DAGANG
(Studi Kasus Pada PT Warna Agung Semarang)
SHERLY CHRISTINA PUTRI PRASETYO
Program Studi Akuntansi – S1, Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Dian Nuswantoro Semarang
URL : http://dinus.ac.id/
Email : 212201202057@mhs.dinus.ac.id
ABSTRACT
Tax is an important aspect in the development process of a country, especially in
Indonesia, namely is the income tax that the largest state revenue contribution. One way to
make business decision a company related to a tax that is by adjustment in the calculation of
taxable or so-called fiscal correction. Fiscal correction arising from the differences remain
(permanent differences ) between the accounting recognition in commercial finance with tax
accounting ( tax laws) in the determination of the post - heading in the income statement.
The company's financial reports should refer to the Financial Accounting Standards
(GAAP ). The purpose of this study was to determine whether all income or expense that has
been corrected in accordance with Law - Taxation Law .
The research method used is observation and literature. The result of this research
was the presence of fiscal reporting, it will reduce the number of tax expense.
Keywords : Commercial Income Statement; Fiscal Correction; Law of Taxation; Fiscal
Reporting
ABSTRAK
Pajak merupakan aspek penting dalam proses pembangunan suatu negara khususnya di
Indonesia, antara lain adalah pajak penghasilan yang merupakan kontribusi penerimaan
negara terbesar. Salah satu cara untuk membantu pengambilan keputusan bisnis suatu
perusahaan yang berkaitan dengan pajak yaitu dengan penyesuaian dalam perhitungan kena
pajak atau disebut dengan koreksi fiskal. Koreksi fiskal timbul karena terjadinya perbedaan
tetap (beda tetap) antara pengakuan dalam akuntansi keuangan komersial dengan akuntansi
pajak (peraturan perpajakan) dalam penentuan pos – pos dalam laporan laba rugi.
Laporan keuangan perusahaan harus mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah semua pendapatan atau beban
yang dikoreksi sudah sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan.
Metode penelitian yang dipakai adalah kunjungan langsung dan studi pustaka. Hasil
dari penelitian ini adalah dengan adanya pelaporan fiskal, maka akan menekan jumlah beban
pajak.
Kata kunci : Laporan Rugi Laba Komersial, Koreksi Fiskal, Undang – Undang Perpajakan,
Pelaporan Fiskal
PENDAHULUAN
Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Badan memiliki kewajiban membuat laporan
keuangan secara teratur. Dalam menyusun laporan keuangan, perusahaan harus mengikuti
ketentuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Laporan keuangan yang
disusun sesuai SAK dikenal dapat disebut laporan keuangan komersial. Guna memenuhi
kebutuhan pelaporan pajak, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal. Hal ini dikarenakan,
laporan keuangan komersial menganut pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan
laporan keuangan fiskal menganut pada Peraturan Perpajakan. Dengan demikian, Wajib
Pajak badan perlu membuat laporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Keuangan, dan
melakukan koreksi terhadap penghasilan serta biaya.
TINJAUAN PUSTAKA
Laba Akuntansi
Laba akuntansi (accounting income) atau laba komersial adalah pengukuran laba yang
lazim digunakan dalam dunia bisnis baik untuk kepentingan pasar modal (bursa efek),
perbankan, Rapat Umum Pemegang Saham dan kepentingan lainnya. Laba komersial ini
dihitung berdasarkan Standar Akuntansi yang berlaku. Sejak tahun 1995 Standar Akuntansi
yang berlaku di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Perhitungan laba komersial bertumpu pada prinsip matching cost against
revenue(perbandingan antara pendapatan dengan biaya- biaya yang terkait). Dalam salah satu
prinsip tersebut terdapat konsep bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai
manfaat untuk masa yang akan datang bukanlah merupakan asset sehingga harus dibebankan
sebagai biaya atau beban.
Berdasarkan laba akuntansi, penghasilan adalah penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains).
Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal
dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen,
royalty, dan sewa.
Pendapatan timbul dari peristiwa ekonomi berikut :
1. Penjualan barang
Barang meliputi barang yang diproduksi oleh perusahaan untuk dijual dan
barang yang dibeli untuk dijual kembali,
2. Penjualan jasa
Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas yang szedcara
kontraktual telah disepakati untuk dilaksanakan selama satu periode waktu
yang disepakati oleh perusahaan. jasa tersebut dapat diserahkan selama satu
periode atau selama lebih dari satu periode,
3. Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan
bunga, royalti, dan dividen
a. Bunga, pembebanan untuk penggunaan kas atau setara dengan kas atau
jumlah terutang kepada perusahaan,
b. Royalti, pembebanan untuk penggunaan aktiva jangka panjang perusahaan,
misalnya : paten, hak dagang, hak cipta, dan perangkat lunak komputer,
c. Dividen, distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan
proporsi mereka dari jenis modal tersebut.
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat
diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh
persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Pada umumnya
imbalan tersebut adalah berbentuk kas atau setara kas.
Biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode
akuntansi pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran kapital (capital
expenditure) yaitu pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi
dan dicatat sebagai aktiva, sedangkan pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) yaitu
pengeluaran yang hanya memberi manfaat untuk satu periode akuntansi yang bersangkutan
yang dicatat sebagai beban.
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam
bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang
menyebabkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman
modal. Beban juga mencakup kerugian yang belum direalisasi misalnya kerugian yang timbul
dari pengaruh selisih kurs mata uang asing. Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar
hubungan antara biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh. Jika manfaat
ekonomi yang diperoleh lebih dari satu periode akuntansi dan hubungannya dengan
penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak langsung, maka beban diakui
berdasarkan alokasi yang rasional dan sistematis. Misalnya pengakuan beban yang berkaitan
dengan penggunaan aktiva tetap, goodwill, paten, dan merk dagang. Beban ini dikenal
dengan istilah penyusutan atau amortisasi (Suandy, 2003).
Laba Fiskal
Laba fiskal (taxable income) atau sering disebut dengan penghasilan kena pajak
merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu UU No
7 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No 10 Tahun 1994 dan diubah terakhir dengan UU
No 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya. Perhitungan
laba kena pajak dalam kaitannya dengan karyawan didasarkan atas prinsip umum taxability
deductibility. Dengan prinsip ini biaya-biaya baru dapat dikurangkan dengan penghasilan
bruto apabila pihak atau orang yang menerima pengeluaran uang atas biaya perusahaan
tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak
(taxable). Dengan demikian akan selalu ada pihak dapat dikenakan pajak sebagaimana
dijelaskan di atas.
Dalam menghitung penghasilan kena pajak minimal ada lima komponen yang perlu
diperhatikan (Suandy, 2003), yaitu :
a. Penghasilan yang menjadi objek,
b. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek,
c. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final,
d. Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto,
e. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto.
Untuk mendapatkan penghasilan netto sebagai dasar pengenaan PPh bagi wajib pajak
dalam negeri bentuk usaha tetap, terhadap penghasilan bruto terlebih dahulu dikurangi
dengan beban yang dapat dikurangkan sebagai biaya (deductible expenses), yaitu
pengeluaran-pengeluaran yang ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha unruk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan kecuali yang tercantum dalam
kelompok Non Deductible Expenses.
Selain itu beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi wajib
pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap dapat dibagi menjadi dua golongan, beban atau
biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun diperlakukan sebagai biaya,
beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang pembebanannya
dilakukan melalui penyesuaian dan amortisasi.
Menurut pasal 6 ayat 1 UU PPh, besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak
dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan
objek pajak termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, piutang yang nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya
administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan, biaya promosi yang nyata
digunakan untuk promosi dan bukan sumbangan,
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11
A,
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan,
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan,
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing,
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia,
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan,
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial,
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau Badan
Urusan Piutang Negara (BUPN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang atau pembebasan utang antar kreditur dengan debitur yang
bersangkutan,
c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus,
d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktur Jenderal Pajak yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan
keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya fiskal didapat kerugian, maka
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan lima tahun.
Rekonsiliasi Fiskal
Menurut IAI (2002), rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk menghilangkan perbedaan
antara laporan keuangan komersial yang berdasarkan SAK dengan peraturan pajak, sehingga
dihasilkan laporan keuangan fiskal. Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya
antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya
penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara
akuntansi komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi, yaitu the proper
matching cost againts revenue, sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya adalah
penerimaan negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal Wajib Pajak harus mengaku
kepada peraturan perpajakan sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan
SAK harus disesuaikam atau dilakukan koreksi fiskal terlebih dahulu sebelum menghitung
besarnya penghasilan pajak.
Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu perbedaan waktu (timing differences) dan perbedaan tetap
(permanent differences).
Perbedaan waktu adalah perbedaan yang sifatnya sementara karena adanya
ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan
SAK, yaitu :
1. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi
lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan
untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan
akuntansi,
2. Perbedaan waktu negatif terjadi apabila ketentuan perpajakan mengakui
beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi
mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut
pajak.
Perbedaan tetap adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan
menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut SAK tanpa adanya koreksi
dikemudian hari. Dengan kata lain, perbedaan tetap adalah perbedaan yang benar-benar riil
serta bersifat pasti dan tetap karena antara SAK dengan UU Pajak Penghasilan terjadi
pengaturan yang berbeda. Wajib Pajak diberikan satu opsi saja untuk mengoreksi perbedaan
yang timbul. Perbedaan permanen dapat positif karena ada laba akuntansi yang tidak diakui
oleh ketentuan perpajakan dan relief pajak, sedangkan perbedaan permanen negatif
disebabkan karena adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh
ketentuan fiskal.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan akuntansi pajak dan
komersial sehingga timbul adanya koreksi fiskal, yaitu :
1. Adanya pengeluaran atau beban yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (dilakukan koreksi fiskal positif),
2. Adanya pendapatan yang tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya
(dilakukan koreksi fiskal negatif),
3. Adanya transaksi yang terutang pajak, tetapi tidak atau belum tercatat sebagai
penghasilan.
METODE PENELITIAN
Sejarah Singkat Objek Penelitian
Perusahaan cat PT Warna Agung didirikan pada tahun 1969 di Jalan Pangeran
Jayakarta 129 Jakarta Pusat oleh almarhum Bapak Benny Mulyono yang bekerjasama dengan
Ir.Reynold dari Belanda. Pada saat itu PT Warna Agung bernama pabrik cat DORINE atau
PATNA yang hanya memproduksi cat Patna dan Frescolin.Kemudian pada tahun 1972
diproduksi pasta Decolith hingga sekarang.
Tabel 4.1
PT Warna Agung Semarang
Laporan Laba Rugi
Periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2015
Analisis Data
Sebagaimana telah diketahui bahwa PT Warna Agung Semarang selama ini kurang
secara optimal dalam menjalankan usaha untuk pelaporan pajaknya atau kurang
memanfaatkan hal – hal yang bisa meminimalkan beban pajak. Padahal celah – celah yang
terdapat dalam Undang – Undang Perpajakan dapat dimanfaatkan dalam usaha pelaporan
pajak.
Kurang optimalnya pelaksanaan pelaporan pajak tersebut terlihat dari adanya biaya –
biaya yang masih terkena koreksi fiskal. Biaya – biaya tersebut terkoreksi fiskal karena
diberikan oleh perusahaan pada karyawan dalam bentuk natura, tidak ada daftar
nominatifnya, dan tidak didukung dengan bukti formil berupa bukti ekstern yang kuat, serta
adanya biaya yang secara etika moral dan hukum tidak dibenarkan. Tetapi untuk tetap
berjalan operasional perusahaan, biaya – biaya tersebut harus dikeluarkan. Untuk itu sebelum
melakukan analisis lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan rekonsiliasi fiskal atas laporan laba
rugi yang disusun PT Warna Agung Semarang dalam rangka pemenuhan kewajiban
pajaknya, sebagai berikut :
Tabel 4.2
PT Warna Agung Semarang
Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi
Komersial dan Fiskal
Penjualan
Beban Operasi :
perusahaan)
Bangunan
Fotokopi
karyawan
pemeliharaan
untuk satpam
ulang ponsel
internet
Entertainment Rp. 718.467.000 Rp. 718.467.000 Rp. 0
pajak
3. Pengobatan karyawan
Pengobatan karyawan di PT Warna Agung Semarang menggunakan sistem
reimburse, dimana karyawan yang bekerja di PT Warna Agung mendapatkan
penggantian dari pihak perusahaan ketika berobat. Sesuai dengan ketetapan Kep-
545/PJ/2000 dimana penggantian pengobatan boleh dibebankan, sehingga dapat
menekan pajak terutang.
Untuk lebih jelasnya, akan disajikan rekonsiliasi laporan laba rugi komersial dan
fiskal dengan penerapan pelaporan fiskal pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
PT Warna Agung Semarang
Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Periode Tahun 2015
(Pelaporan Fiskal)
Penjualan
Beban Operasi :
THR, bonus
Bangunan
Fotokopi
Karyawan
pemeliharaan
untuk satpam
dan internet
pajak
Tabel 4.4
Perbedaan Nama Rekening Sebelum dan Sesudah
Pelaporan Fiskal
internet
Dari rekonsiliasi laporan laba rugi komersial dan fiskal setelah diterapkannya pelaporan
fiskal, dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan perusahaan semakin besar secara otomatis
akan mengurangi besarnya laba kena pajak, di mana akan mempengaruhi jumlah pajak yang
akan dibayar oleh perusahaan.
Untuk memperjelas dalam mengerti seberapa besar perbedaan laporan laba rugi fiskal
PT Warna Agung Semarang antara sebelum dan sesudah diterapkan pelaporan fiskal dapat
dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5
PT Warna Agung Semarang
Perbandingan Laba Fiskal
Sebelum dan Sesudah Pelaporan Pajak
Fiskal Fiskal
Penjualan Rp . 150.638.744.000 Rp . 150.638.744.000
Penjualan
Beban Operasi :
Karyawan
Bangunan
Fotokopi
pemeliharaan
untuk satpam
Sumbangan Rp. 0
Entertainment Rp. 0
Undertable Rp. 0
internet
pajak
Berdasarkan perbandingan laporan laba rugi fiskal, sebelum dan sesudah diterapkannya
pelaporan fiskal di atas, dapat dilihat bahwa laba sebelum pajak menurun dari Rp.
14.074.782.067 menjadi Rp. 13.258.839.570. Dengan demikian beban pajak yang akan
dibayar oleh perusahaan juga akan berkurang. Di bawah ini akan penulis sajikan perhitungan
besar pajak penghasilan yang ditanggung perusahaan setelah pelaporan fiskal :
Laba sebelum pajak (pelaporan fiskal) Rp. 13.258.839.570
Pajak penghasilan terutang :
5 % x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15 % x Rp. 200.000.000 = Rp. 30.000.000
25 % x Rp. 250.000.000 = Rp. 62.500.000
30 % x Rp.12.758.839.570 = Rp.3.827.651.871
Total pajak terutang (dengan pelaporan fiskal) (Rp. 3.922.651.871 )
Laba setelah pajak Rp. 9.336.187.699
Dari hasil perhitungan pajak penghasilan setelah pelaporan fiskal tersebut, terlihat
bahwa besarnya pajak penghasilan badan yang harus di tanggung oleh PT Warna Agung
Semarang lebih kecil dibandingkan sebelum dilakukan pelaporan fiskal. Besarnya
penghematan pajak setelah pajak sebelum dan sesudah diterapkannya pelaporan fiskal dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6
PT Warna Agung Semarang
Data Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Badan
Dengan Atau Tanpa Pelaporan Fiskal Tahun 2015
Keterangan Jumlah