Gawat Darurat
Gawat Darurat
4. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan circulation yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan
subjektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu,
riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontiny
Kaji :
1. Tekanan darah
2. Irama dan kekuatan nadi
3. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
4. Saturasi oksigen
b. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
2. Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit
3. Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
4. Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh yang mana, gunakan :
provoked (P), quality (Q), radian (R), severity (S) dan time (T)
5. Kapan makan terakhir
6. Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi pembedahan/kehamilan
7. Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang
dilakukan dan riwayat alergi klien.
8. Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.
c. Pengkajian Head to toe
1. Pengkajian kepala, leher dan wajah
o Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan jaringan lunak, adakah
perdarahan serta benda asing.
o Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan, benda asing, deformitas,
laserasi, perlukaan serta adanya keluaran
o Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah, kontusio/jejas, hematom, serta
krepitasi tulang.
o Kaji adanya kaku leher
o Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena leher, perdarahan, edema,
kesulitan menelan, emfisema subcutan dan krepitas pada tulang.
2. Pengkajian dada
o Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan
o Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
o Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
o Amati penggunaan otot bantu nafas
o Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi.
3. Abdomen dan pelvis
Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :
o Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
o Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi abdomen, jejas.
o Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
o Nadi femoralis
o Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
o Bising usus
o Distensi abdomen
o Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus, ekimosis, tonus spinkter ani
4. Ekstremitas
Pengkajian di ekstremitas meliputi :
o Tanda-tanda injuri eksternal
o Nyeri
o Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
o Sensasi keempat anggota gerak
o Warna kulit
o Denyut nadi perifer
5. Tulang belakang
Pengkajian tulang belakang meliputi :
o Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien dimiringkan untuk
mengamati :
- Deformitas tulang belakang
- Tanda-tanda perdarahan
- Laserasi
- Jejas
- Luka
o Palpasi deformitas tulang belakang
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :
o Radiologi dan scanning
o Pemeriksaan laboratorium : Analisa gas darah, darah tepi, elektrolit, urine analisa dan lain-lain
D. Diagnosa / Masalah Keperawatan Gawat Darurat
Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai kategori urgensi masalah
berdasarkan pada sistem triage dan pengkajian yang telah dilakukan.
Prioritas ditentukan berdasarkan besarnya ancaman kehidupan : Airway, breathing dan
circulation.
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada gawat darurat adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Gangguan perfusi jaringan perifer
5. Penurunan curah jantung
6. Nyeri
7. Volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan
8. Gangguan perfusi serebral
b. Kolaborasi
- Berikan O2
- Pemeriksaan laboratorium analisa gas darah
b.Kolaborasi
- Pemberian O2 sesuai kebutuhan pasien
- Pemeriksaan laboratorium / analisa gas darah
- Pemeriksaan rontgen thorax
- Intubasi bila pernafasan makin memburuk
- Pemasangan oro paringeal
- Pemasangan water seal drainage / WSD
- Pemberian obat-obatan sesuai indikasi
b. Kolaborasi
- Pemeriksaan laboratirum lengkap
- Pemberian cairan infus sesuai indikasi
- Pemeriksaan radiology
- Perekaman EKG
- Pemberian obat-obatan sesuai indikasi
b. Untuk membedakan tanggung gugat perawat dengan anggota tim kesehatan lainnya.
c. Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan kepada klien.
f. Untuk memberikan data yang berguna dalam bidang pendidikan dan penelitian.
d. Rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari rencana tindakan, tujuan, rencana intervensi serta
evaluasi dari tindakan keperawatan.
h. Evaluasi perencanaan.
i. Rasionalisasi dari proses intervensi jika diperlukan.
j. Sistem rujukan.
b) Diagnosis
Perawat menganalisis data hasil pengkajian guna menentukan diagnosa.
Kriteria Ukur :
Diagnosis diturunkan dari pengkajian data.
Diagnosa valid dengan kondisi pasien
Diagnosa dapat terdokumentasikan sehingga dapat memfasilitasi pembuatan hasil yang
diharapkan dan penyusunan intervensi keperawatan.
d) Perencanaan
Perawat mengembangkan rencana asuhan yang mengambarkan intervensinya dapat mencapai
hasil yang diharapkan
Kriteria Ukur :
Rencana setiap individu harus sesuai dengan kondisi/ kebutuhan pasien
Rencana dapat mengembangkan pasien, keluarga jika memungkinkan
Rencana dapat merefleksikan praktek keperawatan saat ini
Rencana didokumentasikan
Rencana yang diberikan dapat secara terus menerus
e) Implementasi
Perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan sesuai dengan rencana asuhan yang telah
dibuat
Kriteria Ukur :
Intervensi konsisten sesuai dengan yang telah direncanakan
Intervensi yang dilakukan lebih aman
Intervensi terdokumentasikan
f) Evaluasi
Perawat mengevaluasi perkembangan pasien kedepan sesuai kriteria hasil yang diharapkan
Kriteria Ukur :
Evaluasi dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan
Respon pasien pada setiap intervensi didokumentasikan
Keefektifan intervensi dievaluasi sesuai dengan kriteria hasil
Data pengkajian lanjut digunakan untuk merevisi diagnosa, kriteria hasil, rencana asuhan sesuai
dengan kebutuhan
Revisi diagnos, kriteria hasil dan rencana intervensi didokumentasikan
Pasien dan keluarga/ dan pemberi kesehatan dapat melakukan proses evaluasi
KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
C. Triase
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk
menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi selanjutnya. Tindakan ini
merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah terutama musibah
yang melibatkan massa.
Proses triage meliputi tahap pre-hospital / lapangan dan hospital atau pusat pelayanan
kesehatan lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat
kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat
berubah. Metode yang digunakan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistem
triage Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Petugas lapangan memberikan penilaian pasien untuk memastikan kelompok korban seperti
yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati.
Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban dengan risiko besar akan
kematian segera atau apakah memerlukan transport segera, serta melakukan tindakan
pertolongan primer dan stabilisasi_darurat.
Pada tahap rumah sakit, triage dapat juga dilakukan walaupun agak berbeda dengan triage
lapangan. Dengan tenaga dan peralatan yang lebih memadai, tenaga medis dapat melakukan
tindakan sesuai dengan kedaruratan penderita dan berdasarkan etika profesi. Saat menilai pasien,
secara bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk
menilai dan menstabilkan pasien berkurang.
Kategori Triase :
Hitam : pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memungkinkan untuk resusitasi.
Tidak memerlukan perhatian.
Merah : pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan transport segera.
Misalnya :
- gagal nafas
- cedera torako-abdominal
- cedera kepala atau maksilo-fasial berat
- shok atau perdarahan berat
- luka bakar berat
Kuning : pasien cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam waktu dekat. Dapat
ditunda hingga beberapa jam. Misalnya :
- cedera abdomen tanpa shok,
- cedera dada tanpa gangguan respirasi,
- fraktura mayor tanpa syok
- cedera kepala atau tulang belakang leher tanpa gangguan kesadaran
- luka bakar ringan
Kegiatan pokok :
o Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
o Pemakaian alat-alat pelindung
o Menggunakan praktik yang aman
o Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
Aspek Legal
Undang – Undang RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Aspek legal yang diberikan untuk memberikan perlindungan terhadap: penolong dan yang
ditolong sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku
Bab II Pasal 32
Ayat 1 : Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Ayat 2 : Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Pasal 82
Ayat 1 : Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas
ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan berkesinambungan pada bencana.
Ayat 2 :Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan
kesehatan pada tanggapdarurat dan pascabencana.
Pasal 85
Ayat 1 : Pelayanan keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan naik pemerintah
maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana penyelamatan nyawa
pasien dan pencegahan kecacatan
Ayat 2 : fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilarang menolak pasien dan atau meminta
uang muka terlebih dahulu
UU RI No 44 tentang Rumah Sakit
Pasal 1 : gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut
Pasal 29 ayat 1 butir c
Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien
sesuai dengan kemampuan pelayanannya
UU RI No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Pasal 60
Ayat 1 : dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan pemerintah daerah
Ayat 2 : pemerintah dan pemerintah daerah mendorong paertisipasi masyarakat dalam
penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat
Pasal 74
Ayat 1 : penyelesaian sengketa penanggulangan bencana pada tahap pertama diupayakan
berdasarkan asas musyawarah mufakat
Ayat 2 : dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak
diperoleh kesepakatan para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian di luar pengadilan atau
melalui pengadilan
Kepmenkes RI Nomor 148 Tahun 2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
Pasal 10 : dalam keadaan gawat darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/ pasien dan
tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar
kewenangan.
Diposkan 11th February 2014 oleh Enita Nopita
0
Tambahkan komentar
INSPIRASIKU
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
ABNORMAL
GAWAT DARURAT
GAWAT DARURAT
GAWAT DARURAT
GDS 30
PNEUMONIA
ABNORMAL
FAKTOR PENYEBAB PERILAKU ABNORMAL
Secara teknis, suatu perilaku abnormal hampir tidak pernah lahir secara tiba-tiba. Kita
sering mendengar misalnya, seseorang melakukan kesalahan dalam menebak angka dalam suatu
permainan totalisator yang berhadiah sangat besar. Ia sangat mengharap keberuntungan, tetapi
karena melenceng sedikit saja, hadiah yang baginya sangat besar dan sangat diharapkan itu tidak
ia dapatkan. Hal ini mempengaruhi pikirannya dan membuat pikirannya terganggu. Kasus
tersebut merupakan cerita awam yang hanya melukiskan kebenaran-kebenaran yang sangat
dangkal yaitu hanya melihat dari sudut pandang permukaannya saja. Secara ilmiah, harus dikaji
dari faktor-faktor yang membuat individu vulnerable (rawan) untuk abnormalitas.
Faktor-faktor ini baru ditemukan secara retrospektif (setelah kejadian) karena adanya
pola-pola yang membuat seseorang rawan untuk berperilaku abnormalitas. Pada umumnya,
manusia memiliki daerah-daerah yang rawan yang jika berada dalam situasi tertentu
memungkinkan untuk lebiih mudah mengalami atau melahirkan perilaku yang abnormal.
Berhubungan dengan alasan-alasan tadi, maka dalam upaya untuk melakukan analisi
faktor-faktor penyebab abnormal, perlu dipertimbangkan hal tiga berikut:
1. Menunjukkan perbedaan antara penyebab-penyebab primer, predisposising, precipitating, dan
reinforchange.
2. Masalh feedback atau umpan balik dan sirkularitas (lingkaran setan) dalam perilaku abnormal.
3. Konsep mengenai diatechis stress sebagi model penyebab yang luas dalam perilaku abnormal.
Hampir semua penyebab gangguan-gangguan dalam perilaku tidak dapat ditentukan salah
satunya, meskipun penyebab tersebut disebut sebagai penyebab awal atau yang disebut akar
permasalhan. Misalnya, konfilk antar kelompok bisa saja akar permasalhannya adalah faktor
ekonomi atau value(nilai) yang berbeda, dan sebagainya. Tetapi, setelah konflik itu terjadi yang
menjadi penyebab tersebut sudah sangat meluas, dengan akibat walaupun akar permasalahannya
diselesaikan, tidak dengan sendirinya konflik itu berhenti. Konflik ini bahkan bisa berkembang
sebagai konfik yang tidak ada hubungan dengan akar permasalahan itu.
Istilah-istilah yang sering digunakan sebagai penyebab dari perilaku menyimpang disebut
etiologi atau penyebab (pattern of causes). Dengan demikian, etiologi tidak dapat dipandang
sebagai satu faktor saja. Oleh karena itu, ada empat faktor penyebab yang terdiri dari penyebab
primer, penyebab predisposisi, penyebab aktual atau pemicu, dan penyebab penguat yang
ditempatkan pada peran proporsionalnya sebaiknya menjadi bahan pemikiran dalam menentukan
penanganan suatu permasalahan.
Penyebab primer (primary causes) dimaksudkan sebagai suatu kondisi atau situasi yang
harus ada seandainya suatu gangguan terjadi. Misalnya, sifilis di otak adalah penyebab primer
dari gangguan perilaku/jiwa. Suatu penyebab yang primer biasanya merupakan hal yang mutlak,
tetapi tidak selalu mencukupi untuk melahirkan perilaku abnormal. Banyak sekali gangguan-
gangguan perilaku lahir bukan karena penyebab utama/primer.
Penyebab predisposisi (predisposising causes) adalah penyebab yang bersifat disposisi
atau kecenderungan, yaitu suatu kondisi yang datang sebelum terjadinya gangguan pada suatu
kondisi tertentu. Misalnya, penolakan orang tua yang dapat menjadi faktor predisposisi seorang
anak menghadapi kesukaran dalam membangun relasi dengan orang tuanya dikemudian hari,
atau keterikatan pada ibu merupakan penyebab predisposisi terjadinya gangguan maag pada
seorang anak.
Penyebab actual (precipitating causes) merupakan suatu kondisi yang secara langsung
memberikan efek pada terjadinya gangguan dan tindakan sebagai pemicu (trigger) abnormalitas.
Penyebab ini sering dilihat atau tampil sebagai penyebab signifikan dan berhubungan dengan
penyebab-penyebab yang dapat dilihat secara langsung.
Penyebab penguat (reinforcing causes), yaitu suatu penyebab berupa kondisi yang
cenderung untuk memelihara perilaku maladaptif yang telah atau sedang terjadi misalnya,
pemberian perhatian yang berlebihan (bisa simpati) atau melepas tanggung jawab seseorang dari
perbuatan salah dengan alasan sakit. Hal ini merupakan suatu tindakan jika dijadikan kebiasaan
dapat menjadi penyakit sehingga memicu perilaku abnormal.
TUGAS PSIKOLOGI
Tambahkan komentar
Memuat