x/mnt
Lansia: 14-16 x/mnt
Catatan:
Dispnea: Pernapasan yang sulit
Tadipnea: Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20 x/menit)
Bradipnea: Pernapasan kurang dari normal ( kurang dari 20 x/menit)
Apnea: Pernapasan terhenti
Ipnea: Pernapasan normal

b. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tanda vital?


Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
Fisik Tanda Vital
Berat badan 13 kg 9,7 – 15,3 kg Normal
Tinggi badan 88 cm 81,7 – 93,9 cm Normal
Keadaan umum Tampak sakit Sehat Memiliki minimal 3
sedang (tiga) poin di bawah
- Kesadaran
penuh s/d apatis
- Tanda-tanda
vital (TTV)
stabil
- Memerlukan
tindakan medis
minimal 3
tindakan per
hari
- Memerlukan

23
observasi
- Pemenuhan
kebutuhan di
bantu sebagian
s/d seluruhnya

Kesadaran Compos Compos Normal


mentis mentis
Tekanan Darah 85/55 mmHg 80-100/60 Normal
mmHg
Nadi 90x /menit 80-90 x/mnt Normal
Respirasi 20x /menit 20-30 x/mnt Normal
Suhu 370C 36,6oC - Normal
37,2 oC

c. Bagaimana distribusi cairan tubuh pada Refa denga BB: 13 kg?


Cairan Intraseluler (40%BB)
Cairan Interstitial (3/4 CES)
Cairan tubuh Cairan Ekstraseluler
Cairan Transeluler
(20%BB)
Plasma Darah (1/4 CES)

24
d. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lokalisata?
Pemeriksaan Kasus Interpretasi
Fisik
Lokalisata
Kepala Edema wajah dan hipoalbuminemia ini menyebabkan
palpebral (+) tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai
akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular
ke ruang interstisial kemudian timbul
edema
Tenggorokan Tonsil dan faring Normal
tidak hipermis

Thorax Cor dan pulmo Normal


dalam batas
normal
Abdomen Ascites (+) hipoalbuminemia ini menyebabkan
tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai

25
akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular
ke rongga abdomen sehingga
mengakibatkan ascites
Ekstremitas Edema pretibial hipoalbuminemia ini menyebabkan
(+) tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai
akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular
ke ruang interstisial kemudian timbul
edema
Genitalia Edema scrotum Normal
(-)

e. Bagaimana mekanisme edema?


Edema yang terjadi pada kasus Reva merupakan edema ekstrasel.
Penyebab dari edema ekstraseluler pada kasus ini adalah penurunan protein
plasma karena hilangya protein bersamaan dengan pengeluaran urine dari
dalam tubuh. Penurunan protein plasma ini akan menyebabkan turunya
tekanan osmotic koloid plasma. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
filtrasi kapiler diseluruh tubuh.

f. Bagaimana mekanisme terjadinya ascites?


Hilangnya protein dari rongga vaskuler menyebabkan turunnya tekanan
osmotic plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan
terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen.

26
g. Mengapa tidak terjadi edema pada scrotum, sedangkan pada kepala dan
ekstremitas bawah terjadi edema?
Tekanan hidrostatik intravaskular di skrotum rendah, akan tetapi pada
sindroma nefrotik yang lebih parah akan terjadi edema pada skrotum

h. Bagaimana intrepretasi hasil pemeriksaan urin?


Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
Laboratorium
Urin Protein +4 Negatif Terdapat banyak protein
dalam urin yang
menyebabkan
proteinuria sehingga
urin berwarna keruh
Urin Hematuria (-) Hematuria (-) Normal
Protein serum 2,5 g/dL 6,1-7,9 g/dL Proteinuria akibat
kerusakan filtrasi
glomerulus. Hal ini
menyebabkan protein
dalam tubuh menjadi
berkurang.
Albumin 1,1 g/dL 3,2-5,2 g/dL hipoalbuminemia
disebabkan oleh
protenuria massif
dengan akibat
penurunan tekanan
onkotik plasma
Kolesterol 350 mg/dL <200 mg/dL Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid
distimulasi oleh
penurunan albumin
serum dan penurunan
tekanan onkotik
Kreatinin Normal 0,3-1,3 mg/dL Normal
Ureum Normal 6-46 mg/dL Normal

27
i. Bagaimana mekanisme ketidakabnormalan dari pemeriksaan tersebut?
1) IMT
Abnormal : Underweight
Mekanisme : Proteinuria  cairan yang keluar lebih banyak  volume
cairan ditubuh menurun  penurunan berat badan
Kurang gizi juga bisa menyebabkan terjadinya underweight.
2) KU : tampak sakit sedang
Abnormal
3) Kepala : Edema wajah dan palpebra
Abnormal
Mekanisme : Proteinuria  penurunan tekanan onkotik plasma 
cairan pindah ke intraseluler  penumpukan cairan  edema
4) Abdomen : Ascites
Abnormal
Mekanisme : Proteinuria  penurunan tekanan onkotik plasma 
cairan pindah ke intraseluler  penumpukan cairan  ascites
5) Ekstremitas
Abnormal
Mekanisme : Proteinuria  penurunan tekanan onkotik plasma 
cairan pindah ke intraseluler  penumpukan cairan  edema pretibial
6) Proteinuria +4
Abnormal
Mekanisme : kerusakan glomerulus  kapsula Bowman mengalami
kerusakan Membran basalis rusak  peningkatan permeabilitas
membran terhadap protein plasma  proteinuria
7) Albumin = 1,1 g/dL
Hipoalbuminemia  abnormal
Mekanisme : kerusakan glomerulus  kapsula Bowman mengalami
kerusakan Membran basalis rusak  peningkatan permeabilitas
membran terhadap protein plasma  proteinuria hypoalbuminemia
8) Kolesterol : 350 mg/dL
Abnormal
Mekanisme : Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan
penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
VLDL, kilomikron, dan intermediate density lipoprotein dari darah).
28
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.

4. Dokter menyatakan Refa menderita Sindroma Nefrotik (SN).


a. Bagaimana patofisiologi sindroma nefrotik?
Sindrom nefrotik biasanya disebabkan oleh kerusakan pada glomerulus
dalam ginjal yang seharusnya berperan dalam membersihkan darah dengan
menyaring kelebihan air dan garam dan produk-produk limbah dari
makanan, tetapi pada sindrom nefrotik filter yang seharusnya menyaring
kelebihan air dan garam dan produk-produk limbah dari makanan itu
menjadi rusak dan membiarkan kebocoran protein ke urin. Protein hilang
melalui urin ini dalam tingkat yang lebih rendah dari protein dalam darah.
Akibatnya, tidak cukup protein yang tersisa di dalam darah untuk
menyerap air. Air yang kemudian bergerak dari darah ke jaringan tubuh
inilah yang akhirnya menyebabkan pembengkakan dan kerentanan
terhadap infeksi.

b. Apa saja etiologi dari sindroma nefrotik?


Sindrom nefrotik disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan ikat (connective tissue disease), obat atau toksin
dan penyakit sistemik seperti glomerulonefritis primer dan glomerulonefritis
sekunder.

Glomerulonefritis lesi minimal merupakan penyebab SN utama pada anak,


meskipun tetap merupakan penyebab yang banyak ditemukan pada semua usia.
Sekitar 30% SN yang terjadi pada orang dewasa sering dihungkan dengan
penyakit sistemin seperti diabetes mellitus, amiloidosis, atau lupus eritematosis
sitemik.

Selain itu, penyebab lain timbulnya SN adalah kelainan primer pada ginjal
seperti kelainan lesi minimal, glomerulosklerosis fokal segmental, dan
nefropati membranosa.

Banyak pasien dengan penyakit ginjal mengalami sindrom nefrotik, yang


meningkatkan permeabilitas membran dapat menyebabkan sindrom nefrotik.

Penyakit-penyakit semacam ini meliputi

29
1. glomerulonefritis kronis, yang terutama memengaruhi glomerulus
sehingga sering kali menyebabkan peningkatan permeabilitas membran
glomerulus;
2. amiloidosis, yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinoid
abnormal pada dinding pembuluh darah dan sangat merusak membran
basal glomerulus; dan
3. sindrom nefrotik dengan perubahan minimal, dengan tidak adanya
kelainan berat pada membran kapiler glomerulus yang dapat dideteksi
dengan mikroskop cahaya. Nefropati dengan perubahan minimal
diketahui berhubungan dengan hilangnya muatan negatif yang
normalnya terdapat pada membran basal kapiler glomerulus.

c. Bagaimana perubahan anatomi dan histologi pada sindroma nefrotik?


Terdapat gangguan pada dinding kapiler glomerulus yang
mengakibatkan peningkatan permeabilitas terhadap protein-protein plasma.
Peningkatan permeabilitas yang terjadi akibat perubahan struktur dan
fisisokimia membrane basal glomerulus memungkinkan protein keluar dari
plasma ke filtrat lomerulus. Membran basalis efektif mencegah filtrasi
protein plasma, sebagian karena muatan listrik sangat negatif yang berasal
dari proteoglikan, mengalami kerusakan yang menyebabkan protein tidak
dapat di filtrasi sehingga terdapat albumin dalam urin.
Berdasarkan histopatologis, Churk dkk membagi sindrom nefrotik
primer menjadi empat, yaitu:
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel
berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG
pada dinding kapiler glomerulus.

30
Gambar 1. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis
kelainan minimal.

b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

Gambar 2. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis


glomerulopati membranosa.

c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi
sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Dengan
penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang
tersebar dan penebalan batang lobular.Dengan bulan sabit (
crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel
epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
d. Glomerulonefritis membrano proliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA
rendah. Prognosis buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
e. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering
disertai atrofi tubulus. Prognosis jenis ini adalah buruk.

31
Gambar 3. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis
glomerulosklerosis fokal segmental.

d. Apa saja tanda dan gejala pada sindroma nefrotik?


Edema, proteinuria,hipoalbuminea,hiperkolesteromia
1. Proteinuria masif (3,5 g/hari),
2. Hipoalbuminemia,
3. Pembengkakan atau edema (retensi cairan atau bengkak), terutama di
sekitar perut(ascites), kaki (edema tungkai), dan kelopak mata. Jika
mengenai seluruh tubuh disebut sebagai edema anasarka.
4. Hiperlipidemia.
5. Ascites
6. Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (≥ 2+), rasio albumin
kreatinin urin >2 dan dapat disertai hematuria
7. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (dL),
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl) dan laju endap darah yang
meningkat. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada
penurunan fungsi ginjal.
8. Urin berbusa atau berbuih dan keruh
9. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
10. Lemas

32
11. Pengecilan otot-otot tubuh’
12. Sakit perut
13. Pusing saat berdiri dan berbaring atau posisi duduk, disebut hipotensi
orostatik

e. Adakah pengaruh kerja hormonal pada sindroma nefrotik?


Pengaruh kerja hormonal pada sindroma nefrotik terjadi pada peningkatan
retensi natrium dan air pada ginjal sebagai kompensasi dari berkurangnya
volume plasma. Peningkatan retensi ini dipengaruhi oleh sistem renin-
angiotensin, aldosteron, dan system saraf simpatis.

33
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
No. Learning Issue What I What I Don’t What I Have to How I
Know Know Prove Learn
1 Anatomi sistem Organ-organ Perubahan Mengetahui anatomi
urinarius pada sistem anatomi pada sistem urinarius dan
urinarius dan sindroma perubahan yang
fungsinya nefrotik terjadi
2 Histologi sistem Struktur Perubahan Mengetahui histologi
urinarius fungsional histologi sistem urinarius dan
pada sistem pada perubahan yang
urinaria sindroma terjadi
nefrotik
3 Fisiologi sistem Proses Proses Mengetahui proses
urinarius filtrasi pada reabsorpsi, pembentukan urin
gromerulus ekskresi dan
sekresi
4 Cairan tubuh Pembagian Distribusi Mengetahui
Jurnal,
cairan cairan tubuh distribusi cairan
textbook,
intraselular pada anak- tubuh pada anak-
dan kamus
dan anak anak
kedokteran
ekstraselular
5 Sindroma nefrotik Patofisiologi, Mengetahui
etiologi dan patofisiologi,etiologi,
dampak bagi dan gejala-gejala
tubuh pada sindroma
nefrotik serta
mekanisme
terjadinya
6 Pemeriksaan Tinggi dan Interpretasi Mengetahui
tanda vital dan berat badan hasil interpretasi hasil
lokalisata anak normal pemeriksaan tanda
vital dan lokalisata
pada anak-anak
7 Pemeriksaan Mengetahui Interpretasi Mengetahui

34
penunjang kadar urin hasil interpretasi hasil
normal pemeriksaan
penunjang

V. Sintesis Masalah
Refa, anak laki-laki usia 2 tahun dibawa leh ibunya ke Poliklinik anak dengan
keluhan bengkak pada kelopak mata dan wajah sejak 3 hari yang lalu. Ibu Refa
mengatakan anaknya menjadi jarang buang air kecil dan berwarna keruh. Dokter
menyatakan Refa menderita Sindroma Nefrotik (SN).
Secara anatomi, sistem urinarius terdiri dari Ren, ureter, vesika urinaria, dan
uretra. Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis, disebut capsula
fibrosa. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortexrenalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis
di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yangdisebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Pada
sisi medial terdapat cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan tempat keluar
masuk pembuluh darah dan keluarnya ureter. Bagian ureter atas melebar dan mengisi
hilus ginjal, dikenal sebagai piala. Ureter merupakan penghubung antara ren dan
vesika urinaria. Vesika urinaria adalah kantong berotot (dilapisi m. detrusor) yang
dapat mengempis, terletak 3 sampai 4 cm dibelakang simpisis pubis ( tulang kemaluan
). Vesika urinaria mempunyai dua fungsi yaitu:Sebagai tempat penyimpanan urin
sebelum meninggalkan tubuh. Dibantu uretra vesika urinaria berfungsi mendorong
urin keluar tubuh. Didalam vesika urinaria mampu menampung urin antara 170 - 230
ml. Panjang uretra pria (Gb-16) antara 15-20 cm dan untuk keperluan deskriptif
terbagi atas 3 bagian yaitu: Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara
uretra pada kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat. Pada
bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan saluran keluar kelenjar
prostat. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat di ka
pelvis menembus membran perineal dan berakhir pada bulbus korpus kavernosus
uretra. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus korpus
kavernosum dan bermuara pada glands penis.
Pada ginjal terjadi 4 fungsi yaitu filtrasi,reabsorbsi ,ekskresi,sekresi. Dinding
kapiler di glomerulus bersifat lebih permeable dibanding dinding kapiler di tempat
lain. Dinding kapiler glomerulus bersifat permeabel terhadap air dan molekul kecil.
35
Akan tetapi dinding kapiler tidak permeabel terhadap protein plasma dan eritrosit.
Oleh karena itu, dalam keadaan normal, protein plasma (albumin) dan eritrosit tidak
dapat menembus kapiler glomerulus.Tekanan darah kapiler glomerulus juga lebih
tinggi, yakni sekitar 70 mmHg, sedangkan di tempat lain tekaan kapilernya hanya
berkisar 15-20 mmHg. Oleh karea tekana darah yang lebih tinggi dan juga dinding
kapiler yang lebih permeable akan membuat cairan keluar dari kapiler menuju kapiler
glomerulus menuju tubulus. Arteriole efferent berjalan berdampingan dengan tubulus.
Kapiler yang berdampingan dengan tubulus bertujuan agar cairan yang akan
direabsorbsi oleh tubulus dapat langsung berpindah ke kapiler untuk dihantarkan ke
seluruh tubuh. Rebasorbsi cairan melalui 2 mekanisme yaitu transport aktif dan difusi
osmosis. Pada Transport aktif perpindahan substansi membutuhkan ATP sebagai
sumber energi. Substansi zat yang ditranspor aktif di lumen tubulus adalah glukosa
dan asam aminu. Reabsorbsi zat ini terjadi tubulus proksimal. Substansi lain yang
ditranspor aktif adalah elektrolit seperti Na+, K+, Mg+, Ca++, Cl-, HCO3- dan
berlangsung sepanjang tubulus proksimal sampai distal. Pada difusi osmosis zat
terlarut seperti elektrolit, glukosa, dan asam amino akan direabsorbsi secara aktif ke
peritubulus yang menyebabkan konsentrasi cairan di tubulus menjadi encer dan
tekanan osmotic rendah. Konsentrasi di peritubulus menjadi pekat dan tekanan
osmotiknya tinggi. Kondisi ini menyebabkam air dari tubulus berdifusi ke peritubulus
karena perbedaan tekanan osmotic. Ada beberapa substansi di tubulus yang tidak dapat
direabsorbsi kembali ke kapiler peritubulus karena mameiliki berat molekul yang
besar sehingga tidak dapat menembus membrane tubulus. Diantaranya adalah: urea,
keratinin, pospat, sulfat, nitrat, asam urat, dan fenol, akan diekskresikan bersama urin
karena substansi tersebut bersifat racun. Masih berlanjut

Sindrom nefrotik disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi,


keganasan, penyakit jaringan ikat (connective tissue disease), obat atau toksin dan
penyakit sistemik seperti glomerulonefritis primer dan glomerulonefritis sekunder.
Glomerulonefritis lesi minimal merupakan penyebab SN utama pada anak, meskipun
tetap merupakan penyebab yang banyak ditemukan pada semua usia. Sekitar 30% SN
yang terjadi pada orang dewasa sering dihungkan dengan penyakit sistemin seperti
diabetes mellitus, amiloidosis, atau lupus eritematosis sitemik. Selain itu, penyebab
lain timbulnya SN adalah kelainan primer pada ginjal seperti kelainan lesi minimal,
glomerulosklerosis fokal segmental, dan nefropati membranosa. Banyak pasien

36
dengan penyakit ginjal mengalami sindrom nefrotik, yang meningkatkan permeabilitas
membran dapat menyebabkan sindrom nefrotik.

Penyakit-penyakit semacam ini meliputi


1. glomerulonefritis kronis, yang terutama memengaruhi glomerulus sehingga
sering kali menyebabkan peningkatan permeabilitas membran glomerulus;
2. amiloidosis, yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinoid abnormal pada
dinding pembuluh darah dan sangat merusak membran basal glomerulus; dan
3. sindrom nefrotik dengan perubahan minimal, dengan tidak adanya kelainan
berat pada membran kapiler glomerulus yang dapat dideteksi dengan
mikroskop cahaya. Nefropati dengan perubahan minimal diketahui
berhubungan dengan hilangnya muatan negatif yang normalnya terdapat pada
membran basal kapiler glomerulus.
Sindrom nefrotik biasanya disebabkan oleh kerusakan pada glomerulus dalam
ginjal yang seharusnya berperan dalam membersihkan darah dengan menyaring
kelebihan air dan garam dan produk-produk limbah dari makanan, tetapi pada sindrom
nefrotik filter yang seharusnya menyaring kelebihan air dan garam dan produk-produk
limbah dari makanan itu menjadi rusak dan membiarkan kebocoran protein ke urin.
Protein hilang melalui urin ini dalam tingkat yang lebih rendah dari protein dalam
darah. Akibatnya, tidak cukup protein yang tersisa di dalam darah untuk menyerap air.
Air yang kemudian bergerak dari darah ke jaringan tubuh inilah yang akhirnya
menyebabkan pembengkakan dan kerentanan terhadap infeksi. Reaksi antara antigen-
antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan
diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3.5 gram/hari sehingga menyebabkan hipoalbuminemia, yang diikuti
gambaran klinis sindrom nefrotik seperti edema, hiperlipoproteinemia dan lipiduria.

1. Proteinuria
Proteinuria yang terjadi terutama proteinuria glomerular. Proteinuria tubulus
hanya sebagai pemberat derajat proteinuria pada sindrom nefrotik. Peningkatan
permeabilitas membran basalis kapiler-kapiler glomeruli disertai peningkatan
filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria. Mekanisme peningkatan
permeabilitas kapiler-kapiler glomeruli tidak diketahui jelas. Beberapa faktor
yang turut menentukan derajat proteinuria sangat kompleks, diantaranya;
konsentrasi plasma protein, berat molekul protein, muatan elektris protein,

37
integritas barier membran basalais, muatan elektris pada filtrasi barier, reasorbsi,
sekresi dan katabolisme sel tubulus serta degradasi intratubular dan urin. Kedua
macam proteinuria (glomerular dan tubular) dapat diketahui hanya dengan
pemeriksaan elektroforesis proteinuria atau selektivitas proteinuria. Proteinuria
tubular terdiri dari alfa dan beta globulin dan mempunyai berat molekul rendah.
Proteinuria tubular terutama berhubungan dengan penyakit jaringan interstisial
seperti sindrom Fanconi dan Pielonefritis.
2. Hipoalbuminemia
Plasma protein terutama terdiri dari albumin, yang mempunyai berat molekul
69.000. Hepar memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh
kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non-renal. Mekanisme kompensasi
dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan
komposisi protein dalam ruang ekstravaskuler dan intravaskuler. Pada sindrom
nefrotik, selalu terdapat hipoalbuminemia meskipun sintesis albumin meningkat di
hepar. Keadaan hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu
kehilangan protein dari tubuh melalui urin dan usus; katabolisme albumin,
pemasukan berkurang karena nafsu makan menurun dan mual-mual; dan utilisasi
asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal.
Jika kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin
menurun, terjadi keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia akan diikuti oleh
hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia prerenal dan tidak jarang terjadi
oliguric acute renal failure. Penurunan faal ginjal akan mengurangi filtrasi Natrium
dari glomerulus namun keadaan hipoalbuminemia akan mencegah resorpsi Na ke
dalam kapiler peritubuler. Resorpsi Na secara pasif sepanjang Loop of Henle
bersamaan dengan resorpsi ion Cl secara aktif sebagai akibat rangsangan dari
keadaan hipovolemia. Mekanisme keadaan hipovolemia yang merangsang resorpsi
Cl dan Na tidak diketahui pasti. Beberapa macam diuretik seperti Furosemid yang
bekerja pada loop of Henle sangat efektif menimbulkan natriuresis pada SN.
Retensi Na dan air yang berhubungan dengan sistem renin-angiotensin-aldosteron
dapat terjadi jika SN telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder.
Retensi air dan natrium ini dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran
tinggi diuretik yang mengandung antagononis aldosteron.
3. Edema
Gangguan pada membran basal glomerulus akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein dan terjadi proteinuria, sehingga tubuh
38
akan kekurangan protein termasuk albumin dan imunoglobulin. Oleh karena itu
tubuh akan kekurangan albumin yang keluar melalui urine, dan kompensasi hati
untuk mensintesis albumin tidak cukup untuk menutup kekurangan tersebut
sehingga terjadi keadaan hipoalbuminemia. Keadaan ini akan menyebabkan
tekanan onkotik plasma menurun dan tidak dapat mengimbangi tekanan hidrostatik
plasma tersebut, sehingga tekanan hidrostatik yang seolah-olah membesar tersebut
akan mendorong cairan plasma keluar ke ruang interstisial yang disebut dengan
edema. Keadaan edema ini menyebabkan volume intravaskular menurun dan
menyebabkan tubuh berkompensasi dengan mengaktifkan system renin-
angiotensin-aldosteron dan ADH sehingga terjadi retensi air dan natrium.
Kemampuan hepar dalam mengkompensasi sintesis albumin tidak mencukupi
kebutuhan albumin dalam tubuh. Maka keadaan berkurangnya intake protein oleh
karena anoreksia dan malnutrisi serta penyakit hepar akan memperburuk
kekurangan albumin tersebut. Keadaan hipoalbumin ini akan merangsang
peningkatan sintesis LDL dan VLDL, menurunkan katabolisme lipoprotein, dan
meningkatkan precursor kolesterol . Oleh karena itu di dalam tubuh akan terjadi
peningkatan trigliserida, fosfolipid, dan juga kolesterol sehingga tercapai keadaan
hiperlipidemia. Lipiduria juga terjadi karena manifestasi dari lipid casts dan free fat
droplets yang menembus glomerulus ginjal keluar melalui urin. Globulin dalam
plasma berikatan dengan vitamin D (25-hidroxycalciferol) dan tiroksin. Pada
keadaan proteinuria globulin juga akan banyak keluar dari tubuh sehingga tubuh
akan kehilangan vitamin D dan tiroksin yang aktif (konsentrasi vitamin D dan
tiroksin bebas serta TSH dalam plasma tetap). Kehilangan vitamin D aktif akan
menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dari usus, sehingga akan terjadi keadaan
hipokalsemia, dan akan terjadi keadaan hiperparatiroidism, osteomalasia dan
menurunnya kadar kalsium yang terionisasi dalam plasma. Keadaan kadar tiroksin
terikat globulin yang menurun kadang-kadang akan menyebabkan keadaan
hipotiroidism. Pada sindroma nefrotik juga akan terjadi peningkatan agregasi
platelet, peningkatan fibrinogen dan factor koagulasi, serta penurunan antitrombin,
sehingga tubuh akan mengalami hiperkoagulability. Oleh karena aktivitas koagulasi
yang berlebih ini, maka resiko terjadinya tromboemboli akan meningkat.
Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler
glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan ke jaringan interstitial, klinis disebut
edema (sembab). Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume
plasma dan hipovolemia. Hipovolemiansi dapat menyebabkan retensi natrium dan
39
air.Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan
onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi edem.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui beberapa jalur berikut ini:
a. Jalur langsung
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstitial dan disebut sembab.
b. Jalur tidak langsung
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat menyebabkan
penurunan volume darah efektif yang menimbulkan konsekuensi berikut:
1. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
Kenaikan plasma renin dan angiotensin → rangsangan kelenjar adrenal
→sekresi hormon aldosteron → sel-sel tubulus terangsang → absorpsi ion Na
→ ekskresi Na menurun.
2. Kenaikan aktivasi saraf simpatetikdan circulating cathecolamines.
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin→resistensi
vaskuler glomerulus meningkat.
Kenaikan ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma renin dan angiotensin.
Kenaikan resistensivaskuler renal menyebabkan penurunan LFG, ke naiakn
desakan Starling kapiler peritubular. Kedua keadaan itu mempengaruhi
ekskresi ion natrium yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan volume
cairan ekstraseluler dan akhirnya menyebabkan penurunan kardiak outpout,
penurunan aliran darah ke ginjal serta penurunan filtrasi glomerulus.
4. Hiperlipoproteinemia dan hiperfibrinogenemia
Pada sindroma nefrotik, semua fraksi lipoprotein kecuali HDL akan meninggi.
Mekanisme hiperlipoproteinmeia pada sindrom nefrotik tidak diketahui. Diduga
berhubungan dengan mobilisasi lemak tubuh untuk sintesis protein setelah terjadi
keseimbangan negatif protein. Hiperkolesterolemia dapat merupakan indicator
hiperlipoproteinemia pada sindrom nefrotik.
5. Kelainan tubulus ginjal
Proteinuria masif sering diikuti oleh glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia
walaupun tidak dijumpai DM atau nefropati paraprotein. Hipokalsiuria dapat
merupakan gambaran SN walaupun LFG masih normal.

40
41
VI. Kerangka Konsep

Sindroma nefrotik dengan perubahan


minimal

Reaksi imun
abnormal
Deposit di glomerulus

Reaksi imun
Glomerulo
nefrotik akut
Perubahan struktur membran
dinding kapiler glomerulus

amiloidosis
Permeabilitas kapiler
glomerulus meningkat

Kehilangan protein
serum meningkat

Aktivitas liver meningkat

Penurunan tekanan Sintesis lipoprotein meningkat Malnutrisi


onkotik plasma
Kolerterol meningkat
Terjadinya perpindahan cairan
dari plasma ke interstitial hiperlipidemia

Edema

Volume plasma darah menurun

Retensi air & Na+ meningkat

Frekuensi BAK menurun Edema terjadi semakin parah

42
VII. Kesimpulan

43
DAFTAR PUSTAKA

Cairan, S. P. G. K. (2006). Elektrolit. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi, 4, 529-37.

Garniasih, D., Djais, J. T., & Garna, H. (2016). Hubungan antara kadar albumin dan kalsium serum
pada sindrom nefrotik anak. Sari Pediatri, 10(2), 100-5.

Nilawati, G. A. P. (2016). Profil sindrom nefrotik pada ruang perawatan anak RSUP Sanglah
Denpasar. Sari Pediatri, 14(4), 269-72.

Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier; 2006. p. 1034-
2.

Guyton, AC., Hall, JE. 2016. Buku Ajar FisiologiKedokteran. Edisi 12. Jakarta:
PenerbitBukuKedokteran EGC.

Irfanuddin. 2018. FungsiTubuhManusiaEdisi I 2008 Cetakan ke-9. Palembang:


FakultasKedokteranUniversitasSriwijaya.

Unit Kerja Nefrologi. 2012. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Riley, Roger S., dan Richard, A. McPherson. 2017. Henry’s Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods. RRC: Elsevier Inc.

Lerma, Edgar V. 2017. Proteinuria. Amerika Serikat: Medscape.

Yoseph, Aditya. 2014. Sindrom Nefrotik. Semarang: Eprints Undip.

Gilda, G. 2014. Sindrom Nefrotik. Semarang: Eprints Undip.

Peralta, Ruben. 2017. Hypoalbuminemia. Republik Dominika: Medscape.

Devkota, Bishnu Prasad. 2014. Microalbumin. St. Louis: Medscape.

Cohen, Eric P. 2017. Nephrotic Syndrome. Maryland: Medscape.

Lane, Jerome C. 2017. Pediatric Nephrotic Syndrome. Chicago: Medscape.

Paulsen, Friedrich, dan Jens, Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Organ-Organ Dalam
Ed. 2 Jilid 23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Jusuf, A. A. (2001). Histologi Sistem Perkemihan. Depok: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
44
Robbins basic pathology / [edited by] Vinay Kumar, Abul K. Abbas, Jon C. Aster. – 9th ed.

R. David., David Wayne. dan John Bradley.2007. Kedokteran klinis edisi 6. Penerjemah bahasa :
Annisa Rahmalia. Erlangga

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1988. Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.

Aprilia, M. and Budi, R., 2015. Pemeriksaasn neurologis pada kesadaran menurun. CDK-
233, 42.

Gilda, G. and Muryawan, M., 2014. Pengaruh Suplementasi Kapsul Ekstrak Ikan Gabus
terhadap Kadar Albumin dan Berat Badan pada Anak dengan Sindrom Nefrotik (Doctoral
dissertation, Faculty of Medicine Diponegoro University).

Elizabeth, R., 2015. Sindrom Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Usia 2 Tahun. Jurnal
Agromedicine. 2(3), pp.217-221.

Gunawan, C. A., Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Bagian/ SMF Ilmu
Penyakit Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Mulawarman / RSUD A.
Wahab Sjahranie Samarinda

Chernecky CC & Berger BJ. 2008. Laboratory Tests and Diagnostic Procedure. Philadelphia:
Saunders Elsevier.

Emil A. Tanagho. 2004. Diagnosis of Medical Renal Disease, Smith’s General Urology 6th
edition. Janet Foltin, The McGraw – Hill Companies. p: 530-532.

Nilawati, G.A.P., 2016. Profil sindrom nefrotik pada ruang perawatan anak RSUP Sanglah
Denpasar. Sari Pediatri. 14(4), pp.269-72.

https://freyadefunk.wordpress.com/tag/tanda-tanda-vita-vital-sign/ (per usia)

MAHARANI, L.D., 2017. ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. D DENGAN SINDROM


NEFROTIK DI RUANG KANTHIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).

45

Anda mungkin juga menyukai