Anda di halaman 1dari 11

LEUKEMIA

1. DEFINISI
Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah
putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
hematopoietik (Price, 1994).
Leukemia adalah proliferase leukosit yang tidak terkontrol di dalam darah,
sumsum tulang, dan jaringan retikuloendotelial (Tuker, 1998).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang
berlebihan (sel muda) dari sel darah putih (SDP) (Engram, 1998).
Leukemia merupakan proliferatif neoplastik dari perkusor sel darah putih, yang
menyebabkan penggantian difus sumsum tulang normal oleh sel leukemia dengan akumulasi
sel abnormal pada darah tepi dan infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar limfe,
meningen, dan gonad oleh sel leukemi (Underwood, 1999).
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang, mengganti elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan
nodus limfatikus dan invasi organ nonhematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal,
ginjal dan kulit (Smeltzer, 2001).
Leukemia adalah penyakit mengenai sel darah putih yang mengalami pembelahan yang
berulang-ulang.penyakit ini semacam kanker yang menyerang sel-sel darah putih. Akibatnya
fungsi sel darah putih terganggu, bahkan sel-sel darah merah dapat terdesak karena
pertumbuhan yang berlebihan ini jumlah sel darah merah menurun (Irianto,2004).
Leukemia (kangker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai pertambahan
jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat dan tak terkendali serta
bentuk sel- sel darah putihnya tidak normal (Yatim, 2003).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang
berlebihan dari sel darah putih (Handayani, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Leukemia adalah suatu
penyakit sistem hematologi yang ditandai dengan proliferasi yang berlebihan dan tidak
normal pada sel darah putih yang mengakibatkan fungsi sel darah putih terganggu.
2. KLASIFIKASI LEUKEMIA
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
1. Maturitas sel :
Akut (sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk)
Kronis (lebih banyak sel dewasa)
2. Tipe-tipe sel asal
Mielositik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)
Limfositik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer. Maturitas sel dan
tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama leukemia :
1. LEUKEMIA MIELOGENUS AKUT (LMA)
Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat juga disebut
leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak berdiferensiasi
ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan
trombosit. Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. Semua kelompok usia
dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.

2. LEUKEMIA MIELOGENUS KRONIS (LMK)


Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau leukemia
granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem mieloid. Namun, lebih
banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.
Abnormalitas genetika yang dinamakan kromosom Philadelpia ditemukan 90% sampai 95%
pasien dengan LMK. LMK jarang menyerang individu di bawah 20 tahun, namun
insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia.
Gambaran menonjol adalah :
 adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah kromosom abnormal yang
ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.
 Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah besar
mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA. Kematian sering
terjadi dalam beberapa bulan saat sel – sel leukemia menjadi resisten terhadap kemoterapi
selama krisis blast.
3. LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas.
Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun , LLA jarang
terjadi.
4. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama
mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat melaporkan penyakit
ini sebagai leukemia yang umum terjadi. LLK dikarakteristikan oleh proliferasi dari
diferensiasi limfosit yang baik (mudah dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).

Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut


French-American-British (FAB)

Leukemia Limfositik Akut


L-1 pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2 Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel
heterogen
L-3 Limfoma Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel homogen.
Leukemia Mieloblastik Akut
M-1 Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
M-2 Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium
promielositik
M-3 Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang
dikaitkan dengan pembekuan intra vaskular tersebar (Disseminated
intravascular coagulation).
M-4 Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit dan monosit.
M-5a Leukemia monositik akut : kurang berdiferesiasi
M-5b Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
M-6 Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
M-7 Leukemia megakariositik.

3. ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab tunggal
tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain :
Terinfeksi virus. Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia
pada hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari leukemia sel T manusia pada
limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itu diisolasi dari sampel serum
penderita leukemia sel T.
Faktor Genetik. Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya
memainkan peranan , namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi leukemia
lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi yang
meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik).
Kelainan Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down,
kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.
Faktor lingkungan.
 Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia yang timbul
bertahun-tahun kemudian.
 Zat Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat khususnya agen-agen alkil.
Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati baik dengan radiasi
maupun kemoterapi.

4. PATOFISIOLOGI
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia jika
struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen individu
tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti pada benda
asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh,
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen
jaringan ). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human
Leucocyte Lucos A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika
sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat
diabaikan.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering
disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-
sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak
pertumbuhan sel darah normal.
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologis dan
turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan
penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi bone marrow failure, infiltrasi sel leukemia
ke dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga
terjadi keadaan hiperkatabolik.

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang khas leukemia secara umum :
 Pucat
 Panas
 Splenomegali
 Hepatomegali
 Limfadenopati
 Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
 Sakit/ nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
 Lesi purpura pada kulit
 Efusi pleura
 kejang

Leukemia Mielogenus Akut


Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal.
Peka terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
Kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia
Kecendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah trombosit.
Proliferase sel lukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala tambahan :
nyeri akibat pembesaran limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemi meningeal (sering
terjadi pada leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang
belakang.

Leukemia Mielogenus Kronis


Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan gejalanya lebih
ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
Terdapat peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa. Limpa sering
membesar.

Leukemia Limfositik Akut


Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan menggangu
perkembangan sel normal. Akibatnya:
Hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumah leukosit, sel darah
merah, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya
dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada LLA
daripada jenis leukemia lain dan mengakibatkan :
 Nyeri karena pembesaran hati dan limpa
 Sakit kepala
 Muntah karena keterlibatan meninges, dan
 Nyeri tulang.

Leukemia Limfositik Kronis


Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru terdiagnosa pada saat penanganan
fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin terjadi adanya :
 Anemia
 Infeksi
 Pembesaran nodus limfe dan organ abdominal
 Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun.
 Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)

6. KOMPLIKASI
Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyabab utama
kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia dan masalah gastroentestinal merupakan
komplikasi lain.
Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit (trombositopenia).
Angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petekia (bintik perdarahan
kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum di permukaan kulit). Pasien juga dapat
mengalami perdarahan berat jika jumah trombositnya turun sampai di bawah 20.000/mm3
darah. Dengan alasan tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan
perdarahan.
Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan terancam
infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai dengan derajat netropenia,
sehingga jika granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat mungkin terjadi infeksi
sistemik. Disfungsi imum mempertinggi resiko infeksi.
Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi akan
meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan batu
ginjal dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah
kristalisasi asam urat dan pembentukan batu.
Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke oran
abdominal selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual, muntah,
diare, dan lesi mukosa mulut.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa
pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi menoton
dan terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gajala patognomik
untuk leukemia.kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat , hipogamaglobinea.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang menoton, yaitu hanya
terdiri dari sel limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Pada
LMA selain gambaran yang menoton, terlihat pula adanya hiatus leukemia ialah keadaan
yang memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat
kurang bentuk pematangan sel yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit
dan sel batang)
b. Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferase sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.
c. Pungsi Sumsum Tulang
Pungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum tulang, yang
bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi, mendapatkan spesimen untuk
pemeriksaan bakteriovirologis (biakan mikrobiologi), untuk diagnosa sitomorfologi/ evaluasi
produk pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya digunakan aspirasi untuk pungsi
sumsum tulang adalah spina iliaka posterior superior (SIPS), krista iliaka, spina iliaka
anterior superior (SIAS), sternum di antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau sedikit di
kanannya (jangan lebih dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.
d. Cairan Serebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein,berarti suatu leukemia
meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam
keadaan remisi maupun keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX)
secara intratekal secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang menunjukkan gejala
tekanan intrakranial meninggi.
e. Sitogenik
Pada kasus LMK 70-90% menunjukkan kelainan kromosom, yaitu kromosom 21
(kromosom Philadelpia atau Ph 1). 50-70% dari pasien LLA dan LMA mempunyai kelainan
berupa:
 Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid (2n+a).
 Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid.
 Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion).
 Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan
kromosom normal; dari bentuk yang sengat besar sampai yang sangat kecil.
Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada
leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau
terdapat sel blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan
mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN PENUNJANG


a. Penetalaksanaan Medis
Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin
Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),
rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat efek samping berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 pemberiannya harus
hati-hati.
Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama/ steril).
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan
yang terbaru masih dalam pengembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi
prnsipnya sama, yaitu dengan pola dasar :
o Induksi. Dimaksud untuk mencapai remisi dengan bebagai obat tersebut sampai sel blas
dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
o Rumat. Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan
memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
o Reinduksi. Dimaksukan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan
dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
o Mencegah terjadinya leukemia pada susunan syaraf pusat. Diberikan MTX secara
intratekal dan radiasi kranial.
o Pengobatan imunologik.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang
menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang
menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus
diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik
pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi
juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui penyakit
anaknya atau keluarganya.
Beberapa cara yang bisa kita anjurkan adalah hindari menyikat gigi terlalu keras, karena
bulu sikat gigi dapat mencederai gusi. Menyarankan klien supaya berhati-hati ketika berjalan
di lantai yang licin seperti kamar mandi agar tidak jatuh. Memberikan klien dan keluarganya
pendidikan kesehatan bagaimana cara mengatasi perdarahan hidung, misalnya dibendung
dengan kapas atau perban, posisi kepala menengadah.
Untuk menangani infeksi klien harus menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan,
mandi 3x sehari. Menganjurkan keluarga klien untuk menjaga keersihan diri mereka,
membatasi jumlah pengunjung karena dikhawatirkan dapat menularkan penyaki-penyakit
seperti flu dan batuk. Menciptakan lingkungan yang bersih dan jika perlu pertahankan tehnik
isolasi.
Pathway

Anda mungkin juga menyukai