Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI

Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

PENGKAJIAN KONSEP VENDOR MANAGED INVENTORY SEBAGAI


ALTERNATIF SISTEM ADVANCED PAYMENT PADA DISTRIBUSI
BBM
Yardinal1) dan Ahmad Rusdiansyah2)
1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember
Jl. Cokroaminoto No.12A Surabaya 60264, Indonesia
email : aldi_st@yahoo.com
Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ABSTRAK
Sistem distribusi BBM retail yang dilakukan dengan pola cash advanced atau prepayment ,
dimana SPBU harus melakukan pembayaran ke Bank persepsi sebagai dasar pembuatan order
sebagai dasar pengiriman truk tangki (pull system). Pola ini menyebabkan terjadinya
variabilitas demand harian yang cukup tinggi, yang lalu membentuk bullwhip effect dan
berdampak negatif bagi keseluruhan sistem rantai pasok seperti utilisasi truk tangki yang
rendah, disatu waktu atau sebaliknya diperlukan tambahan truk tangki pada saat order tinggi
dan stok out BBM di SPBU. Pendekatan konsep vendor managed inventory (VMI)
digunakan untuk mengatasi permasalahan ini sebagai bentuk koordinatif sistem rantai pasok
antara Terminal BBM Surabaya Group dengan SPBU-SPBU yang disuplainya (push system).
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan safety stock, reorder Point pada masing-masing
SPBU dan penentuan jumlah order harian dengan alat bantu berbasis spreadsheet. Hasil studi
komparasi sistem distribusi antara pola cash advanced dengan VMI pada parameter biaya
persediaan menunjukkan penurunan sebesar Rp. 5,02 Milyar selain itu pendekatan VMI juga
menurunkan variabilitas order dari nilai standar deviasi 1788,9 menjadi 140,6.
Kata kunci : Variabilitas Order, Bullwhip Effect, Cash Advance, Vendor Managed
Inventory¸ Safety Stock, Reorder Point

PENDAHULUAN
  Proses distribusi BBM ke SPBU diawali oleh adanya pembayaran sejumlah pesanan
pembelian (Sales Order) oleh SPBU via Bank persepsi untuk selanjutnya akan diubah oleh
sistem menjadi Delivery Order yang menjadi dasar rencana pengiriman (dispatching) pada
hari berikutnya. Mekanisme ini umumnya dikenal dengan Cash Advance atau Prepayment.
Dari data historis terdapat variabilitas demand dalam satu minggu yang membentuk fenomena
Bullwhip Effect dimana rata-rata demand pada hari minggu dan senin lebih rendah daripada
hari lainnya, sebaliknya rata-rata demand pada hari sabtu dan selasa demand selalu lebih
tinggi, seperti digambarkan pada grafik dalam gambar 1. dibawah ini.

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

Average 
8546 KL

Gambar 1. Grafik Variabilitas Demand Harian

Hal ini dapat dijelaskan karena system prepayment menutut SPBU memiliki modal
kerja untuk mengorder BBM. Situasi pada saat bank tidak beroperasi seperti hari jumat (akhir
pekan) maka SPBU dituntut memiliki modal kerja lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan 3
hari kedepan sekaligus yaitu Sabtu, Minggu dan Senin. Sebagian besar SPBU yang tidak
memiliki modal akan mengalami penurunan inventory (stock) akibat tidak adanya supply
BBM (replenishment). Di sisi lain terdapat peningkatan order yang signifikan pada hari
Selasa akibat aksi stock built-up ataupun kecendrungan SPBU untuk memperbesar order
(shortage gaming) sebagai respon minimnya inventory sehari sebelumnya.
Dapat diketahui variabilitas demand (order) yang membentuk Bullwhip Effect ini akan
menimbulkan inefesiensi pada pengelolaan transportasi (fleet management) yang terbagi atas
dua jenis sebagai berikut; (1) Adanya kondisi kelebihan kapasitas (excess capacity) truk
tangki pada saat jumlah demand yang lebih rendah dibanding total kapasitas angkut truk
tangki.(2) Diperlukannya tambahan anggaran guna membiayai tambahan penggunaan truk
tangki, baik dengan sistem spot charter maupun sistem tarif ongkos angkut.
Sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah dalam menekan variabilitas demand
BBM dari SPBU, pada penelitian ini akan dibahas mekanisme Vendor Managed Inventory
untuk membantu perencanaan pengiriman di Terminal BBM. Secara khusus obyek penelitian
ini adalah Terminal BBM Surabaya Group. Adapun tujuan dilakukannya penelitian tugas
akhir ini adalah menyusun dan mengembangkan alat bantu untuk menentukan pasokan BBM
ke SPBU dengan konsep Vendor Managed Inventory untuk menekan Bullwhip Effect. Vendor
Managed Inventory (VMI) adalah sistem manajemen persediaan dan permintaan yang lebih
koordinatif dan terintegrasi. Pada sistem ini pembeli tidak lagi memutuskan apa, kapan dan
berapa barang yang akan dipesan, melaikan hanya memberikan informasi permintaan dari
pelanggan akhir. Dengan mengetahui informasi tersebut pemasok (vendor) akan menentukan
sendiri waktu dan jumlah pengiriman ke perusahaan pembeli. Levy et al (2008) menjelaskan
bahwa pada sistem VMI, pemasok memutuskan tingkat persediaan yang layak secara
ekonomis untuk menjamin service level tertentu yang ditetapkan pembeli (retailer). Secara
gradual tingkat persediaan di retailer akan menurun dan berdampak adanya efisiensi biaya.
Hal ini terjadi karena tingkat visibilitas yang semakin baik dalam sistem rantai pasok, konsep
ini dikenal dengan retailer-supplier partnership. Untuk menjamin keberlangsungan model
VMI berjalan dengan baik diperlukan infrastruktur dan sistem informasi dan komunikasi yang
baik sehingga arus informasi dari ke dua arah pembeli dan vendor dapat berjalan secara real
time (Pujawan, 2010).

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

METODA
Secara garis besar penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu tahap penelitian
pendahuluan, tahap pengumpulan data dan evaluasi sistem distribusi eksisting, tahap
formulasi dan pembuatan model berbasis spreadsheet, Tahap verifikasi dan analisa. Tahap
penelitian pendahuluan merupakan proses identifikasi dan perumusan masalah, studi literatur
dilakukan untuk memberikan pendekatan akademis terhadap pemecahan masalah, studi
lapangan untuk pendalaman terhadap objek yang akan diteliti dan wawancara serta tukar
pikiran dengan para para expertise untuk memperkaya pemahaman terhadap masalah.
Pengumpulan data diperlukan dalam rangka analisa kuantitatif dan evaluasi agar dapat
diketahui apakah metode yang akan dikembangkan dapat merepresentasikan penyelesaian
masalah secara komprehensif. Adapun data yang dibutuhkan dalam pengembangan model
antara lain :
1. Gambaran umum sistem pemesanan dan pendistribusian BBM eksisting.
2. Data jumlah, sales volume, kapasitas tangki pendam, jarak tempuh.
3. Data jumlah, jenis dan spesifikasi Truk Tangki.
4. Data biaya sewa truk tangki dan biaya tarif ongkos angkut.
5. Data komponen biaya penyimpanan inventory pada setiap SPBU dan biaya distribusi
produk
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data terkait utilisasi armada truk tangki,
komposisi biaya dalam sistem distribusi, service level sehingga didapat informasi awal untuk
perbaikan. Pada tahapan formulasi pembuatan model ini didasarkan pada situasi deterministik
dimana permintaan maupun pasokan dianggap pasti, disamping Lead time juga belum
dipertimbangkan dalam perhitungan. Pada kondisi ketidakpastian perusahaan memerlukan
persediaan pengaman (buffer/safety stock) untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekurangan (Pujawan, 2010). Oleh karenanya waktu pemesanan kembali atau disebut Reorder
Point (ROP) suatu produk harus mempertimbangkan ketidakpastian tersebut dan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ROP = Dselama lead time x Safety Stock …………………...(1)
ROP = D x l+ Safety Stock (SS) …………………...(2)
Dimana, D = Demand dan l = Lead time
Safety stock berfungsi untuk melindungi kesalahan dalam memprediksi demand
selama lead time. Nilai Z diterjemahkan dari kebijaksanaan manajemen terkait dengan service
level pada aktivitas supply chain, dengan demikian service level dan demikian safety stock
dapat dirumuskan sebagai :
Service Level = 1 - Probabilitas (shortage) ……………………………. (3)
SS = Z x ……………………………. (4)
………………………………(5)
Dimana, d = rerata permintaan, Sl = standar deviasi lead time, l = rerata lead time dan
Sd = standar deviasi permintaan. Selanjutnya dilakukan formulasi dari variable-variabel yang
ada pada objek penelitian kedalam model matematis dengan pendekatan Vendor Managed
Inventory dan kemudian dikembangkan berdasarkan konstrain-konstrain yang ada agar model
tersebut dapat merepresentasikan kondisi distribusi BBM yang sebenarnya.
Tahap verifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah prosedur yang dijalankan oleh
model spreadsheet telah memberikan output sesuai dengan yang diharapkan .Uji verifikasi ini
dilakukan dengan mengimplementasikan model pada kondisi riil dengan skala tertentu. Jika

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

program sudah menjalankan prosedur sesuai dengan yang diharapkan, maka model dapat
dikatakan verified, sehingga dapat diimplementasikan pada kasus dengan skala operasi yang
sebenarnnya. Tahap terakhir dimana dilakukan analisa terhadap hasil dari running komputasi
dan interpretasi terhadap output keluaran untuk kemudian dibuat kesimpulan mengenai
keseluruhan penelitian dengan mengacu pada tujuan penelitian. Sedangkan saran yang
diberikan oleh peneliti dapat berupa ide bagi peneliti selanjutnya ataupun usulan tindakan
perbaikan bagi perusahaan agar hasil optimasi dapat sepenuhnya dilaksanakan dan
memberikan kontribusi.

HASIL & PEMBAHASAN


Konsep VMI menuntut vendor mempunyai kemampuan untuk mengelola persediaan
produk yang dimiliki oleh customer. Dalam konteks SPBU diperlukan peralatan pengukuran
cairan BBM secara elektronis dan terpasang secara permanen pada tangki pendam SPBU.
Selanjutnya data-data dari setiap SPBU tersebut secara real time ditransfer ke Terminal BBM
melalui akses komunikasi yang umum tersedia seperti jaringan telepon, koneksi internet,
seluler ataupun jaringan satelit. Dalam sistem VMI delivery order dapat langsung dibuat oleh
Terminal BBM selaku vendor sebagai output dari hasil evaluasi persediaan di SPBU. Setelah
proses pengisian BBM di loading bay dilakukan dan truk tangki berangkat melakukan
pengiriman, maka sistem ERP Pertamina yang terhubung dengan bank persepsi akan
melakukan billing kepada rekening SPBU untuk kemudian dilakukan proses automated debet
guna pembayaran produk. Gambaran keseluruhan dari konsep ini dapat dilihat pada gambar 2.
dibawah ini

Gambar 2. Konsep VMI Dalam Proses Distribusi BBM

Pengembangan simulasi model distribusi dan persediaan BBM ke SPBU dengan


konsep VMI diikuti dengan perhitungan parameter-parameter yang akan digunakan sebagai
penentu kebijakan persediaan berupa Service Level yang optimal (SL), penentuan titik
pemesanan kembali atau Reorder Point (ROP), dan penentuan persediaan penyangga atau

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

Safety Stock (SS). Dari evaluasi data pengiriman dapat diketahui standar deviasi lead time (Sl)
sebesar 0,713 dan ditetapkan sama untuk setiap SPBU. Penentuan safety stock (SS) dengan
pemilihan nilai service level sebesar 95 % (Z = 1,645) yang merupakan perimbangan antara
probabilitas terjadinya stock out dengan biaya persediaan. Contoh perhitungan safety stock
dan reorder point BBM jenis Premium dan Solar untuk keseluruhan SPBU dalam bentuk
tabulasi ditampilkan sebagai berikut :
Tabel 1. Perhitungan Safety Stock & Reorder Point Tiap SPBU
Premium Solar
Lead 
Sales  Sales  Safety  Sales  Sales  Safety 
No NO.SPBU time  ROP  ROP 
rate  Std.Dev  Sdl Stock  rate  Std.Dev  Sdl Stock 
(Day) (KL) (KL)
(KL) (Kl) (KL) (KL) (KL) (KL)
1 5160165 0.10 21.30 1.02 15.19 24.99 27.17 4.68 0.44 3.34 5.49 5.97
2 5160166 0.09 15.61 0.99 11.14 18.32 19.76 7.96 1.39 5.69 9.36 10.10
3 5160177 0.10 22.16 1.18 15.81 26.00 28.19 3.99 0.60 2.85 4.69 5.08
4 5164120 0.20 4.60 0.89 3.30 5.44 6.37 3.07 1.25 2.26 3.71 4.34
…. …. …. …. …. …. …. …. …. …. …. ….
394 5460102 0.10 22.77 0.26 16.23 26.70 28.97 3.32 1.00 2.39 3.93 4.26

Tahap berikutnya adalah pembuatan simulasi model distribusi dan persediaan.


Simulasi dibuat dengan periode review selama 24 jam atau 1 hari dengan horizon waktu
selama 30 hari. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah data yang representatif pada
saat analisa komparasi dengan initial data yang digunakan adalah data aktual persediaan
BBM di SPBU pada nggal 01 September 2013.Penentuan jumlah order yang akan disuplai
untuk setiap SPBU sebagai fungsi tujuan dari simulasi ini dibatasi oleh ordo pengiriman
dengan kelipatan 8 KL, sesuai dengan kapasitas kompartemen truk tangki
Tabel 3 Perhitungan Safety Stock & Reorder Point Tiap SPBU

Penentuan service level dapat ditentukan dari perbandingan rata harian tingkat
persediaan hasil simulasi VMI dengan tingkat persediaan dan service level dari sistem
eksisting. Tujuan dari perbandingan adalah mendapatkan penurunan tingkat persediaan pada

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

service level minimal sama dengan kondisi eksisting. Tabel 4. dibawah menunjukkan tingkat
persediaan pada beberapa service level.
Tabel 4. Perbandingan Tingkat Persediaan Pada Service Level

Persediaan Pada Service Level (KL)
Produk Sistem Eksisting (KL)
90% 92% 95% 97% 99%
Premium 21.05 22.39 25.06 27.76 32.80 29.08 Service Level 91.90%
Solar 11.21 11.78 12.87 14.01 16.14 17.16 Service Level 95.03 %

Gambar 3. dibawah akan lebih menjelaskan titik optimal service level baik pada Premium
maupun Solar terkait dengan penurunan tingkat persediaan.

Premium Solar

Gambar 3 Tingkat persediaan Premium pada beberapa service level


Dari data rekapitulasi order harian pada simulasi VMI diketahui rata-rata order
Premium sebesar 6254 KL dengan standar deviasi 82,3 dan Solar 2607 KL dengan standar
deviasi 83,3. Apabila dibandingkan dengan order rate sistem distribusi eksisting dengan rata-
rata order Premium 5598 KL dengan standar deviasi sebesar 1117,4 dan solar 2919 KL
dengan standar deviasi 789,9 dengan demikian dapat ditarik kesimpulan simulasi VMI
menghasilkan order dengan variabilitas yang lebih kecil
Tabel 5. Perbandingan Order dan Tingkat Persediaan
Order Tingkat Persediaan
Average  Std.Dev  Average  % High  % Norm  % Min  % 
(KL) (KL) (KL) Inv Inv Inv Shortage
Eksisting
Premium 5598 1117.4 29.08 27% 31% 34% 8%
Solar 2919 789.9 17.16 50% 20% 26% 4%
Total 8517 1788.9
VMI
Premium 6254 82.3 22.39 30% 70% 0% 0%
Solar 2607 83.3 12.87 2% 98% 0% 0%
Total 8860 140.6

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

Dengan mengacu persentase unit cost secara best practise bisnis retail BBM
persentase holding cost ditetapkan sebesar 19 % dari harga produk BBM yaitu sebesar Rp.
1235 /ltr untuk Premium dan Rp. 1045 /ltr untuk Solar. Dari perhitungan pada tabel 6. diatas,
nilai biaya persediaan BBM untuk keseluruhan SPBU pada sistem eksisting sebesar Rp.
21.215.324.000 Sedangkan pada sistem VMI biaya persediaan BBM keseluruhan SPBU turun
menjadi Rp. 16.193.715.200 Dengan demikian terdapat penurunan total biaya persediaan
BBM di SPBU sebesar Rp. 5.021.608.800
Tabel 6. Komparasi Inventory Holding Cost
Sistem Eksisting Simulasi VMI
Premium Solar Premium Solar
Harga produk Rp 6500 5500 6500 5500
Rerata Persediaan KL 29.08 17.16 22.39 12.87
Jumlah SPBU Unit 394 394 394 394

Unit Cost %
 Cost of money 7.5% 487.5 412.5 487.5 412.5
 Storage space 5.0% 325.0 275.0 325.0 275.0
 Loss 0.5% 32.5 27.5 32.5 27.5
 Handling 2.0% 130.0 110.0 130.0 110.0
 Administration  2.0% 130.0 110.0 130.0 110.0
 Insurance 2.0% 130.0 110.0 130.0 110.0
Total 19.0% 1235.0 1045.0 1235.0 1045.0

Cost per unit SPBU Rp           35,913,800         17,932,200           27,651,650         13,449,150


Cost All SPBU Rp   14,150,037,200   7,065,286,800   10,894,750,100   5,298,965,100
Cost All SPBU (Total)  Rp                                   21,215,324,000                                   16,193,715,200
Reduction (saving) Rp                                                                                                                 5,021,608,800

Data rata-rata order (pasokan) yang dihasilkan oleh simulasi VMI pada tabel 5
dengan nilai rata-rata order harian sebesar 8860 KL dengan standar deviasi 140,6
menunjukkan adanya penurunan variabilitas order harian bila dibandingkan dengan sistem
distribusi eksisting dengan rata-rata order harian sebesar 8517 KL dan standar deviasi 1788,9.
Hal ini menunjukkan bahwa hasil simulasi VMI dapat menekan timbulnya Bullwhip Effect
akibat peningkatan variabilitas order. Perbandingan variabilitas order dari dua sistem
distribusi tersebut tersaji pada Grafik dalam gambar 4. dibawah ini

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

Perbandingan Variabilitas Order
11000

Volume (KL) 10000
9000
8000
7000
6000
5000
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Eksisting 6062 10684 9008 9298 8222 10262 6290
VMI 8755 8932 8794 8878 8834 8563 8872

Gambar 4. Perbandingan Variabilitas Order

KESIMPULAN & SARAN


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil simulasi menunjukkan konsep VMI dapat meminimalisir terjadinya Bullwhip Effect
dibuktikan dengan penurunan variabilitas jumlah pasokan (order) dari nilai standar deviasi
sistem distribusi eksisting (cash advanced) sebesar 1788,9 menjadi 140,6
2. Hasil komparasi antara simulasi VMI dengan sistem distribusi eksisting dari sisi tingkat
persediaan dan biaya persediaan setahun BBM di SPBU menunjukkan penurunan dari
sebelumnya 29,08 KL untuk Premium dan 17,16 KL untuk Solar dengan total biaya
persediaan sebesar Rp. 21.212.072.976 menjadi 22,39 KL untuk Premium dan 12,87 KL
untuk Solar dengan total biaya persediaan sebesar Rp. 16.193.715.200 Sehingga terjadi
penurunan biaya persediaan sebesar Rp. 5.021.608.800.
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, diberikan saran-saran untuk pengembangan
penelitian sejenis dan bagi perusahaan yang menjadi objek penelitian, antara lain sebagai
berikut :
1. Hasil pengembangan konsep Vendor Managed Inventory ini dapat dipadukan dengan
simulasi Inventory Routing Problem dalam menentukan penjadwalan pengiriman truk
tangki yang lebih akurat dan optimal.
2. Hasil pengembangan model ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif peningkatan
efisiensi dalam sistem distribusi BBM sektor retail.
3. Diperlukan pengembangan infrastruktur dan pengintegrasian sistem informasi antara
SPBU dengan Terminal BBM untuk meningkatkan koordinasi dalam sistem rantai pasok
BBM sektor retail secara keseluruhan di PT.Pertamina (Persero). Secara prinsip biaya
pengembangan tersebut dapat dialokasikan dari penghematan biaya distribusi penerapan
konsep Vendor Managed Inventory.

DAFTAR PUSTAKA

Ballou,Ronald H (2004). Business Logistic Supply Chain Management, USA : Prentice Hall
International, Inc.

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014

Chopra, S. dan Meindl, P. (2001), Supply Chain Management : Strategy, Planning, and
Operations, London : Prentice Hall.
Fuel Retail Marketing (2007), Panduan SPBU Pasti Pas, PT.Pertamina (Persero)
Ghiani, Giani. Laporte, Gilbert dan Roberto Musmanno, (2004). Introduction to Logistic
Systems Planning & Control, West Sussex, England : John Wiley & Sons Ltd.
Hidayat, Agriananta Vahmi (2012). Pengendalian Persediaan Material dengan Pendekatan
Continous Review (s,S), Studi Kasus ; PT.PLN Persero APJ Gersik, Tesis, Surabaya,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Hillier, Frederick S. dan Lieberman, Geral (2010). Introduction to Operations Research, New
York : McGraw-Hill
Hollstrom, Jan. (1998). Implementing Vendor Managed Inventory The Efficient Way : A
Case Study Partnership In Supply Chain, ProQuest Science Journals, third quarter ; 39,
3.
Lee, Ching C. dan Chu Wai H.J. (2005). Who Should Control in a Supply Chain, Eropean
Journal of Operational Research, 164 pp 158 – 172.
Simchi-Levy, David. Dan Kaminsky Philip. (2008). Designing and Managing The Supply
Chain : Concepts, Strtegies and Case Studies, New York : Mc Graw-Hill
Nurwidiana (2008), Pengembangan Model Dan Algoritma Common Replenishment Epoch
Untuk Koordinasi Rantai Pasok Dengan Mempertimbangkan Kelayakan Konsolidasi
Pengiriman, Skripsi, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Prostiyono, Bayu (2011). Optimasi Pendistribusian BBM untuk Wilayah Sulawesi Tengah,
Utara dan Gorontalo Menggunakan Multi Moda Transportasi dengan Simulated
Annealing, Tesis, Jakarta, Universitas Indonesia.
Pujawan, I. N. dan E.R, Mahendrawati (2010). Supply Chain Management. Surabaya : Guna
Widya
Rusdiansyah, Ahmad, dan Tsao, De-bi (2004), ‘An Integrated Model Of The Periodic
Delivery Problems For Vending-Machine Supply Chains’, Journal of Food
Engineering, 70, pp. 421–434.
Soewartini, Sudarmo (2007) Analisis Distorsi Informasi dan Bullwhip Effect pada Supply
Chain ; Studi Kasus PT.Sinar Sosro Pabrik Gersik, Tesis, Surabaya, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Tersine, J. Richard (1994).Principls of Iventory and Material Management. Englewood
Cliffs, New Jersey : Prentice-Hall.
Waters, Donald (2003). Inventory Control and Management. West Sussex, England : John
Wiley & Sons Ltd

ISBN : 978-602-70604-0-1
A-44-9

Anda mungkin juga menyukai