Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Critical Journal Review (CJR) adalah riview semua komponen suatu laporan,
riset atau jurnal secara kritis dengan tujuan utama menemukan kelemahan dan
keunggulan suatu riset/jurnal serta menampilkan saran yang relevan untuk
mempertahankan keunggulan dan mengatasi kelemahan riset/jurnal tersebut.
Penugasan Critical Journal Review (CJR) bertujuan untuk melatih mahasiswa
mendeskripsikan garis-garis besar mengenai kajian tradisi lisan.

B. Tujuan Penulisan CJR


1. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Kjian Tradisi Lisan.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai tradisi
lisan dalam dunia pendidikan.
3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas, menganalisis dan
memberikan kritik pada jurnal berdasarkan fakta yang ada.

C. Manfaat Penulisan CJR


1. Bagi Penulis
Penulis menjadi lebih memahami secara keseluruhan mengenai cakupan materi
kajian tradisi lisan dan bentuk implementasinya dalam sistem pendidikan yang
ada berkat menuntaskan tugas Critical Jurnal Riview ini
2. Bagi Pembaca
Pembaca dalam hal ini siapapun yang membaca hasil dari tugas Critical Jurnal
Riview ini, mulai dari kalangan akademitas hingga masyarakat umum menjadi
lebih paham bagaimana kajian tradisi lisan yang diterapkan di dalam sistem
pendidikan serta cakupan materinya di dalam setiap pembahasan yang terdapat
dalam tugas ini.
BAB II
LAPORAN TINJAUAN KRITIS JURNAL
(CRITICAL JOURNAL REVIEW)

Nama Jurnal : Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya.


Judul Penelitian : kearifan lokal dalam tradisi lisan kepercayaan rakyat ungkapan
larangan tentang kehamilan, masa bayi, dan kanak-kanak
masyarakat Minangkabau wilayah adat Luhak Nan Tigo.
Penulis : Hasanuddin WS
Kota : Padang
PISSN : 2442-7632
EISSN : 2442-9287
Tahun : 2015, Oktober
Volume : 1, Nomor 2
Halaman : 198-204
Bahasa : Indonesia

A. Ringkasan Jurnal
1. PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki kebudayaan tinggi.
Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri karena adanya bukti-bukti berupa peninggalan-
peninggalan lama yang sangat berharga yang masih dapat ditemukan.
Peninggalanpeninggalan yang membuktikan tingkat peradaban bangsa Indonesia itu
tidak hanya berwujud material, seperti bangunan-bangunan candi, prasasti-prasasti,
ornamen-ornamen pada rumah adat atau lumbung padi, alat-alat perlengkapan
kehidupan sehari-hari, melainkan juga berupa peninggalan-peninggalan yang
bersifat moral-spiritual. Dari warisan kebudayaan yang bersifat moral-spiritual
didapatkan informasi berharga tentang konsep dan pola pemikiran, pola tingkah laku,
adat-istiadat, sistem peribadatan dan kepercayaan, pendidikan dan tradisi budaya, serta
hal-hal lainnya dari kehidupan nenek moyang bangsa.
Orang Minangkabau menyebut negerinya dengan Alam Minangkabau dan
kebudayaannya dengan Adat Minangkabau. Penyebutan alam itu mengandung makna
bahwa alam adalah segalagalanya bagi masyarakat Minangkabau. Alam bukan saja
tempat tinggal (hidup, berkembang, dan mati) melainkan juga dasar filsafat kehidupan.
Masyarakat menyebutkan fungsi alam dengan alam takambang jadi guru (alam yang
terbentang dijadikan guru) (lihat juga Navis, 1984: 28).
Masyarakat Minangkabau merupakan salah satu etnik yang kukuh dan eksis di
Nusantara. Identitas etnisitas Minangkabau telah ikut memberikan sumbangan kepada
bentuk kebudayaan nasional, antara lain melalui bahasa, kesenian, dan berbagai aspek
tradisi lainnya. Masyarakat yang kukuh dan dapat memberikan sumbangan
kebudayaannya adalah masyarakat yang kuat, kompak, dan bangga pada identitasnya.
Masyarakat semacam ini tumbuh karena memiliki “perekat.” Perekat itu tentulah berupa
nilai-nilai mendasar yang dapat mengintegrasikan masyarakat Minangkabau pada suatu
kesatuan pola hidup (pandangan dan nilai-nilai kehidupan, dan falsafah hidup sebagai
suatu kearifan lokal di dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan). Satu di
antara perekat yang dipergunakan itu dapat dikatakan bersumber dari nilai-nilai tradisi
yang dapat ditemukan pada tradisi lisan kepercayaan rakyat masyarakat Minangkabau
berupa ungkapan pantang dan larang (Udin, 1993: 78).
Di dalam kondisi yang benar dan konstruktif, nilai-nilai tradisi dapat membantu
dinamika kehidupan masyarakat tempat nilai-nilai mendasar itu hidup dan berkembang;
menumbuhkan dan mengembangkan integritas masyarakat, menciptakan solidaritas
sosial, menumbuhkan kebanggaan akan identitas kelompok, dan berguna pula untuk
mengukuhkan keharmonisan komunal. Oleh sebab itu, pada hakikatnya setiap
masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern memerlukan nilai-
nilai kehidupan yang didasari atas keyakinan atau kepercayaan atas hal-hal tertentu
untuk menjalani perikehidupan bersama yang harmonis. Orang Minangkabau menyebut
negerinya dengan Alam Minangkabau dan kebudayaannya dengan Adat Minangkabau.
Penyebutan alam itu mengandung makna bahwa alam adalah segala-galanya bagi
masyarakat Minangkabau. Alam bukan saja tempat tinggal (hidup, berkembang, dan
mati), melainkan juga dasar filsafat kehidupan. Masyarakat menyebutkan fungsi alam
dengan alam takambang jadi guru (alam yang terbentang dijadikan guru (lihat juga
Navis, 1984: 28).
2. METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pengolahan data
mengutamakan penghayatan peneliti terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji
secara empiris. Suatu penelitian yang dilakukan dengan maksud memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan secara holistik dengan suatu konteks khusus yang alamiah, dan dengan
memanfaatkan metode ilmiah. Penelitian ini adalah penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati, bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun
dalam peristilahannya. Penelitian ini mengutamakan latar alamiah dan dilakukan untuk
menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia dari segi konsep, perilaku,
persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.
Data Penelitian ini adalah data tradisi lisan kepercayaan rakyat ungkapan
larangan masyarakat Minangkabau wilayah adat Luhak Nan Tigo kategori sekitar
kehidupan manusia, subkategori masa kehamilan, masa bayi, dan kanak-kanak.
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, tahap perekaman tradisi
lisan kepercayaan rakyat ungkapan larangan masyarakat Minangkabau wilayah adat
Luhak Nan Tigo. Tuturan informan tentang tradisi lisan kepercayaan rakyat ungkapan
larangan masyarakat Minangkabau wilayah adat Luhak Nan Tigo direkam dengan
menggunakan alat perekam. Hasil rekaman tuturan lisan kepercayaan rakyat ungkapan
larangan masyarakat Minangkabau wilayah adat Luhak Nan Tigo ditranskripsi ke dalam
bentuk tulisan. Selanjutnya hasil transkripsi (alih aksara) akan ditransliterasi (alih
bahasa) dari bahasa daerah Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia. Tahap kedua,
pengumpulan data tentang lingkungan penuturan/penceritaan (pandangan dan falsafah
hidup, serta nilai-nilai kehidupan masyarakat penutur yang berhubungan dengan
kepercayaan rakyat ungkapan larangan kehamilan, masa bayi, dan kanak-kanak). Data
tentang lingkungan penuturan/penceritaan ini dikumpulkan melalui teknik pencatatan,
pengamatan, dan wawancara.
B. Hasil dan Pembahasan
Data Kepercayaan rakyat ungkapan larangan masyarakat Minangkabau yang
dapat diinventarisasi dan dikelompokkan sebagai data kepercayaan rakyat ungkapan
larangan subkategori kehamilan, masa bayi, dan kanak-kanak sebagian besar dituturkan
oleh penutur yang berada di tiga wilayah adat. Data ungkapan larangan Indak buliah
urang manganduang malilikan salendang ka lihie, beko talilik anak dek tali pusek
(Tidak boleh orang yang sedang hamil melilitkan selendang di leher, nanti bayi yang
dikandung terbelit oleh tali pusar (plasenta)) misalnya, dituturkan oleh semua penutur/
informan di semua wilayah adat (Luhak Limo Puluah Koto, Luhak Agam, dan Luhak
Tanah Datar).
Data Kepercayaan rakyat ungkapan larangan masyarakat Minangkabau yang
dapat diinventarisasi dan dikelompokkan sebagai data kepercayaan rakyat ungkapan
larangan subkategori kehamilan, masa bayi, dan kanak-kanak sebagian besar dituturkan
oleh penutur yang berada di tiga wilayah adat. Data ungkapan larangan Indak buliah
urang manganduang malilikan salendang ka lihie, beko talilik anak dek tali pusek
(Tidak boleh orang yang sedang hamil melilitkan selendang di leher, nanti bayi yang
dikandung terbelit oleh tali pusar (plasenta)) misalnya, dituturkan oleh semua penutur/
informan di semua wilayah adat (Luhak Limo Puluah Koto, Luhak Agam, dan Luhak
Tanah Datar). Data lainnya, yaitu Indak buliah urang manganduang baparangai
buruak, beko pindah parangai tu ka anak (Tidak boleh orang yang sedang hamil
berperilaku buruk, nanti pindah perilaku buruk itu kepada anak) adalah data yang juga
dituturkan oleh semua penutur/informan di semua wilayah adat (Luhak Limo Puluah
Koto, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Datar). Belum dapat dipastikan apakah kesamaan
data di ketiga wilayah adat ini disebabkan oleh proses monogenesis atau poligenesis.
Diperlukan penelitian pendalaman lebih jauh untuk mengetahui hal tersebut mengingat
tingginya tingkat mobilitas masyarakat yang berada di tiga wilayah adat tersebut untuk
pergi dan datang melintasi wilayah geografis adat luhak yang satu dengan lain.
Jika di dalam suatu teks tuturan ungkapan larangan disebutkan Di rabuik sanjo
paja ketek ndak buliah ditinggaan surang, beko dipamenan antu (Di pergantian sore dan
malam hari (waktu maghrib) bayi tidak boleh ditinggalkan sendirian, nanti diganggu
hantu), maka persoalannya bukan pada logis tidaknya tuturan itu, atau bukan pada soal
benar atau salahnya ucapan itu, melainkan pada bagaimana fungsi sosial yang dapat
diperankan dari keputusan yang diyakini. Oleh sebab itu, sebagaimana dikatakan oleh
Barthes (2003: 14) bahwa keyakinan terhadap sesuatu hal (mitos) yang terdapat di
dalam karya sastra sebagai suatu unsur tradisi, bukanlah suatu benda, konsep, atau
gagasan, melainkan suatu lambang dalam bentuk wacana. Lambang-lambang semacam
ini tidak selalu dalam bentuk tertulis, tetapi dapat juga berupa tuturan, benda, atau
peralatan-peralatan tertentu. Pada masyarakat urban lambang itu dapat dalam bentuk
gambar, film, dan lain-lain. Unsur ini bukanlah benda, tetapi dapat dilambangkan
dengan benda.

D. Data dan Sumber Data


Data penelitian ini berupa satuan-satuan lingual (leksikon) tanaman tradisional
dan manfaatnya untuk bumbu masak yang digunakan dalam konteks menanam tanaman
tradisonal dan atau menggunakannya untuk memasak.

E. Metode dan Teknik Penyediaan Data


Sementara itu, metode penyediaan data yang digunakan adalah metode cakap
dengan teknik dasar teknik pancing yang dilanjutkan dengan teknik tansemuka (teknik
tes) (Sudaryanto, 1993).

F. Metode dan Teknik Analisis Data


Metode analisis yang dipakai adalah metode deskriptif—analitik, yakni
mendeskripsikan data sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan, dilanjutkan
analisis dan secara teknis dihitung besarnya persentase pemertahanan leksikon .
Penggunaan metode ini merupakan ciri khas penelitian kualitatif, yakni antara lain
bersifat naturalistic inquiry: mempelajari situasi dunia nyata secara alamiah, tidak
melakukan manipulasi; terbuka pada apapun yang timbul, bersifat induktif,
mengutamakan pemaknaan, dan sebagainya

G. Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis


Sudaryanto (1993) membedakan metode penyajian hasil analisis data menjadi
dua, yaitu metode formal dan informal. Metode penyajian formal adalah penyajian hasil
analisis dengan tanda dan lambang yang dalam penerapannya dilakukan dengan bagan-
bagan dan tabel-tabel. Adapun metode penyajian informal adalah metode panyajian
dengan kata-kata biasa (natural language) walaupun dengan terminologi yang sifatnya
teknis. Metode yang akan dimanfaatkan adalah metode jenis kedua, yaitu metode
informal dan pelaksanaan dari metode informal tersebut sekaligus merupakan
penggunaan teknik informal itu sendiri.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pemertahanan Tanaman Tradisional ke-4 Perguruan Tinggi UPGRIS,
UNNES, UNIKA, UNDIP
Ada 32 tanaman tradisional untuk bumbu masak (bumbon) yang diteskan kepada
91 responden, yakni UNNES (21 mahasiswi), UPGRIS (30 mahasiswi), UNIKA (20
mahasiswi), dan UNDIP (20 mahasiswi). Ke-32 tanaman bumbon tersebut adalah jahe,
lengkuas, kunyit, kencur, temu, lawak, temu kunci, ketumbar, lada, jinten, adas,
andaliman, pala, keluwak, kemiri, daun jeruk purut, daun salam, kemangi, seledri, daun
kari, daun bawang merah, daun bawang putih, serai, kapulaga, asam jawa, jeruk nipis,
jeruk purut, bawang merah, bawang putih, bawang bombai, kayu manis, cengkih, dan
cabai merah keriting.
Dapat diketahui bahwa responden yang tertinggi mempertahankan 32 leksikon
tanaman tradisional untuk bumbu masak (bumbon), yakni UPGRIS dengan rata-rata
persentase sebesar 79.00%. Peringkat kedua diduduki oleh responden dari UNNES
dengan rata-rata persentase sebesar 62.48%. Peringkat ketiga ditempati oleh responden
dari UNIKA dengan rata-rata persentase sebesar 30.96%. Peringkat terakhir diduduki
oleh responden dari UNDIP dengan rata-rata persentase terendah, yakni sebesar
27.25%. Perhitungan itu didasarkan pada banyaknya bumbon yang dijawab dengan
tepat oleh masing-masing responden, dibagi jumlah responden x jumlah bumbon.
Jumlah masing-masing yang berhasil dijawab mahasiswi di UPGRIS sebesar 2528.14,
UNNES sebesar 1993.80, UNIKA sebesar 990.73, dan UNDIP sebesar 871.98.
Dapat dimaknai bahwa mahasiswi yang berada dalam lapisan masyarakat level 2
(di bawah eksekutif, legislatif, profesional, akademisi, militer) berada dalam struktur
sosial yang cukup baik di dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, mahasiswi
berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga mereka memiliki perilaku sosial secara
kolektif di Kota Semarang. Dalam konteks ini, mereka berperilaku tidak mengenal lagi
sebagian besar (hampir 50%) leksikon tanaman tradisional untuk bumbu masak
walaupun mereka kelak akan berumah tangga dan memasak untuk keluarga mereka.
Secara ekologis, mahasiswi berinteraksi dengan lingkungan mereka tempat mahasiswi
tinggal, baik itu lingkungan bioti maupun abioti.

B. Makna Sosial-Ekonomis-Ekologis Leksikon Tanaman Tradisional bagi


Mahasiswi Kota Semarang
Tradisional bagi Mahasiswi Kota Semarang Di dalam bagian ini akan dibahas
makna sosial-ekonomis-ekologis tanaman tradisional bagi mahasiswi Kota Semarang,
yakni mahasiswi UNNES, mahasiswi UPGRIS, mahasiswi UNIKA
SOEGIJAPRANATA, dan mahasiswi UNDIP.
Dapat diketahui bahwa terdapat banyak kesamaan dalam memaknai tanaman
tradisional untuk bumbu masak (bumbon), misal secara sosial, tanaman tradisional
tersebut dapat menjalin relasi sosial yang baik antara responden dengan masyarakat
(petani, penjual, dan keluarga sendiri). Secara ekonomis, tanaman bumbon itu dapat
menghemat uang belanja keluarga dan dapat membantu/meningkatkan taraf hidup
petani dan penjual bumbon. Secara ekologis, tanaman bumbon dapat melestarikan
lingkungan hidup (tanaman tradisonal untuk bumbu masak) dan lingkungan menjadi
semakin lebih asri, alami, indah, sejuk, rindang, sehat, cantik, bersih, ramah lingkungan,
dan tanaman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal. Artinya tanaman tersebut
multiguna: sebagai bumbu msak dan obat herbal yang tentu saja lebih sehat, aman, dan
murah.

C. Alasan Pemertahanan Leksikon Tanaman Tradisional bagi Mahasiwi Kota


Semarang
Dapat diketahui bahwa terdapat multifaktor yang menjadi penyebab
pemertahanan leksikon bumbon, yakni faktor kebiasaan keluarga, alami, tradisional,
rasa enak/khas, harga murah/terjangkau, mudah diperoleh/didapat, sedap/harum,
bermanfaat bagi kesehatan tubuh, kekayaan bangsa, kaya vitamin, dan sebagainya. Di
samping itu, ada faktor yang sangat penting, yakni faktor pelestarian lingkungan,
penjagaan kekayaan alam, sebagai obat herbal dan pemertahanan leksikon tanaman
bumbon.

4. SIMPULAN
Dari analisis data di atas ditemukan bahwa responden dari UPGRIS masih
mempertahankan leksikon tanaman tradisional untuk bumbu masak (bumbon) sebanyak
24 leksikon (75.00%) dari 32 leksikon yang diteskan bagi 30 responden. Selanjutnya,
mahasiswi dari UNNES menduduki peringkat kedua dengan pemertahanan leksikon
bumbon sebanyak 14 leksikon (43.75%) yang diteskan bagi 21 responden. Peringkat
ketiga ditempati oleh responden dari UNIKA dan UNDIP yang hanya mempertahankan
6 leksikon tanaman bumbon (18,75%) yang diteskan bagi masng-masing 20 responden.
Perhitungan itu didasarkan pada leksikon yang masih dipertahankan oleh seluruh
responden, yakni sebanyak 91 responden. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pemertahanan leksikon tanaman tradisional untuk bumbu masak (bumbon) mahasiswi
Kota Semarang tergolong rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa bumbu masak instan
telah menggeser bumbu masak tradisional hingga kurang lebih 45%. Pergeseran itu
kemungkinan besar terjadi karena lingkungan tempat tinggal mahasiswi Kota Semarang
jarang sekali ditemukan atau sebagian besar bumbu masak tradisional tersebut sudah
tidak ditemukan lagi. Kemungkinan selanjutnya adalah bergesernya budaya tradisional
ke budaya kontemporer, yakni bumbu masak tradisional telah tergesar dengan hadirnya
bumbu masak instan yang terus menggerus eksistensi bumbu masak tradisional tersebut
lewat penetrasi iklan dan membanjinrya bumbu instan di banyak tempat penjualan.
Selanjutnya, dalam pemaknaan tanaman bumbon, terdapat beberapa kesamaan,
misal secara sosial, tanaman itu dapat menjalin relasi sosial antara responden dengan
masyarakat (petani, penjual, dan keluarga sendiri). Secara ekonomis, tanaman bumbon
menghemat uang belanja keluarga dan dapat membantu/meningkatkan taraf hidup
petani dan penjual bumbon. Secara ekologis, tanaman bumbon ini melestarikan
lingkungan dan lingkungan menjadi semakin asri, alami, indah, sejuk, rindang, sehat,
cantik, bersih, ramah lingkungan.
Terakhir, faktor yang mempengaruhi pemertahanan tanaman bumbon oleh
keempat kelompok responden bersifat multifaktor, yakni faktor (i) kebiasaan keluarga,
(ii) alami, (iii) rasa enak/sedap/harum, (iv) harga murah, (v) mudah diperoleh/didapat,
dan sebagainya. Di samping itu, ada faktor yang sangat penting yang diyakini oleh
responden, yakni faktor pelestarian lingkungan, penjagaan kekayaan alam, dan
pemertahanan leksikon tanaman bumbon. Dengan demikian, faktor-faktor tersebut
menunjukkan adanya interrelasi yang sangat erat antara manusia, lingkungan dan
keberagaman merupakan tiga hal yang menyatu (tri tunggal) atau trinity yang tak
terpisahkan (inseparable).

BAB III
PENUTUP

A. Keunggulan Jurnal
Jurnal ini menjelaskan dan menguraikan tentang sebuah penelitian Analisis
Sosio-Ekono-Ekolinguistik terhadap Pemertahanan Leksikon Tanaman Tradisonal
untuk Bumbu Masak bagi Mahasiswi di Kota Semarang yang ditulis oleh Wahyudi Joko
Santoso dan menelitinya dengan menggunakan metode dan teknik analisis seperti ini,
Sudaryanto (1993) membedakan metode penyajian hasil analisis data menjadi dua, yaitu
metode formal dan informal. Metode penyajian formal adalah penyajian hasil analisis
dengan tanda dan lambang yang dalam penerapannya dilakukan dengan bagan-bagan
dan tabel-tabel. Adapun metode penyajian informal adalah metode panyajian dengan
kata-kata biasa (natural language) walaupun dengan terminologi yang sifatnya teknis.
Metode yang akan dimanfaatkan adalah metode jenis kedua, yaitu metode informal dan
pelaksanaan dari metode informal tersebut sekaligus merupakan penggunaan teknik
informal itu sendiri.
Kemudian didapatkan hasil penelitian, bahwa pemertahanan leksikon tanaman
tradisional untuk bumbu masak (bumbon) mahasiswi Kota Semarang tergolong rendah.
Hal ini dapat diartikan bahwa bumbu masak instan telah menggeser bumbu masak
tradisional hingga kurang lebih 45%. Pergeseran itu kemungkinan besar terjadi karena
lingkungan tempat tinggal mahasiswi Kota Semarang jarang sekali ditemukan atau
sebagian besar bumbu masak tradisional tersebut sudah tidak ditemukan lagi.
Kemungkinan selanjutnya adalah bergesernya budaya tradisional ke budaya
kontemporer, yakni bumbu masak tradisional telah tergesar dengan hadirnya bumbu
masak instan yang terus menggerus eksistensi bumbu masak tradisional tersebut lewat
penetrasi iklan dan membanjinrya bumbu instan di banyak tempat penjualan.
(1) Pemertahanan Tanaman Tradisional ke-4 Perguruan Tinggi UPGRIS,
UNNES, UNIKA, UNDIP, (2) Makna Sosial-Ekonomis-Ekologis Leksikon Tanaman
Tradisional bagi Mahasiswi Kota Semarang, dan (3) Alasan Pemertahanan Leksikon
Tanaman Tradisional bagi Mahasiwi Kota Semarang.

B. Kelemahan Jurnal
Jurnal ini masih terdapat kesalahan dari segi penulisan yakni dalam tataran ejaan
dan tata bahasa. Pada saat menguraikan bagian pendekatan, penulis juga tidak
mencantumkan Jurnal penelitian ini juga membahas mengenai sumber datanya
darimana, teorinya menggunakan teori apa, dan pendapat ahli yang mendukung
pendekatan tersebut pun tidak ada. Kemudian dalam jurnal penelitian ini, peneliti
menggunakan metode penelitian metode deskriptif-analitik. Namun, peneliti tidak
menyertakan teori atau pendapat ahli yang mendukung tentang metode yang digunakan
oleh peneliti dalam jurnal penelitian tersebut. Untuk data dan sumber data dalam jurnal
penelitian ini, berupa satuan-satuan lingual (leksikon) tanaman tradisional dan
manfaatnya untuk bumbu masak yang digunakan dalam konteks menanam tanaman
tradisonal dan atau menggunakannya untuk memasak. Dalam hal ini, peneliti juga tidak
mencantumkan teori, pendapat ahli, atau sumber acuan data yang didapatkan dalam
jurnal penelitian ini.
Pada bagian simpulan dari jurnal penelitian ini, penulis menghubungkannya
dengan faktor yang mempengaruhi pemertahanan tanaman bumbon oleh keempat
kelompok responden bersifat multifaktor, yakni faktor (i) kebiasaan keluarga, (ii) alami,
(iii) rasa enak/sedap/harum, (iv) harga murah, (v) mudah diperoleh/didapat, dan
sebagainya. Namun, pembahasan ini tidak didapatkan pada pembahasan atau pun
pendahuluan dari jurnal penelitian tersebut, pembahasan ini hanya terdapat pada
simpulan jurnal penelitian.

C. Implementsi
Terdapat banyak kesamaan dalam memaknai tanaman tradisional untuk bumbu
masak (bumbon), misal secara sosial, tanaman tradisional tersebut dapat menjalin relasi
sosial yang baik antara responden dengan masyarakat (petani, penjual, dan keluarga
sendiri). Secara ekonomis, tanaman bumbon itu dapat menghemat uang belanja keluarga
dan dapat membantu/meningkatkan taraf hidup petani dan penjual bumbon. Secara
ekologis, tanaman bumbon dapat melestarikan lingkungan hidup (tanaman tradisonal
untuk bumbu masak) dan lingkungan menjadi semakin lebih asri, alami, indah, sejuk,
rindang, sehat, cantik, bersih, ramah lingkungan, dan tanaman tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai obat herbal. Artinya tanaman tersebut multiguna: sebagai bumbu
msak dan obat herbal yang tentu saja lebih sehat, aman, dan murah.

DAFTAR PUSTAKA

al-Gayoni, Yusradi Usman. (2010). “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo:


Pendekatan
Ekolinguistik.” Tesis. Medan: Sekolah Pascarsarjana USU.

Derni, Ammaria. (2008). “The Ecolinguistic Paradigm: An Integrationist Trend in


Language
Study”. The International Journal of Language Society and Culture. Volume 24.
Abou
Bekr Belkaid University. Halaman 21-30.

Haugen, Einar Ingvald. (1972). The Ecology of Language. Stanford: Stanford


University

Press. Hymes, Dell. (1985). Foundations in Sociolinguistics: An Ethnographic


Approach. 7th
Edition. Philadelphia. University of Pennsylvania Press.

Mbete, Aron Meko. (2009). “Selayang Pandang Tentang Ekolinguistik: Perspektif


Kelinguistikan Yang Prospektif”. Bahan untuk Berbagi Pengalaman
Kelinguistikan
dalam Matrikulasi Program Magister Linguistik Program Pasca Sarjana
Universitas
Udayana, 12 Agustus 2009.

Subiyanto, Agus. “Ekolinguistik: Model Analisis dan Penerapannya.” Dalam


Humanika
Jurnal Ilmiah Kajian Humaniora.

Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana
University Press.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Cetakan ke-20.
Bandung: Alfabeta.

Wardhaugh, Ronald. (1988). An Introduction to Sociolinguistics. New York: Basil


Blackwell

Ltd. Webografi http://kbbi.kata.web.id/leksikon. Diunduh pada tanggal 25 September


2017.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0388000115000352. Diunduh
pada
tanggal 25 Juni 2017.

Kemdikbud.go.id/entri/leksikon. Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2017.

https://www.merriam-webster.com/dictionary/sociology. Diunduh pada tanggal 22


Oktober
2017.

Anda mungkin juga menyukai