Anda di halaman 1dari 98

OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM PROSES

MASERASI DAUN SINGKONG (Manihotis Folium) DENGAN APLIKASI


SIMPLEX LATTICE DESIGN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Veronika Yuni Candra Sari
NIM : 068114051

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM PROSES
MASERASI DAUN SINGKONG (Manihotis Folium) DENGAN APLIKASI
SIMPLEX LATTICE DESIGN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Veronika Yuni Candra Sari
NIM : 068114051

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

ii
iii
iv
gâ{tÇ `xÇ|à|Ñ~tÇ ^xÄxu|{tÇ Ñtwt fxà|tÑ
^x~âÜtÇztÇ wtÇ`xÇ}tw|~tÇÇçt
SEMPURNA
Dan kini aku bisa terbang bebas seperti merpati yang dilepas

olehNya untuk mengepakkan sayapku,

mengembangkan dan mengamalkan ilmu yang telah aku peroleh

untuk melayani sesamaku.


sesamaku

I am a pharmacist,
this is my calling, this is my pride
(Howard C. Ansel)

Aku persembahkan kepada:


Bapa Allah dan PuteraNya Yesus di Surga

Bapak Budi Yuwono dan Ibu Sri Rahayu, atas cinta, doa,

semangat, kesabaran, dan restunya.

M’vevi, d’tria, d’ vita, d’vicky, Saudara2ku, Sahabatku, dan Teman2 ku

atas dukungan, doa,kebersamaan, dan keceriaan.


Almamaterku FST 06 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Unversitas Sanata Dharma :
Nama : Veronika Yuni Candra Sari
NIM : 068114051
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM
PROSES MASERASI DAUN SINGKONG (Manihotis Folium)
DENGAN APLIKASI SIMPLEX LATTICE DESIGN
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 21 April 2010

Yang menyatakan

Veronika Yuni Candra Sari

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Optimasi Komposisi Etanol

dan Air dalam Proses Maserasi Daun Singkong (Manihotis Folium) dengan

Aplikasi Simplex Lattice Design” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini merupakan bagian dari penelitian ”Optimasi Formula dan

Kontrol Kualitas Sediaan Tablet Effervescent Ekstrak Centelae asiatica Herba

dan Manihotis Folium” yang dibiayai Hibah Bersaing Dikti tahun 2009. Dalam

penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih kepada :

1. Bapak Albertus Budi Yuwono dan Ibu Christina Sri Rahayu yang selalu

menyertai saya dengan kasih sayang, doa, restu, dan dukungannya yang

menguatkan saya.

2. Rita Suhadi, M.Si. Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi yang telah

mendukung penelitian ini.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan

pengarahannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

4. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt selaku dosen Ketua Penelitian ini

dan dosen penguji, memberikan saya kesempatan untuk bergabung dalam

tim penelitian dan masukan yang telah diberikan kepada peneliti.

vii
5. Reny Kusumastuti, M.P., atas bimbingan dan masukan yang telah diberikan

kepada para peneliti.

6. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak

masukan kepada peneliti.

5. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Andri, dan Mas Sarwanto, Mas Kunto, Mas

Bimo, Mas Parlan, Mas Kayat, Pak Iswandi, Mas Ottok, Mas Agung, dan

seluruh laboran atas bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium

Fakultas Farmasi.

6. Laurensia Utami Susanti, Bernadeta Ardy Puspitarini, Alvonsus Rudianto,

atas kerjasamanya dalam penelitian ini, suka dan duka yang telah kita lalui

bersama.

7. Valentina Vevi Yuwana Sari, Cornelius Fivtria Yuwana Putra, Cornelia

Omega Pravita Sari, dan Laurensia Vicky Yuwana Sari, atas dukungan, doa

dan semangatnya.

8. Elfrieda Ignatine, Danie ”Nduty”, Antonius Tri Kresmianto yang dengan

setia mendengarkan keluhan saya dan memberikan masukan serta dukungan

yang membangun kembali semangat saya.

9. Maria Yolanda, Gayatri Kusuma Wardani, Pius Perwita, Aditya Eka

Prasetya, Robertus Satrio, Oktavianus Rico, dan teman-teman FST 06, yang

selalu saling mendukung untuk mengerjakan skripsi dan terus berjuang

untuk mengejar cita-cita. Bersama kita bisa kawan. God bless us...

10. Endang Nurdianti, Martina Tri Handayani, Sisilia Novie, dan Mas Koko,

atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skrispi ini.

viii
11. Kakak Emil, Sekar, Siska, Dewati, Nisa, Nita, teman-teman KKNku yang

selalu mendukung dan menyemangati untuk mengerjakan skripsi ini.

12. Segenap rekan dan pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung saya,

namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih.

Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari

sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh

penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangsih yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pendidikan.

Yogyakarta, April 2010

Penulis

ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, April 2010

Veronika Yuni Candra Sari

x
INTISARI

Pada penelitian ini dilakukan optimasi komposisi etanol dan air sebagai
penyari dalam proses maserasi Manihotis utillissima. Metode optimasi yang
digunakan adalah Simplex Lattice Design. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perbandingan pelarut antara etanol 96% dengan air yang optimum untuk
mendapatkan ekstrak dengan kadar rutin yang tertinggi dan apakah suhu pada
proses maserasi berpengaruh dalam mendapatkan kadar rutin yang tertinggi.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan
menggunakan aplikasi Simplex Lattice Design yang menggunakan dua faktor
yaitu perbandingan etanol dan air. Penelitian ini diawali dengan melakukan
determinasi tanaman, pembuatan simplisia, pembuatan serbuk, penyarian dengan
cara maserasi pada tiga suhu yang berbeda, yaitu 30oC, 40oC, dan 50oC. Analisa
kualitatif dilakukan dengan menggunakan KLT lempeng selulosa dengan fase
gerak butanol:asam asetat:air (4:1:5) v/v, dan deteksi bercak menggunakan uap
amonia dan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Penetapan kadar rutin
dengan menentukan luas area bawah kurva (AUC) menggunakan program Image
J.
Hasil analisa menunjukkan bahwa komposisi etanol pelarut yang
menghasilkan kadar rutin tertinggi adalah 100% etanol 96% tanpa ditambah
dengan air, dengan rata-rata kadar rutin 5,9664µg/µl ± 2.4718. Suhu yang
menghasilkan rata-rata kadar rutin tertinggi adalah suhu 30oC.

Kata kunci: rutin, Manihotis Folium, maserasi, Simplex Lattice Design, Image J

xi
ABSTRACT

The research is going to see the composition of ethanol and water as a


solvent in the process of Manihotis Folium maseration. Optimation method that
used simplex lattice design. The aim of the research is going to find out the
optimum ratio between ethanol and water in order to obtain the extract with the
highest of rutin concentratrion and to see whether the temperatur of the
maseration process may cause getting the highest level of rutin concentration.
The research was a pure experimental research using simplex lattice design
application. Simplex lattice design application used two factors of ethanol and
water ratio. The research began by plants determination, making of simplisia,
making of powder, extration of maserasi on the three level of different temperatur,
they were 30 celcius degree, 40 celcius degree, and 50 celcius degree. Qualitative
analyze used cellulose TLC plat with mobile phase of butanol, acetic acid, water
(4:1:5 ), and spot detection used amonia fume and UV light on wave length of 254
nm. Determination of rutin concentration by determining AUC used Image J
program.
The result showed that solvent composition produce the highest rutin
concentration was 100 % ethanol, with the means of rutin concentration was
5.9664/µl ± 2.4718. The temperature on maseration was procude higher means of
the rutin concentration is 30 celcius degree.

Key words: rutin, Manihotis Folium, maseration, Simplex Lattice design, Image J

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i


HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. vi
PRAKATA ............................................................................................................ vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ . x
INTISARI ............................................................................................................ xi
ABSTRAK ............................................................................................................ xii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xvi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..xix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


1. Perumusan Masalah .................................................................................. 4
2. Keaslian Penelitian .................................................................................... 4
3. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6


A. Tanaman Singkong ………………… ........................................................... 6
1. Keterangan botani ....................................................................................... 6
2. Nama Daerah .............................................................................................. 7
3. Kandungan Kimia ...................................................................................... 7
B. Rutin ........................................................................................................ 7
C. Maserasi …………………………………………………………………… 9

xiii
D. Ekstrak …………………………………………………………………….. 10
E. Kromatografi Lapis Tipis ............................................................................. 11
F. Image J ....................................................................................................... 14
G. Simplex Lattice Design ................................................................................. 14
H. Landasan Teori .............................................................................................. 16
I. Hipotesis ....................................................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 18


A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 18
B. Variabel Penelitian ....................................................................................... 18
C. Definisi Operasional ...................................................................................... 18
D. Bahan Penelitian ............................................................................................ 19
E. Alat Penelitian ............................................................................................... 19
F. Tata Cara Penelitian....................................................................................... 20
1. Determinasi tanaman Manihotis escullenta Crantz .................................. 20
2. Pengumpulan daun singkong ................................................................... 20
3. Pembuatan simplisia Manihotis Folium ................................................... 20
4. Pengumpulan serbuk Manihotis Folium ................................................... 20
5. Pembuatan ekstrak Manihotis Folium ...................................................... 20
6. Validasi metode......................................................................................... 21
7. Analisis kualitatif ekstrak.......................................................................... 22
8. Analisis kuantitatif ekstrak. ...................................................................... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Determinasi tanaman ..................................................................................... 25
B. Pengumpulan daun singkong ......................................................................... 26
C. Pembuatan simplisia ...................................................................................... 26
D. Pembuatan serbuk .......................................................................................... 27
E. Pembuatan ekstrak ......................................................................................... 27
F. Validasi metode ............................................................................................. 29
G. Analisis kualitatif ekstrak .............................................................................. 33

xiv
H. Analisis kualitas ekstrak ................................................................................ 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 43


A. Kesimpulan .................................................................................................... 43
B. Saran ............................................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44


Lampiran .............................................................................................................. 46
Biografi Penulis ..................................................................................................... 79

xv
DAFTAR TABEL

Tabel I. Perbandingan pelarut maserasi .......................................................... 21

Tabel II. Seri kurva baku .................................................................................. 30

Tabel III. Nilai recovery .................................................................................... 32

Tabel IV. Nilai presisi ........................................................................................ 33

Tabel V. Harga Rf dan warna bercak baku rutin dan sampel ekstrak rutin di

deteksi dengan uap ammonia ............................................................ 36

Tabel VI. Kadar rutin dari tiap replikasi dari tiga peringkat

suhu proses maserasi ......................................................................... 37

Tabel VII. Hasil analisis anova suhu maserasi ..................................................... 38

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman singkong ............................................................................. 6

Gambar 2. Struktur rutin...................................................................................... 8

Gambar 3. Serbuk Manihotis Folium .................................................................. 27

Gambar 4. Ekstrak kental Manihotis Folium ...................................................... 29

Gambar 5. Kurva baku 1 ..................................................................................... 31

Gambar 6. Kurva baku 2 ..................................................................................... 31

Gambar 7. Kurva baku 3 ..................................................................................... 32

Gambar 8. Kromatogram baku rutin dan sampel ekstrak rutin dideteksi dengan

uap ammonia...................................................................................... 35

Gambar 9. Kurva validitas persamaan SLD suhu 30oC ...................................... 40

Gambar 10. Kurva validitas persamaan SLD suhu 40oC ...................................... 40

Gambar 11. Kurva validitas persamaan SLD suhu 50oC ...................................... 41

Gambar 12. Grafik kadar rutin tertinggi pada suhu 30oC ...................................... 42

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat determinasi simplisia............................................................... 46

Lampiran 2. Penetapan bobot konstan ekstrak Manihotis Folium ....................... 47

Lampiran 3. Penimbangan ekstrak Manihotis Folium ......................................... 54

Lampiran 4. Penimbangan standar rutin ............................................................... 56

Lampiran 5. Validasi metode ................................................................................ 57

Lampiran 6. Penetapan kadar rutin dengan Image J ............................................. 59

Lampiran 7. Rendemen kadar rutin terhadap berat ekstrak .................................. 68

Lampiran 8. Analisis persamaan SLD .................................................................. 72

Lampiran 9. Uji validitas persamaan SLD ............................................................ 75

Lampiran 10. Uji anova berdasarkan suhu ........................................................... 78

xviii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini penyakit degeneratif menjadi salah satu penyakit yang berbahaya,

karena berimbas pada kualitas dan produktivitas seseorang. Jika penyakit tidak

ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kondisi komplikatif yang lebih parah.

Maka dibutuhkan tindakan preventif maupun pengobatan sejak dini.

Penyakit degeneratif biasanya muncul karena pola makan dan gaya hidup

yang tidak sehat. Penurunan kondisi kesehatan ini sering ditandai dengan

munculnya berbagai gejala awal yang apabila tidak segera ditangani dengan benar

dapat memicu ke kondisi yang lebih parah. Gejala dari penyakit degeneratif seperti

menurunnya daya ingat, mudah stress, sulit tidur, penuaan dini, dan meningkatnya

tekanan darah.

Masyarakat saat ini telah melakukan tindakan preventif untuk mencegah

penyakit degeneratif atau meminimalkan resiko penyakit degeneratif. Tindakan

preventif yang dilakukan masyarakat adalah dengan mengkonsumsi obat dan food

supplement (Anonim, 2007). Obat merupakan zat kimia yang oleh tubuh dianggap

sebagai zat asing dan memiliki resiko efek samping terhadap kesehatan.

Masyarakat cenderung lebih memiliki food supplement yang berasal dari bahan

alam. Selain itu, saat ini juga sedang marak tren back to nature, karena bahan alam

memiliki banyak manfaat dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan

dengan obat dari bahan kimia sintetis


2

Bahan alam yang digunakan sebagai food supplement biasanya berasal

dari tanaman yang ada disekitar kita. Salah satunya adalah daun singkong yang

biasanya dikenal oleh masyarakat sebagai sayuran ternyata mempunyai kandungan

glikosida flavonoid yaitu rutin, yang berkhasiat sebagai antioksidan. Menurut

Wijayakusuma (2008), efek farmakologis dari singkong adalah sebagai

antioksidan, antikanker, antitumor, dan menambah nafsu makan. Bagian yang

umum digunakan oleh masyarakat pada singkong adalah daun dan umbi. Selain

sebagai makanan, tanaman singkong memiliki berbagai khasiat sebagai obat,

seperti obat rematik, sakit kepala, demam, luka, diare, cacingan, disentri, rabun

senja, beri-beri, dan bisa meningkatkan stamina. Selain itu daun singkong

(Manihotis Folium) juga mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, fosfor,

protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi (Anonim, 2008).

Rutin selain sebagai antioksidan juga mempunyai efek menghambat

terjadinya penggumpalan trombosit, sehingga darah lebih encer dan sirkulasi darah

lancar, serta menjaga elastisitas kapiler pembuluh darah. Rutin yang terdapat dalam

daun singkong tersebut disari dengan menggunakan metode maserasi, dengan

pelarut etanol 96% dan air. Digunakan pelarut etanol 96% dan air karena rutin

mempunyai kelarutan yang baik terhadap etanol dan air (Anonim, 2007), sehingga

dari campuran pelarut tersebut dapat mengoptimalkan tersarinya rutin dari serbuk

Manihotis Folium. Bila pelarut yang digunakan seluruhnya etanol 96% maka

klorofil juga akan tersari dan ekstrak akan menjadi sangat kental dan sulit

dikeringkan.
3

Proses ekstraksi yang digunakan maserasi karena maserasi merupakan

proses ekstraksi yang paling mudah dan sederhana. Peredaman dan penggojogan

dalam proses maserasi menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi rutin di dalam

serbuk Manihotis Folium dengan di pelarut, maka rutin yang larut dalan pelarut

akan berdifusi keluar ke pelarutnya.

Optimasi komposisi pelarut campuran ini dilakukan karena sampai saat ini

belum diketahui komposisi etanol dan air yang menghasilkan kadar rutin tertinggi

pada proses maserasi Manihotis Folium. Komposisi optimum pelarut campuran

etanol dan air dapat diketahui dengan aplikasi Simplex Lattice Design, untuk

mengurangi trial and error. Berdasarkan metode aplikasi Simplex Lattice Design,

akan diperoleh lima perbandingan pelarut campuran yang akan menghasilkan

ekstrak dengan kenampakan fisik dan kandungan rutin yang berbeda. Ekstrak yang

dihasilkan dari kelima perbandingan tersebut ditetapkan kadar rutin secara KLT

dengan analisis Image J. Dari hasil penetapan kadar tersebut akan diketahui

komposisi pelarut yang bisa menghasilkan kadar rutin tertinggi.

Suhu dalam proses maserasi biasanya kurang diperhatikan. Dalam proses

maserasi suhu perlu dikendalikan, karena berdasarkan hukun Arrhenius, setiap

kenaikan suhu 10oC akan meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lebih besar.

Maka dalam penelitian ini digunakan tiga peringkat suhu dalam proses maserasi

untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kadar rutin di dalam ekstrak Manihotis

Folium.
4

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang muncul dapat dirumuskan

sebagai berikut:

a. Berapakah kadar rutin di masing-masing peringkat suhu yang digunakan

dalam proses maserasi yaitu suhu 30oC, 40 oC, dan 50 oC?

b. Berapakah komposisi optimum antara etanol 96% dengan air, untuk

mendapatkan kadar rutin yang tertinggi?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian

tentang optimasi komposisi etanol dan air pada proses maserasi dengan 3

peringkat suhu 30oC, 40 oC, dan 50 oC dari daun singkong untuk mendapatkan

kadar rutin yang tertinggi dengan aplikasi Simplex Lattice Design belum pernah

dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian sains teknologi mengenai

aplikasi Simplex Lattice Design pada optimasi komposisi etanol dan air dalam

proses maserasi ekstrak daun singkong.


5

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai

pengaruh komposisi etanol dan air dalam proses maserasi daun singkong

serta komposisi cairan penyari etanol 96% dan air paling optimal untuk

mendapatkan ekstrak dengan kadar rutin tertinggi.

B. Tujuan

1. Mengetahui suhu maserasi yang dapat menghasilkan kadar rutin tertinggi dari

peringkat suhu yang digunakan dalam proses maserasi yaitu 30oC, 40 oC, dan

50 oC.

2. Mengetahui komposisi etanol 96% dan air sebagai pelarut dalam proses

maserasi Manihotis Folium untuk mendapatkan kadar rutin yang tertinggi

dengan metode Simplex Lattice Design.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Singkong

1. Keterangan Botani

Gambar 1. Tanaman Singkong

Tanaman singkong (Manihot utillissima Pohl, familia Euphorbiaceae)

berasal dari Brazilia. Tanaman ini termasuk jenis perdu yang mempunyai

karakteristik bergetah dan bunganya berwarna putih (Steenis, 1992).

Perdu tidak bercabang atau bercabang sedikit, tinggi 2-7 meter. Batang

dengan tanda berkas daun yang bertonjolan. Umbi akar besar, memanjang, dengan

kulit berwarna coklat suram. Tangkai daun 6-35 cm, helaian daun sampai dekat

pangkal menjari 3-9 cm (daun yang tertinggi kerapkali tertepi rata). Daun

penumpu kecil dan mudah rontok. Tumbuh pada ketinggian 5 sampai 1300 meter

dari permukaan air laut (Steenis, 1992).


7

2. Nama daerah tanaman singkong

Sumatera : ketela, ubi kayu, gadung hau of garung kau

Jawa : ubi singkong, bodin, bolet, kasawe, kaspa

Sulawesi : batata kayu

Maluku : ubi prancis

Kalimantan : peti kayu

Irian : nota, amberphone, timuria

3. Kandungan kimiawi tanaman singkong

Jaringan floem tanaman singkong mengandung asam fenolat dan tiga

glikosida flavonoid utama yaitu rutin dan dua isomer mengandung kemferol. Juga

terkandung glukosida sianogen (linamarin dan lautostralin) dalam jumlah besar,

hampir lima kali lipat kadar total asam amino (Leru dan Calatayud, 1994).

Duke (1999) menyampaikan bahwa daun singkong yang masih muda

mengandung cukup banyak vitamin B sehingga bagus untuk pengobatan beri-beri.

Metabolit sekunder lain yang ada antara lain beta-carotene equivalent (0,16

mg/100 g).

B. Rutin

Rutin adalah suatu flavonoid yang terdistribusi luas di alam. Flavonoid

rutin adalah suatu glikosida flavonol terdiri dari flavonol dan disakarida rutinosa

(Anonim, 2007). Rutin adalah suatu substansi padatan, berwarna kuning pucat dan

sedikit larut dalam air. Rutin lebih larut dalam air dibandingkan aglikonnya,

quersetin. Rumus molekul rutin adalah C27H30O16.


8

Gambar 2. Struktur Rutin

(Anonim, 2007).

Rutin mempunyai aktivitas antioksidan, antiinflamasi, antikanker,

antitrombotik, sitoprotektif, dan vasoprotektif (Anonim, 2007). Rutin yang juga

terdapat di dalam daun singkong, dapat menekan tumor yang mengarah pada

kanker usus dan menunda perkembangan hiperkolesterinemia dan sindrom

peroksidasi, juga pada atherosclerosis aorta. Bioflavonoid memiliki efek

antibakteri dan meningkatkan sirkulasi, memacu produksi empedu dan mencegah

katarak. Konsumsi bioflavonoid bersama vitamin C dapat pula mengurangi gejala

pada herpes oral. Daun singkong juga mengandung vitamin C dan A dalam

jumlah besar. Kekurangan konsumsi bioflavonoid dapat mengakibatkan

kerapuhan kapiler, gusi berdarah, dan memar (Anonim, 2007).

Dosis umum untuk rutin dan hesperidin adalah 100 mg tiga kali sehari.

Untuk mengatasi alergi, arthritis atau peradangan digunakan dosis yang terbagi

dalam satu hari antara 600-1200 mg pada perut kosong. Untuk menjaga atau

melawan penyakit hati dan kanker, 300-600 mg per hari, sedangkan pada kanker

agresif minimum dimulai dengan 1500 mg per hari (Anonim, 2007).


9

C. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dan digunakan untuk

simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia atau daun segar

dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena

adanya perbedaaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar

sel, maka larutan yang pekat akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut berulang

sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel

(Anonim, 1986).

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengojogan atau pengadukan pada suhu ruangan (kamar). Secara

teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus-

menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim, 2000).

Maserasi merupakan proses penyarian yang paling baik digunakan untuk

bahan simplisia yang halus, memungkinkan direndam dalam menstruum, sampai

meresap dan melemahkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut segera

akan larut. Dalam proses maserasi, bahan yang berupa serbuk simplisia yang biasa

disari, biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, ditutup

rapat, dan isinya digojog berulang-ulang selama 1-4 hari. Penggojogan yang
10

berulang-ulang ini memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan dari

bahan serbuk simplisia (Ansel, 1990).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan, dan

peralatan yang digunakan sederhana, dan mudah dilakukan. Adapun kerugian cara

maserasi adalah waktu pengerjaan yang lama dan penyarian kurang sempurna.

Cara maserasi ini dapat dipercepat dengan menggunakan mesin pengaduk yang

terus-menerus berputar sehingga mempersingkat waktu maserasi menjadi 6-24

jam (Anonim, 1986).

D. Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya

matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai

cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol dan air. Penyarian

simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi, atau penyeduhan

dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan

dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara

perkolasi (Anonim, 1979).

Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang

diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan,

menggunakan cairan penyari (menstruum) yang cocok, lalu diuapkan semua atau

hampir semua dari pelarutnya. Ekstrak merupakan sediaan yang biasanya

mempunyai potensi 2 – 6 kali berat bahan mentah (Ansel, 1989).


11

Berdasarkan sifatnya, ekstrak dibagi menjadi:

1. Ekstrak kental

Ekstrak kental merupakan hasil penguapan ekstrak cair pada tekanan rendah

dan suhu tidak lebih dari 50oC hingga konsistensi yang dikehendaki (Anonim,

1986). Menurut Voigt (1994) ekstrak ini liat dalam keadaan dingin dan tidak

dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah hingga 30%.

2. Ekstrak kering

Ekstrak kering memiliki konsistensi kering. Melalui penguapan cairan

pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu produk, yang

sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5% (Voigt, 1994)

3. Ekstrak cair

Sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau

sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada pada masing-masimg

monografi setiap 1 ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram simplisia

yang memuhi syarat. Ekstrak cair cenderung membentuk endapan yang dapat

diendapkan dan disaring (Anonim, 1995).

E. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis menurut Hardjono (1983) merupakan metode

fisikokimia, yang artinya pada saat pendeteksian lokasi bercak dari komponen

yang terpisah yang tidak berwarna umumnya dilakukan dengan cara fisika dan

kimia. Cara fisika yaitu dengan melihat senyawa beRfluoresensi di bawah lampu

UV atau melihat senyawa tidak berfluoresensi dengan latar belakang


12

berfluoresensi. Adapun cara kimia yaitu dilakukan penyemprotan dengan

substansi kimia yang akan memberikan noda atau bercak baik yang terlihat pada

cahaya tampak ataupun sebagai noda yang tampak pada lampu ultraviolet

(Hardjono, 1983).

Menurut Stahl (1985) zat yang akan dipisahkan dengan kromatografi lapis

tipis biasanya berupa larutan dan ditotolkan pada fase diam menjadi sebuah

bercak. Fase diam dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan untuk

KLT yang biasanya ditopang dengan logam atau kaca. Panjang lapisan tersebut

200 mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis, tebalnya 0,1-0,3 mm,

biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang

tidak lembab atau bebas dari uap. Silika gel merupakan fase diam yang paling

banyak digunakan dalam KLT. Material ini dapat langsung digunakan atau

dicampur dengan pengikat misalnya kalsium sulfat untuk membuat lapisan yang

lebih kohesif. Bila digunakan pengikat CaSO4 maka pada namanya diberi tanda

G, misalnya silika gel G, dan bila dicampur dengan indikator fluoresensi diberi

tanda F, misalnya silika gel GF (Stahl,1985).

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa

pelarut. Pelarut bergerak di dalam fase diam yang berupa lapisan berpori karena

ada gaya kapiler. Kecepatan perambatan tergantung viskositas pelarut dan struktur

lapisan. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran

pelarut (Stahl, 1985).

Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering kita

mencoba-coba saja karena waktu yang diperlukan sebentar. Sistem yang paling
13

sederhana adalah campuran pelarut organik yang dipakai untuk memisahkan

molekul yang mempunyai satu dan atau dua gugus fungsi. Faktor yang harus

diingat dalam mencampur pelarut untuk membuat larutan pengembang (fase

gerak) adalah pelarut yang mempunyai kepolaran yang serupa yang dapat

dicampur dimana kepolaran campuran tidak merupakan fungsi linier dari susunan

campuran tetapi merupakan fungsi logaritma (Gritter, Bobit, Scharting, 1991).

Penotolan dimulai 1,5 cm dari tepi lempeng bagian bawah, jarak antara 2

totolan 1cm dan diameter totolan 2-5mm. Sampel ditotolkan pada lempeng yang

sudah dilapisi dengan menggunakan mikropipet atau syringe dengan volume

penotolan 1-5µl (Gritter et al., 1991).

Menurut (Gritter et al., 1991) proses pengembangan merupakan proses

pemisahan campuran cuplikan karena larutan pengembang merambat naik dalam

lapisan. Jarak pengembangan normal yaitu jarak antara mulai penotolan dan

hingga batas perambatan adalah 10 cm.

Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di

daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika senyawa

ini dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau

gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara ini senyawa tidak dapat

dideteksi maka harus dicoba dengan reaksi kimia. Pertama tanpa pemanasan lalu

bila perlu dengan pemanasan (Stahl, 1985).

Jarak pengembangan pada senyawa pada kromatogram biasanya

dinyatakan dengan angka Rf atau hRf


14

Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua

desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (Stahl, 1985).

F. Image J

Image J adalah suatu software java yang digunakan untuk memproses dan

menganalisa suatu gambar, seperti gambar sel secara 3 dimensi, rambar

radiological, atau system multi gambar perbandingan system hemologi. Image J

dirancang dan dibuat menjadi program yang lebih mudah dipahami dan digunakan

untuk proses mempelajari suatu gambar. Image J dapat digunakan untuk

menghitung area, statistic, nilai pixel, dan intesitas dari suatu obyek gambar,

seperti penggunaan KLT-densitometer (Anonim, 2008). Lempeng KLT yang telah

dielusi kemudian dihitung intensitas bercaknya menggunakan program Image J

(Zeligz and Bradlow, 2006).

G. Simplex Lattice Design

Formula yang optimal seringkali dapat diperoleh dengan penerapan

Simplex Lattice Design. Penerapan Simplex Lattice Design digunakan untuk

menentukan optimasi formula pada berbagai perbedaan komposisi bahan (yang

dinyatakan dengan beberapa bagian) yang jumlah totalnya dibuat tetap yaitu sama

dengan satu bagian. Penerapan Simplex Lattice Design dapat digambarkan dalam

dua komponen pelarut pada berbagai komposisi yang berbeda. Dari hasil

percobaan dapat dibuat suatu profil yang menggambarkan hubungan antara

berbagai kombinasi pelarut dengan banyaknya zat yang terlarut. Dasar penerapan
15

Simplex Lattice Design adalah penelitian dasar terdiri dari berbagai kelarutan zat

pada pelarut A saja (100% - 1 bagian), pada pelarut B saja (100% - 1 bagian, dan

campuran pelarut A dan B masing-masing 50% (masing-masing 0,5 bagian).

Dalam pendekatan yang sederhana akan dihasilkan persamaan sebagai berikut:

Y = a (A) + b (B) + ab (A)(B),

Dengan keterangan sebagai berikut:

Y = respon (hasil penelitian)


(A) = kadar proporsi komponen A
(B) = kadar proporsi komponen B
a, b, ab = koefisien yang dihitung dari pengamatan penelitian

Untuk mendapatkan persamaan di atas diperlukan tiga formula. ketiga

formula tersebut adalah I menggunakan 100% pelarut A, II menggunakan 100%

pelarut B, dan III menggunakan 50% pelarut A dan 50% pelarut B. Contoh

penerapan Simplex Lattice Design adalah sebagai berikut, misalnya:

FI = Percobaan yang menggunakan pelarut 100% A, dari hasil percobaan

dapat melarutkan zat 10 mg/ml.

F II = Percobaan yang menggunakan pelarut 100% B, dari hasil percobaan

dapat melarutkan zat 15 mg/ml.

F III = Percobaan yang menggunakan pelarut campuran 50% A dan 50% B

dari hasil percobaan dapat melarutkan zat 20 mg/ml.

Contoh dari hasil percobaan tersebut diperoleh persamaan Y = 10 (A) + 15 (B) +

30 (A)(B), dari hasil persamaan tersebut dapat diperkirakan komposisi pelarut

yang dapat menghasilkan kadar tertinggi, sehingga dapat digambarkan profil

anatara campuran biner pelarut terhadap jumlah zat yang terlarut. Dari profil
16

tersebut dapat secara teoritis diketahui diprediksi campuran pelarut A dan

beberapa bagian pelarut B yang dapat menghasilkan jumlah zat yang terlarut

secara optimum. Hasil teoritis ini perlu dicek dengan percobaan (Bolton, 1997).

H. Landasan Teori

Berdasarkan literatur, ekstraksi rutin dari Manihotis Folium menggunakan

metode maserasi. Ekstraksi dengan metode maserasi biasanya menggunakan

pelarut campuran etanol dan air. Perbandingan antara jumlah etanol dan air yang

digunakan tergantung dari pada bahan yang akan diekstraksi.

Keuntungan metode maserasi dibandingkan metode ekstraksi yang lain

adalah alatnya sederhana, mudah dilakukan, dan murah. Adanya proses

perendaman dan penggojogan akan meningkatkan ekstraksi rutin dari Manihotis

Folium karena adanya perbedaan konsentrasi antara di dalam sel dan di luar sel,

sehingga rutin akan terekstrak karena larut dalam pelarut.

Rutin merupakan senyawa golongan flavonoid glikosida yang menjadi

kandungan dari Manihotis Folium. Rutin adalah senyawa flavonoid yang larut

dalam etanol dan air.

Proses ekstraksi rutin secara maserasi dengan menggunakan campuran

etanol dan air ini diharapkan akan meningkatkan kadar rutin yang terekstraksi.

Digunakan variasi komposisi etanol dan air dalam proses ekstraksi melalui

metode aplikasi Simplex Lattice Design diperoleh formula optimum yang akan

menghasilkan kadar rutin tertinggi.


17

Suhu menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam proses

maserasi. Berdasarkan Hukum Arrhenius bahwa adanya kenaikan suhu 10oC akan

meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lebih besar, maka adanya kenaikan suhu

dalam proses maserasi akan meningkatkan ekstraksi rutin dari Manihotis Folium.

I. Hipotesis

1. Dari peringkat suhu maserasi yang digunakan yaitu 30oC, 40oC, dan 50oC,

diperoleh suhu maserasi yang menghasilkan kadar rutin yang tertinggi, yaitu

pada suhu 50oC.

2. Pelarut campuran etanol dan air pada berbagai perbandingan komposisi dapat

menghasilkan ekstrak Manihotis Folium dengan kadar rutin yang berbeda.

Pada komposisi tertentu dapat digunakan sebagai pelarut campuran optimum

untuk menghasilkan ekstrak Manihotis Folium dengan kadar rutin yang tinggi.
18

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni karena

adanya intervensi atau perlakuan terhadap subjek uji, dengan rancangan penelitian

secara Simplex Lattice Design.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Komposisi etanol dan air yang dibuat berdasarkan formula dari metode

Simplex Lattice Design dan suhu shaker untuk penyarian diatur pada 30, 40,

dan 50 oC.

2. Variabel Tergantung

Kadar rutin yang tersari dari Manihotis Folium.

C. Definisi Operasional

a. Maserasi dalam penelitian ini menggunakan perbandingan volume etanol 96%

dan akuades dengan maserator yang bisa diatur suhunya, yaitu 30oC, 40oC,

dan 50oC.

b. Ekstrak Manihotis Folium merupakan ekstrak kental yang diperoleh secara

maserasi dengan perbandingan volume etanol dan akuades yang berasal dari

serbuk Manihotis Folium.


19

c. Ekstrak kental adalah ekstrak dengan kadar air kurang dari 30%.

d. Etanol yang dimaksud dalam penelitian ini adalah etanol 96%.

e. Air yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akuades.

f. Respon dalam penelitian ini adalah kadar rata-rata rutin dari tiga replikasi.

g. Komposisi optimum adalah komposisi pelarut etanol dan air yang

menghasilkan rata-rata rutin tertinggi.

h. Penetapan kadar rutin dengan menghitung luas area bawah kurva (AUC) yang

dianalisa dengan menggunakan Image J.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: simplisia Manihotis

Folium dan lempeng KLT selulosa p.a. Merck. Bahan kimia kualitas teknis berupa

etanol 96%, air, dan ammonia 25%. Bahan kimia kualitas analitik meliputi asam

asetat p.a, butanol p.a, standar rutin p.a, methanol p.a, etanol p.a.

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa Grinder, Shaker Inkubator

Zhicheng ZHWY-100C, TLC set, neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002),

vaccum rotary evaporator (Buchi Rotavapor No.105108, Switzerland), Waterbath

Memmert, Oven Memmert, Krus silikat, Pipet Mikro Volume, dan alat-alat gelas.
20

F. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman Singkong

Determinasi tanaman singkong dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman

Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma berdasarkan Steenis

(1992).

2. Pengumpulan daun singkong

Daun singkong muda dipetik dari tanaman singkong yang berumur delapan

bulan dan dipisahkan dari batangnya sehingga hanya daunnya saja.

3. Pembuatan Simplisia

Daun singkong yang telah dipisahkan dari batangnya, dikeringkan.

Pengeringan tidak langsung di bawah sinar matahari, tetapi cukup diangin-

anginkan saja. Setelah cukup kering kemudian dijemur di bawah matahari

langsung dengan ditutup menggunakan kain hitam sampai kering.

Pengeringan dilanjutkan di dalam oven pada suhu 36oC sampai dapat

dihancurkan dengan tangan.

4. Pembuatan serbuk simplisia daun singkong

Daun singkong yang sudah kering diserbuk menggunakan mesin serbuk

dengan menggunakan ayakan nomor mesh 50.

5. Pembuatan ekstrak daun singkong

Timbang serbuk daun singkong sebanyak 5,0 gram kemudian dimasukkan

dalam Erlenmeyer dan ditambahkan kurang lebih 50 ml pelarut campuran

etanol dan air berdasarkan perbandingan. Erlenmeyer ditutup dan maserasi

diaduk dalam shaker incubator yang telah diatur suhunya, yaitu 30oC, 40oC,
21

dan 50oC selama 2 X 24 jam. Maserat ditampung, dan serbuk di maserasi

ulang dengan pelarut campuran yang baru. Setelah diperoleh maserat, pelarut

diuapkan dengan alat vacuum rotary evaporator sampai volume ekstrak

kurang lebih 10 ml. Dilanjutkan dengan proses penguapan sampai seluruh

pelarutnya menguap di atas waterbath pada suhu 50oC. Dimasukkan dalam

oven pada suhu 50oC untuk mendapatkan berat ekstrak yang konstan, yaitu

selisih penimbangan tiap jamnya tidak lebih dari 0,25%. Timbang ekstrak

kering yang diperoleh.

Tabel I. Perbandingan pelarut maserasi

Volume pelarut (ml)


Pelarut Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Etanol 96% 50 37.5 25 12.5 0
Air 0 12.5 25 37.5 50

6. Validasi Metode

a. Pembuatan larutan baku rutin

Lima miligram standar rutin ditimbang lebih kurang seksama, dan

dilarutkan dengan 5 mililiter metanol p.a, sehingga diperoleh larutan baku

rutin dengan kadar 1 mg/ml.

b. Pembuatan seri kurva baku rutin

Sebanyak 1.5µl, 2.5µl, 3.5µl, 4.5µl, dan 5.5µl ditotolkan pada lempeng

selulosa yang telah diaktifkan sebelumnya pada oven dengan suhu 60oC

selama 30 menit. Dikembangkan pada chamber yang telah jenuh dengan

fase gerak butanol : asam asetat : air (4:1:5) v/v, dengan jarak
22

pengembangan 10 cm. Bercak yang telah diperoleh dideteksi dengan sinar

UV 254 nm dan dimasukkan dalam bejana yang jenuh dengan uap

ammonia. Scan plat dan kemudian gambar ktomatogram dikur nilai areanya

dengan menggunakan program Image J.

c. Penetapan nilai recovery

Dibuat tiga seri volume penotolan yaitu 1.5 µl; 3,5 µl; dan 5.5µl ditotolkan

pada lempeng selulosa yang telah diaktifkan sebelumnya pada oven dengan

suhu 60oC selama 30 menit. Penotolan dilakukan secara triplo. Lalu

dikembangkan pada chamber yang telah jenuh dengan fase gerak butanol :

asam asetat : air (4:1:5) v/v, dengan jarak pengembangan 10 cm. Bercak

yang telah diperoleh dideteksi dengan sinar UV pada panjang gelombang

254 nm dan dimasukkan dalam bejana yang jenuh dengan uap ammonia.

Ukur nilai area dengan menggunakan program Image J. Hitung kadar

terukur menggunakan persamaan kurva baku. Recovery dihitung dari kadar

terukur pada kurva baku dibandingkan dengan kadar yang telah diketahui

dikalikan dengan 100%. Kemudian dilanjutkan dengan penetapan nilai

presisi.

7. Pemeriksaan kualitatif ekstrak Manihotis Folium

Sebanyak 1,5 µl; 2,5 µl; 3,5 µl; 4,5 µl; dan 5,5 µl seri baku rutin dan 0,5 µl

untuk formula 1, 2, dan 3,serta 1 µl untuk formula 4 dan 5 ditotolkan pada

lempeng selulosa yang telah diaktifkan sebelumnya pada oven dengan suhu

60oC selama 30 menit. Bercak yang telah diperoleh dideteksi dengan sinar UV
23

dengan panjang gelombang 254 nm dan dimasukkan dalam bejana yang jenuh

dengan uap ammonia. Hitung nilai Rf.

8. Pemeriksaan kualitas ekstrak Manihotis Folium

a. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi ekstrak

daun singkong.

b. Preparasi sampel

Ekstrak kental Manihotis Folium dengan lima formula perbandingan

pelarut etanol dan air masing-masing ditimbang lebih kurang seksama 0,1

gram, dan dimasukkan dalam flakon dan dilarutkan dengan 1 ml metanol

p.a.

c. Penetapan kadar rutin

Sebanyak 0,5 µl untuk ekstrak formula 1, 2, 3, dan 1µl untuk ekstrak

formula 4 dan 5 ditotolkan pada lempeng selulosa yang telah diaktifkan

sebelumnya pada oven dengan suhu 60oC selama 30 menit. Bercak yang

telah diperoleh dideteksi dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm

dan dimasukkan dalam bejana yang jenuh dengan uap ammonia. Scan plat

dan kemudian gambar ktomatogram dikur nilai areanya dengan

menggunakan program Image J. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk

masing-masing suhu maserasi.

d. Cara analisis

Data kadar rutin yang diperoleh dari percobaan dianalisis sehingga

mendapatkan persamaan Simplex Lattice Design. Kemudian dianalisa


24

secara statistik dengan uji F untuk melihat validitas dari persamaan yang

diperoleh. Jika persamaan yang diperoleh valid, maka dapat diketahui

komposisi optimum yang menghasilkan kadar rutin tertinggi.


25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman bertujuan untuk mendapatkan kepastian akan

kebenaran tanaman yang diselidiki sesuai dengan yang dimaksud dalam

penelitian. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri yang terdapat

pada tanaman sesuai dengan kunci determinasi yang terdapat pada buku acuan.

Determinasi tanaman singkong ini dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman

Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma menurut Steenis (1992).

Berdasarkan hasil dari determinasi ketahui bahwa tanaman yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Manihot utillissima Pohl (Lampiran I).

B. Pengumpulan daun

Penelitian ini menggunakan simplisia Manihotis Folium yang diperoleh

dari perkebunan singkong di Wonosari. Daun singkong yang digunakan adalah

daun singkong dari tanaman singkong yang berumur delapan bulan yang telah

siap untuk panen. Daun singkong diambil tiga ruas dari atas dan empat ruas dari

bawah untuk mendapatkan daun singkong yang tidak terlalu muda maupun terlalu

tua. Menurut Bahruddin, Sirait, Moesdarsono (1990) kadar rutin yang ditetapkan

secara KLT dan dianalisa dengan densitometer yang terdapat pada daun singkong

muda adalah 0,71 % (b/b), daun singkong tua 0,35% (b/b), dan daun singkong

kuning 0,16% (b/b). Berdasarkan penelitian Bahruddin et al (1990) maka


26

digunakan daun singkong yang masih muda untuk mendapatkan kadar rutin yang

tinggi.

C. Pembuatan simplisia

Simplisia dibuat dari daun singkong yang diangin-anginkan terlebih

dahulu, kemudian dikeringkan di bawah matahari dengan ditutup kain hitam.

Tujuan penutupan kain ini juga untuk menghindari kontaminasi dari luar, baik

berupa debu dan kerikil. Selain itu supaya panas matahari merata di seluruh

permukaan daun singkong dan tidak merusak rutin. Pengeringan dilanjutkan di

dalam oven pada suhu 400C–500C sampai daun benar-benar kering dan bisa

dihancurkan dengan tangan, dengan asumsi bahwa kadar air yang ada di dalam

simplisia kurang dari 10%. Simplisia dengan kadar air lebih dari 10% bisa

mengalami reaksi enzimatis yang dapat menguraikan zat aktif, yang akan

menyebabkan rusaknya simplisia dan penurunan mutu dari simplisia. Simplisa

yang rusak dan pengalami penurunan mutu akan diketahui pada saat penetapan

kadar zat aktifnya yang tidak sesuai dengan standar yang sudah ada. Suhu

pengeringan simplisia berdasarkan Anonim (1985) berkisar antara 30-90oC, tetapi

lebih baik pada suhu kurang dari 60oC, maka dalam penelitian ini suhu

pengeringan di dalam oven berkisar antara 40-50oC.

Pada saat pengeringan di dalam oven tumpukan daun tidak boleh terlalu

tinggi supaya mendapatkan simplisia dengan kadar air yang sama. Faktor-faktor

yang mempengaruhi pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara,

aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.


27

D. Pembuatan serbuk

Simplisia daun singkong yang sudah kering diserbuk menggunakan mesin

penyerbuk. Tujuan penyerbukan ini untuk mendapatkan luas permukaan total

yang besar sehingga kontak dengan pelarutnya akan semakin besar sehingga

proses ekstraksi akan bertambah baik dan dan kadar rutin yang diperoleh juga

akan semakin besar.

Serbuk yang dihasilkan adalah serbuk halus yang berwarna hijau. Serbuk

yang halus mempunyai keuntungan bisa meningkatkan kadar rutin yang

terekstraksi karena luasnya area kontak pelarut dengan serbuk, tetapi dalam

penyimpanan serbuk ini mudah menyerap lembab, maka selama penyimpanan

ditambahkan silika gel untuk menyerap lembab.

Gambar 3. Serbuk daun singkong

E. Pembuatan ekstrak

Serbuk yang telah ditimbang sebanyak 5 gram diekstraksi dengan 50 ml

pelarut campuran antara etanol dan air berdasarkan perbandingan. Campuran


28

pelarut ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan pelarut yang menghasilkan

kadar rutin paling besar. Kemudian di maserasi pada shaker inkubator pada suhu

30oC, 40oC, dan 50oC. Perbedaaan suhu ini untuk mengetahui perbedaan kadar

rutin pada masing-masing suhu tersebut. Berdasarkan hukum Arrhenius, setiap

peningkatan suhu 10oC akan meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lebih besar

(Petruci dan Suminar, 1985). Rentang suhu pada proses maserasi yang digunakan

berada di bawah 60oC karena rutin rusak pada suhu di atas 60oC.

Proses maserasi dilakukan dengan dua kali ekstraksi yang sesuai kaidah

ekstraksi berulang yang akan meningkatkan kadar rutin yang terekstraksi. Setelah

proses maserasi, maserat yang telah ditampung dipisahkan dari pelarutnya dengan

menggunakan vaccum rotary evaporator sampai diperoleh sisa ekstrak kurang

lebih 10 ml. Prinsip dari vaccum rotary evaporator adalah ekstrak diputar di atas

air hangat, sehingga pelarut dari ekstrak akan menguap, adanya sistem vakum

akan menyebabkan tekanan pada sistem turun mencapai tekanan yang telah diatur

sehingga pelarut yang menguap bisa menetes di tempat tampungan. Ekstrak yang

telah dipisahkan dari pelarutnya, diuapkan di atas waterbath pada suhu 50oC, hal

ini bertujuan untuk menghilangkan residu etanol yang masih ada di dalam ekstrak.

Kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 50oC dan ditimbang setiap

satu jam sampai diperoleh ekstrak dengan berat konstan. Berat konstan ekstrak

diperoleh dari perbedaan berat setiap penimbangan tiap jamnya tidak lebih dari

0,25 %. Bila dilanjutkan pengeringan di dalam oven tidak akan ada perbedaan

berat yang berarti dan kadar air yang ada di dalam ekstrak sudah seimbang dengan

kadar air yang ada di lingkungan, tetapi jika terus dilakukan pengeringan maka
29

akan merusak ekstrak yang akan ditetapkan kadar rutinnya. Penetapan bobot

konstan ini merupakan salah satu tahap standarisasi ekstrak, yaitu susut

pengeringan karena menghilangkan kandungan air yang ada di dalam ekstrak dan

bisa menetapkan kadar airnya.

Gambar 4. Ekstrak Manihotis Folium

Keterangan gambar:
T1 = pelarut 100% etanol 96%
T2 = pelarut 75% etanol 96% dan 25% air
T3 = pelarut 50% etanol 96% dan 50% air
T4 = pelarut 25% etanol 96% dan 75% air
T5 = pelarut 100% air

F. Validasi metode

a. Pembuatan kurva baku rutin

Kurva baku diperoleh dengan melakukan pengukuran luas area

menggunakan Image J dari lima seri konsentrasi larutan baku rutin dengan

tiga kali pembuatan kurva baku. Tujuan pembuatan kurva baku ini adalah

untuk mengetahui linearitas antara volume totolan dengan nilai area yang

dihasilkan dari standar rutin. Pada kurva baku dengan nilai linearitas yang

bagus digunakan untuk menetapkan kadar rutin. Hasil pengukuran kurva baku

yang diperoleh :
30

Tabel II. Pembuatan Kurva baku

Kurva baku 1 Kurva baku 2 Kurva baku 3


Volume Volume Volume
totolan (µl) AUC totolan (µl) AUC totolan (µl) AUC
1.5 1.5 1.5
27102.05 15562.6 26001.2
2.5 2.5 2.5
41606.51 24546.3 37012.1
3.5 3.5 3.5
49238.86 33224.7 38070.7
4.5 4.5 4.5
43686.28 36493.8 39413.8
5.5 5.5 5.5
43330.11 35951 38491.5
A = 28905.2005 A = 10702.1750 A = 26214.055
B = 3320.7587 B = 5069.6442 B = 26329.9135

Persamaan kurva baku: Persamaan kurva baku: Persamaan kurva baku:


y = 28905.2005x + y = 5069.6442x + y = 26329.9135x +
3320.7587 10702.1750 26214.055

r = 0.6597 r = 0.9283 r = 0.7809

Linearitas menyatakan hubungan korelasi antara kadar rutin dengan luas

area yang dihasilkan. Linearitas dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r).

Persyaratan APVMA (Australian Pestisides and Veterinary Medicines Authority)

tahun 2004 menyatakan bahwa nilai korelasi (r) yang baik adalah lebih dari 0.99.

Berdasarkan tabel II diketahui bahwa ketiga persamaan kurva baku tidak ada yang

memenuhi persyaratan karena nilai r yang lebih kecil dari 0.99.


31

Gambar 5. Kurva baku 1

Gambar 6. Kurva baku 2


32

Gambar 7. Kurva baku 3

Berdasarkan gambar 5, 6, dan 7 diketahui bahwa semakin besar volume

totolan maka area yang diperoleh juga semakin besar.

b. Penetapan nilai recovery

Perolehan kembali kadar merupakan parameter yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya, akurasi dari suatu

metode.

Tabel III. Nilai recovery


Variabel Massa Massa Recovery Rata-rata
sebenarnya terukur (%) recovery (%)
(µg) (µg)
Volume 1.56 3.2349 207.3654 154.0897
totolan 1.56 0.9587 61.4551
1.5µl 1.56 3.0178 193.4487
Volume 3.64 6.1232 168.2199 146.1932
totolan 3.64 4.4426 122.0495
3.5µl 3.64 5.3985 148.3104
Volume 5.72 6.4361 112.5192 98.4732
totolan 5.72 4.9804 87.0699
5.5µl 5.72 5.4815 95.8304
33

Nilai recovery yang baik pada kurva baku adalah 98-102% (Mulja dan Hanwar,

2003), maka berdasarkan nilai tersebut hanya larutan uji konsentrasi 3 (5.5 µl)

yang memenuhi persyaratan akurasi.

Presisi merupakan parameter yang menunjukkan derajat kesesuaian antara

hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individu dan rata-rata dari

campuran yang homogen. Diukur dengan nilai coefisien of variancy (CV)

dengan nilai CV yang baik adalah < 2 % (Mulja dan Hanwar, 2003).

Tabel IV. Nilai presisi


Rata-rata massa SD SE KV
Variabel terukur (µg) (%)
Volume totolan 2.4038 1.2562 0.7253 30.1717
1.5µl
Volume totolan 5.3214 0.8429 0.4866 9.1451
3.5µl
Volume totolan 5.6327 0.7395 0.4269 7.5799
5.5µl

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada volume totolan yang memenuhi

persyaratan presisi kurang dari 2%. Berdasarkan analisis tersebut, bisa dikatakan

bahwa metode ini tidak menghasilkan presisi yang memenuhi syarat.

G. Analisis kualitatif ekstrak Manihotis Folium

Analisis kualitatif yang dilakukan dengan menggunakan kromatografi

lapis tipis (KLT). Analisis kualitatif ini untuk memastikan bahwa ekstrak yang

dihasilkan benar mengandung rutin.

Digunakan fase diam selulosa karena sifatnya yang non polar sehingga

bisa memisahkan rutin dari ekstrak yang bersifat polar. Pemisahan senyawa

flavonoid lebih cocok menggunakan selulosa dibandingkan menggunakan silika


34

gel berdasarkan dari hasil orientasi. Berdasarkan hasil orientasi, pemisahan

senyawa rutin menggunakan silika gel menghasilkan bercak yang tidak memisah

dan mengekor.

Fase gerak yang digunakan diperoleh dari hasil orientasi dengan

mendapatkan bercak yang terpisah baik dari ekstrak yang ditotolan dan tidak

mengekor. Fase gerak yang digunakan adalah butanol:asam asetat:air (4:1:5) v/v.

Butanol dan asam asetat yang bersifat non polar akan menurunkan kepolaran dari

air sehingga perambatan dari fase gerak menjadi lambat dan bisa memisahkan

rutin dari zat-zat lain yang terdapat dalam ekstrak Manihotis Folium. Jika hanya

menggunakan air maka perambatan dari fase gerak akan sangat cepat dan tidak

memisahkan rutin dari senyawa lain yang terdapat dalam ekstrak Manihotis

Folium.

Analisis kualitatif rutin dilakukan dengan menotolkan sampel ekstrak dan

baku rutin pada lempeng selolusa, lalu dielusi dalam bejana yang telah dijenuhkan

dengan fase gerak butanol:asam asetat:air (4:1:5) v/v dengan jarak pengembangan

10 cm. Bercak dideteksi secara fisika dengan lampu UV pada panjang gelombang

254 nm dan diketahui warna bercak kekuning-kuningan, kemudian dilakukan

deteksi kimia dengan uap ammonia dengan meletakkan lempeng yang telah

dielusi ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap ammonia sampai bercak

berwarna kekuning-kuningan, kemudian dihitung nilai Rf dari masing-masing

bercak untuk mengetahui kedekatan hasil antara nilai Rf baku dengan nilai Rf

sampel.
35

Gambar 8. Kromatogram baku rutin dan sampel ekstrak rutin di deteksi dengan

uap amonia

Keterangan:
Konsentrasi baku rutin : 1,04 µg/µl
Fase diam: selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) % v/v
Deteksi : uap amonia
Volume totolan:
a. Baku 1 (1.5 µl), massa rutin (1.56 µg)
b. Baku 2 (2.5 µl), massa rutin (2.60 µg)
c. Baku 3 (3.5 µl), massa rutin (3.64 µg)
d. Baku 4 (4.5 µl), massa rutin (4.68 µg)
e. Baku 5 (5.5 µl), massa rutin (5.72 µg)
f. Sampel 5 (formula 100% air) : 0.5 µl
g. Sampel 4 (formula 75% air dan 25% etanol) : 0.5 µl
h. Sampel 3 (formula 50% air dan 50% etanol) : 0.5 µl
i. Sampel 2 (formula 25% air dan 75% etanol) : 1 µl
j. Sampel 1 (formula 100% etanol) : 1 µl
36

Tabel V. Harga Rf dan warna bercak baku rutin dan rutin dalam sampel ekstrak di
deteksi dengan uap amonia.

Baku Sampel
Bercak a B c D e f g h i j
Rf 0.60 0.59 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.61 0.61 0.61
Warna kuni Kun kuni Kun Kun kuni kuni kuni kuni Kuni
bercak ng ing ng ing ing ng ng ng ng ng

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari KLT (gambar 11 dan tabel V), diketahui

bahwa sampel ekstrak mengandung rutin. Hal ini ditunjukkan dari kelima bercak

sampel ekstrak yang mempunyai harga Rf mirip dengan Rf baku rutin yaitu 0.60

dan intensitas warna bercak yang menyerupai bercak baku.

H. Pemeriksaan kualitas ekstrak daun singkong

a. Pemeriksaan organoleptis

Tujuan dari pemeriksaan organoleptis adalah untuk membantu identifikasi

ekstrak dengan menggunakan pancaindera. Menurut Arifin, Anggraini,

Handayani, Rasyid (2006), pemeriksaan organoleptis bertujuan untuk

pengenalan awal secara sederhana dan subyektif. Hasil dari pemeriksaan

organoleptis berupa bau yang ciri khas singkong, warna hitam, rasa agak

pahit, dan konsistensi ekstrak yang liat.

b. Penetapan kadar rutin dalam ekstrak Manihotis Folium

Sampel yang akan ditetapkan kadar rutinnya dilarutkan menggunakan metanol

p.a karena dari hasil percobaan kelarutan rutin lebih baik dalam metanol p.a

dibandingkan dalam air dan etanol p.a. Sehingga dengan dilarutkan dengan
37

metanol p.a banyak rutin yang terlarut. Volume totolan untuk setiap

formulanya berbeda karena pengaruh dari kekentalan ekstraknya berbeda dari

tiap formula, campuran pelarut yang banyak mengandung etanol 96%

memiliki sifat ekstrak yang semakin pekat sehingga saat dielusi tidak bisa

terpisah sempurna. Lempeng yang digunakan adalah lempeng selulosa p.a

yang bersifat nonpolar dengan fase gerak yang bersifat cenderung polar,

sehingga bisa memisahkan rutin dari ekstrak karena rutin akan terelusi oleh

fase gerak. Setelah mencapai batas pengembangan yaitu 10 cm dari titik

penotolan lempeng dimasukkan dalam bejana yang telah jenuh dengan uap

ammonia 25% untuk mendapatkan bercak rutin yang berwarna kekuning-

kuningan. Penetapan nilai area diperoleh dari analisis menggunakan program

Image J menggunakan gambar dari lempeng yang telah discan. Nilai area

tersebut digunakan untuk mengetahui kadar rutin yang terdapat pada sampel

ekstrak Manihotis Folium menggunakan persamaan kurva baku.

Tabel VI. Kadar rutin (µg/µl) dari tiap replikasi dari tiga peringkat suhu
proses maserasi
Suhu 30oC Suhu 40oC Suhu 50oC
Sampel Rep 1 Rep 2 Rep 3 Rep 1 Rep 2 Rep 3 Rep 1 Rep 2 Rep 3
1 8.2777 8.5953 1.0261 7.8025 4.1364 1.2038 -0.3822 5.3142 -0.5367
2 3.2311 4.0761 1.3604 2.019 -0.0266 -2.1951 0.8525 7.0142 0.0401
3 2.4965 4.708 1.5168 5.1832 4.0329 -0.1369 0.7426 2.1789 -0.5367
4 2.545 2.6023 -0.2667 -5.0864 -4.2777 -1.6804 -1.5843 11.5653 -1.4151
5 -2.5538 1.9954 -0.4061 -7.67 -4.2926 -4.2594 -5.0700 -0.3170 -2.6271

Keterangan:
Sampel 1 = etanol 100%
Sampel 2 = etanol 75% dan air 25%
Sampel 3 = etanol 50% dan air 50%
Sampel 4 = etanol 25% dan air 75%
Sampel 5 = air 100%
38

Berdasarkan tabel VI, diketahui bahwa adanya kenaikan suhu maserasi

tidak meningkatkan kadar rutin yang terekstraksi dari Manihotis Folium.

Hukum Arrhenius menyatakan bahwa adanya kenaikan suhu 10oC akan

meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lebih besar, tetapi kelarutan rutin

tertinggi pada suhu 30oC, ditunjukkan dengan kadar yang lebih tinggi di setiap

replikasinya. Maka perlu dilakukan uji untuk mengetahui perbedaan kadar dari

setiap suhu maserasi.

Tabel VII. Hasil analisis menggunakan Anova

Sources of SS dF MS Fhitung Ftabel


Error
Between 24.4018 2 12.2009
Within 104.3043 12 8.69203
Total 128.7061 1.4037 3.68

Berdasarkan tabel VII, diketahui bahwa kadar rutin dari setiap suhu maserasi,

yaitu suhu 30oC, 40oC, 50oC berbeda tidak bermakna. Perbedaaan kadar rutin

yang diperoleh pada masing-masing suhu maserasi tidak menunjukkan bahwa

kadar rutin yang dihasilkan pada setiap suhunya berbeda.

Adanya nilai kadar yang minus (-), secara analisis dapat disimpulkan

bahwa sampel tidak mengandung zat yang akan ditetapkan kadarnya, yaitu

rutin. Sampel lima adalah sampel yang sebagian besar kadarnya bernilai

minus, dengan komposisi pelarut 100% air. Meskipun rutin larut dalam air,

tidak menjadi jaminan bahwa rutin akan terekstraksi dengan pelarut air. Nilai

minus juga disebabkan karena konsistensi dari ekstrak yang sangat liat

sehingga ekstrak sulit untuk dilarutkan dalam metanol, sehingga rutin yang
39

terlarut dalam metanol sangat kecil, sehingga nilai area saat dianalisis dengan

Image J sangat kecil dan kadarnya menjadi minus.

c. Analisis Kadar berdasarkan Simplex Lattice Design

Simplex Lattice Design adalah suatu metode aplikasi untuk mengetahui

komposisi terbaik dari suatu pelarut campuran untuk mendapatkan kadar rutin

tertinggi. Berdasarkan metode Simplex Lattice Design diperoleh lima formula

larutan penyari rutin yang akan diekstraksi pada tiga peringkat suhu yang

digunakan untuk mengetahui kadar rutin dihasilkan dari masing-masing

peringkat suhu, lalu dibandingkan bagaimana kadar rutin di setiap suhunya,

suhu mana yang menghasilkan kadar rutin tertinggi. Suhu yang digunakan

adalah 30oC, 40oC, dan 50oC. Dalam metode ini ada lima perbandingan

campuran pelarut yang akan menghasilkan ekstrak dan akan diukur kadar

rutinnya. Berdasarkan metode ini diharapkan mendapatkan perbandingan

volume pelarut etanol 96% dan air yang paling optimum untuk mengekstraksi

rutin dari Manihotis Folium dengan cara maserasi. Dari data yang diperoleh.

maka dihasilkan persamaan SLD sebagai berikut:

Persamaan umum :
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)

Persamaan SLD suhu 30oC:


Y = 5.9664 (X1) - 0.3215 (X2) + 0.3386 (X1)(X2)
Persamaan SLD suhu 40oC
Y = 3.5784 (X1) – 5.4073 (X2) + 15.7634 (X1)(X2)
Persamaan SLD suhu 50oC
Y = 0.7964 (X1) - 2.6714 (X2) + 5.5910 (X1)(X2)
40

Berdasarkan hasil analisis, persamaan yang valid adalah persamaan suhu

30oC, sedangkan untuk suhu 40oC dan 50oC tidak valid.

Gambar 9. Kurva validitas persamaan SLD suhu 30oC

Gambar 10. Kurva validitas persamaan SLD suhu 40oC


41

Gambar 11. Kurva validitas persamaan SLD suhu 50oC

Berdasarkan gambar 9, 10, dan 11 diketahui bahwa validitas persamaan

ditunjukkan dengan kedekatan hasil percobaan dengan persamaan SLD. Suhu

maserasi 30oC menunjukkan kadar rutin dari hasil percobaan yang terletak di

daerah persamaan SLD. Menurut Bahrudin et al., (1990), rendemen rutin dari

Manihotis Folium yang diperoleh dari proses maserasi adalah 0.71% (b/b),

dari gambar 9 diketahui bahwa rendemen rutin tertinggi diperoleh dari suhu

30% pada formula 1 dengan nilai rendemen 0.7311% (b/b).

Penetapan perbandingan komposisi pelarut dari sampel 1, 2, 3, 4, dan 5,

dari suhu 30oC yang menghasilkan rendemen terbesar dari ekstrak Manihotis

Folium dilihat dari grafik yang persamaan SLD suhu 30oC. Dari gambar 9

diketahui bahwa semakin besar komposisi etanol sebagai pelarut dalam proses

maserasi menghasilkan rendemen rutin yang semakin besar.


42

Gambar 12. Grafik kadar rutin dan rata-rata kadar rutin pada tiap replikasinya

Berdasarkan gambar 12, diketahui bahwa pelarut optimum yang

digunakan dalam proses maserasi Manihotis Folium untuk mendapatkan kadar

rutin tertinggi adalah pelarut dengan komposisi 100% etanol 96%, dengan kadar

rutin 5.9664 µg/µl ± 2.4718.


43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Diantara kadar rutin yang dihasilkan pada peringkat suhu maserasi, suhu 300C

menghasilkan kadar rutin yang paling tinggi dibandingkan 400C dan 500C.

2. Komposisi pelarut 100% etanol 96% menghasilkan kadar rutin tertinggi dari

ekstrak Manihotis Folium dengan proses maserasi.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang cara ekstraksi rutin yang lain

dari Manihotis Folium untuk mendapatkan cara ekstraksi yang lebih tepat

untuk ekstraksi rutin dan mendapatkan kadar rutin yang lebih tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut cara penetapan kadar rutin dengan

menggunakan metode yang lebih sensitif, seperti HPLC.


44

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, 9, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1986, Sediaan Galenika, 5-20, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 7 Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2000, Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, cetakan 1, 1-12,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Indonesia

Anonim, 2004, Guidelines For The Validation of Analytical Methods For Active
Constituent, Agricultural And Veterinary Chemical Products,
http://www.apvma.gov.au, diakses tanggal 22 Maret 2010

Anonim, 2007, Supplement: Bioflavonoid, Wellfx,com, Inc

Anonim, 2008, Manfaat Singkong, http://cafepojok,org/forum/showthread,php,


diakses tanggal 12 April 2009

Ansel, H., C,, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, 615, UI Press,
Jakarta

Ansel, H., C,, 1990, Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems,
407-408, Lea and Febiger Press, London

Arifin, H., Anggaraini, D., Handayani,. D., Rasyid, R., 2006, Standarisasi Ekstrak
Etanol Daun Eugena cumini Merr., Jurnal Sains dan Teknologi Fakultas
Farmasi, Universitas Andalas, Sumatra Barat

Bahruddin, S.M., Moedarsono, 1990, Pemeriksaan Kadar Rutin pada Daun


Singkong (Manihot utilissima Pohl,) Muda, Tua, dan Kuning, Skripsi, ITB,
Bandung

Bolton, S., 1997, Pharmaceutical Statistics: Practical and Clinical Application,


3rd, 611-614, Marcell Decker Inc, New York

Duke, J., A., 1999, Natural Product from Plants, 207, CRC Press, USA
45

Gritter, R,J., Bobit, J,M., Schwarting, A,E,, 1991, Introduction to


Chromatography, Cetakan II, 107-155, Penerbit ITB, Bandung

Hardjono, 1983, Kromatografi, 32-54, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Leru, B, and Calatayud, P,A., 1994, Interactions Between Cassava And Arthropod
Pests, African Crop Science Journal, Vol, 2, No,4, pp, 385-390, Uganda

Mulja, H.M., Suharman, 2003, Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium Yang Baik,


Majalah Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya

Petruci, RH., dan Suminar, 1985, Kimia Dasar:Prinsip dan Terapan Modern,
166, Erlangga, Jakarta

Stahl, 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy : a practical


supplement to pharmacopeias, 205-207, ITB, Bandung

Steenis, C,G,G,J., 1992, Flora untuk Sekolah di Indonesia, 45, 47, 73, 258, 264,
PT, Pradnya Paramita, Jakarta Pusat

Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 564, 565, 577, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta

Wijayakusuma, H., 2008, Efek Farmakologi Singkong,


http://anekaplanta,wordpress,org/2008/01/01/ubi-kayu-manihot-esculenta/,
diakses tanggal 2 Februari 2010

Zeligs, Michael A., and H. Leon Bradlow, 2006, Diindolymethane (DIM), formed
spontaneously from Indole-3-carbinol (I3C), is the dominant
antiproliferative indol in cell culture media after adding I3C,
http://www.aidic.it/IBIC2008/webpapers/86Alupuli.pdf, diakses tanggal 20
Maret 2010
LAMPIRAN
46

I. Surat Determinasi
47

II. Penetapan Bobot Konstan Ekstrak Manihotis Folium

a. suhu 30 oC
Replikasi 1
Bobot Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 16.3148 16.4829 20.0474 18.3996 25.4772
Awal 19.7049 27.3087 29.5333 29.3072 33.0781
1 Jam 17.8415 26.1942 28.0792 28.0562 32.3950
2 Jam 17.3485 24.7467 27.2335 26.9382 31.5548
3 Jam 17.1936 23.3297 26.3840 26.0704 30.7598
4 Jam 17.1464 21.8081 25.2642 24.6895 30.0970
5 Jam 17.1164 20.9943 24.5499 23.8255 29.2781
6 Jam 17.1015 19.7193 23.7500 22.4299 28.5325
7 Jam 17.0776 18.1874 22.8369 21.6030 27.7307
8 Jam 17.5682 22.0963 20.8969 26.7561
9 Jam 17.2474 21.1602 19.8960 26.2078
10 Jam 17.2025 20.9501 19.4817 26.1480
11 Jam 17.1883 20.9083 19.4166
12 Jam 19.3908
Replikasi 2
Formula
Bobot Formula 1 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 17.9372 17.8586 19.5584 18.8865 24.8335
Awal 32.5896 20.0060 30.0739 25.7251 33.3449
1 Jam 31.6857 18.7958 28.6271 25.7040 32.5232
2 Jam 30.7068 18.4331 27.1774 31.6678
3 Jam 29.5705 18.3975 25.8683 30.9066
4 Jam 28.7628 25.1127 30.2690
5 Jam 27.6138 24.0028 29.4910
6 Jam 26.5380 23.0753 28.7424
48

7 Jam 25.3881 21.7659 26.8644


8 Jam 23.9577 21.0963 26.0407
9 Jam 22.9929 20.5849 25.6571
10 Jam 22.0815 20.4478 25.3990
11 Jam 21.2395 20.4108 25.3513
12 Jam 20.4747
13 Jam 19.1002
14 Jam 18.9226
15 Jam 18.8692
16 Jam 18.8518
Replikasi 3
Formula
Bobot Formula 1 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 17.9451 22.1989 16.9063 17.4876 17.9552
Awal 19.5729 33.5248 27.6494 25.9024 27.3613
1 Jam 19.0596 33.1225 27.2556 25.5147 26.6427
2 Jam 18.6697 32.6734 26.8491 25.0987 25.7600
3 Jam 18.5850 32.0731 26.4249 24.4810 24.9380
4 Jam 18.5543 31.2294 26.0178 24.2113 24.0158
5 Jam 30.7365 25.4559 23.7637 23.1284
6 Jam 30.2417 25.0531 23.3857 22.3491
7 Jam 29.7867 24.6707 23.0581 21.5674
8 Jam 28.9351 23.8603 22.1432 20.7177
9 Jam 28.0084 22.5043 21.0984 19.8984
10 Jam 27.0037 21.3485 20.1956 19.3469
11 Jam 26.0460 20.5463 19.5465 18.8161
12 Jam 25.1887 19.8119 18.9156 18.6087
13 Jam 24.3221 18.8965 18.4530 18.5827
14 Jam 23.4810 17.7961 18.2981
15 Jam 22.8932 17.5335 18.2528
49

16 Jam 22.6978 17.5152 18.2433


17 Jam 22.6772

Nilai rendemen
S Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
A
M
Lama Rendemen Lama Rendemen Lama Rendemen
P
pengeringan (%) pengeringan (%) pengeringan (%)
E
(jam) (jam) (jam)
L
1 7 13.3334 16 42.1539 4 5.2041
2 11 37.0592 3 8.0401 17 32.3569
3 11 29.2043 11 4.8994 16 36.6525
4 12 33.8360 1 0.0820 16 29.5691
5 10 20.9507 11 23.9725 13 32.0841
50

b. suhu 40 oC
Replikasi 1
Bobot Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 17.9934 17.9378 18.3589 17.9565 24.3793
Awal 18.5556 25.2573 23.4776 26.2127 29.418
1 Jam 18.5252 23.9341 22.3955 25.0491 28.5793
2 Jam 23.0936 21.5099 23.9175 27.9884
3 Jam 21.9673 20.8765 23.0788 26.733
4 Jam 21.3106 20.1084 21.7187 26.0625
5 Jam 19.9954 19.4521 20.869 25.4907
6 Jam 19.3897 19.28 20.3045 25.2795
7 Jam 18.8856 19.2273 19.2953 25.2354
8 Jam 18.76 19.2032 18.8459
9 Jam 18.7365 18.7801
10 Jam 18.7563
Replikasi 2
Bobot Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 18.228 24.3792 16.314 16.7569 17.9929
Awal 19.6296 29.9946 20.0518 20.6941 24.0813
1 Jam 19.3333 29.5516 19.5619 20.3472 23.6906
2 Jam 19.0754 29.1609 19.2008 20.0352 23.3865
3 Jam 18.9855 28.7238 18.7731 19.7443 233.0891
4 Jam 18.9398 28.2664 18.3763 19.4412 22.7199
5 Jam 27.9912 18.0265 19.1379 22.3317
6 Jam 27.4916 17.7568 18.8078 21.8475
7 Jam 26.987 17.4415 18.4481 21.3682
8 Jam 26.7163 17.2525 18.2535 20.9751
9 Jam 26.2523 17.1777 17.98 20.621
10 Jam 25.7956 17.1522 17.7679 20.2535
51

11 Jam 25.3092 17.644 19.6859


12 Jam 25.0867 17.6122 19.308
13 Jam 25.0585 19.0232
14 Jam 18.9262
15 Jam 18.8836
Replikasi 3
Bobot Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 19.8158 16.5599 18.8871 16.3146 16.5162
Awal 20.535 18.4952 21.715 20.3792 18.3836
1 Jam 20.4438 17.764 20.9976 19.3323 17.8865
2 Jam 20.4179 17.5668 20.3327 18.5311 17.7558
3 Jam 17.5236 20.1024 17.7853 17.6813
4 Jam 20.0475 17.6318 17.6435
5 Jam 20.0252 17.5837
6 Jam 17.5514
Nilai rendemen
S Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
A
M
Lama Rendemen Lama Rendemen Lama Rendemen
P
pengeringan (%) pengeringan (%) pengeringan (%)
E
(jam) (jam) (jam)
L
1 1 0.1638 4 3.5140 2 0.5702
2 9 25.8175 13 16.4566 3 5.2532
3 8 18.2063 10 14.4605 5 7.7817
4 10 28.4458 12 14.8927 6 13.8759
5 7 14.2178 15 21.5840 4 4.0259
52

c. suhu 50 oC
Replikasi 1
Bobot Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 20.4086 18.5446 17.1596 20.3587 19.4361
Awal 20.9714 21.4896 22.3806 23.7959 21.0933
1 Jam 20.8919 20.6449 21.6701 22.7936 20.6277
2 Jam 20.8583 19.9016 20.3694 21.0757 20.486
3 Jam 19.2208 19.6947 22.4259 20.4284
4 Jam 19.1883 19.0289 22.0504 20.4085
5 Jam 19.1771 18.608 21.6571
6 Jam 19.1701 18.2826 21.2305
7 Jam 17.9874 20.8934
8 Jam 19.952 20.8665
9 Jam 20.857
Replikasi 2
Bobot Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 19.9576 20.4123 17.7740 20.3811 18.7611
Awal 20.4261 20.8843 20.4293 21.1109 19.6385
1 Jam 20.3306 20.8462 19.7858 21.0818 19.5845
2 Jam 20.3093 19.1305 21.0757 19.5653
3 Jam 18.8122
4 Jam 18.6041
5 Jam 18.5273
6 Jam 18.5022
Replikasi 3
Bobot Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
Kosong 19.8632 20.2954 19.2929 17.8319 19.4762
Awal 20.1953 20.7964 20.1662 18.6604 21.2472
1 Jam 20.1858 20.7793 20.1174 18.5937 20.7133
2 Jam 18.5717 20.463
53

3 Jam 20.3629
4 Jam 20.331

Nilai rendemen
S Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
A
M
Lama Rendemen Lama Rendemen Lama Rendemen
P
pengeringan (%) pengeringan (%) pengeringan (%)
E
(jam) (jam) (jam)
L
1 2 0.5393 2 0.5718 1 0.0470
2 6 10.7936 1 0.1824 1 0.0822
3 8 10.8514 6 9.4330 1 0.2420
4 9 12.3504 2 0.1667 2 0.4754
5 4 3.2465 2 0.3727 4 4.3121
54

III. Penimbangan Ekstrak Manihotis Folium


a. suhu 30 oC
Replikasi 1
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
Cawan kosong 14.3954 13.5890 13.6303 14.2795 14.3957
cawan+zat 14.4959 13.6918 13.7375 14.3835 14.5065
cawan+sisa 14.3957 13.6015 13.6422 14.2832 14.3970
Zat 0.1002 0.0903 0.0953 0.1003 0.1093
Replikasi 2
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
cawan kosong 13.5892 13.6301 13.5893 14.2795 14.3393
cawan+zat 13.6924 13.6836 13.6971 14.3836 14.4448
cawan+sisa 13.5944 13.6303 13.5941 14.2946 14.3466
Zat 0.0980 0.0533 0.1030 0.0922 0.0982
Replikasi 3
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
cawan kosong 14.3393 14.3960 13.6307 14.3962 14.3393
cawan+zat 14.4448 14.5013 13.7397 14.5015 14.4432
cawan+sisa 14.3500 14.4193 13.6341 14.4023 14.3420
Zat 0.0948 0.0900 0.1056 0.0992 0.1012

b. suhu 40 oC
Replikasi 1
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
cawan kosong 13.5893 14.3955 13.6303 14.3957 14.2796
cawan+zat 13.7052 14.4996 13.7519 14.5004 14.3882
cawan+sisa 13.5933 14.3993 13.6365 14.4004 14.2857
Zat 0.1119 0.1003 0.1154 0.1000 0.1025
Replikasi 2
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
55

cawan kosong 14.2794 13.6300 14.2797 13.6305 13.5894


cawan+zat 14.3907 13.7415 14.3866 13.7605 13.7454
cawan+sisa 14.2812 13.6352 14.2870 13.6581 13.3401
Zat 0.1095 0.1063 0.0996 0.1024 0.1053
Replikasi 3
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
cawan kosong 13.6305 14.2797 13.6304 13.5892 14.3959
Cawan+zat 13.7327 14.4077 13.7624 13.6954 14.6236
cawan+sisa 13.6314 14.2995 13.3622 13.5900 14.5110
Zat 0.1012 0.1082 0.1102 0.1054 0.1126

c. suhu 50 oC
replikasi 1
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
cawan kosong 14.0907 13.6422 14.2981 15.3449 14.1962
Cawan+zat 14.1965 13.7445 14.4008 15.4471 14.3013
cawan+sisa 14.0985 13.6444 14.3027 15.3502 14.2015
Zat 0.0980 0.1001 0.0981 0.0969 0.0998
Replikasi 2
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
cawan kosong 15.3447 14.2981 13.6423 14.0907 14.1963
Cawan+zat 15.4513 14.4005 13.7448 14.1964 14.3137
cawan+sisa 15.3507 14.3008 13.3473 14.0972 14.2110
Zat 0.1006 0.0997 0.0975 0.0992 0.1027
Replikasi 3
Berat formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5
cawan kosong 15.3448 14.1963 14.0906 13.6424 15.3448
Cawan+zat 15.4590 14.2983 14.1918 13.8151 15.4464
cawan+sisa 15.3584 14.1970 14.0910 13.7135 15.3450
Zat 0.1006 0.1013 0.1008 0.1016 0.1014
56

IV. Penimbangan kurva baku


Penimbangan baku
Berat kertas kosong = 0.3640 gram
Berat kertas + zat = 0.3698 gram
Berat kertas + sisa = 0.3646 gram
Berat zat = 0.0052 gram
Konsentrasi baku = 0.0052 gram / 5 ml
= 5.2 mg / 5 ml
= 5200 µg/ 5000 µl
= 1.04 µg/ µl
57

V. Validasi Metode
a. Uji linearitas
• Kurva Baku 1
Baku Jumlah totolan (µl) Jumlah rutin (µg) Area
1 1.5 1.56 27102.05
2 2.5 2.6 41606.51
3 3.5 3.64 49238.86
4 4.5 4.68 43686.28
5 5.5 5.72 43330.11
r = 0.6597; a= 28905.2005; b = 3320.5787
Y = 3320x + 28905.2005

• Kurva Baku 2
Baku Jumlah totolan (µl) Massa totolan (µg) Area
1 1.5 1.56 15562.6
2 2.5 2.6 24546.3
3 3.5 3.64 33224.7
4 4.5 4.68 36493.8
5 5.5 5.72 35951
r = 0.9283. a= 10702.1750. b = 5069.6442
Y = 5069.6442x + 10702.1750

• Kurva Baku 3
Baku Jumlah totolan (µl) Massa totolan (µg) Area
1 1.5 1.56 26001.2
2 2.5 2.6 37012.1
3 3.5 3.64 38070.7
4 4.5 4.68 39413.8
5 5.5 5.72 38491.5
r = 0.7809; a= 26214.055; b = 26329.9135
Y = 26329.9135x + 26214.055
58

b. Recovery
Variabel Massa Massa Recovery Rata-rata
sebenarnya terukur (%) recovery (%)
(µg) (µg)
Volume 1.56 3.2349 207.3654 154.0897
totolan 1.56 0.9587 61.4551
1.5µl 1.56 3.0178 193.4487
Volume 3.64 6.1232 168.2199 146.1932
totolan 3.64 4.4426 122.0495
3.5µl 3.64 5.3985 148.3104
Volume 5.72 6.4361 112.5192 98.4732
totolan 5.72 4.9804 87.0699
5.5µl 5.72 5.4815 95.8304

c. Presisi
Rata-rata massa SD SE KV
Variabel terukur (µg) (%)
Volume totolan 2.4038 1.2562 0.7253 30.1717
1.5µl
Volume totolan 5.3214 0.8429 0.4866 9.1451
3.5µl
Volume totolan 5.6327 0.7395 0.4269 7.5799
5.5µl

SE = SD / √n
KV = SE / rata-rata kadar X 100%
59

VI. Penetapan kadar rutin dengan Image J


a. Suhu 30oC
• Replikasi 1
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan Jumlah totolan (µg) AUC
(µl)
Baku 1 1.5 1.56 26977.87
Baku 2 2.5 2.6 36072.6
Baku 3 3.5 3.64 37027.21
Baku 4 4.5 4.68 38436.96
Baku 5 5.5 5.72 41491.15

r = 0.9117
a = 25014.336
b = 3018.3677
Persamaan kurva baku
y = 3018.3677x +25014.336

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 50.1 74984.26 16.5553 8.2777
2 0.5 45.15 44519.17 6.4621 3.2311
3 0.5 47.65 40085.00 4.9930 2.4965
4 1 100.3 32696.12 2.5450 2.5450
5 1 109.3 17305.93 -2.5538 -2.5538
60

• Replikasi 2
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan Jumlah totolan AUC
(µl) (µg)
Baku 1 1.5 1.56 16427.48
Baku 2 2.5 2.6 25669.09
Baku 3 3.5 3.64 28101.64
Baku 4 4.5 4.68 29147.46
Baku 5 5.5 5.72 31808.5

r = 0.9166
a = 14246.6905
b = 3292.3471
Persamaan kurva baku
y= 3292.3471x +14246.6905

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 49 70843.73 17.1905 8.5953
2 0.5 26.65 41086.14 8.1521 4.0761
3 0.5 51.5 45247.11 9.4159 4.7080
4 1 92.2 22814.4 2.6023 2.6023
5 1 98.2 20816.19 1.9954 1.9954
61

• Replikasi 3
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan (µl) Jumlah totolan AUC
(µg)
Baku 1 1.5 1.56 12868.6
Baku 2 2.5 2.6 18800.9
Baku 3 3.5 3.64 27675.7
Baku 4 4.5 4.68 34078.7
Baku 5 5.5 5.72 37430.4

r = 0.9904
a = 3630.37
b = 6192.4423
Persamaan kurva baku
y= 6192.4423 x + 3630.37

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 47.4 16338.2 2.0522 1.0261
2 0.5 45 20478.6 2.7208 1.3604
3 0.5 52.8 22415.5 3.0336 1.5168
4 1 99.2 1978.77 -0.2667 -0.2667
5 1 5101.2 1115.89 -0.4061 -0.4061
62

b. Suhu 40oC
• Replikasi 1
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan (µl) Jumlah totolan AUC
(µg)
Baku 1 1.5 1.56 26950.5
Baku 2 2.5 2.6 35167.7
Baku 3 3.5 3.64 37648.8
Baku 4 4.5 4.68 38639.6
Baku 5 5.5 5.72 41506.9

r = 0.9306
a = 24578.055
b = 3133.1442
Persamaan kurva baku
Y= 3133.1442 x +24578.055

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 55.95 73470.37 15.6049 7.8025
2 0.5 50.15 37229.42 4.0379 2.0190
3 0.5 57.7 57057.23 10.3663 5.1832
4 1 100 8641.777 -5.0864 -5.0864
5 1 102.5 546.87 -7.6700 -7.6700
63

• Replikasi 2
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan (µl) Jumlah totolan (µg) AUC
Baku 1 1.5 1.56 21933.3710
Baku 2 2.5 2.6 25858.9900
Baku 3 3.5 3.64 35363.4420
Baku 4 4.5 4.68 36143.3420
Baku 5 5.5 5.72 37231.3920

r = 0.9305
a =16931.1353
b = 3940.5077
Persamaan kurva baku
y=3940.5077 x + 16931.13553

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium

Volume Massa Kadar rutin


Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 54.75 49529.740 8.2727 4.1364
2 0.5 53.15 16721.4630 -0.0532 -0.0266
3 0.5 49.8 48714.590 8.0658 4.0329
4 1 102.4 74.8990 -4.2777 -4.2777
5 1 105.3 16.2430 -4.2926 -4.2926
64

• Replikasi 3
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan Jumlah totolan AUC
(µl) (µg)
Baku 1 1.5 1.56 17718.6430
Baku 2 2.5 2.6 27378.5630
Baku 3 3.5 3.64 31390.5130
Baku 4 4.5 4.68 32315.3920
Baku 5 5.5 5.72 32740.2910

r = 0.8795
a =16065.6367
b = 3363.4736
Persamaan kurva baku
y = 3363.4736x +16065.6367

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 50.6 79676.220 -2.4076 -1.2038
2 0.5 54.1 12990.4720 -4.3902 -2.1951
3 0.5 55.1 15144.5930 -0.2738 -0.1369
4 1 105.4 10413.7850 -1.6804 -1.6804
5 1 112.6 1739.1370 -4.2594 -4.2594
65

c. Suhu 50oC
• Replikasi 1
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan (µl) Jumlah totolan (µg) AUC
Baku 1 1.5 1.56 17818.865
Baku 2 2.5 2.6 27894.798
Baku 3 3.5 3.64 31175.170
Baku 4 4.5 4.68 31511.735
Baku 5 5.5 5.72 32661.978

r = 0.8669
a = 16556.4869
b = 3202.1789
Persamaan kurva baku
y = 32020.1789x +16556.4869

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 49 14108.919 -07643 -0.3822
2 0.5 50.05 22015.780 1.7049 0.8525
3 0.5 49.05 21312.345 1.4852 0.7426
4 1 96.9 11483.416 -1.5843 -1.5843
5 1 99.8 321.456 -5.0700 -5.0700
66

• Replikasi 2
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan (µl) Jumlah totolan (µg) AUC
Baku 1 1.5 1.56 11341.856
Baku 2 2.5 2.6 25968.191
Baku 3 3.5 3.64 41869.902
Baku 4 4.5 4.68 28050.061
Baku 5 5.5 5.72 22047.647

r = 0.3368
a = 17632.8232
b = 2258.9858
Persamaan kurva baku
y = 2258.9858x + 17632.8232

Penetapan kadar sampel ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 50.3 41641.926 10.6283 5.3142
2 0.5 49.85 49322.881 14.0384 7.0142
3 0.5 48.75 27476.960 4.3578 2.1789
4 1 99.2 43758.588 11.5653 11.5653
5 1 102.7 16916.739 -0.3170 -0.3170
67

• Replikasi 3
Kurva baku standar rutin
Keterangan Volume totolan (µl) Jumlah totolan (µg) AUC
Baku 1 1.5 1.56 15103.5300
Baku 2 2.5 2.6 26885.0490
Baku 3 3.5 3.64 36128.7260
Baku 4 4.5 4.68 34228.2410
Baku 5 5.5 5.72 36037.3210

r = 0.8659
a = 12452.8025
b = 4731.8052

Persamaan kurva baku


y = 4731.8052x +12452.8025

Penetapan kadar sampel rutin ekstrak Manihotis Folium


Volume Massa Kadar rutin
Formula AUC Kadar rutin (µg)
totolan (µl) totolan (µg) (µg/ µl)
1 0.5 50.3 7373.5600 -1.0734 -0.5367
2 0.5 50.65 12832.5220 0.0802 0.0401
3 0.5 50.4 7365.1160 -1.0752 -0.5276
4 1 101.6 5756.6760 -1.4151 -1.4151
5 1 101.4 21.8280 -2.6271 -2.6271
68

VII. Rendemen kadar rutin terhadap berat ekstrak


Suhu 30oC
a. Replikasi 1
Formula 1 2 3 4 5
Kadar 8.2777 3.2311 2.4965 2.5450 -2.5538
rutin (µg)
Berat 0.7628 0.7054 0.8609 0.9912 0.6708
ekstrak
(mg)
Rendemen 1.0852 0.4581 0.2900 0.2568 -0.3807
(% b/b)

b. Replikasi 2
Formula 1 2 3 4 5
Kadar 8.5953 4.0761 4.7080 2.6023 1.9954
rutin (µg)
Berat 0.9146 0.5389 0.8524 6.8175 0.5178
ekstrak
(mg)
Rendemen 0.9398 0.7564 0.5523 0.0382 0.3854
(% b/b)

c. Replikasi 3
Formula 1 2 3 4 5
Kadar 1.0261 1.3604 1.5168 -0.2667 -0.4061
rutin (µg)
Berat 0.6092 0.4783 0.6089 0.7557 0.6275
ekstrak
(mg)
Rendemen 0.1684 0.2844 0.2491 -0.0353 -0.0647
(% b/b)
69

Formula Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Means


1 1.0852 0.9398 0.1684 0.7311
2 0.4581 -.7564 0.2844 0.4996
3 0.2900 0.5523 0.2491 0.3638
4 0.2568 0.0382 -0.0353 0.0866
5 -0.3807 0.3854 -0.0647 -0.02

Suhu 40oC
a. Replikasi 1
Formula 1 2 3 4 5
Kadar 7.8025 2.0190 5.1832 -5.0864 -7.6700
rutin (µg)
Berat 0.5318 0.7987 0.8443 0.7998 0.8561
ekstrak
(mg)
Rendemen 1.4672 0.2528 0.6139 -0.6360 -0.8959
(% b/b)

b. Replikasi 2
Formula 1 2 3 4 5
Kadar 4.1364 -0.0266 4.0329 -4.2777 -4.2926
rutin (µg)
Berat 0.7118 0.6793 0.8382 0.8553 0.8907
ekstrak
(mg)
Rendemen 0.5811 - 0.4811 -0.5001 -0.4819
(% b/b) 3.9157.10-
3
70

c. Replikasi 3
Formula 1 2 3 4 5
Kadar -1.2038 -2.1951 -0.1369 -1.6804 4.2594
rutin (µg)
Berat 0.6021 0.9637 1.1381 1.2368 1.1273
ekstrak
(mg)
Rendemen -0.1999 -0.2278 -0.0120 -0.1359 -0.3778
(% b/b)

Formula Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Means


1 1.4672 0.5811 -0.1999 0.6161
2 0.2528 -3.9157.10-3 -0.2278 9.6386.10-3
3 0.6139 0.4811 -0.0120 0.3610
4 -0.6360 -0.5001 -0.1359 0
5 -0.8959 -0.4819 -0.3778 -0.5852

Suhu 50oC
a. Replikasi 1
Formula 1 2 3 4 5
Kadar -0.3822 0.8525 0.7426 -1.5843 -5.0700
rutin (µg)
Berat 0.4497 0.6255 2.7924 0.4983 0.9724
ekstrak
(mg)
Rendemen -0.0850 0.1363 0.0266 -0.3179 -0.5214
(% b/b)
71

b. Replikasi 2
Formula 1 2 3 4 5
Kadar 5.3142 7.0142 2.1789 11.5653 -0.3170
rutin (µg)
Berat 0.3517 0.4339 0.7282 0.6946 0.8042
ekstrak
(mg)
Rendemen 1.5110 1.6165 0.2992 1.6650 0.0394
(% b/b)

c. Replikasi 3
Formula 1 2 3 4 5
Kadar -0.5367 0.0401 -0.5376 -1.4151 -2.6271
rutin (µg)
Berat 0.3226 0.4839 0.8245 0.7398 0.8548
ekstrak
(mg)
Rendemen -0.1664 8.2868.10- -0.0652 -0.1913 -0.3073
3
(% b/b)

Formula Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Means


1 -0.0850 1.5110 -0.1664 0.4199
2 0.1363 1.6165 8.2868.10-3 0.5870
3 0.0266 0.2992 -0.0652 0.0869
4 -0.3179 1.6650 -0.1913 0.3853
5 -0.5214 0.0394 -0.3073 -0.2661
72

VIII. Analisis Persamaan SLD

Persamaan Simplex Lattice Design


Persamaan umum :
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
Y : respon (hasil) percobaan
X1 : proporsi etanol 96%
X2 : proporsi air
a, b, ab : koefisien yang dihitung dari percobaan

Formula 1 2 3 4 5
Etanol 96% (X1) 100 75 50 25 0
Air (X2) 0 25 50 75 100

a. Singkong suhu 30 OC
Formula 1
X1 = 1 X2 = 0
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
5.9664 = a.1 + b.0 + ab.1.0
5.9664= a

Formula 5
X1 = 0 X2 = 1
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
-0.3215= a.0 + b.1 + ab.0.1
-0.3215= b

Formula 3
X1 = 0.5 X2 = 0.5
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
2.9017= 5.9664 (0.5) – 0.3215 (0.5) + ab (0.5)(0.5)
ab = 0.3386

Persamaan yang diperoleh


Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
Y = 5.9664 (X1) + (- 0.3215) (X2) + 0.3386 (X1)(X2)
73

Formula 2
X1 = 0.75 X2 = 0.25
Y = 5.9664 (X1) - 0.3215 (X2) + 0.3386 (X1)(X2)
Y = 5.9664 (0.75) – 0.3215 (0.25) + 0.3386 (0.75)(0.25)
Y = 4.5383

Formula 4
X1 = 0.25 X2 = 0.75
Y = 5.9664 (X1) - 0.3215 (X2) + 0.3386 (X1)(X2)
Y = 5.9664 (0.25) – 0.32150.75) + 0.3886 (0.25)(0.75)
Y = 1.5551

b. Singkong Suhu 40°C


Formula 1
X1 = 1 X2 = 0
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
3.5784 = a.1 + b.0 + ab.1.0
3.5784 = a

Formula 5
X1 = 0 X2 = 1
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
-5.4073= a.0 + b.1 + ab.0.1
-5.4073 = b

Formula 3
X1 = 0.5 X2 = 0.5
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
3.0264 = 3.5784 (0.5) + (-5.4073) (0.5) + ab (0.5)(0.5)
15.7634 = ab

Persamaan yang diperoleh


Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
Y = 3.5784 (X1) – 5.4073 (X2) + 15.7634 (X1)(X2)

Formula 2
X1 = 0.75 X2 = 0.25
Y = 3.5784 (X1) - 5.4073 (X2) + 15.7634 (X1)(X2)
Y = 3.5784 (0.75) – 5.4073 (0.25) + 6.2224 (0.75)(0.25)
Y = 4.2876

Formula 4
X1 = 0.25 X2 = 0.75
Y = 3.5784 (X1) – 5.4073 (X2) + 15.7634 (X1)(X2)
74

Y = 3.5784 (0.25) – 5.4073 (0.75) + 15.7634 (0.25)(0.75)


Y = - 0.2052

c. Singkong Suhu 50°C


Formula 1
X1 = 1 X2 = 0
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
1.4651 = a.1 + b.0 + ab.1.0
1.4651= a

Formula 5
X1 = 0 X2 = 1
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
-2.6714 = a.0 + b.1 + ab.0.1
-2.6714= b

Formula 3
X1 = 0.5 X2 = 0.5
Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
0.7964 = 1.4651 (0.5) + (-2.6714)(0.5) + ab (0.5)(0.5)
5.5910= ab

Persamaan yang diperoleh


Y = a (X1) + b (X2) + ab (X1)(X2)
Y = 0.7964 (X1) - 2.6714 (X2) + 5.5910 (X1)(X2)

Formula 2
X1 = 0.75 X2 = 0.25
Y = 0.7964 (X1) - 2.6714 (X2) + 5.5910 (X1)(X2)
Y = 0.7964 (0.75) – 2.6714 (0.25) + 5.5910 (0.75)(0.25)
Y = 1.4793

Formula 4
X1 = 0.25 X2 = 0.75
Y = 0.7964 (X1) - 2.6714 (X2) + 5.5910 (X1)(X2)
Y = 0.7964 (0.25) - 2.6714 (0.75) + 5.5910 (0.25)(0.75)
Y = -0.5890
75

IX. Uji validitas persamaan SLD


Hipotesis:
Ho = persamaan regresi
Hi = persamaan tidak regresi
Ho ditolak bila nilai F hitung lebih besar dari F tabel
F tabel (2.12) = 3.89

a. Suhu 30oC

yij (yij)2 y y2
Formula 1 8.2777 68.5203 5.9664 35.5975
8.5953 73.8792 5.9664 35.5975
1.0261 1.0529 5.9664 35.5975
Formula 3 3.4965 12.2255 2.9071 8.4512
4.7080 22.1653 2.9071 8.4512
1.5168 2.3007 2.9071 8.4512
Formula 5 -2.5538 6.5219 -0.3215 0.1034
1.9954 3.9816 -0.3215 0.1034
-0.4061 0.1649 -0.3215 0.1034
Formula 2 3.2311 10.4400 2.8892 8.3475
4.0761 16.6146 2.8892 8.3475
1.3604 1.8507 2.8892 8.3475
Formula 4 2.5450 6.4770 1.6269 2.6468
2.6023 6.7720 1.6269 2.6468
-0.2667 0.0711 1.6269 2.6468
∑ 40.2041 233.0377 39.2042 1536.9693

Sources of F
error dF MS hitung F tabel
between 1434.5047 2 717.2523 -6.5741 3.89
within -1309.225 12 -109.102
total 125.2797
76

b. Suhu 40oC

yij (yij)2 y y2
Formula 1 7.8025 60.8790 3.5784 12.8047
4.1364 17.1098 3.5784 12.8047
-1.2038 1.4491 3.5784 12.8047
Formula 3 5.1832 26.8656 3.0264 9.1591
4.0329 16.2643 3.0264 9.1591
-0.1369 0.0187 3.0264 9.1591
Formula 5 -7.6700 58.8289 -5.4073 29.2389
-4.2926 18.4264 -5.4073 29.2389
-4.2594 18.1425 -5.4073 29.2389
Formula 2 2.0190 4.0764 -0.0676 0.0046
-0.0266 0.0007 -0.0676 0.0046
-2.1951 4.8185 -0.0676 0.0046
Formula 4 -5.0864 25.8715 -3.6815 13.5534
-4.2777 18.2987 -3.6815 13.5534
-1.6804 2.8237 -3.6815 13.5534
∑ -7.6549 273.8738 -7.6549 194.2821

Sources of F
error dF MS hitung F tabel
between 190.3756 2 95.1878 14.3514 3.89
within 79.5917 12 6.6326
total 269.9673
77

c. Suhu 50oC

yij (yij)2 y y2
Formula 1 -0.3822 0.1461 1.4651 2.1465
5.3142 28.2407 1.4651 2.1465
-0.5367 0.2880 1.4651 2.1465
Formula 3 0.7426 0.5515 0.7964 0.6343
2.1789 4.7476 0.7964 0.6343
-0.5376 0.2890 0.7964 0.6343
Formula 5 -5.0700 25.7049 -2.6714 7.1364
-0.3170 0.1005 -2.6714 7.1364
-2.6271 6.9017 -2.6714 7.1364
Formula 2 0.8525 0.7268 2.6356 6.9464
7.0142 49.1990 2.6356 6.9464
0.0401 0.0016 2.6356 6.9464
Formula 4 -1.5843 2.5100 2.8553 8.1527
11.5653 133.7562 2.8553 8.1527
-1.4151 2.0025 2.8553 8.1527
∑ 15.2378 255.1660 15.2430 75.0488

Sources of F
error dF MS hitung F tabel
between 59.5589 2 29.7794 1.9839 3.89
within 180.1278 12 15.0106
total 239.6866
78

X. Uji Anova Berdasarkan Suhu


H1 = Mean a. b. dan c berbeda
H0 = Mean a. b. dan c tidak berbeda
Keterangan :
a : kadar rutin hasil ekstraksi pada suhu 30°C
b : kadar rutin hasil ekstraksi pada suhu 40°C
c : kadar rutin hasil ekstraksi pada suhu 50°C

sampel Xa Xb Xc Xa^ Xb^ Xc^


1 5.9664 3.5784 1.465135.597929 12.8049 2.14652
2 2.8892 -0.0676 2.6356
8.34747664 0.00457 6.94639
3 2.9071 3.0264 0.7946
8.45123041 9.1591 0.63139
4 1.6269 -3.6815 2.8553
2.64680361 13.5534 8.15274
5 -0.3215 -5.4073 -2.6714
0.10336225 29.2389 7.13638
jumlah 13.0681 -2.5516 5.0792 55.1468019 64.7609 25.0134
kuadrat jumlah 170.7752 6.51066 25.7982726 3041.16976 4193.98 625.671
kuadrat
julmah/5 34.1550 1.30213 5.15965453 608.233951 838.796 125.134
Mean 2.61362 -0.5103 1.01584 11.0293604 12.9522 5.00268

Sources of SS dF MS Fhitung Ftabel


Error
Between 24.4018 2 12.2009
Within 104.3043 12 8.69203
Total 128.7061 1.4037 3.68

Fhitung < Ftabel → H0 diterima. Jadi. mean a. b. dan c tidak berbeda.


79

BIOGRAFI PENULIS

Penulis yang bernama lengkap Veronika Yuni Candra


Sari, lahir di Tulang Bawang 21 Juni 1989 adalah anak
kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Albertus
Budi Yuwono dan Ibu Christina Sri Rahayu. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 2 Bogatama
Tulang Bawang Lampung pada tahun 1994-2000, SLTP
Negeri 2 Depok Yogyakarta pada tahun 2000-2003, dan
dilanjutkan di SMU Negeri 6 Yogyakarta pada tahun
2003-2006. Selepas SMA penulis masuk ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan studinya sampai tahun 2010. Selama
kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mikrobiologi, Biokimia, FST
Semi Solid Liquid, Analisis Sediaan Obat Tradisional Selain itu, penulis juga aktif
di berbagai kepanitiaan seperti Inisiasi Fakultas Farmasi TITRASI 2007
(Pendamping Kelompok), Inisiasi Fakultas Farmasi TITRASI 2008 (Koordinator
Pendamping Kelompok), Pekan Budaya Universitas Sanata Dharma 2007
(Konsumsi), Pengobatan Gratis JKMI 2007 (Perlengkapan), Pharmacy
Performance and Event Cup 2008 (Koordinator Keamanan), Pelepasan Wisuda
2008 (Koordinator Kesekretariatan), Panitia Dies Natalies Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma 2007 dan 2008 (Publikasi, Dekorasi, dan
Dokumentasi). Mengikuti Kegiatan Pengabdian Masyarakat 2008 dan Pekan
Kreatifitas Mahasiswa 2009, dan menjadi anggota Badan Perwakilan Mahasiswa
Farmasi Universitas Sanata Dharma 2007/2008 (Divisi Penelitian dan
Pengembangan) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma 2008/2009 ( Koordinator Divisi Kesejahteraan Mahasiswa).

Anda mungkin juga menyukai