Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Aliran aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia. Karena setiap kelompok manusia selalu
dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari
orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang aliran aliran pendidikan, pemikiran pemikiran
tentang pendidikan telah dimulai dari zaman yunani kuno sampai kini ( sepert: Ulich, 1950) .
1. Aliran Empirisme
Aliran Empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam
perkembangan manusia. Aliran ini menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada
lingkungan, sedangkan pembawaan yang dibawanya dari semenjak lahir tidak dipentingkan.
Pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya.
Pengalaman-pengalaman itu berupa stimulan-stimulan dari alam bebas maupun diciptakan oleh
orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh utama aliran ini adalah filsuf Inggris bernama John Lock yang mengembangkan paham
Rasionalisme pada abad ke 18. Teori ini mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat
diumpamakan seperti kertas putih yang kosong yang belum ditulisi atau dikenal dengan istilah
“tabularasa” (a blank sheet of paper). Teori ini mengatakan bahwa manusia yang lahir adalah anak
yang suci seperti meja lilin. Dengan demikian, menurut aliran ini anak-anak yanglahir ke dunia tidak
mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa, sebagai kertas putih yang polos. Oleh karena itu, anak-
anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna
pendidikannya.
Aliran Empirisme dipandang sebagai aliran yang sangat optimis terhadap pendidikan, sebab
aliran ini hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Adapun
kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan keberhasilan
seseorang. Aliran ini masih menganggap manusia sebagai makhluk yang pasif, mudah dibentuk
atau direkayasa, sehingga lingkungan pendidikan dapat menentukan segalanya.
Pandangan sebagaimana di atas tentu saja patut dipertanyakan. Dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari, akan ditemukan anak yang berhasil karena memang dirinya berbakat, meskipun pada
awal lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan anak tersebut disebabkan oleh
kemauan yang luar biasa, sehingga menyebabkan dirinya sadar akan kemampuannya. Kesadaran
akan kemampuannya mendorong dirinya lebih berusaha dan terekspresikan dalam bentuk kerja
keras mencari dan menemukan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kemampuannya.
Upaya itu menyebabkan dirinya mendapatkan lingkungan yang sesuai, yakni lingkungan yang dapat
mengembangkan bakat atau kemampuan yang ada dalam dirinya, sehingga anak tersebut berhasil.
2. Nativisme
Paham ini menentang paham Empirisme yang dikemukakan John Lock. Nativs (dari bahasa
latin) memiliki arti terlahir. Menurut paham ini, dengan tokohnya seorang filsuf JermanSchopenhauer
(1788-1860), dikatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah memiliki pembawaan atau
bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masing-masing. Pembawaan tersebut ada yang
baik dan ada pula yang buruk.
Oleh karena itu, menurut paham ini perkembangan anak tergantung dari pembawaannya sejak
lahir. Berdasarkan aliran ini, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri. Aliran
ini pun berkeyakinan bahwa manusia yang jahat akan menjadi jahat dan sebaliknya, yang baik akan
menjadi baik.
Jadi jelas di sini, bahwa menurut teori ini anak tumbuh dan berkembangnya tidak dipengaruhi
oleh lingkungan pendidikan baik lingkungan sekitar yang ada sehari-hari maupunlingkungan yang
direkayasa oleh orang dewasa yang disebut pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan, lingkungan
masyarakat, dan orang tua tidak berpengaruh terhadap perkembangananak karena setiap anak
akan berkembang sesuai pembawaannya, bukan oleh kekuatan-kekuatandari luar.
3. Naturalisme
Paham Naturalisme dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseaue yang muncul pada
abad ke-18. Nature dalam bahasa latin memiliki makna Alam. Berbeda dengan Schopenhaeuer,
Rousseaue berpendapat setiap anak yang baru dilahirkan pada hakikatnya memiliki pembawaan
baik. Namun pembawaan baik yang terdapat pada setiap anak itu akan berubah sebaliknya karena
dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, atau lingkungan masyarakat di sekitar dimana anak tumbuh dan berkembang.
Berdasarkan pendapatnya tersebut, aliran ini dikenal juga dengan sebutan Negativisme.
Selanjutnya Rousseaue mengatakan, anak yang telahir dalam keadaan baik tersebut biarkan
berkembang secara alami. Ini artinya bahwa perkembangan anak yang dipengaruhi oleh pendidikan
apakah pendidikan di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat sebagai urun rembuk orang-orang
dewasa malah akan merusak pembawaan anak yang baik.
Hal ini seperti dikemukakan oleh J.J. Rousseaue, yaitu : “segala sesuatu adalah baik ketika ia
baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan
manusia.”
Oleh karena itu, di sini jelas bahwa Rosseaue tidak berharap pada pendidikan. Dengankata lain
sekolah tidak perlu ada. Ia menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam
yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru.
4. Konvergensi
Konvergensi artinya titik pertemuan. Pelopor aliran Konvergensi adalah William Stern(1871-
1939), seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman. Ia mengatakan bahwa seseorang terlahir
dengan pembawaan baik dan juga dengan pembawaan buruk. Ia pun mengakui bahwa proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai
peranan yang sangat penting.
Aliran ini menyampaikan bahwa bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang
dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuaidengan perkembangan bakat itu. Sebaliknya,
lingkungan yang baik pun sulit mengembangkan potensi anak secara optimal apabila tidak terdapat
bakat yang diperlukan bagi perkembangan yang diharapkan anak tersebut.
Dengan demikian, paham ini menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungan
yang menyebabkan anak mendapatkan pengalaman. William Stern menjelaskan pemahamannya
tentang pentingnya pembawaan dan lingkungan itu dengan perumpamaan dua garis yang menuju
ke satu titik pertemuan. Oleh karena itu, teorinya dikenal dengan sebutan Konvergensi (Konvergen
berarti memusat kesatu titik).
Menurut teori konvergensi ada tiga prinsip : (1) pendidikan mungkin untuk dilaksanakan, (2)
pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensiyang kurang baik, dan
(3) yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam
memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian terdapat variasi pendapat tentang faktor-
faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh kembang itu.Variasi-variasi itu
tercermin antara lain dalam perbedaan pandangan tentang strategi yang tepat untuk memahami
perilaku manusia. Seperti strategi disposisional / konstitusional, strategi phenomenologist/
humanistik, strategi behavioral, strategi psikodinamik/psiko-analitik, dan sebagainya.
5. Aliran Progresivisme
Tokoh aliran Progresivisme adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah
yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.
Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan
dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika dibanding makhluk lain. Manusia memiliki
sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh kecerdasannya sebagai bekal menghadapi dan
memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori
mengerti karakter peserta didiknya.
Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga
termanifestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya.
Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi
kesempatan untuk bebas dari sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadianyang
berlangsung disekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.
6. Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemiolog Italia. Ia
dipandang sebagai cikal bakal lahirnya konstruktivisme. Ia mengatakan bahwa Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Mengerti berarti mengetahui sesuatu
jika ia mengetahui. Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena Dia Pencipta
segala sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan.
Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan
tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui. Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui
teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi
kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Pengetahuan merupakan suatu proses, bukan
suatu barang.
Aliran Konstruktivisme ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil
konstruksi kognitif dalam diri seseorang, melalui pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu
penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak
adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang kepada orang lain, dengan alasan
pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk
mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika
pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
1. Aliran Empirisme
2. Aliran Nativisme.
3. Aliran Konvergensi.
4. Aliran Naturalisme.
1. Progresivisme
Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat
bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan
otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya
merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.
Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi
pengalaman-pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati
oleh setiap peserta didik (experience curriculum).
Metode pendidikan Progresivisme antara lain:
2. Esensialisme
Tujuan pendidikan
4. Perennialisme
Tujuan pendidikan
5. Idealisme
Tujuan Pendidikan
Agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna,
memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia,
mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan
mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya
persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan
terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak
sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu
dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling
penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
Kurikulum
Aliran pokok pendidikan di Indonesia itu yang dimaksudkan adalah perguruan kebangsaan
Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Perlu dikemukakan bahwa prakarsa dan
upaya di bidang pendidikan tidak terbatas hanya oleh Taman Siswa dan INS itu saja. Salah satu
yang kini mempunyai sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, sebagai contoh adalah
Muhammadiyah dan Ma’arif. Sedangkan yang bercorak kebangsaan adalah perguruan
kebangsaan Taman Siswa, ruan pendidik INS Kayu Tanam, Kesatrian Institut, Perguruan
Rakyat, dan sebagainya. Setelah kemerdekaan, telah di upayakan mengembangkan suatu sistem
pendidikan nasional sesuai ketetapan ayat 2 pasal 31 dari UUD 1945. Oleh karena itu, kajian
terhadap aliran-aliran pokok pendidikan tersebut (Taman Siswa,INS Kayu Tanam,
Muhammadiyah, dan Ma’arif) seyogyanya dalam latar sisdiknas tersebut.PEMBAHASAN
Aliran pokok pendidikan di Indonesia itu yang dimaksudkan adalah perguruan kebangsaan
Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Perlu dikemukakan bahwa prakarsa dan
upaya di bidang pendidikan tidak terbatas hanya oleh Taman Siswa dan INS itu saja. Salah satu
yang kini mempunyai sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, sebagai contoh adalah
Muhammadiyah dan Ma’arif. Sedangkan yang bercorak kebangsaan adalah perguruan
kebangsaan Taman Siswa, ruan pendidik INS Kayu Tanam, Kesatrian Institut, Perguruan
Rakyat, dan sebagainya. Setelah kemerdekaan, telah di upayakan mengembangkan suatu sistem
pendidikan nasional sesuai ketetapan ayat 2 pasal 31 dari UUD 1945. Oleh karena itu, kajian
terhadap aliran-aliran pokok pendidikan tersebut (Taman Siswa,INS Kayu Tanam,
Muhammadiyah, dan Ma’arif) seyogyanya dalam latar sisdiknas tersebut.
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, ( Lahir 2 Mei 1889
dengan nama Suwardi Suryaningrat ) pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta, yakni dalam
bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan taman Indira ( Taman kanak-kanak ) dan Kursus
Guru, selanjutnya Taman muda ( SD ), disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru ( Mulo-
Kweekschool ). Sekarang ini telah dikembangkan sehingga meliputi pula taman Madya,
Prasarjana, dan Sarjana sarjana Wiyata. Dengan demikian Taman Siswa telah meliputi semua
jenjang persekolahan.
1) Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri ( Zelf Besschikkingsrecht
) dengan mengingat terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum.
2) Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan
batin dapat memerdekakan diri.
4) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
6) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan ( Zelfbegrotings-system ).
Dalam perkembangan selanjutnya Taman siswa melengkapi “ Asas 1922” tersebut dengan “
Dasar-dasar 1947 “ yang disebut pula “ Panca Dharma “ yaitu :
1. Asas Kemerdekaan
3. Asas Kebudayaan
4. Asas Kebangsaan
5. Asas Kemanusiaan
Ø Sebagai Badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
Ø Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya, serta
sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas
keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
Di lingkungan perguruan, untuk mencapai tujuannya Taman Siswa berusaha dengan jalan
sebagai berkut :
Ø Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar sampai
tingkat tinggi.
Ø Menumbuhkan lingkungan hidup keluraga Taman Siswa, sehingga dapat tampak wujud
masyarakat Taman Siswa yang dicita-citakan.
Ø Menjalankan kerja pendidikan untuk masyarakat umum dengan dasar-dasar dan hidup Taman
Siswa
Berbagai hal seperti pemikiran tentang pendidikan nasional, lembaga – lembaga pendidikan dari
Taman Indria sampai dengan Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan. Ketiga
pencapaian itu merupakan pencapaian sebagai suatu yayasan pendidikan.
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mempunyai asas-asas sebagai berikut :
3) Pendidikan masyarakat
5) Menentang intelektualisme
Setelah kemerdekaan Indonesia, Moh. Sjafei mengembangkan asas-asas pendidikan INS menjadi
dasar-dasar pendidikan Republik Indonesia, menjadi sebagai berikut :
– Menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan dan program khusus untuk menjadi guru
– Penerbitan Majalah anak –anak (Sendi), buku bacaan dalam rangka pemberantasan buta
huruf dan angka, mencetak buku – buku pelajaran.
MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah didirikan oleh seorang yang bernama KH. Ahmad Dahlan Pada tanggal 8
Zulhijjah 1330 H/ 18 Nopember 1912 M di Yogyakarta ia mendirikan organisasi
Muhammadiyah sebagai organisasi yang menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran Islam di
Indonesia bergerak di berbagai bidang kehidupan umat.
Nama Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad yaitu nama Rasulullah Saw, dan diberi
tambahan ya nisbah dan ta marbuthah yang berarti pengikut Nabi Muhammad Saw. Dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah hasil Muktamar ke-41 di Surakarta. Bab 1 pasal 1 disebutkan
bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar yang
berakidah Islam dan bersumber pada ajaran Al-Quran dan Sunnah.
Rumusan “Maksud dan Tujuan Muhammadiyah” mengalami perubahan dari keadaan kepada
keadaan lainnya sesuai dengan perkembangan masa. Pada awal berdiri nya, rumusan itu
berbunyi : (a) menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad saw kepada penduduk
bumiputera di dalam Karesidenan Yogyakarta; dan (b) memajukan agama Islam kepada
anggota-anggotanya.
Setelah Muhammadiyah meluas keluar daerah Yogyakarta, dan setelah berdirinya beberapa
cabang di wilayah Indonesia, rumusan Maksud dan Tujuan Muhammadiyah disempurnakan
menjadi : (a) memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia
Belanda; dan (b) memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama Islam
kepada sekutu-sekutunya.
Setelah keluarnya Undang-undang No. 8 tahun 1985 yang mewajibkan organisasi
kemasyarakatan mencantumkan satu azas Pancasila, maka terjadilah perubahan azas
Muhammadiyah dari Islam menjadi Pancasila. Akibatnya rumusan Maksud dan Tujuan
Muhammadiyah juga berubah. Perubahan itu dihasilkan melalui Muktamar Muhammadiyah ke
41 di Surakarta, menjadi : “Mengakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (PP LP Ma’arif NU) merupakan salah satu aparat
departementasi di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Didirikannya lembaga ini di
NU bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan NU. Bagi NU, pendidikan menjadi pilar
utama yang harus ditegakkan demi mewujudkan masyarakat yang mandiri. Gagasan dan gerakan
pendidikan ini telah dimulai sejak perintisan pendirian NU di Indonesia. Dimulai dari gerakan
ekonomi kerakyatan melalui Nadlatut Tujjar (1918), disusul dengan Tashwirul Afkar (1922)
sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, hingga Nahdlatul Wathan (1924) yang merupakan
gerakan politik di bidang pendidikan, maka ditemukanlah tiga pilar penting bagi Nadhlatul
Ulama yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1334 H, yaitu:
Untuk merealisasikan pilar-pilar tersebut ke dalam kehidupan bangsa Indonesia, NU secara aktif
melibatkan diri dalam gerakan-gerakan sosial-keagamaan untuk memberdayakan umat. Di sini
dirasakan pentingnya membuat lini organisasi yang efektif dan mampu merepresentasikan cita-
cita NU; dan lahirlah lembaga-lembaga dan lajnah—seperti Lembaga Dakwah, Lembaga
Pendidikan Ma’arif, Lembaga Sosial Mabarrot, Lembaga Pengembangan Pertanian, dan lain
sebagainya—yang berfungsi menjalankan program-program NU di semua lini dan sendi
kehidupan masyarakat. Gerakan pemberdayaan umat di bidang pendidikan yang sejak semula
menjadi perhatian para ulama pendiri ( the founding fathers ) NU kemudian dijalankan melalui
lembaga yang bernama Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU).
Lembaga ini bersama-sama dengan jam’iyah NU secara keseluruhan melakukan strategi-strategi
yang dianggap mampu meng- cover program-program pendidikan yang dicita-citakan NU.
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) merupakan aparat departentasi
Nahdlatul Ulama (NU) yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan pendidikan
Nahdlatul Ulama, yang ada di tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, dan
Pengurus Majelis Wakil Cabang. Kedudukan dan fungsi LP Ma’arif NU diatur dalam BAB VI
tentang Struktur dan Perangkat Organisasi pasal 1 dan 2; serta ART BAB V tentang Perangkat
Organisasi. LP Ma’arif NU dalam perjalannya secara aktif melibatkan diri dalam proses-proses
pengembangan pendidikan di Indonesia. Secara institusional, LP Ma’arif NU juga mendirikan
satuan-satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menangah hingga perguruan tinggi; sekolah
yang bernaung di bawah Departemen Nasional RI (dulu Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI) maupun madrasah; maupun Departemen Agama RI) yang menjalankan Hingga
saat ini tercatat tidak kurang dari 6000 lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh pelosok
tanah air bernaung di bawahnya, mulai dari TK, SD, SLTP, SMU/SMK, MI, MTs, MA, dan
beberapa perguruan tinggi.
2.1. Visi
Kesimpulan
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini , dan masa yang akan datang terus berkembang.
Aliran tersebut mempengaruhi pendidikan da seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indinesia.
Dari sisi lain, di Indonesia juga muncul gagasan-gagasan tentang pendidikan, yang dapat
dikategorikan sebagai aliran pendidikan, yakni Taman Siswa, INS Kayu Tanam dan 2 aliran
pendidikan yang mengangkat agama islam di dalamnya yakni Muhammadiyah dan Ma’arif.
Setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadai dalam meninjau masalah
yang dihadapi, serta pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan atau tindakan
sehari-hari. Dari aliran-aliran pendidikan di atas kita tidak bisa mengatakan bahwa salah satu
adalah yang paling baik, sebab penggunaanya disesuaikan denan tingkat kebutuhan, dan
kondisinya pada saat itu, karena setiap aliran memiliki dasar-dasar pemikiran sendiri.