MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN (KSP) DI SMA NEGERI 3 PONTIANAK 1.1 Latar Belakang Banyak pembelajaran kimia pada materi khususnya pada materi ksp, dimana guru hanya memfokuskan dimana peserta didik dapat menyebutkan materi pembelajaran tersebut namun guru tidak memfokuskan apakah peserta didik mampu memahami ataupun menerapkannya. Oleh sebab itu perlu adanya penerapan model pembelajaran baru yang sifat nya dapat menggali potensi berfikir siswa serta merta siswa dapat menghubungkan kedalam kehidupan sehari-hari.
Pernyataan tersebut diatas sesuai dengan kenyataan di lapangan berdasarkan hasil
observasi salah satu peneliti yang dilakukan oleh Kurniawan (dalam Ririn Siti Komariah, Herman Subarjah, Atep Sujana 2016) guru sering menggunakan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru (teacher centered). Siswa diarahkan untuk menghafal semua materi pembelajaran tetapi siswa tidak mampu memahaminya, sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, otak siswa dipaksa dan dituntut untuk mengingat dan menghafal materi atau teori tanpa dituntut untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari siswa serta tanpa dituntut untuk membangun dan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa yang berdampak pada kemampuan berpikir kritis siswa yang cenderung rendah. Selain itu juga, pembelajaran yang dikembangkan oleh guru harus dapat menggali potensi intelektual yang dimiliki oleh siswa. Untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi intelektual, terdapat salahsatu pembelajaran yang cocok dengan kondisi seperti di atas yaitu dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL). Dengan menggunakan CTL, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keahliannya dalam berpikir dengan tingkatan yang lebih tinggi untuk menemukan kebenaran di tengah banjir informasi yang diterima oleh siswa setiap waktu, sehingga kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat. Trianto (dalam Maulana, 2009:17) mengemukakan, ‘Pembelajaran CTL terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu kepada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja’. Dengan proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran CTL, pembelajaran berorientasi pada siswa. Siswa dituntut untuk terlibat langsung dalam pembelajaran serta siswa dituntut untuk menangkap keterkaitan atau hubungan antara pengalaman belajar yang didapatkan di sekolah dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata siswa. Hal ini merupakan hal yang sangat penting, mengingat pengalaman belajar yang diperoleh siswa bukan hanya sekedar diingat lalu dilupakan, melainkan bermakna karena pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang didapatkan akan tertanam dalam otak, untuk kemudian dijadikan sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya, sehingga ketika siswa berada dalam kehidupan yang sebenarnya inilah, siswa terdorong untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam proses belajar mengajarpun, tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran karena pembelajaran kegiatan siswa diarahkan untuk mengalami langsung, bukan hanya sekedar menerima penjelasan dari guru saja. Selain itu, hendaknya pembelajaran berkaitan dengan kehidupan nyata siswa, artinya pembelajaran dilakukan secara kontekstual atau teralami oleh siswa sehingga materi yang diberikan pada siswa mudah dipahami dengan baik. Disinilah peran guru yaitu mengarahkan siswa untuk berpikir kritis pada saat pembelajaran berlangsung melalui kegiatan tanya jawab, mengajukan argumen, percobaan, penyelidikan, atau eksperimen. Terdapat empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO diantaranya adalah Learning To Do, Learning To Know, Learning To Be dan Learning To Live Together. Pertama, Learning To Do; maksudnya pembelajaran diupayakan untuk memberdayakan peserta didik agar mau/bersedia agar mampu memperkaya pengalaman belajarnya. Kedua, Learning To Know; yaitu proses pembelajaran yang didesain dengan cara mengintensifkan interaksi dengan lingkungan baik lingkungan fisik, sosial dan budaya sehingga peserta didik mampu membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia disekitarnya. Ketiga, Learning To Be: yaitu proses pembelajaran yang diharapkan siswa mampu membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya. Pengetahuan dan kepercayaan itu diperoleh setelah peserta didik aktif melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Keempat, Learning To Live Together: pembelajaran yang lebih diarahkan upaya membentuk kepribadian untuk memahami mengenai keanekaragaman (kemajemukan) sehingga melahirkan sikap dan perilaku positif dalam melakukan respon terhadap perbedaan atau keanekaragaman (Muchith, Saekhan. 2007 : 5). Selain terdapat pilar pendidikan CTL, terdapat pula beberapa komponen CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik Depdiknas (dalam Sadia, I Wayan. 2014: 104-108). Dimana (1) Konstruktivisme merupakan landasan filosofi CTL bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran orang yang belajar. (2) Bertanya yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. (3) Menemukan (Inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual CTL. (4) Masyarakat belajar (Learning Community) dimaksudkan bahwa pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh peserta didik sebagai hasil suatu proses pembelajaran diharapkan tercapai melalui kerjasama dengan orang lain. (5) Pemodelan (Modeling) dalam sebuah pembelajaran baik itu pembelajaran pengetahuan maupun keterampilan perlu ada model yang bisa ditiru. (6) Refleksi (Reflection) merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. (7) Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah proses pengumpulan informasi tentang peserta didik, berkenaan dengan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka dapat lakukan. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran CTL dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran CTL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi ksp. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana aktivitas Belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran CTL, pada materi Ksp? 2. Apakah model CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Ksp di kelas XI SMAN 3 Pontianak? 3. Bagaimana respon siswa dengan penerapan model pembelajaran CTL dalam mempelajari materi Ikatan Kimia di Kelas X SMAN 1 Trumon Timur Aceh Selatan? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui aktivitas Belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran CTL, pada materi Ksp 2. Mengetahui model CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Ksp dikelas XI SMAN 3 Pontianak 3. Mengetahui respon siswa dengan penerapan model pembelajaran CTL dalam mempelajari materi Ksp dikelas XI SMAN 3 Pontianak 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peserta didik Diharapkan melalui penerapan model pembelajaran CTL, peserta didik lebih mudah memahami materi kimia yang diajarkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Bagi guru Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih dekat tentang model pembelajaran CTL dan implementasinya terhadap peroses belajar mengajar sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Bagi penulis dapat menambah pengetahuan tentang model pembelajaran agar suatu saat ketika menjadi seorang guru akan sangat mudah untuk membuat siswa lebih bersemangat dalam pembelajara. 1.5 Defenisi Operasional 1. Pembelajaran CTL Pembelajaran CTL merupakan konsep pembelajran yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sehingga dapat merangsang otak siswa untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan dunia nyata. sehingga siswa lebih dapat memahami proses pembelajaran yang sedang berlangsung. 2. Hasil belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh dalam pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik, dimana setiap kegiatan pembelajaran dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. 3. Kelarutan dan hasil kali kelarutan Pengertian Kelarutan adalah Kemampuan garam-garam larut dalam air tidaklah sama, ada garam yang mudah larut dalam air seperti natrium klorida dan ada pula garam yang sukar larut dalam air seperti perak kloida (AgCl). Apabila natrium klorida dilarutkan ke dalam air, mula-mula akan larut. Semakin banyak natrium klorida ditambahkan ke dalam air, semakin banyak endapan yang diperoleh. Larutan yang demikian itu disebut larutan jenuh artinya pelarut tidak dapat lagi melarutkan natrium klorida. Perak klorida sukar larut dalam air, tetapi dari hasil percobaan ternyata jika perak klorida dilarutkan dalam air diperoleh kelarutan sebanyak mol dalam setiap liter larutan. Pengertian hasil Kali Kelarutan Ksp adalah Hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien menurut persamaan ionisasinya. BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Pembelajaran (CTL) 1. Pengertian CTL Pembelajaran CTL yang sering disingkat dengan CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan dan mensukseskan pendidikan karakter di sekolah dengan kata lain CTL dikembangkan menjadi salah satu model pembelajaran berkarakter, karena dalam pelaksanaan lebih menekankan pada keterkaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan pesertadidik secara nyata. Pengajaran dan pembelajaran CTL merupakan suatu strategi pembelajaran yang membantu guru mengkaitkan pelajaran dengan dunia nyata sehingga dapat termotivasi suatu pembelajaran pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehingga siswa lebih mudah memahami dalam proses pembelajaran. (Rusman. 2013:82) Pembelajaran CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan proses kestabilan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan sehingga mendorong siswa untuk lebih paham dalam proses belajar. (Sanjaya, Wina. 2008:255) Pengajaran dan pembelajaran CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai angota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. (Trianto. 2009:104) Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya, dengan situasi dunia nyata sehingga dapat mendorong siswa antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. (Rianto, Yatim:159) Jadi, pembelajaran CTL dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru menghubungkan antara mareri pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata yang dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa, hingga merangsang otak siswa untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan dunia nyata.