Anda di halaman 1dari 20

Kesesuaian Lahan Kakao (Theobroma cacao L.

TUGAS

OLEH :
MENTARI CHALIS / 160301137
CINDY / 160301152

PERKEBUNAN C : KOPI, KAKAO DAN TEH


PROGRAM STUDI AGROOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
Kesesuaian Lahan Budidaya Kakao (Theobroma cacao L.)
Tanaman kakao merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis di
Amerika Selatan. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, tanaman
kakao menghendaki lahan dengan keadaan tanah dan iklim tertentu. Iklim yang
sesuai untuk tanaman kakao adalah iklim dengan curah hujan cukup dan hujan
yang terdistribusi merata sepanjang tahun (curah hujan rata-rata antara 1500-2500
mm/tahun), dengan bulan kering kurang dari 3 bulan/tahun, suhu rata-rata antara
15-30 oC, tidak ada angin yang bertiup kencang (Bahri, 1996). Winarso (2003)
mengatakan bahwa sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman kakao.
Kondisi geografis Indonesia secara umum yang berbentuk kepulauan,
menyebabkan iklim yang ada adalah iklim equator yang spesifik dan rumit
dikarenakan adanya daerah tekanan Asia dan Australia serta pola angin monsun.
Akibat kondisi tersebut, maka hujan yang jatuh di wilayah Indonesia digolongkan
menjadi tiga jenis yaitu hujan konvektif, hujan orografik dan hujan konvergensi.
Variabilitas curah hujan sangat menarik untuk diamati khususnya di wilayah iklim
maritim tropis.
Sebagai komoditas yang memiliki prospek yang cukup menjanjikan, untuk
meningkatkan produktifitas kakao telah dilakukan berbagai upaya baik dengan
intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Secara umum, upaya-upaya tersebut
lebih difokuskan pada aspek budidaya tanaman, sedangkan perhatian terhadap
iklim belum diperhatikan secara serius. Padahal, faktor iklim merupakan bagian
yang penting untuk diperhatikan dalam budidaya tanaman. Perkembangan Sistem
Informasi Geografi (SIG) saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat dengan kemampuannya untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki,
memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk data dan informasi
ke dalam sistem yang bereferensi geografi, sehingga dengan kemampuan tersebut
sebuah data maupun informasi dapat disajikan secara efisien dan efektif ke dalam
bentuk peta. Dengan demikian, informasi tersebut dapat dijadikan sebuah
kebijakan dalam pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan maupun
pengelolaan dalam pemanfaatannya.
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Pertumbuhan suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan
dan p ersaingan dalam penggunaan lahan. Kondisi tersebut mengharuskan
perlunya pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang
paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas dengan tetap
memperhatikan tindakan konservasinya untuk penggunaan dimasa yang akan
datang (Sitorus 2004).
Penilaian kesesuaian lahan adalah bagian dari evaluasi lahan, berupa
proses penilaian potensi atau kelas kesesuaian suatu lahan untuk tujuan
penggunaan lahan tertentu. Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan
cara membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang
diterapkan dengan karakteristik atau kualitas lahan yang dimilki oleh lahan yang
akan digunakan (FAO 1976). Dengan cara ini maka akan diketahui potensi dan
kelas kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu. Hasil evaluasi
kesesuaian lahan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan penggunaan lahan
yang rasional secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan dan
lingkungannya, juga dapat menimbulkan masalah kemiskinan dan masalah-
masalah sosial dan ekonomi lainnya.
Berbagai metode evaluasi lahan telah banyak dikembangkan di Indonesia.
Soil Conservation Service, USDA memperkenalkan sistem kemampuan lahan.
Dalam sistem ini lahan dikelompokkan kedalam delapan kelas (I – VIII)
berdasarkan daya dukungnya untuk memproduksi tanaman-tanaman pertanian,
rumput makanan ternak, dan kehutanan tanpa menimbulkan kerusakan dalam
jangka panjang. Selanjutnya FAO (1976) dalam Framework of Land Evaluation
memperkenalkan sistem klasifikasi kesesuaian lahan (Land Suitability
Classification) untuk jenis penggunaan lahan yang spesifik. Dalam sistem ini
klasifikasi kesesuaian lahan dibagi kedalam ordo Sesuai (S) dan Tidak Sesuai (N).
Ordo S dibagi lagi menjadi Sangat sesuai/Highly suitable (S1), Cukup
sesuai/Moderately suitable (S2), dan Sesuai marginal/Marginal suitable (S3).
Ordo N dibagi menjadi Tidak sesuai saat ini/Currently not suitable (N1) dan Tidak
sesuai permanen/Permanently not suitable (N2). Kedua sistem diatas banyak
dianut dan dikembangkan di Indonesia, khususnya disektor pertanian dan
kehutanan.
Di dalam kegiatan evaluasi lahan, sering dijumpai perbedaan dalam hasil
penilaian kesesuaian lahan tersebut. Hal ini antara lain disebabkan oleh: (1)
perbedaan terhadap faktor-faktor yang dinilai yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman; (2) perbedaan pengharkatan dalam penilaian karakteristik lahan; (3)
perbedaan dalam sistem yang digunakan; dan (4) perbedaan dalam metode
pengambilan keputusan, antara lain dengan metode penghambat maksimum atau
parametrik (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Disamping itu, kriteria
kesesuaian lahan yang ada masih bersifat umum dan disusun berdasar pengalaman
empiris yang belum dikaji berdasarkan data-data penelitian atau dikorelasikan
dengan produksi tanamannya.
Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan
persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang
dihubungkan dengan kualitas lahan. Kualitas lahan adalah sifat lahan yang
berpengaruh langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah. Kualitas ada
yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada
umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO 1976). Kualitas
lahan dapat berperan positif dan negatif terhadap penggunaan lahan tergantung
dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan
bagi suatu penggunaan. Sebaliknya penggunaan lahan yang bersifat negatif
bersifat merugikan (merupakan kendala), sehingga menjadi faktor penghambat
atau pembatas bagi suatu penggunaan lahan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat
berpengaruh terhadap satu atau lebih jenis penggunaan lahan. Demikian pula
setiap jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas
lahan. Karakteristik lahan didefinisikan sebagai sifat tanah yang dapat diukur
dilapangan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Pemilihan kualitas dan kharakteristik lahan yang dibutuhkan untuk
evaluasi kesesuaian lahan sangat ditentukan oleh tujuan evaluasi, relevansi,
ketersediaan data dan kualitas data yang dihasilkan dari penelitian. FAO (1983)
secara umum telah menginventarisasi sejumlah 25 kualitas lahan beserta
karakteristik lahannya. Referensi kriteria kesesuaian lahan yang lain seperti pada
FAO (1983) dan Djaenudin et al. (2000, 2003), baru sebagian kualitas lahan saja
dari yang dikemukakan pada FAO (1983). Namun demikian untuk keperluan
evaluasi lahan yang lebih spesifik untuk komoditas tertentu perlu dipilih
kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan
data disuatu wilayah. Beberapa kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan
kondisi lahan di Indonesia telah dicoba disusun oleh Djaenudin et al. (2000, 2003)
dan diterapkan dalam penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk berbagai
komoditas pertanian.
Langkah awal penilaian kesesuaian lahan adalah melakukan evaluasi
sumberdaya lahan yang merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya
lahan untuk berbagai penggunaannya, caranya adalah dengan membandingkan
antara persyaratan yang diperlukan oleh suatu tanaman dan kondisi atau sifat
sumberdaya lahan yang ada. Dalam evaluasi sumber daya lahan, ada 3 aspek
penting untuk diperhatikan, aspek lahan, penggunaan lahan dan ekonomi.
Penilaian kesesuaian lahan mempunyai manfaat untuk mengetahui potensi
sumber daya lahan dalam mendukung suatu usaha tani tertentu dan memprediksi
produksi yang dapat diperoleh serta tindakan-tindakan agronomi yang mendukung
keberhasilan usaha tani.
Secara umum, terdapat dua cara menilai lahan, yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Penilaian secara langsung dilakukan dengan percobaan lapangan,
misalnya menanam suatu tanaman dilahan tertentu kemudian mengevaluasinya.
Cara ini memerlukan waktu yang lama dan secara praktik penggunaannya
terbatas. Penilaian secara tidak langsung dilakukan dengan melakukan asumsi
bahwa ciri lahan suatu tempat (site) dapat memengaruhi keberhasilan penggunaan
lahan itu untuk usaha pertanian. Kualitas suatu lahan dapat dipelajari dari hasil
pengamatan ciri lahan tersebut.
Proses penilaian lahan secara tidak langsung dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan, dari pencirian lahan yang umumnya dilakukan saat survey
tanah, menentukan karakterisasi lahan, hingga menilai kualitas lahan. Kualitas
lahan yang dihubungkan dengan syarat tumbuh tanaman akan dapat digunakan
untuk menilai kesesuaian lahan.
Penilaian Kesesuaian Lahan Budidaya Kakao (Theobroma cacao L.)
Iklim
Iklim merupakan faktor yang meliputi, curah hujan, suhu, kelembaban
udara, penyinaran matahari, dan kecepatan angin yang antar unsur tersebut
mempunyai hubungan yang rumit. Iklim mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi kakao, karena itu, unsure ini perlu diperhatikan dalam membuat
penilaian kesesuaian lahan.
Sebaran curah hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao
dibandingkan dengan jumlah curah hujan yang tinggi. Alvim(1980) menunjukkan
bahwa keragaman produksi kakao dari tahun ketahun lebih ditentukan oleh
sebaran curah hujan daripada oleh unsure iklim yang lain. Jumlah curah hujan
memengaruhi pola pertunasan kakai (flush). Curah hujan yang tinggi dan sebaran
yang tidak merata akan berpengaruh terhadap flush dan berakibat terhadap
produksi kakao.
Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air
sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik ditempat yang jumlah
curah hujannya relative sedikit tapi merata sepanjang tahun. Pengelolaan air
khususnya pada musim kemarau ditanah yang daya simpan airnya rendah
menentukan produksi kakao.
Proses fisiologi tanaman kakao juga dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu
udara yang rendah akan menghambat pembentukan tunas dan bunga (AlvIm,
1980). Sementara itu, suhu udara yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan
pucuk dan mendorong pertumbuhan cabang serta mengakibatkan daun-daun
kurang berkembang (Wood, 1975). Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah
hujan dan suhu udara. Unsur ini berhubungan dengan timbulnya penyakit yang
menyerang kakao. Pada curah hujan yang tinggi, 3 – 6 hari berturut-turut akan
menyebabkan kelembaban udara tinggi dan munculnya cendawan Phytophthora
palmivora yang menjadi penyebab penyakit busuk buah.
Kecepatan angin juga menentukan keberhasilan usaha tani kakao.
Kecepatan angin yang tinggi dan berlangsung lama jelas akan merusak daun
kakao, sehingga rontok dan tanaman menjadi gundul. Kerusakan kakao karena
angin tersebut akan mempunyai dampak terhadap turunnya produksi kakao.
Didaerah pegunungan yang setiap dua tahun sekali dari bulan Januari hingga
Maret bertiup angin kencang bisa mengakibatkan kerusakan pertanaman kakao,
sehingga produksinya hanya setengah dari potensinya.
Tanah
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur
hara mikro dan makro dalam tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation,
pH atau kemaswaman tanah, dan kadar bahan organik relative mudah diperbaiki
dengan teknologi yang ada. Sementara itu, sifat fisik tanah yang meliputi tekstur,
struktur, konsistensi, kedalaman efektif tanah (solum), dan akumulasi endapan
suatu unsure (konkresi) relative sulit diperbaiki, meskipun teknologi perbaikannya
telah ada. Sifat biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan
penilaian kesesuaian lahan, karena hubungannya belum banyak diketahui secara
pasti. Secara tidak langsung sifat tersebut memengaruhi pertumbuhan tanaman.
Sifat Kimia Tanah
Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar
5,6-6,8. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah
bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak basa.
Tanah dengan keasaman tinggi menyebabkan kadar unsur hara mikro seperti Al,
Fe dan Mn terlarut sehingga dapat menjadi racun bagi kakao. Tanah-tanah tua
dengan tingkat pelapukan tinggi, umumnya bersifat asam dan Al tinggi yang
mudah diserap tanaman, sehingga akan menghambat perkembangan akar dan
pertumbuhan tanaman.
Kemasaman tanah sangatlah mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung tersebut adalah yaitu
pengaruh ion hidrogen, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah tidak
tersedianya unsur hara seperti kalsium, aluminium, fosfor dan mempengaruhi
kegiatan jasad mikroorganisme. Di samping itu apabilah pH rendah akan
menyebabkan adanya unsur Al, Fe, dan Mn menjadi sangat larut sehingga menjadi
racun bagi tanaman. Sebaliknya bila pH naik hingga netral atau lebih tinggi, dan
diikuti hujan, maka jumlah ion-ion tersebut akan berkurang dalam larutan tanah,
sehingga menyebabkan tanaman tertentu kekurangan Fe dan Mn. Jika pH tanah
dapat di pertahankan antara 6 dan 7 kemungkinan keracunan Al, Fe dan Mn dapat
ditiadakan.
Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar organik yang tinggi, yaitu
diatas 3 %. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah,
biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas
tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah
terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk
diserap akar tanaman.
Kadar hara mikro dan makro yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah
cukup untuk mendukung pertumbuhan dan produksi kakao. Setiap variasi umur
kakao menghendaki jenis dan jumlah hara yang berbeda.
Kemampuan tukar kation merupakan kemampuan tanah untuk menyerap
hara dan melepaskan kembali untuk diserap akar. Tanah yang baik untuk kakao
menghendaki kemampuan tukar kation yang tinggi karena umumnya tanahnya
subur demikian juga dengan kejenuhan basanya. Semakin tinggi kejenuhan
basanya, tanah tersebut semakin subur dan baik untuk kakao.
Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman, termasuk tanaman kakao. Sifat-sifat fisik tanah yang menentukan
penetrasi akar diantaranya tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, dan drainase
(Hakim et al., 1986). Sifat fisika tanah (tekstur dan struktur tanah) secara
langsung dapat mempengaruhi mudah tidaknya tanah dapat ditembusi akar
tanaman. Tekstur dan struktur tanah juga dapat menentukan daya cengkraman
akar tanaman sehingga tanaman tidak mudah rebah. Secara tidak langsung tekstur
dan struktur tanah menentukan penyediaan air dan aerasi tanah yang cukup bagi
perkembangan dan respirasi akar.
Kedalaman tanah yang dapat dijangkau akar secara aktif (effective depth)
tidak identik dengan ketebalan solum tanah. Ketebalan solum merupakan
cerminan ketebalan tanah hasil proses pembentukan tanah. Kedalaman efektif
adalah tebalnya lapisan tanah yang dapat mendukung pertumbuhan akar secara
leluasa. Jeluk mempan ditentukan oleh ada tidaknya atau posisi lapisan pada
keras, lapisan kerikil, atau bongkahan batu yang tidak dapat ditembus akar. Selain
itu, faktor dangkal tidaknya permukaan air tanah juga memengaruhi kedalaman
efektif tanah.
Tekstur tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah,
yaitu pasir, debu dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan
kemampuan tanah mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian di Jawa
Barat menunjukkan bahwa tekstur tanah nyata memengaruhi daya dukung
terhadap kakao. Semakin tinggi kadar lempungnya, semakin rendah daya
dukungnya terhadap pertumbuhan kakao.
Timbulan
Faktor ini meliputi elevasi, topografi dan tinggi tempat. Kakao tumbuh
baik pada lahan datar atau kemiringan tanah kurang dari 15%. Suhu udara harian
idealnya sekitar 28oC, sehingga semakin tinggi tempat, semakin rendah tingkat
kesesuaiannya. Faktor timbulan yang berpengaruh adalah lereng. Hal ini berkaitan
dengan tingkat kesuburan, manajemen pemeliharaan dan pemanenan.
Korelasi antar Karakteristik Lahan
Hasil korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat semakin
dangkal kedalaman efektif, semakin rendah persentase fraksi liat, pH H 2O, C-
organik, N-total, Na-dd, Ca-dd, Al-dd, H-dd, KTK dan kejenuhan basa. Semakin
curam lereng semakin dangkal kedalaman efektif, semakin rendah persentase
fraksi debu, fraksi liat, pH H2O, C-organik, N-total, P-av, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd,
KTK, dan kejenuhan basah. Semakin dangkal kedalaman efektif menunjukkan
semakin rendah persentase fraksi debu, pH H 2O, C-organik, N-total, P-av, K-dd,
Na-dd, H-dd, KTK, kejuhan basa. Setiap kenaikan pH H2O tanah menunjukkan
semakin tingggi pH KCl dan kejenuhan basa, sebaliknya semakin rendah
persentase C-organik, N-total, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Al-dd, KTK. Semakin
tingginya C-organik menunjukkan semakin tinggi N-total, semakin tinggi
persentase K-dd, Na-dd,KTK, sebaliknya semakin rendah C-organik maka akan
meningkatkan persentase Al-dd, H-dd, kejenuhan basa dan salinitas. Semakin
tinggi kapasitas tukar kation menunjukkan semakin rendah persentase kejenuhan
basa dan salinitas. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan
degradasi kimia, fisik dan biologi tanah, selanjutnya merusak agregat tanah dan
menyebabkan terjadinya pemadatan tanah. Bahan organik secara langsung
merupakan sumber N, P dan usur hara mikro (Hanafiah, 2005).
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kakao
Evaluasi kesesuaian lahan atau sering disebut evaluasi lahan, merupakan
bagian dari proses perencanaan tata guna lahan dan salah satu kegiatannya adalah
klasifikasi kesesuaian lahan. Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan adalah
membandingkan antara persyaratan tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan
dan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Tujuan penilaian kesesuaian lahan adalah untuk mengetahui potensi
sumber daya lahan yang dapat digunakan untuk suatu usaha budi daya tanaman
tertentu. Pengetahuan tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat
kesesuaian lahan tanaman tertentu serta membantu menentukan langkah-langkah
pengelolaan secara rasional dan optimal. Selain itu, dengan informasi ini tetap
dapat melestarikan sumber daya lahan tersebut.
Klasifikasi kesesuaian lahan bertujuaan untuk menentukan tingkat
kesesuaian lahan suatu tanaman, sehingga diperoleh informasi untuk melakukan
tindakan pengelolaan selanjutnya.
Metode klasifikasi kesesuaian lahan kakao yang digunakan adalah metode
yang dikembangkan oleh Food Of Agricultural Organization (FAO). Metode ini
lebih menekankan pada kondisi lahan saat evaluasi, tanpa adanya perbaikan yang
berarti. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat sebagai lembaga rujukan utama
dalam bidang pertanahan untuk pertanian di Indonesia banyak bekerjasama
dengan FAO.
Struktur sistem klasifikasi kesesuaian lahan kakao terdiri atas empat
kategori sebagai berikut:
1. Ordo kesesuaian lahan (order), menunjukkan jenis atau macam kesesuaian.
2. Kelas kesesuaian lahan (class), menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
3. Sub kelas kesesuaian lahan (subclass), menunjukkan jenis pembatas atau
macam perbaikan didalam kelas.
4. Satuan kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang
diperlukan dalam pengelolaan didalam subkelas.
Kesesuaian lahan dalam tingkat ordo menunjukkan sesuai atau tidaknya
lahan untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu, berdasarkan kesesuaian
lahannya, ordo dibagi menjadi dua sebagai berikut:
1. Ordo S atau Sesuai (Suitable). Lahan yang dapat digunakan untuk maksud
tertentu, tanpa atau dengan sedikit resiko keruwsakan terhadap sumber daya
lahannya. Keuntungan yang diharapkan akan melebihi masukan yang
diberikan.
2. Ordo N atau tidak sesuai (not suitable). Lahan yang tidak dapat dipergunakan
untuk maksud tertentu karena mempunyai faktor pembatas sedemikian rupa
sehingga mencegah penggunannya secara lestari.
Kelas kesesuaian lahan terdiri atas tiga kelas yang menunjukkan tingkat
kesesuaiannya dari kelas yang tertinggi hingga yang terendah.
1. Kelas S1. Lahan yang sangat sesuai, yaitu lahan tanpa faktor pembatas nyata
apabila digunakan, atau hanya sedikit pembatas yang tidak secara nyata
mengurangi produktivitas dan keuntungan serta tidak meningkatkan masukan
melebihi aras taraf yang dapat diterima
2. Kelas S2. Lahan yang cukup sesuai, yaitu lahan dengan faktor-faktor pembatas
yang apabila bekerjasama akan menghambat dukungan pertumbuhan tanaman
tertentu. Penghambat tersebut akan mengurangi produktivitas atau
keuntungang dan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga ada
keuntungan keseluruhan yang diperoleh dari penggunaan tersebut.
3. Kelas S3. Lahan yang kurang sesuai, yaitu faktor-faktor pembatas yang apabila
bekerjasama akan sangat menghambat dukungan terhadap pertumbuhan
tanaman tertentu. Penghambat tersebut sangat memengaruhi produktivitas atau
keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga keuntungan
keseluruhan yang diperoleh dari penggunaan sangat rendah, bahkan tidak
untung. Pemakain lahan kelas ini dipertimbangkan marginal ( membutuhkan
input besar untuk memperoleh hasil cukup sehingga keuntungan terbatas).
FAO (1976) dalam Permentan (2013) mengklasifikasikan kesesuaian lahan
kedalam empat tingkatan yaitu ordo, kelas, subkelas, dan unit. Ordo adalah
keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibagi
menjadi dua yaitu lahan yang sesuai (S) dan lahan tidak sesuai (N). Kelas adalah
keadaan tingkat kesesuaian lahan dalam tingkat ordo. Lahan sesuai (S) dibagi
menjadi tiga kelas yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal
(S3). Sedangkan lahan tidak sesuai (N) tidak dibagi lagi. Subkelas adalah
tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan yang dibedakan berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Unit adalah keadaan
dalam tingkat subkelas yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh
dalam pengelolaannya. Klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak digunakan yaitu
pada tingkatan kelas yang sesuai dengan Kementerian Pertanian. Berikut tabel
penjelasan pembagian kelas kesesuaian lahan menurut FAO:

Kelas Keterangan
S1 (sangat sesuai) Lahan mempunyai faktor pembatas yang bersifat
tidak dominan dan tidak akan mereduksi
produktivitas lahan secara nyata.
S2 (sesuai) Lahan mempunyai faktor pembatas dan akan
berpengaruh terhadap produktivitasnya. Kelas ini
memerlukan tambahan masukan (input), namun
pembatas tersebut biasanya bisa diatasi sendiri oleh
petani.
S3 (sesuai marginal) Lahan mempunyai faktor pembatas yang dominan
dan akan berpengaruh terhadap produktivitas. Kelas
ini memerlukan tambahan masukan yang lebih
banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk
mengatasinya diperlukan modal tinggi, sehingga
perlu adanya bantuan kepada petani untuk
mengatasinya.
N (tidak sesuai) Lahan memiliki faktor pembatas yang sangat
dominan dan sulit untuk diatasi.

Lahan dengan kelas kesesuaian lahan seperti ini mempunyai pembatas-


pembatas yang besar untuk budidaya. Pembatas tersebut dapat mengurangi
produksifitas dan keuntungan atau meningkatkan masukan yang diperlukan pada
tanaman kakao.
Perbaikan atau input teknologi yang diberikan dapat meningkatkan kelas
kesesuaian lahan aktual menjadi potensial sebesar satu kelas atau lebih, tergantung
besarnya input teknologi dan faktor pembatas yang diperbaiki. Tingkat perbaikan
yang dapat dilakukan dapat terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan asumsi yang
ditetapkan, yaitu :
1. LI
Masukan rendah, usaha perbaikan yang dapat dilakukan dengan modal rendah
umumnya dapat dilakukan petani, seperti pemupukan sederhana.
2. MI
Masukan sedang, usaha perbaikan yang sudah mulai membutuhkan modal dan
tenaga kerja dalam jumlah tertentu. Usaha perbaikan ini dapat berupa
pemupukan lengkap dan berimbang, pengadaan kapur, pemberian amelioran,
dan lain-lain. Teknologi ini dapat dilakukan oleh petani dalam kondisi terbatas,
selebihnya harus melibatkan keikutsertaan peran pemerintah dan pengusaha.
3. HI
Masukan tinggi, usaha perbaikan hanya dengan modal besar dan tenaga kerja
dalam jumlah tertentu, seperti pembuatan saluran drainase, terasering. Asumsi
teknologi ini hanya dapat di lakukan oleh pemerintah.
Sub kelas mencerminkan jenis faktor pembatas atau perbaikan yang
diperlukan dalam kelas. Sub kelas dinyatakan dengan symbol huruf kecil yang
menyatakan peringatan adanya pembatas tertentu. Symbol sub kelas dan artinya
sebagai pembatas lahan dapat dilihat pada tabel
Simbol Arti
c Iklim
t Elevasi
s Kemiringan lahan
r Sifat fisik tanah
n Ketersediaan hara
d Genangan, kelas pangatusan (drainase)
x Keracunan (toksisitas)

Kriteria Teknis Kesesuaian Lahan untuk Kakao


Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penilaian lahan
dan membuat kelas kesesuaian lahannya meliputi tiga hal sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data yang terkait dengan kualitas dan sifat lahan, umumnya
dilakukan dalam bentuk survey tanah.
2. Menentukan kebutuhan tanaman sesuai dengan syarat pertumbuhannya.
3. Membandingkan antara sifat dan kualitas lahan dengan syarat tumbuh tanaman.
Seperti halnya langkah penilaian kesesuaian lahan pada umumnya, pada
kakao tahapan aktivitas yang sama juga dilakukan. Klasifikasi lahan kakao
disajikan dalam table.
No Ciri-Ciri S1 S2 S3 N
1
(c) Iklim:
.
Curah hujan 1250-1500, 1100-1250, <1100,
1500-2500
tahunan (mm) 2500-3000 3000-4000 >4000
Lama bulan
0-1 1-3 3-5 >5
Kering (bulan)
2
(t) Elevasi
.
Kakao Mulia 0-600 600-700 700-800 >800
Kakao Lindak 0-300 300-450 450-600 >600
3
(s) Lereng (%) 0-8 8-15 14-45 >45 (>24o)
.
4 (r) Sifat Fisik
. Tanah
Kedalaman
>150 100-150 60-100 <60
Efektif (mm)
S. loam, Loamy Gravel,
C.loam, sand, Sandy Structured Sand,
Tekstur
Silty loam, clay, Silty clay Massive
Loam clay clay
Persen batuan di
- 0-3 3-15 >15
permukaan (%)
5 (d) Genangan
- - 1-7 >7
. (hari)
Somewhat
Very poor,
Kelas drainase Moderately poor, poor,
well very
tanah well Somewhat
excessive
excessive
6 (n) Sifat Kimia
. Tanah(0-30 cm)
5.0-6.0 , 4.5-5.0 ,
Ph 6.0-7.0 <4.0 , >8.0
7.0-7.5 7.5-8.0
C-organik (%) 2-5 1-2, 5-10 0.5-1, 10-15 <0.5, >15
KPK (me/100g) >15 10-15 5-10 <5
KB (%) >35 20-35 <20 -
sedang –
sangat
N sangat rendah -
rendah
tinggi
sedang –
sangat
P sangat rendah -
rendah
tinggi
sedang –
sangat
K sangat rendah -
rendah
tinggi
7 (e) Keracuanan
. (Toksisitas)
Salinitas (mm
<1 1-3 3-6 >6
hos/cm)
Kejenuhan Al
<5 5-20 20-60 >60
(%)

Korelasi antara Karakteristik Lahan dan Produktivitas dan Mutu Kakao


Karakteristik lahan mempunyai hubungan yang nyata dengan
produktivitas kakao, dimana produktivitas kakao akan meningkat apabila
kedalaman efektif semakin dalam, tinggi kandungan C-organik, N-total, P-av, Na-
dd, H-dd, KTK, kejenuhan basa, semakin rendah ketinggian tempat dan
kelerengan. Hubungan karakteristik lahan dengan dengan mutu kakao juga
menunjukkan korelasi yang nyata dimana mutu buah kakao akan semakin baik
apabila semakin dalam kedalaman efektif, naiknya pH KCl, P-av,dan KTK, dan
semakin rendah ketinggian tempat dan kelerengan.
Hubungan antara karakteristik lahan ketinggian tempat, lereng dan
kedalaman efektif dan produktivitas kakao dapat dilihat pada Gambar 2. Semakin
tinggi tempat semakin rendah produktivitas (Gambar 2a), begitu juga semakin
curam lereng semakin rendah produktivitas buah kakao (Gambar 2b), Semakin
dalam kedalaman efektif semakin tinggi produktivitas buah kakao (Gambar 2c).
Erosi dan Dampaknya Terhadap Tanaman
Erosi didefenisikan sebagai pemindahan atau pengangkutan tanah dari
suatu tempat ketempat lain yang lebih rendah melalui media air atau angin.
Didaerah tropis media penyebab erosi yang umum adalah air. Erosi dianggap
sebagai penyebab kerusakan tanah yang utama karena melalui proses ini
kerusakan tanah dapat terjadi dalam waktu yang relative singkat, bergantung
kepada besar dan kekuatan media pengangkut tanah.
Erosi yang terjadi diareal pertanian dapat menyebabkan hilangnya lapisan
permukaan tanah yang subur dan diganti dengan munculnya lapisan tanah bawah
yang relative kurang subur. Kurang suburnya tanah dilapisan bawah disebabkan
oleh tanah lebih mampat, kadar bahan organik sangat rendah, hara tanah yang
berasal dari hasilmpenguraian seresah tanaman rendah, struktur tanah memiliki
imbangan porositas lebih buruk, dan sifat-sifat lain dengan daya dukung yang
lebih rendah terhadap pertumbuhan tanaman. Karena itu, erosi dianggap faktor
penyebab utama degradasi lahan pertanian didaerah tropika basah.
Akibat erosi, daya dukung tanah terhadap pertumbuhan tanaman
terhambat, produksi merosot, serta respon tanaman terhadap pemupukan
berkurang sehingga tidak ada lagi produk yang dapat diharapkan dari pertanaman.
Pembuatan Teras
Ada tiga jenis teras yang selama ini dikenal, yaitu teras bangku, teras
gulud dan teras individu. Teras tersebut dibuat searah dengan garis kontur, agar
aliran air didalam teras tidak deras. Garis komtur adalah garis yang
menghubungkan titik-titik lokasi atau tempat yang memiliki ketinggian (elevasi)
sama. Jenis teras yang dibuat harus disesuaikan dengan kondisi lahan, kemiringan
lahan, kedalaman efektif tanah (jeluk tanah), dan kepekaan tanah terhadap erosi.
Pembuatan teras pada kedalaman tanah yang dangkal cenderung membuat
kedalamn efektif tanah menjadi semakin dangkal, sehingga daerah perakaran
menjadi semakin sempit. Pada kondisi tanah seperti ini, teras yang dibuat
sebaiknya disesuaikan dengan kedalaman efektif yang ada.
Dilahan yang miring, pergerakan air akan semakin cepat, volume air yang
mengalir diatas permukaan tanah akan semakin besar sehingga kekuatan merusak
semakin besar. Akibatnya, sering terjadi erosi. Untuk mengatasi keadaan ini,
sebaiknya lahan dibuat teras yang secara efektif mampu menekan kecepatan aliran
air sekaligus memberikan peluang peresapan air hujan kedalam tanah. Bentuk
teras yang tahan terhadap kecepatan aliran yang deras dan memperbesar
peresapan air kedalam tanah adalah teras bangku, kemudian disusul teras gulud
dan teras individu.
Pemilihan bentuk teras harus tetap memerhatikan kesesuaian jeluk efektif
yang tersisa bagi tanaman kakao. Pembuatan teras dilahan yang tanahnya peka
terhadap erosi harus mempertimbangkan efektifitasnya dalam menekan volume
dan kecepatan aliran permukaan. Selain membuat teras, aliran permukaan lahan
yang agregat tanahnya mudah hancur bisa diperkecil dengan menanam tanaman
penutup tanah. Adanya tanaman penutup tanah bisa menyebabkan agregat tanah
menjadi lebih stabil, tidak mudah hancur, serta tidak mudah terangkut aliran air
diatas permukaan tanah (aliran permukaan).
Bentuk Teras
Teras Bangku
Teras bangku adalah teras yang dibuat memotong lereng dan meratakan
tanah dibagian bawah, sehingga membentuk susunan seperti tangga. Teras bangku
tidak dianjurkan untuk tanah-tanah yang mudah longsor, jeluk tanahnya dangkal,
atau lapisan tanah bawah mengandung unsure yang tersedia berlebihan dan dapat
meracuni tanaman. Teras bangku perlu dibuat sedikit miring kedalam sehingga
bibir teras sedikit lebih tinggi daripada dalam teras. Tujuannya, agar aliran
permukaan memiliki peluang lebih besar untuk meresap kedalam tanah.
Tebing teras dapat diperkuat dengan rerumputan atau tanaman merambat
lain. Bibir teras juga dapat ditanami dengan tanaman penguat teras untuk
memperkuat teras dari kemungkinan longsor. Hasil penelitian Pujiyanto et al
(2001) menunjukkan tanaman penguat teras seperti Vetiveria zizanioides terbukti
meningkatkan stabilitas teras bangku disamping dapat digunakan sebagai sumber
pupuk organik. Saluran drainase dilahan dengan teras bangku dibuat bukan
dipinggir teras, melainkan tepat dibawah tebing teras diatasnya.

Teras Gulud
Teras gulud dibuat dengan memotong lereng sesuai dengan kontur dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Teras gulud sebaiknya dibuat bdilahan
yang kedalaman tanahnya dangkal dan kemiringan lahan kurang dari 15%.
Dilahan yang kedalaman tanahnya dangkal tidak mungkin dibuat teras bangku
karena teras bangku cenderung akan memperdangkal kedalaman efektif tanah.
Akibatnya daerah perakaran minimal yang diperlukan tanaman kakao dewasa
untuk tumbuh normal tidak terpenuhi. Kedalaman efektif minimum untuk
tanaman kakao dewasa adalah 60 cm. saluran drainase dilahan dengan teras gulud
dibuat dipinggir teras disebelah dalam guludan.
Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat dengan meratakan tanah disekitar
pokok tanaman dengan garis tengah 1-1,5 meter. Teras individu merupakan satu-
satunya teras yang dapat dibuat dilahan yang kemiringannya lebih dari 45%.
Piringan teras perlu dibuat sedikit miring kedalam seperti pada teras bangku.

Manfaat Teras
 Memperpendek panjang lereng dan menurunkan kemiringan lereng
 Memperlambat laju aliran permukaan dan menyalurkannya dengan kekuatan
yang tidak merusak
 Meningkatkan laju infiltrasi air kedalam tanah
 Mencegah akumulasi air hujan dan aliran permukaan yang dapat mengalir
dengan kekuatan yang merusak
 Mempermudah pengelolaan tanah dan pertanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Atrisandy, K. 2015. Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao. Badan Penelitan dan


Pengembangan Pertanian. Sumatera Utara.

Febriyanti, L. 2018. Analisis Spasial Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao


(Theobroma Cacao) Di Kabupaten Sikka. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hardjowigeno, S. & Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan


Perencanaan Tata Guna lahan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Nofelman, T. Karim, A dan Anhar, A. 2012. Analisis Kesesuaian Lahan Kakao di
Kabupaten Simeulue. Universitas Syah Kuala. Banda Aceh.

Setiawati, A. R. 2016 Perencanaan Penggunaan Lahan Komoditas Unggulan


Perkebunan Di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai