Dalam teori kontemporer, liberalisasi pasar merupakan salah satu indikator kemajuan
perekonomian suatu negara. Semakin bebas (liberal) suatu pasar, semakin kompetitif pasar
tersebut sehingga terjadi Inovasi atau peningkatan jumlah produksi di dalam pasar tersebut.
Di sisi lain, investor asing juga akan lebih tertarik untuk berinvestasi di negara yang
mengaplikasikan kebijakan liberalisasi pasar sehingga modal untuk melakukan pembangunan
meningkat dan hal ini membuat surat hutang negara tersebut memiliki permintaan yang
cukup tinggi dan dihargai di pasar modal internasional. Meskipun demikian, masih banyak
negara berkembang yang masih enggan menetapkan kebijakan liberalisasi pasar. Hal
demikian terjadi karena sektor penunjang perekonomian suatu negara dianggap belum
mampu bersaing dengan perusahaan luar negeri yang sudah memiliki branding yang lebih
terkenal. Kekhawatiran ini sangat wajar dan memang dapat menjadi beberapa bukti
ketidaksiapan suatu negara untuk mengadopsi kebijakan liberalisasi pasar. Melalui artikel ini,
mari kita pelajari lebih lanjut mengenai potensi dan ancaman kebijakan liberalisasi pasar.
Liberal (Liberalism)
Paham liberal (Liberalism) merupakan paham ideologi yang mengedepankan
kebebasan dan pengembangan individu sebagai pusat isu politik. Kebebasan individu harus
dijamin oleh pemerintah dari berbagai macam bahaya yang mampu mengancam individu.
Paham liberal juga menjunjung kebebasan dalam berpendapat, berpindah, beragama, Hak
Asasi Manusia, Demokrasi, Sekularisme, dan kebebasan berkumpul serta berkelompok.
Ideologi Liberal diperkenalkan oleh John Locke. Ia merupakan orang pertama yang
menyusun teori-teori dasar liberal pada akhir perang sipil Inggris pada 1642–1651. Saat itu,
Raja Charles I, penganut Katolik Roma, memaksa rakyatnya yang mayoritas menganut
Kristen Protestan beraliran gereja Anglican, gereja yang baru didirikan pada masa Henry
VIII, untuk kembali menganut Katolik Roma. Pemaksaan tersebut mengakibatkan perang
sipil antara Charles, keluarga kerajaan yang masih katolik dan orang-orang irlandia melawan
parlemen serta pasukan protestan Inggris. Seusai peperangan berakhir, kebebasan beragama
di Inggris berhasil diakui.
Perkembangan yang paling signifikan dari ideologi ini terjadi pada masa revolusi
Perancis terutama seusai berakhirnya Perang Napoleon. Pasukan Perancis yang dipimpin oleh
Napoleon Bonaparte berhasil menaklukan seluruh Eropa, kecuali Inggris. Saat itu, ideologi
liberal tersebar di eropa melalui jajahan Napoleon pada masa tersebut. Setelah kekalahan di
Waterloo, ideologi ini tetap mendominasi, baik itu di Perancis maupun negara-negara eropa
lainnya. Kemudian, paham liberal tersebar ke seluruh koloni negara-negara eropa dan
menjadi salah satu penggerak roda pergerakan kemerdekaan pada abad ke-20.
Saat ini, masih banyak negara-negara barat yang menganut ideologi Liberal karena
dianggap dominan dan relevan dalam menghadapi isu-isu di dunia saat ini. Meskipun
demikian, perubahan ideologi dari liberal menjadi lebih dekat dengan otoritarian tengah
terjadi di negara-negara yang dahulu merasakan kerugian dari penjajahan. Di saat bersamaan,
peningkatan sentimen nasionalisme di seluruh negara membuat ideologi liberal harus
menghadapi beberapa lawan baru. Dalam perkembangannya di Indonesia, ideologi liberal
masih dianggap serpihan bentuk imperialisme barat sehingga paham ideologi ini tidak cocok
diterapkan di Indonesia. Di sisi lain, globalisasi mendorong popularitas dan penyebaran
ideologi liberal di seluruh penjuru dunia.
Liberalisasi Pasar (Market Liberalism)
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, paham liberal berarti kebebasan dalam
berbagai aspek kehidupan. Jadi, dalam ruang lingkup ilmu ekonomi, ideologi liberal
mengedepankan kebebasan pasar tanpa intervensi pemerintah. Pemahaman ini timbul akibat
adanya sentimen bahwa perkembangan dan pertumbuhan pasar hanya dapat dicapai oleh
peningkatan kualitas produk melalui produksi yang disebabkan melalui kompetisi di dalam
pasar. Salah satu ciri ideologi liberal adalah pengurangan atau penghilangan pajak pada
barang impor sehingga produk lokal dapat berkompetisi di dalam pasar dan mampu
meningkatkan kualitas produk yang mereka tawarkan. Kebijakan liberalisasi pasar ini juga
mendorong investor untuk menanamkan modal pada pasar modal negara tersebut sehingga
negara tersebut memiliki modal untuk memaksimalkan pembangunan infrastruktur dan
persiapan dalam memasuki pasar global yang memiliki efek positif bagi negara tersebut.
Dalam liberalisasi pasar, keputusan ekonomi didasarkan pada kepentingan individu.
Oleh karena itu, pemerintah tidak diperkenankan untuk mengintervensi pasar karena
keputusan ekonomi. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya
yang berjudul “Wealth of Nation”. Dasar teori dalam buku ini menyatakan bahwa manusia
akan berpikir secara rasional dan mengedepankan kepentingan pribadi sehingga mereka akan
memproduksi yang terbaik bagi semua pihak. Kepemilikan pribadi merupakan hak bagi
individu dan pemerintah tidak diperkenankan untuk mengintervensi apapun dalam mengatur
kegiatan ekonomi setiap individu. Saat krisis, ideologi ini tidak membahas langkah yang
perlu diambil untuk melawan krisis secara mendalam. Namun, paham ideologi liberal
menyarankan pasar agar berjalan dengan sendirinya karena distorsi pasar hanya berlangsung
sementara dan dalam jangka panjang akan kembali pada keadaan semula tanpa perlu
intervensi pihak manapun.
The Great Depression
Sumber : Google.com
Sebelum perang dunia pertama pecah, keadaan ekonomi dunia masih relatif stabil
pada negara-negara barat yang menerapkan market liberalism. Walaupun demikian, disparitas
antara orang kaya dan miskin bertambah parah. Hal ini dikarenakan efisiensi faktor produksi
beberapa perusahaan seperti standard oil yang dimiliki John D. Rockefeller mengakibatkan
kompetitor yang kurang efisien terpaksa keluar dari pasar. Rockefeller memiliki tambang
minyak dan kilang minyak dengan kuantitas yang relatif lebih banyak dibandingkan
perusahaan lain. Selain itu, dia juga memiliki sumber-sumber untuk utility minyak yang
cukup memadai karena market share yang dia miliki sangat luas. Pada akhirnya, para
kompetitor mulai menutup perusahaannya satu per satu. Hal ini tidak hanya terjadi pada
sektor perminyakan saja, tetapi juga pada sektor-sektor lain seperti perkeretaapian yang pada
saat itu merupakan salah satu alat transportasi tercepat untuk mencapai pesisir timur dan
pesisir barat Amerika Serikat. Perkembangan alat transportasi mengindikasikan pasar
bergerak tanpa intervensi pemerintah. Tujuan awal dari market liberalism adalah agar pasar
dapat berkompetisi secara sehat dan menghasilkan produk-produk yang inovatif.
Seusai perang dunia pertama atau The Great War m encapai klimaksnya, kelesuan
perekonomian mulai terjadi akibat biaya yang timbul dari perang. Harga jual komoditas hasil
pangan di pasar mengalami penurunan yang disebabkan kuantitas supply pangan yang tinggi.
Para petani memperoleh subsidi untuk mekanisasi lahan selama perang dunia pertama. Lalu,
Output sektor pertanian disalurkan kepada tentara. Selain Excess Supply, muncullah
kebiasaan baru dalam tatanan sosial, yaitu munculnya budaya konsumtif. Penyaluran
pemberian kredit bank kepada masyarakat tidak hanya diberikan untuk pembangunan dan
pengembangan usaha produktif, tetapi juga diberikan untuk keperluan konsumtif. Akibatnya,
dalam jangka panjang, bank tidak memiliki kas yang cukup untuk mengelola operasional
bank. Sebagai bentuk pemulihan struktur kas bank, bank menjual aset atau meminjam dari
bank lain. Akibatnya, kredit “membeku” dan memicu terjadinya deflasi. Keadaan ini
mengakibatkan perusahaan besar tidak mampu membayar gaji pegawai karena harga produk
yang dijual tidak mencukupi untuk membayar pekerja sehingga terjadi Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) oleh perusahaan untuk menghemat kas perusahaan. Dua keadaan tersebut
mendorong terjadinya The Great Depression pada tahun 1930-an. Saat itu, pemerintah tidak
dapat melakukan intervensi ke pasar. Kepercayaan liberalisasi pasar mengakibatkan
pemerintah hanya perlu membiarkan pasar berjalan sebagaimana mestinya karena distorsi
pasar hanya terjadi dalam rentang waktu yang pendek. Lalu, pasar akan kembali normal
(equilibrium) pada jangka panjang.
Dalam mematahkan teori tersebut, John Maynard Keynes mencetuskan sebuah teori
baru yang pada akhirnya disebut sebagai Keynesian Theory. Keynesian Theory menyatakan
bahwa pemerintah dapat melakukan intervensi seperti melakukan public spending pada
infrastruktur agar dapat menyerap tenaga kerja. Di samping itu, pemerintah dapat
memberikan efek multiplier pada pengeluaran negara sehingga uang akan terus berputar terus
setiap orang dapat merasakan manfaat dari pengeluaran negara tersebut. Teori ini memiliki
kelemahan, yaitu Keynesian Theory tidak memasukkan variabel jangka panjang karena ‘In
the long run, we are all dead’. Padahal, dalam jangka waktu tertentu, seseorang akan
mengubah kebiasaannya dan mengubah komposisi consumption spending dan saving-nya.
Teori ini mendorong munculnya sikap pemerintah yang mulai memberikan kebijakan untuk
memengaruhi harga barang dengan pemberian sales return. Akibatnya, perusahaan dapat
menjaga keberlanjutan inovasi melalui kritik dan saran dari pelanggan yang mengembalikan
produk yang dibeli. Di sisi lain, tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi mampu
mengakhiri The Great Depression. Peningkatan kapasitas kebutuhan tenaga kerja disebabkan
perjanjian antara Amerika Serikat dan Inggris untuk melakukan lend leases. AS akan
“meminjamkan” senjata untuk melawan tentara Nazi Jerman sehingga terjadi penyerapan
tenaga kerja yang banyak pada sektor industri persenjataan, kapal perang, pesawat tempur,
dan perlengkapan perang lainnya untuk dikirim ke Inggris. Penyerapan tenaga kerja ini
menurunkan jumlah pengangguran dan mendorong peningkatan daya beli masyarakat.
Akan tetapi, sejak tahun 2010, pertumbuhan PDB RRC mengalami penurunan.
Kemunculan pesaing-pesaing baru seperti Vietnam dan Indonesia dalam pasar produksi di
asia menjadi hipotesis awal melambatnya pertumbuhan ekonomi RRC. Terlebih lagi, kondisi
perekonomian RRC dipersulit dengan adanya perang dagang dengan Amerika Serikat yang
mengakibatkan ketidaksehatan kompetisi global. Kebijakan pemerintah RRC yang menuntut
perusahaan asing untuk masuk ke Amerika Serikat mengalami pengawasan dan diskriminasi
oleh pemerintah. Kondisi tersebut mengakibatkan pergerakan ekonomi di RRC mengalami
perlambatan dan dapat berakibat fatal bagi seluruh perekonomian negara-negara kerabat
dagang yang kuat dengan RRC.
Sumber : Google.com
Di Indonesia, liberalisasi pasar (market liberalism) sudah ada semenjak zaman
kolonialisme Belanda. Dahulu, mayoritas masyarakat Indonesia tidak asing dengan
istilah tersebut dan menganggap sistem ekonomi merupakan salah satu peninggalan
penjajah yang harus dihilangkan sepenuhnya dari Indonesia. Masyarakat juga
memandang bahwa ideologi liberal membawa kesengsaraan di kalangan pribumi.
Pedagang pribumi hanya memiliki sedikit peluang untuk berkembang karena mereka
dikalahkan oleh kebijakan yang mengutamakan pedagang asing. Pedagang asing
menguasai komponen-komponen penunjang ekonomi seperti murahnya akses
perdagangan. Akibatnya, masyarakat kecil dibayar murah sementara pedagang asing
memiliki keuntungan yang besar. Selain itu, diskriminasi terhadap pedagang pribumi
telah menjadi rahasia umum karena dianggap tidak kooperatif dengan pemerintah
kolonial. Lalu, pemerintah kolonial akan memberikan hak dan status sosial yang lebih
tinggi kepada pedagang-pedagang Tionghoa karena mereka lebih kooperatif terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial. Dalam perkembangannya, Sarekat Dagang
Islam didirikan dengan tujuan untuk melawan kebijakan-kebijakan kolonial dan
menghimpun semua pedagang-pedagang pribumi untuk saling membantu dalam
melawan diskriminasi. Selain SDI, masuknya marxisme ke Indonesia dan terbentuk
Partai Komunisme Indonesia juga merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap
pemerintahan kolonial Belanda.
Saat ini, kita dapat melihat keberhasilan beberapa negara menyelenggarakan
prinsip market liberalism seperti Singapura, Hongkong, dan Jepang. Liberalisasi pasar
mengundang Investor asing untuk menanamkan modal di dalam negeri dan menyerap
tenaga kerja secara besar-besaran. Namun, tiada gading yang tak retak. Salah satu
permasalahan yang harus dibahas adalah tingkat pendidikan di Indonesia. Sistem
pendidikan menjunjung tinggi nilai kekompetitifan, kreativitas, dan inovasi serta
memiliki kemampuan analisis agar tidak mudah dikalahkan oleh perusahaan lainnya.
Daya saing merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Namun
sayangnya, sistem pendidikan Indonesia yang mengandalkan hafalan merupakan salah
satu kelemahan dalam mengembangkan sifat kritis dan kompetitif dalam penerapan
market liberalism. Selain itu, kita juga harus memahami kemungkinan masalah yang
muncul seperti eksploitasi sumber daya alam atau perlakuan sewenang-wenang
kepada tenaga kerja.
Menurut saya, Indonesia masih perlu berbenah sebelum mengadopsi sistem
ekonomi ini. Keinginan pemerintah untuk meningkatkan investasi dalam negeri
melalui kebijakan ini patut kita acungi jempol. Namun, berdasarkan realita saat ini,
peningkatan investasi dalam negeri akan terasa bagai ‘angin hampa’ bila masyarakat
tidak dipersiapkan dengan baik. Akibatnya, Indonesia akan menjadi pelayan di negeri
sendiri. Namun, persiapan yang tepat akan memberikan lapangan kerja dan peluang
bagi setiap orang untuk memaksimalkan potensi diri. Sifat-sifat yang saya kemukakan
di atas haruslah menjadi indikator terpenting untuk mengadopsi pasar liberal kelak.
Sekalipun indikator-indikator tersebut telah terpenuhi, kita perlu membatasi
pengadopsian prinsip ini karena telah terbukti di sejarah-sejarah sebelumnya
keserakahan manusia (self Interest) menjadi faktor penggerak utama dalam
melakukan keputusan ekonomi. Jika pemerintah tidak melakukan pengawasan dengan
baik, maka eksploitasi sumber daya justru akan memperparah kesenjangan sosial dan
meningkatkan disparitas antara yang kaya dengan yang miskin.
Referensi :
Britannica, https://www.britannica.com/topic/liberalism “Liberalism” Diakses 23 Januari
2019 20.32
John Green & Raoul Meyer (2013), The Great Depression: Crash Course US History #33,
https://www.youtube.com/watch?v=GCQfMWAikyU&t=324s Diakses 23 Januari 2019 21.50