Anda di halaman 1dari 48

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SISTEM INTEGUMEN LUKA BAKAR

Disusun oleh

Ayu setyana

Imroatus soliha

Suciana dwi wulandari

Sahrul ali

yoga harlian

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI

2014-2015
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT.Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan karunia kepada kami,sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.Pada
kesempatan ini kami haturkan terima kasih kepada Ibu / Bapak Dosen pembimbing sehingga
makalah ini dapat tersususun. Tak lupa pula kepada teman-teman yang terus memberikan
motivasi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan hasil maksimal.Harapan
kami, makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Saran dan kritik yang bersifat
membangun selalu kami harapkan,demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjut
nya.

Terima Kasih,
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi &
melindungi permukaan tubuh (Depkes Ri, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 2002).

Kulit merupakan organ tubuh yang paling luar yang membatasinya dengan
dunia luar. Organ yang sangat essensial, vital, serta cermin kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat kompleks, elastic, dan sangat sensitive, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh. Luas kulit kira-kira 1,5-2 m2, berat kulit kira-
kira 4kg. pada orang dewasa 7% dari berat badan, tebal 1,5-4 mm, berbeda pada setiap
bagian dari tubuh. Setiap 1 cm2 kulit mengandung 70 cm pembuluh darah, 55 cm
saraf, 100 kelenjar keringat, 15 kelenjar, 230 reseptor sensori, dan ½ juta sel mati dan
sel baru.

Kulit mempunyai susunan serabut saraf yang teranyam secara halus & berguna
untuk merasakan sentuhan/sebagai alat peraba. Kulit merupakan organ hidup yang
mempunyai keadaan yang sangat bervariasi. Bagian kulit yang sangat tipis terdapat
disekitar mata & yang paling tebal terdapat ditelapak kaki & telapak tangan. Masing-
masing mempunyai cirri khas (dermatoglipic pattern) yang berbeda-beda pada setiap
orang yaitu berupa garis lengkung & berkelok-kelok. Hal ini berguna untuk
mengidentifikasi seseorang. Kulit dapat dibedakan menjadi 3 lapisan yaitu kulit ari
(epidermis), kulit jangat (dermis=kutis), dan hipodermis (sub kutis).

B. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM :

Mengetahui dan mengenal tentang system integument pada manusia.

2. TUJUAN KHUSUS :

1. Mengerti tentang konsep dasar system integument

2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan anatomi integument

3. Menjelaskan fisiologi integument

4. Menjelaskan mekanisme terjadinya nyeri

5. Dapat mengenal derajat luka bakar dan perhitungan cairan berdasarkan derajatnya

8. Mengenal alat – alat keperawatan luka bersih dan kotor


9. Mengenal jenis – jenis balutan luka

10. Dapat mengerti dan mengetahui askep terkait kasus integument

11. Askep Luka Bakar


BAB II

TINJAUAN KASUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi,

syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001).

Luka oleh karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti api, air panas,

listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah ( Mansyoor, dkk, 2000).

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh

kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

(Yefta Moenadjat, 2003).

Cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke kulit

(Effendi, 1999; Smeltzer & Bare, 2002).

2. Etiologi Luka Bakar

a. Air panas

b. Api

c. Listrik, petir, radiasi

d. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)

e. Ledakan kompor, udara panas

f. Ledakan ban. Bom

g. Sinar matahari

h. Suhu yang sangat rendah (frost bite)


3. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,

natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan terjadinya

edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Kehilangan

cairan tubuh pada klien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

peningkatan mineralokortikoid (retensi air, natrium, klorida, ekskresi kalium), peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, perbedaan tekanan osmotik intra dan ekstra sel.(Djuanda,A

2001).

Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler

yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan diikuti

dengan; penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada

organ mayor, edema menyeluruh. ( Mansjoer, A.dkk. 2000).

Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR

akan menurun yang mengakibatkan penurunan haluaran urine.(Djuanda, A.2001).

Sepertiga dari klien-klien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang

berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi

oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh

klien akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan repon

lokal.(Djuanda, A. 2001).

Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran.

Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang paling sering menyebabkan cedera inhalasi

karena gas ini merupakan produk sampingan pembakaran bahan-bahan organik. Efek

patofisiologiknya adalah hipoksia jaringan yang terjadi ketika karbonmonoksida berikatan

dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin.(Djuanda, A. 2001).


Respon umum yang biasa terjadi pada klien luka bakar >20% adalah penurunan

aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek repson hipovolemik dan

neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas.(Djuanda, A. 2001).

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon

imun akan dipengaruhi nsecara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan

pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobulin serta

komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit

(limfositopenia). Imunosupresi membuat klien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami

sepsis.(Djuanda, A. 2001).

Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhunya.

Karena itu klien-klien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam

beberapa jam pertama pasca luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme

menyetel kembali suhu inti tubuh, klien luka bakar akan mengalami hipertermi selama

sebagian besar periode pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.

4. Klasifikasi Luka Bakar

a. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan

Gambar 1. Lapisan kulit normal dengan apendisesnya


Gambar 2. Kedalaman luka bakar

1) Luka bakar derajat I:

a) Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).

b) Kulit kering, hiperemik berupa eritema.

c) Tidak dijumpai bulae.

d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

e) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.

f) Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari.

Gambar 3. Luka bakar derajat I


2) Luka bakar derajat II

a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi

disertai proses eksudasi.

b) Dijumpai bullae.

c) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

d) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit

normal.

Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:

a) Derajat II dangkal (superficial).

1). Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

2). Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebasea masih utuh.

3). Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari,

tanpa operasi penambalan kulit (skin graft).

Gambar 4. Luka bakar derajat Iisuperficial


b) Derajat II dalam (deep).

 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea sebagian besar masih utuh.

 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa.

Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).

Gambar 5. Luka bakar derajat IIdalam

3) Luka bakar derajat III

a) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.

b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea

mengalami kerusakan.

c) Tidak dijumpai bulae.

d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering letaknya lebih

rendah dibanding kulit sekitar.

e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai

eskar.

f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf

sensorik mengalami kerusakan/kematian.


g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari

dasar luka.

Gambar 6. Luka bakar derajat III

b. Berdasarkan berat ringannya luka bakar

Berat ringannya luka bakar ditentukan berdasarkan luas permukaan

tubuh yang terkena (Total Body Surface Area atau TBSA) yang dihitung

berdasarkan persentase, misalnya dengan cara Rule of Nine dari Wallace dan

derajat kedalaman luka bakar. Disamping faktor tersebut ternyata masih

terdapat faktor-faktor lain yang berperan menentukan berat ringannya luka

bakar seperti usia, ada/tidaknya cedera inhalasi, dan sebagainya.

Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak dipakai adalah cara Rule

of Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut (untuk dewasa):

TABEL 1
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE
NO AREA %
1 Head and neck 9
2 Anterior trunk 18
3 Posterior trunk 18
4 Genitalia 1
5 Right arm 9
6 Left arm 9
7 Right thigh 9
8 Left thigh 9
9 Right leg 9
10 Left leg 9
Total 100

Perhitungan luas luka bakar untuk anak ≤ 15 tahun ditetapkan berdasarkan modifikasi dari
Rule of Nine sebagai berikut:
Tabel 2.
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINEUNTUK USIA ≤ 15 TAHUN
NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH 0-1 TH 5 TH 15 TH
1 Kepala, muka dan leher 18 % 14 % 10 %
2 Badan sebelah depan 18 % 18 % 18 %
3 Badan sebelah belakang 18 % 18 % 18 %
4 Alat gerak atas kanan 9% 9% 9%
5 Alat gerak atas kiri 9% 9% 9%
6 Alat gerak bawah kanan 14 % 16 % 18 %
7 Alat gerak bawah kiri 14 % 16 % 18 %
Jumlah total 100 % 100 % 100 %
Antaraumur 1-5 tahun, tiaptahuntiaptungkaibertambah 0,4 % danantaraumru 5-15

tahun, tiaptahuntiaptungkaibertambah 0,2 %. Satutelapaktanganpenderitamempunyailuas 1 %

dariluastubuhnya.

Disamping dengan cara Rule of Nine, ada cara yang kadang dipaka iuntuk menghitung

luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar sesuai dengan golongan usia. Cara ini

menggunakan Lund and Browder Chart.

TABEL 3
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN LUND AND BROWDER CHART
AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
1 Head 19 17 13 10 7
2 Neck 2 2 2 2 2
3 Anterior trunk 13 17 13 13 13
4 Posterior trunk 13 13 13 13 13
5 Right buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
6 Left buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
7 Genitalia 1 1 1 1 1
8 Right upper arm 4 4 4 4 4
9 Left upper urm 4 4 4 4 4
10 Right lower arm 3 3 3 3 3
11 Left lower arm 3 3 3 3 3
12 Right hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
13 Left hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
14 Right thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
15 Left thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
16 Right leg 5 5 5½ 6 7
17 Left leg 5 5 5½ 6 7
18 Right foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
19 Left foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½

Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita (Yefta

Moenadjat, 2003):

1) Luka bakar berat / kritis (major burn)

a) Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50

tahun.

b) Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama.

c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.

d) Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas

luka bakar.

e) Luka bakar listrik tegangan tinggi.

f) Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).

g) Klien-klien dengan risiko tinggi.

2) Luka bakar sedang (moderate burn)

a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III < 10%.

b) Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40

tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%.

c) Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak

mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.

3) Luka bakar ringan (mild burn)

a) Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.


b) Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.

c) Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai muka, tangan, kaki

dan perineum.

5. Pembagian Zona Kerusakan Jaringan

a. Zona koagulasi

Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat

pengaruh panas.

b. Zona statis

Daerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di daerah ini

terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trobosit dan

leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti

perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini

berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berakhir dengan

nekrosis jaringan.

c. Zona hiperemi

Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi

tanpa banyak melibatkan reaksi seluler.


6. Fase Luka Bakar

Dalam perjalanan penyakitnya dibedakan 3 fase pada luka bakar yaitu:

a. Fase darurat/resusitasi

Fase ini berlangsung dari awitan cedera hingga selesainya resusitasi

cairan. Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran nafas

karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi

gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termis

yang bersifat sistemik.

b. Fase akut atau intermediat

Fase akut atau intermediat berlangsung sesudah fase darurat/resusitasi

dan dimulai 48 hingga 72 jam setelah terjadi luka bakar. Selama fase ini,

perhatian ditujukan pada pengkajian dan pemeliharaan yang

berkesinambungan terhadap status respirasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan

dan elektrolit, serta fungsi gastrointestinal. Perawatan luka bakar dan

pengendalian nyeri merupakan prioritas pada tahap ini. Pada tahap ini sudah

dipertimbangkan intervensi pembedahan (debridement, skin grafting)

c. Fase rehabilitasi

Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi

maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa

parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karapuhan jaringan

atau organ-organ strukturil (misal, bouttonierre deformity).

7. Indikasi Rawat Inap Klien Luka Bakar

Kebutuhan klien untuk dirawat di rumah sakit ditentukan berdasarkan pada

keparahan cedera luka bakar yang dideritanya. Berikut ini adalah kondisi dimana klien

harus dirawat di rumah sakit (Christantie Effendi, S.Kp., 1999):


a. Luka bakar derajat II > 15% pada dewasa dan > 10% pada anak.

b. Luka bakar derajat II pada muka, leher, tangan, kaki dan perineum.

c. Luka bakar derajat III > 2% pada dewasa dan setiap derajat III pada anak.

d. Luka bakar disertai trauma visera, tulang dan jalan napas.

e. Luka bakar karena sengatan listrik tegangan tinggi.

8. Penatalaksanaan Luka Bakar

Penatalaksanaan klien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat klien

dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain

mencakup penanganan awal (di tempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat

darurat, penanganan klien luka bakar di ruang perawatan intensif dan penanganan

klien luka bakar di bangsal perawatan atau unit luka bakar (Christantie Effendi, S.Kp.,

1999).

a. Penanganan awal di tempat kejadian

Tindakan yang harus dilakukan terhadap korban luka bakar:

1) Jauhkan korban dari sumber panas. Jika penyebabnya api, jangan biarkan

korban berlari, anjurkan korban untuk berguling-guling atau bungkus tubuh

korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang

cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada di ruangan tertutup.

2) Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban.

3) Kaji kelancaran jalan napas korban, beri bantuan pernapasan (life support) dan

oksigen jika diperlukan.

4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 20
o
C (suhu air yang terlalu rendah akan menyebabkan hipotermia) selama 15-20

menit segera setelah terjadinya luka bakar (jika tidak ada masalah pada jalan

napas korban).
5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak-

banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuh korban.

6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar dan cedera lain

yang menyertai luka bakar.

7) Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut (tutup

tubuh korban dengan kain/kasa yang bersih selama perjalanan ke rumah sakit).

b. Penanganan pertama luka bakar di unit gawat darurat

1) Penilaian keadaan umum klien. Perhatikan A: Airway (jalan napas); B:

Breathing (pernapasan); C: Circulation (sirkulasi).

2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.

3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien mengalami

trauma inhalasi).

4) Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien perlu dilakukan

intubasi atau trakheostomi).

5) Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya

fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal

ginjal, dll) dan penyebab luka bakar karena tegangan listrik (sulit diketahui

secara akurat tingkat kedalamannya).

6) Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III biasanya

dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter).

7) Pasang kateter urine.

8) Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.

9) Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter). Biasanya

diberikan sesuai formula Parkland yaitu 4 ml/kg BB/ % luka bakar pada 24
jam pertama. Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan dan pada 16

jam II diberikan sisanya (disesuaikan dengan produksi urine tiap jam)

10) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan . pada klien yang mengalami trauma

inhalasi/gangguan sistem pernapasan dapat dilakukan nebulisasi dengan

obat bronkodilator.

11) Periksa lab darah.

12) Berikan suntikan ATS/Toxoid.

13) Perawatan luka.

14) Pemberian obat-obatan (kkolaborasi dengan dokter); analgetik, antibiotik

dll.

15) Mobilisasi secara dini (range of motion).

16) Pengaturan posisi.

c. Penanganan klien luka bakar di unit perawatan intensif

Pada kondisi klien yang makin memburuk, perlu adanya penanganan secara

intensif di unit perawatan intensif terutama klien yang membutuhkan alat bantu

pernapasan (ventilator). Hal yang harus diperhatikan selama klien dirawat di unit ini

meliputi:

1) Pantau keadaan klien dan setting ventilator.

2) Observasi tanda-tanda vital; tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap jam dan suhu

setiap 4 jam.

3) Pantau nilai CVP.

4) Amati GCS.

5) Pantau status hemodinamik.

6) Pantau haluaran urine (0,5-1 cc/kg BB/jam)

7) Auskultasi suara paru tiap pertukaran jaga.


8) Cek AGD setiap hari atau bila diperlukan.

9) Pantau saturasi oksigen.

10) Pengisapan lendir (suction) minimal setiap 2 jam dan jika perlu.

11) Perawatan mulut setiap 2 jam (beri boraq gliserin).

12) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes setiap 2 jam.

13) Ganti posisi klien setiap 3 jam.

14) Fisioterapi dada.

15) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter, tube setiap hari.

16) Ganti tube dan NGT setiap minggu.

17) Observasi letak tube (ETT) setiap shift.

18) Observasi terhadap aspirasi cairan lambung.

19) Periksa lab darah: elektrtolit, ureum/creatinin, AGD, protein (albumin), gula darah

(kolaborasi dengan dokter).

20) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit.

21) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter.

d. Penanganan klien luka bakar di unit perawatan luka bakar

Klien luka bakar memerlukan waktu perawatan yang lama karena proses

penyembuhan luka yang lama terlebih pada klien dengan luka bakar yang luas dan

dalam.

Tindakan perawatan yang utama dalam merawat klien di unit luka bakar yaitu

perawatan luka, pengaturan posisi, pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat,

pencegahan komplikasi dan rehabilitasi.

Perawatan luka bakar ada dua yaitu perawatan terbuka dan perawatan tertutup.

Perawatan terbuka yaitu perawatan tanpa menggunakan balutan setelah diberi obat

topikal. Perawatan tertutup dengan menggunakan balutan gaas steril setelah diberikan
obat topikal atau tulle yang mengandung chlorhexidine 0,05%, gaas lembab (moist)

dengan NaCl 0,9% dan gaas kering. Penggunaan obat topikal disesuaikan dengan

kedalaman luka bakar. Luka bakar grade II superficial menggunakan chlorampenicol

zalf mata, sedangkan luka bakar grade II dalam dan grade III menggunakan SSD.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam perawatan luka bakar:

- Anatomi dan fisiologi kulit.

- Pathofisiologi luka bakar.

- Prinsip-prinsip penyembuhan luka.

- Prinsip-prinsip pengontrolan infeksi (Universal precaution: teknik cuci tangan

bersih, penggunaan handschoen, masker, topi, baju steril; teknik bersih dan aseptik).

- Faktor-faktor penyebab infeksi.

- Cara mengatasi nyeri.

Selain hal-hal di atas, perlu juga diperhatikan teknik memandikan pasien luka

bakar.
WOC:
Burning agent

Cederalukabakarse
dang&berat

Respon stress Kerusakansa Kerusakanint Risikoinf Kerusakanka Inhalasi


raf egritaskulit eksi piler asap, gas CO
Nyeri
↑ hormon kortikoid Krsknrspi
adrenal dan pelepasan ↑
Evavorasi Responinfl mun
katekolanin Ansietas permeabilitaskap
amasi
iler
Hiper- Hipotermi Kurangvol Kehilanganca Keracunan
Vasokonstriksis iran plasma gas CO
metabolisme Ansietas cairan
elektif dan protein
Pemulihanke Kerusakanp
kedalaminter
↑ Perubahan Gangguan mbaliintegrit stisial
ertukaran
tahananperifer proses citradiri askapiler gas
keluarga
Edema
↑ afterload Kurangpengeta Kelebihanvolcair jalannapas
jantung huan an
Bersihanja
Edema luka lannapasti
Perubahannutr ↓curahjan
dakefektif
isikurangdarike tung
butuhantubuh Hemokonsentrasi
Kerusakanmobilitasfisik

Ggnperfusijaring ↓
anperifer ↓ volume darah yang tekosmotikkoloidkapil
bersirkulasi er
Tek hidrostatik
↓ curahjantung Edema
vaskuler kelebihan
umum tekanan osmotik
Syok koloid

Paru Ginjal GI T

Lambung Usus
Insufisiensipulmo ATN
nal PK : Perdarahan PK : Ileus
PK :
GI paralitik
AR DS Insufisiensiginjal

Translokasikuma
Kerusakanpertuk n
aran gas

PK : Sepsis
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA

BAKAR (COMBUSTIO)

Asuhan keperawatan pada klien luka bakar disesuaikan dengan fase luka bakar.

A. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat/Resusitasi

a. Pengkajian

1. Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa

responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan

ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat

berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).

Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan

ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi

endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.

Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada

kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :

a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau

bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan pernafasan

apakah terdapat cilia pada saluran pernafasan mengalami kerusakan

yang disebabkan oleh asap atau inhalasi.

b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:

ü Adanya snoring atau gurgling

ü Stridor atau suara napas tidak normal

ü Agitasi (hipoksia)
ü Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements

ü Sianosis

c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas

dan potensial penyebab obstruksi :

ü Muntahan

ü Perdarahan

ü Gigi lepas atau hilang

ü Gigi palsu

ü Trauma wajah

d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien

terbuka.

e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien

yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.

f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien

sesuai indikasi :

ü Chin lift/jaw thrust

ü Lakukan suction (jika tersedia)

ü Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask

Airway

ü Lakukan intubasi

2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas

dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak

memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:


dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of

open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara

lain :

a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan

oksigenasi pasien.

ü Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-

tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest,

sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan

yanbg disebabkan karna trauma inhalasi.

ü Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,

subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis

haemothorax dan pneumotoraks.

ü Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.

b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.

c.Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai

karakter dan kualitas pernafasan pasien.

d. Penilaian kembali status mental pasien.

e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau

oksigenasi:

ü Pemberian terapi oksigen

ü Bag-Valve Masker

ü Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang

benar), jika diindikasikan


ü Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway

procedures

g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan

berikan terapi sesuai kebutuhan.

3. Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara

lain :

a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.

b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.

c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan

pemberian penekanan secara langsung.

d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:

ü Menentukan ada atau tidaknya

ü Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)

ü Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)

ü Regularity

e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau

hipoksia (capillary refill).

f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala

AVPU :

A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah

yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak

bisa dimengerti

P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika

ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk

merespon)

U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri

maupun stimulus verbal.

5. Expose, Examine dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada

pasien. Jika pasien diduga memiliki luka bakar yang mempunyai

derajad luka yang tinggi, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.

Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.

Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien

adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.

Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien

dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan

pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).

Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang

mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera

dilakukan:

ü Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien

ü Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa

pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang

berpotensi tidak stabil atau kritis.


4. PENGKAJIAN SEKUNDER

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang

dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary

survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil.

a. Anamnesis

Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis

riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian

pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat

masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga,

sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).

Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh

langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,

usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu,

konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau

orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang

dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran

mengenai cedera yang mungkin diderita, seperti terbakar dalam

ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang

bisa didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing

Association, 2007):

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,

plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti

sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,

jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat

P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti

penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa

dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,

dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga

periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)

E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera

(kejadian yang

menyebabkan adanya keluhan utama)

B. Pengkajian sistem integumen

a. Anamnesis

Pengkajian riwayat kesehatan sistem integumen dilakukan secara anamnesis


oleh perawat pada pasien untuk menemukan permasalahan yang dikeluhkan oleh
pasien. Secara ringkas pengkajian riwayat kesehatan integumen, meliputi hal-hal
berikut ini.
1. Tanyakan pada pasien tentang persepsi pola hidup sehat
2. Tanyakan apakah pasien mempunyai binatang peliharaan.
3. Tanyakan apakah pola nutrisi dan ragam diet yang digunakan dapat mengubah
kondisi kulit pasien.
4. Tanyakan dalam pola sehari-hari kondisi kulit tentang kekeringan atau kondisi
produksi keringat berlebih.
5. Tanyakan pada pasien akan adanya lesi, kemerahan, atau memar. Bisa jadi
merupakan gangguan dari panas, dingin, atau stres, keterbukaan terhadap
materi toksik, berjalan-jalan ke tempat yang terbuka, atau hasil
perawatan kulit
6. Apakah pasien memperhatikan adanya perubahan warna kulit?
7. Tanyakan apakah pasien banyak bekerja atau menghabiskan1 waktu berlebihan
di luar. Bila ya, apakah menggunakan pelindung matahari dan seberapa banyak
efeknya.
8. Tanyakan tentang frekuensi mandi dan jenis sabun yang digunakan.
9. Tanyakan adakah terjadi trauma kulit akhir-akhir ini
10. Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat alergi yang menyebabkan
kemerahan atau bintik-bintik merah dan gatal.
11. Tanyakan apakah pasien menggunakan obat-obatan topikal atau ramuan
sendiri (rendaman atau bantal pemanas) ke kulit.
12. Tanyakan apakah pasien pergi ke salon perawatan kulit, menggunakan lampu
pemanas, atau memakai pil perawatan kulit.
13. Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat keluarga dengan gangguan kulit
yang serius seperti kanker kulit atau psoriasis.
14. Tanyakan kondisi psikososial pasien dengan kondisi gangguan kulit
mekanisme koping yang digunakan pada setiap ada permasalahan.
15. Tanyakan pola kepercayaan yang digunakan pada pasien dengan masalah yang
sedang dirasakan.

b. Pemeriksaan Fisik
 Karakteristik kulit normal
Keterampilan perawat dalam pengkajian fisik dan pemahamannya terhadap
anatomi dan fungsi kulit dapat menjamin bahwa setiap penyimpangan dari
keadaan normal akan dapat dikenali, dilaporkan, dan didokumentasikan.
 Warna
Warna kulit normal bervariasi antara orang yang satu dengan lainnya,
dan berkisar dari warna gading hingga cokelat gelap. Kulit bagian tubuh yang
terbuka, khususnya di kawasan yang beriklim panas dan banyak cahaya
matahari, cenderung lebih berpigmen daripada bagian tubuh lainnya. Efek
vasodilatasi yang ditimbulkan oleh demam, sengatan matahari, dan inflamasi
akan menimbulkan bercak merah muda atau kemerahan pada kulit. Pucat
merupakan keadaan tidak adanya atau berkurangnya tonus, serta vaskularitas
kulit yang normal dan paling jelas terlihat pada konjungtiva. Warna kebiruan
pada sianosis menunjukkan hipoksia seluler dan mudah terlihat pada
ekstremitas, dasar kuku, bibir, serta membran mukosa. Ikterus, yaitu kulit yang
menguning, berhubungan langsung dengan kenaikan kadar bilirubin serum dan
sering kali terlihat pada sklera, serta membran mukosa.
 Tekstur kulit
Tekstur kulit normalnya lembut dan kencang. Pajanan matahari, proses
penuaan, dan perokok berat akan membuat kulit sedikit lembut. Normalnya
kulit adalah elastis dan dapat cepat kembali apabila dilakukan pencubitan yang
sering disebut turgor kulit baik.
 Suhu
Suhu kulit normalnya hangat, walaupun pada beberapa kondisi pada bagian
perifer seperti tangan dan telapak kaki akan teraba dingin akibat suatu kondisi
vasokontriksi.
 Kelembapan
Secara normal kulit akan teraba kering apabila disentuh. Pada beberapa kondisi
seperti adanya peningkatan aktivitas dan pada peningkatan kecemasan,
kelembapan akan meningkat.
 Bau busuk
Kulit normalnya bebas dari segala bau yang tidak mengenakkan. Bau yang
tajam secara normal dapat ditemukan pada peningkatan produksi keringat
terutama pada area aksila dan lipat paha.
 Efloresensi
Efloresensi adalah pengkajian kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata
telanjang (secara objektif), dan bila perlu dapat diperiksa dengan perabaan.
Terdapat dua macam pengkajian efloresensi, meliputi :
1. Efloresensi primer adalah kelainan kulit yang terjadi pada permulaan penyakit.
Lesi karakteristik
Makula Perubahan warna kulit yang tegas dengan ukuran dan bentuk
bervariasi tanpa disertai peninggian atau cekungan (bila diameter
> 1 cm disebut patch).
Papula Peninggian kulit yang solid dengan diamter <1 cm dan bagian
terbesarnya berada di atas permukaan kulit (bila papula
bergabung dengan diameter >1 cm dan permukaan datar disebut
plakat)/
Nodul Seperti papula, berbentuk kubah, ukuran >1cm dan lebih dalam.
Tumor merupakan istilah umum untuk menunjukkan adanya
suatu massa baik jinak maupun ganas yang ukurannya >2cm.
Tumor Seperti nodul tetapi lebih besar dari nodul
Vesikula Peninggian kulit berbatas tegas berisi cairan dengan ukuran <1
cm, dapat pecah menjadi erosi, dapat bergabung menjadi bula.
Bula Peninggian kulit berbatas tegas berisi cairan dengan ukuran >1
cm.
Pustula Seperti halnya vesikula, tetapi isinya pus dan berada di atas
kulit yang meradang.
Urtika Peninggian kulit yang datar oleh karena edema pada dermis
bagian atas. Bersifat gatal, timbulnya cepat, hilangnya cepat,
pori-pori melebar, warna pucat.

2. Efloresensi sekunder adalah kelainan kulit yang terjadi selama perjalanan penyakit.
Lesi Karakteristik
Skuama Partikel epidermal dapat kering atau berminyak, tipis ataupun
tebal dan dilapisi masa keratin. Warnanya bervariasi putih,
keabu-abuan, kuning atau cokelat.
Erosi Hilangnya lapisan kulit sebatas epidermis dan sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut.
Ekskoriasi Hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare.
Ulkus Hilangnya kontinuitas jaringan pada dermis atau lebih dalam,
sembuh dengan meninggalkan jaringan parut.
Krusta Pengeringan cairan tubuh bercampur epitel debris bakteri.
Sikatriks Pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih banyak
mengandung jaringan ikat untuk mengganti jaringan yang rusak
akibat penyakit atau trauma pada dermis yang lebih dalam. Dapat
terjadi atrofi disebut sikatriks atrofi, bila membesar disebut
sikatriks hipertrofi.
Fisura Adalah retakan kulit yang linier sepanjang epidermis atau sampai
dermis, dapat multipel.

Diagnosa keperawatan

1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi

asap dan obstruksi saluran napas atas.

Batasan karakteristik
Subjektif
 Dispnea
 Sakit kepala pada saat bangun tidur
 Gangguan penglihatan

Objektif
 Gas darah arteri yang tidak normal
 pH arteri yang tidak normal
 ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
 warna kulit tidak normal
 konfusi
 sianosis
 karbondioksida menurun
 diaphoresis
 hiperkapnia
 hiperkarbia
 hipoksia
 hipoksemia
 iritabilitas
 napas cuping hidung
 gelisah
 somnolen

2) Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi

asap.

Batasan Karakteristik :
 Dispneu, Penurunan suara nafas
 Orthopneu
 Cyanosis
 Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
 Kesulitan berbicara
 Batuk, tidak efekotif atau tidak ada

 Mata melebar
 Produksi sputum
 Gelisah
 Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:


 Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
 Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi
jalan nafas, asma.
 Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di
alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
3) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan

kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.

Batasan karakteristik
Subjektif: Haus

Objektif
 Perubahan status mental
 Penurunan turgor kulit dan lidah
 Penurunan haluaran urin
 Penurunan pengisian vena
 Kulit dan membrane mukosa kering
 Kematokrit meningkat
 Suhu tubuh meningkat
 Peningkatan frekuensi nadi, penurunan TD, penurunan volume dan tekanan nadi
 Konsentrasi urin meningkat
 Penurunan berat badan yang tiba-tiba
 Kelemahan

4) Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.

Batasan karakteristik
 Kulit dingin
 Bantalan kuku sianosis
 Hipertensi
 Pucat
 Merinding
 Penurunan suhu tubuh dibawah normal
 Menggigil
 Pengisian kapiler lambat
 takikardi

5) Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta saraf dan dampak emosional dari luka

bakar.

Batasan karakteristik

Subjektif:
 Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat

Objektif:
 Posisi untuk mengindari nyeri
 Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
 Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernapasan atau
nadi, dilatasi pupil
 Perubaan selera makan
 Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau aktifitas lain, aktivitas
berulang
 Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka
terhadap rangsang, dan menghela napas panjang
 Wajah topeng; nyeri
 Perilaku menjaga atau sikap melindungi
 Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan proses piker, interaksi
menurun.
 Bukti nyeri yang dapat diamati
 Berfokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu
dan tidak menyeringai

b. Perencanaan

Tujuan Rencana Intervensi Rasional


Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
Pemeliharaan 1. Beri O2 yang lembab. 1. Suplementasi O2 dan
oksigenasi jaringan2. Kaji napas, tanda-tanda memberi kelembaban pada
yang adekuat. hipoksia. jaringan yang cedera.
KH: 3. Amati hal-hal berikut:2. Bukti peningkatan/
- Tidak ada eritema pada mukosa penurunan pernapasan.
dispnea. bibir dan pipi; lubang3. Tanda cedera inhalasi dan
- Frekuensi hidung yang gosong; risiko disfungsi pernapasan.
respirasi antara 12 luka bakar pada muka,4. Mengkaji perlunya ventilasi
dan 20 x/mt. leher, dada; mekanis.
- Paru bersih pada bertambahnya keparauan5. Deteksi dini penurunan
auskultasi. suara; adanya sputum status respirasi.
- Sat O2> 96%. hangus.
- AGD (N) 4. Pantau hasil AGD.
5. Pantau tingkat
kesadaran klien.
Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan
dengan edema dan efek dari inhalasi asap.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
Pemeliharaan 1. Pertahankan kepatenan1. Krusial untuk fungsi
saluran napas yang jalan napas. respirasi.
paten dan bersihan2. Beri O2 lembab. 2. Ekspektorasi.
saluran napas3. Dorong klien agar mau3. Meningkatkan pembuangan
adekuat. membalikkan tubuh, sekresi.
KH: batuk dan napas dalam.
- Jalan napas paten.
- Sekresi respirasi
minimal, tidak
berwarna dan encer.
- Frekuensi
respirasi, pola dan
bunyi napas
normal.
Diagnosa keperawatan: Kurang volume cairan yang berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
daerah luka bakar.
Pemulihan 2. Amati tanda vital,1. Resusitasi berlebihan dapat
keseimbangan haluaran urine. menyebabkan kelebihan
cairan dan elektrolit3. Beri cairan intravena beban cairan.
yang optimal dan dengan tepat. 2. Mempertahankan
perfusi organ-organ4. Naikkan bagian kepala keseimbangan cairan dan
vital. dan tinggikan ekstremitas elektrolit.
KH: yang terbakar. 3. Meningkatkan aliran balik
- Kadar elektrolit vena.
(N).
- Haluaran urine
0,5-1,0 ml/kg/jam.
- TD> 90/60
mmHg.
- N< 120 x/mt.
- Sensori jernih.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
- Urine jernih, BJ
Normal.
Diagnosa keperawatan: Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan
mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
Pemeliharaan suhu1. Beri lingkungan yang1. Mengurangi kehilangan
tubuh yang adekuat. hangat. panas lewat evaporasi.
KH: 2. Bekerja dengan cepat2. Pajanan minimal
- S: 361 – 383 oC. kalau lukanya terpajan mengurangi kehilangan
- Tidak ada udara dingin. panas lewat luka.
menggigil /3. Kaji suhu inti tubuh3. Deteksi dini terjadinya
gemetar. dengan sering. hipotermia.
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta
saraf dan dampak emosional dari luka bakar.
Pengendalian rasa1. Kaji tingkat nyeri (skala1. Mengevaluasi
nyeri. 1-10) evektivitasnya tindakan
KH: 2. Beri analgetik. mengurangi nyeri.
- Menyatakan3. Beri dukungan2. Menurunkan nyeri.
tingkat nyeri emosional. 3. Mengurangi ketakutan dan
menurun. ansietas akibat luka bakar.
- Tidak ada
petunjuk nonverbal
tentang nyeri.

b. Diagnosa keperawatan

1) Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler

dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam intravaskuler.

2) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya

respon imun.

3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.


4) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka bakar terbuka.

5) Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka

bakar.

6) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri dan

kontraktur persendian.

7) Koping tidak efektif yang berhubungan dengan perasaan takut serta ansietas, berduka dan

ketergantungan pada petugas kesehatan.

8) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan luka bakar.

9) Kurang pengetahuan tentang proses penanganan luka bakar.

10) PK : insufisiensi ginjal

11) PK : Perdarahan GI

12) PK : Ilius paralitik

13) PK : Sepsis

c. Perencanaan

Tujuan Rencana Intervensi Rasional

Diagnosa keperawatan:Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka,

kesembuhan luka dan penanganan luka bakar d.dklien mengeluh nyeri pada area luka,

klien tampak meringis, skala nyeri 4-6 .

Setelah diberikan - Kaji keluhan 1. Nyeri hampir selalu ada pd


tindakan nyeri perhatikan beberapa derajat beratnya
keperawatan selama lokasi/karakter keterlibatan jaringan/kerusakan
3x24 jam dan intensitas tetapi biasanya paling berat
diharapkan nyeri (skala 1-10) selama penggantian balutan dan
berkurang dgn - Ubah posisi dgn debridement. Perubahan
kriteria hasil : sering dan lokasi/karaker/intensitas nyeri dpt
rentang gerak mengindikasikan terjadinya
- Keluhan nyeri
pasif dan aktif komplikasi atatu
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

berkurang. sesuai indikasi. perbaikan/kembalinya fungsi


- Tidak - Dorong saraf/sensasi.
memberikan penggunaan 2. Gerakan dan latihan menurunkan
petunjuk tehnik kekakuan sendi dan kelelahan otot
fisiologik atau management tetapi tipe latihan tergantung pd
nonverbal bahwa stres, contoh lokasi dan luas cedera.
rasa nyerinya nafas dalam, 3. Memfokuskan kembali perhatian,
sedang atau bimbingan meningkatkan relaksasi, dan
berat. imaginasi dan meningkatkan rasa kontrol yg dpt
- Menggunakan visualisasi. menurunkan ketergantungan
teknik - Kolaborasi : farmakologis
pengendali nyeri. Berikan analgetik 4. mengurangi rasa nyeri
- Vital sign stabil. sesuai indikasi

Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan

pemulihan kembali integritas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke

dalam intravaskuler d.d edema, ↑ TD.

Setelah diberikan - Pantau tanda - Mencerminkan status cairan.


tindakan vital, asupan
keperawatan selama dan haluaran
3x24 jam cairan, berat
diharapkan badan. - Mencegah bolus cairan yang
keseimbangan - Beri cairan tidak disengaja.
cairan yang optimal intravena - Menurunkan volume
dgn kriteria hasil: adekuat. intravaskuler.
- Beri preparat
- Asupan, haluaran
diuretik atau
cairan dan berat
dopamin seperti
badan memiliki
yang
korelasi dengan
diprogramkan.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

pola yang
diharapkan.
- Tanda vital
normal.
Diagnosa keperawatan: Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka

bakar terbuka d.d lesi pada kulit, kemerahan, bengkak pada luka bakar.

Setelah diberikan - Bersihkan luka, 1. Mengurangi potensi kolonisasi


tindakan tubuh dan bakteri.
keperawatan selama rambut tiap
3x24 jam hari.
2. mempercepat kesembuhan luka.
diharapkan - Rawat luka.
3. Mempercepat perlekatan graft dan
Integritas kulit - Cegah
kesembuhan.
tampak membaik penekanan,
4. Mendukung pembentukan
dgn kriteria hasil: infeksi dan
granulasi.
mobilisasi pada
- Kulit tampak 5. Mengevaluasi keefektifan
autograft.
utuh, bebas sirkulasi dan mengidentifikasi
- Beri dukungan
infeksi, trauma. terjadinya komplikasi.
nutrisi yang
- Reepitelisasi
memadai.
luka baik.
- Evaluasi warna
- Reepitelisasi
sisi graft dan
donor baik.
donor,
- Kulit terlumasi
perhatikan
dan licin.
adanya/tak
adanya
penyembuhan.

Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka d.d


Tujuan Rencana Intervensi Rasional

klien mengeluh nafsu makan menurun, penurunan BB, mual muntah.

Setelah diberikan - Pantau BB dan 1. Menentukan apakah kebutuhan


tindakan jumlah asupan makan telah terpenuhi.
keperawatan selama kalori tiap hari. 2. Tanda yang menunjukkan
3x24 jam - Laporkan intoleransi terhadap jalur atau tipe
diharapkan distensi pemberian nutrisi.
pemenuhan nutrisi abdomen, 3. mencegah distensi
kembali adekuat volume residu gaster/ketidaknyamanan dan
dgn kriteria hasil: yang besar atau meningkatkan pemasukan.
diare kepada 4. mulut/palatum bersih
- Peningkatan BB
dokter. meningkatkan rasa dan membantu
tiap hari.
- Beri makan nafsu makan yg baik.
- Tidak
porsi kecil tapi 5. Membantu kesembuhan luka dan
memperlihatkan
sering peningkatan kebutuhan
tanda-tanda
- Tingkatkan metabolisme.
defisiensi
kebersihan Memenuhi kebutuhan nutrisi.
protein, vitamin
mulut (oral
dan mineral. Menjamin terpenuhinya nutrisi.
care)
- Memenuhi
- Kolaborasi : Indikator keb. Nutrisi dan
seluruh
Beri diet TKTP keadekuatan diet/terapi
kebutuhan nutrisi
lewat asupan Beri suplemen vitamin
oral. dan mineral.
- Kadar protein
Beri nutrisi enteral dan
serum normal.
parenteral.

Awasi pemeriksaan
laboratorium, albumin
serum,
kreatinin,transferin.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

Diagnosa keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan edema

luka bakar, rasa nyeri dan kontraktur persendian d.d kaku pada persendian.

Setelah diberikan 1. Atur posisi klien. 1. Mengurangi risiko kontraktur.


tindakan 2. Meminimalkan atropi otot.
keperawatan selama
2. Lakukan latihan
3x24 jam
rentang gerak. 3. Peningkatan pemakaian otot-otot.
diharapkan
3. Bantu klien untuk 4. Mempertahankan posisi sendi
Pencapaian
ambulasi dini. yang benar.
mobilitas fisik yang
4. Latih Fisioterapi.
optimal dgn kriteria
hasil:

- Turut
berpartisipasi
5. Mempercepat kemandirian.
dalam aktivitas
sehari-hari.
- Mempertahankan 5. Dorong perawatan
posisi fungsi mandiri sesuai
dibuktikan oleh kemampuan klien.
tak adanya
kontraktur
- Menunjukkan
tehnik/perilaku
yg mampu
melakukan
aktivitas
Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan perasaan takut serta ansietas,

berduka dan ketergantungan pada petugas kesehatan.d.d klien mengeluh cemas, ↑

(nadi, TD)

Setelah diberikan 1. Kaji kemampuan 1. Informasi dasar untuk


Tujuan Rencana Intervensi Rasional

tindakan dan strategi koping merencanakan perawatan.


keperawatan selama yang digunakan.
1x24 jam: 2. Tunjukkan
2. Mendorong timbulnya harga diri.
penerimaan, beri
- Mengatakan
dukungan dan
ansietas/
umpan balik yang
ketakutan
positif.
menurun sampai
3. Libatkan pasien/
tingkat dpt
orang terdekat dlm 3. Meningkatkan rasa kontrol dan
ditangani .
proses pengambilan kerjasama, menurunkan perasaan
- Mengatasi
keputusan kapanpun tidak berdaya/putus asa.
kesedihan atau
mungkin.
kehilangan.
4. Dorong pasien untuk
- Turut 4. pasien perlu membicarakan apa yg
bicara ttg luka bakar
berpartisipasi terjadi terus-menerus untuk
bila siap.
dalam membuat beberapa rasa thdp
5. Kolaborasi :
pengambilan situasi apa yg menakutkan.
Berikan
keputusan.
sedasi/tranquilizer
- Memiliki
ringan sesuai indikasi 5. Obat ansietas diperlukan untuk
perilaku yang
cth ; halopurinol ( periode singkat sampai pasien
penuh harapan
haldol) atau lorazepam lebih stabil scr psikis dan fokus
terhadap masa
( ativan ) internal kontrol ditingkatkan.
depan.
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan b.d proses penanganan luka bakar d.d

klien banyak bertanya tentang penyakitnya.

Setelah diberikan 1. Kaji kesiapan klien 1. Mengetahui tingkat pengetahuan


tindakan dan keluarganya klien dan keluarga.
keperawatan selama untuk belajar.
1x24 jam
2. Data dasar untuk penjelasan dan
diharapakan Klien
2. Kaji pengalaman indikasi yang menunjukkan
dan keluarga
klien dan keluarga. harapan klien serta keluarganya.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

mengungkapkan 3. Memberi arah yang spesifik pada


pemahaman klien.
penanganan luka
bakar dgn kriteria 3. Jelaskan pentingnya
4. Kejujuran meningkatkan harapan
hasil : partisipasi klien
yang realistis.
dalam perawatan.
- Menyatakan
4. Jelaskan lama waktu
dasar pemikiran
untuk sembuh.
untuk berbagai
aspek
penanganan yang
berbeda.
- Klien dan
keluarganya turut
berpartisipasi
dalam menyusun
rencana
penatalaksanaan.
Diagnosa keperawatan: Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya
barier kulit dan terganggunya respon imun.

Setelah diberikan - Gunakan - Meminimalkan risiko


tindakan tindakan asepsis kontaminasi silang.
keperawatan selama dalam semua
3x24 jam aspek
diharapkan resiko perawatan
infeksi tidak terjadi klien. - Menghindari agens penyebab
dgn kriteria hasil: - Lakukan infeksi.
skrining
- Tidak ada gejala
terhadap para
dan tanda - Sumber potensial bagi
pengunjung.
infeksi. pertumbuhan bakteri.
- Singkirkan
- Hasil kultur
tanaman dan
normal.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

- Vital sign stabil bunga dari - Mengetahui adanya infeksi


kamar klien. lokal.
- Inspeksi luka. - Mengetahui tingkat infeksi,
merencanakan antibiotik
yang tepat.
- Pantau hitung
- Mengurangi jumlah bakteri.
leukosit, hasil
- Mengurangi potensi
kultur, dan tes
kolonisasi bakteri pada luka
sensitivitas.
bakar.
- Ganti linen dan
- Kolaborasi :
personal
Membantu untuk
hygiene.
mencegah/,mengontrol infeksi
- Kolaborasi :
luka yg dpt menyebabkan
Berikan agen
kerusakan jaringan lanjut
topikal sesuai
indikasi contoh ;
silver sulfadiazin
(silvaden), mafedin
asetat (sulfamilon).

Diagnos keperawatan : PK : insufisiensi ginjal

Memantau dan 1. Pantau tanda dan 1. Hipovolemia dan hipotensi


meminimalkan gejala dari mengaktifasi sistem renin
komplikasi insufisiensi ginjal. angiotensin mengakibatkan
insufisiensi ginjal. tahanan vaskuler ginjal
meningkat.
2. Catat cairan masuk 2. Berhubungan dengan kelebihan
dan keluar masukan cairan.
3. Pantau tanda-tanda 3. Asidosis diakibatkan oleh
dan gejala asidosis ketidakmampuan ginjal
metabolik mengeksresikan ion hidrogen
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

posfat, sulfat dan keton


Diagnosa keperawatan :PK : Perdarahan GI

Memantau dan 1. Pantau tanda dan 1. Deteksi dini dapat membantu


menangani gejala perdarahan dalam menentukan intervensi
komplikasi gastrointestina
perdarahan GI

2. Pantau hemoglobin, 2. Nilai laboratorium ini


hematokrit, jumlah menggambarkan keefektifan
sel darah merah, pengobatan
trombosit, SGOT,
SGPT, BUN
3. Pantau tanda-tanda 3. Pemantauan yang teliti dapat
vital secara teratur mendeteksi perubahan dini dari
volume darah
Diagnosa keperawatan : PK : Ileus paralitik

Mengatasi dan 1. Pantau tanda-tanda 1. Membantu dalam menentukan


meminimalkan dari illeus paralitik intervensi
komplikasi illeus 2. Pantau fungsi usus 2. Pembedahan dan anastesi
paralitik menurunkan intervensi dari usus
dan menurunkan peristaltik usus
serta kemungkinan menyebabkan
ileus paralitik
Diagnosa keperawatan : PK : Sepsis

Memantau dan 1. Pantau tanda dan 1. Membantu dalam menentukan


menangani gejala septikemia intervensi
komplikasi 2. Pantau perubahan 2. Membantu dalam menentukan
septikemia dalam mental, intervensi
kelemahan,
malaisea,
hipotermia,
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

anoreksia

4. Evaluasi

1. Fase Darurat/Resusitasi

1. Pertukaran gas kembali adekuat

2. Perfusi jaringan kembali adekuat

3. Bersihan jalan nafas kembali efektif

4. Pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit optimal

5. Suhu tubuh klien kembali normal (36-37˚C)

6. Nyeri klien berkurang

2. Fase Akut

1. Nyeri klien berkurang

2. Keseimbangan cairan optimal

3. Integritas kulit membaik

4. Pemenuhan nutrisi adekuat

5. Pencapaian mobilitas fisik yang optimal

6. Ansietas berkurang

7. Klien dan keluarga paham tentang penyakitnya

8. Resiko infeksi tidak terjadi

9. Tidak terjadi komplikasi pada ginjal

10. Tidak terjadi perdarahan GI

11. Tidak terjadi komplikasi ileus paralitik

12. Tidak terjadi sepsis


3. Fase Rehabilitasi

1. Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari

2. Klien mampu beradaptasi dengan citra tubuh yang berubah

3. Klien dan keluarga paham tentang penyakitnya


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E.2000.Rencana AsuhanKeperawatan.Jakarta :EGC

http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-luka-bakar-combustio/

http://askeplukabakar.html.co.id

Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapis

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G.2001.Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai